Anda di halaman 1dari 20

Mini Project

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI


PADA KUNJUNGAN RAWAT JALAN PUSKESMAS
MENTOK PERIODE JANUARI – JUNI 2023

Mini Project Ini Dibuat Untuk Melengkapi Persyaratan Internsip


di Puskesmas Muntok Kabupaten Bangka Barat

Oleh :
dr. Febianti
Pendamping :
dr. Hj. Mahdiana

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEJIRAN SETASON


BANGKA BARAT
2023

i
2

HALAMAN PENGESAHAN

Mini Project

Judul
GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI
PADA KUNJUNGAN RAWAT JALAN PUSKESMAS MENTOK
PERIODE JANUARI – JUNI 2023

Oleh
dr. Febianti

Pendamping
dr. Hj. Mahdiana

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat internship di Puskesmas
Muntok Bangka Barat

Mentok, November 2023


Pendamping,

dr. Hj. Mahdiana

2
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-
Nya sehingga Mini Project dengan judul “Gambaran Karakteristik Penderita
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Muntok Kabupaten Bangka Barat Bulan
Agustus-September 2023” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Mini Project
ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Bangka Belitung di Puskesmas
Muntok.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan
petunjuk-petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik dari institusi
maupun dari luar institusi Puskesmas Mentaras. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Harianto, SKM selaku Plt. Kepala Puskesmas Muntok yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
2. dr. Hj. Mahdiana selaku dokter pembimbing di Puskesmas Muntok atas kesabaran
serta bimbingan yang telah diberikan.
3. Perawat, bidan dan segenap karyawan/wati Puskesmas Muntok atas kebersamaan
dan dukungannya selama ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Mini Project ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis dalam penyusunan Mini Project ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Mentok, November 2023


Hormat Saya

dr. Febianti

3
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang dapat mengakibatkan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Hipertensi berarti
tekanan darah di dalam pembuluh-pembuluh darah sangat tinggi yang
merupakan pengangkut darah dari jantung yang memompa darah ke seluruh
jaringan dan organ-organ tubuh. Seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila
tekanan darahnya di atas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi 140 mmHg
dan diastoliknya diatas 90 mmHg. Sistolik adalah tekanan darah pada saat
jantung memompa darah kedalam pembuluh nadi (saat jantung berkontraksi).
Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung memgembang atau relaksasi.
Berdasarkan etiologi, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi
primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah suatu kondisi
terjadinya tekanan darah tinggi sekitar 95% yang disebabkan faktor gaya hidup
seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Hipertensi sekunder
adalah suatu kondisi terjadinya tekanan darah tinggi lebih jarang hanya sekitar
5% dan disebakan oleh kondisi medis (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi
terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB).
World Health Organization (WHO) melaporkan tahun 2012 sedikitnya
sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada
tahun 2025 atau sekitar 29 % dari total penduduk dunia, dimana penderitanya
lebih banyak pada wanita (30%) dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan
kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang. Data WHO
menunjukkan dari setengah penderita hipertensi yang diketahui, hanya
seperempat atau 25 % yang mendapat pengobatan. Sementara hipertensi yang
diobati dengan baik hanya 12,5%. Hipertensi yang dapat menyebabkan
rusaknya organ-organ tubuh, seperti ginjal, jantung, hati, mata dan terjadi
kelumpuhan organ-organ gerak (WHO,2013).
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hipertensi, yaitu Usia,
Riwayat keluarga, Etnis, Jenis kelamin, Merokok, Obesitas, Stres, Aktivitas
olahraga, Asupan garam (natrium) dan Konsumsi alkohol. Hipertensi
merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes
genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi
hipertensi secara konsisten. Dari tingginya jumlah kasus hipertensi terutama
yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Mentok, sehingga peneliti tertarik

4
5

untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Karakteristik Penderita


Hipertensi Pada Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Mentok Periode Januari –
Juni 2023”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran karakteristik
hipertensi di wilayah kerja di puskesmas mentok kabupaten bangka barat
periode Januari - Juni 2023?”
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
 Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita hipertensi di
wilayah kerja di puskesmas mentok kabupaten bangka barat periode
Januari - Juni 2023.
b. Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita hipertensi
berdasarkan usia.
 Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita hipertensi
berdasarkan jenis kelamin.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui gambaran karakteristik penderita
hipertensi di wilayah puskesmas mentok berdasarkan usia, jenis
kelamin.
1.4.2 Bagi masyarakat
Memberi informasi dan diharapkan dapat menjadi suatu upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas Belinyu.
1.4.3 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
masukan mengenai angka kejadian hipertensi sehingga menjadi
bahan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada
masyarakat untuk mencegah hipertensi melalui perilaku hidup sehat.

5
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi berasal dari kata “hyper” yang berarti lebih dan “tension” yang
berarti tekanan. Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistilok ≥140
mmHg atau nilai tekanan diastolik ≥ 90mmHg .
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang tidak menular yang menjadi
masalah serius karena prevenlensi penyakit ini terus meningkat. Hipertensi sering
tidak menunjukkan tanda dan gejala sehingga menjadi pembunuh diam-diam (the
silent killer of death) dan menjadi pencetus utama timbulnya penyakit jantung,
stroke dan ginjal.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
darah diatas normal dalam jangka waktu yang lama. Dikatakan hipertensi apabila
diperiksa menggunakan tensi meter angka tekanan darah akan menunjukkkan nilai
diatas 140/80 mmHg, angka 140 menunjukkan angkan sistolik, dan angka 80
menunjukkan angka diastolik, artinya tekanan darah darah saat jantung
mengembang dan pengisian darah kembali ke dalam jantung.

2.1.2 Etiologi Hipertensi


Hipertensi disebabkan oleh faktor yang kompleks, yang belum di ketahui
kepastian etiologinya. Perkembangan penyakit ini berhubungan dengan
abnormalitas struktur fungsi faskuler yang menyebabkan kerusakan jantung, ginjal,
otak dan pembuluh darah dengan akibat morbiditas dan kematian dini.
Menurut Garnadi (2012), Faktor yng menyebabkan hipertensi terbagi menjadi
dua yaitu:
a. Faktor yang dapat dikontrol, pada faktor yang dapat di kontrol antara lain
obesitas, stress, aktifitas fisik, merokok, konsumsi garam yang berlebihan,
kebiasaan konsumsi alkohol.
1. Obesitas
Obesitas terjadi pada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mempengaruhi
kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan menurunkan
tekanan darah pada pasien obesitas dan memberikan efek menguntungkan
pada faktoe resiko terkait, seperti resistensi insulin, diabetes melitus,
hiperlipidemia dan hipertrofi ventrikel kiri. Insiden obesitas lebih tinggi
pada perempuan 34,4% dibandingkan pada laki – laki 28,6% . Body mass

6
7

index (BMI) > 24,4 Kg/m3 dihubungkan dengan peningkatan penyakit


kardiovaskuler. Peningkatan resiko yang sama juga telah diindentifikasi
untuk hipertensi, penyakit vaskuler serebral dan perifer, hiperlipidemia,
penyakit traktus bilier, osteoarthritis dan gout. Pada obesitas lemak viseral
mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjutdari hiperinsulimenia adalah
promosi peningkatan absorbsi Na oleh ginjal sehingga dapat terjadi
hipertensi.
2. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang
percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat
binatang tersebut menjadi hipertensi. Stres juga memiliki hubungan dengan
hipertensi.
3. Aktifitas Fisik
Hubungan olahraga terhadap hipertensi bervariasi. Olahraga aerobik
menurunkan tekanan darah pada individu yang tidak berolahraga, tetapi
olahraga berat paada individu yang akti memberikan efek yang kurang .
Jadi, aktivitas fisik menurunkan resiko terjadinya hipertensi dan diabetes.
4. Merokok
Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu vasokonstriktor
poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga
melalui peningkatan norepinefrin plasma dari saraf simpatetik. Efek
sinergistik merokok dan tekanan darah tinggi pada resiko kardiovaskuler
telah jelas.
5. Konsumsi Garam
Natrium intraseluler meningkat dalam sel darah dan jaringan lain pada
hipertensi primer (esensial). Hal ini dapat disebabkan abnormalitas pertukaran
Na – K dan mekanisme taranspor Na lain. Peningkatan Na intraseluler dapat
menyebabkan peningkatan Ca intaraseluler sebagai hasil pertukaran yang
diasilitasi dan dapat menjelaskan peningkatan tekanan otot polos vaskuler
yang karakteristik pada hipertensi. Pasien dengan tekanan darah normal
atau tinggi sebaiknya konsumsi tidak lebih dari 100 mmol garam perhari
(2,4 gram natrium, 6 gram natrium klorida per hari)

7
8

6. Konsumsi Alkohol
Konsusmsi alkohol akan meningkatkan resiko hipertensi. Namun,
mekanismenya belum jelas mungkin akibatmeningkatnya transport
kalsium ke dalam sel otot polos dan melalui peningkatan katekolamin
plasma. Peminum alkohol lebih dari dua gelas sehari akan memiliki resiko
hipertensi dua kali lipat dibandingkan bukan peminum, serta tidak optimalnya
efek dari obat anti hipertensi.

b. Faktor-faktor yang dan faktor yang tidak dapat di kontrol seperti usia, jenis
kelamin, dan Ras
1. Usia
Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang lanjut
usia dengan hipertensi merupakan resiko besar untuk penyakit kardiovaskuler.
Meskipun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling
sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun ke atas. Diantara orang amerika
baik yang berkulit hitam maupun berkulit putih yang berusia 65 tahun
ke atas, setengahnya menderita penyakit hipertensi.
2. Jenis Kelamin
Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki – laki dan usia. Namun, pada
usia tua resiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan
laki – laki. Hipertensi berkaitan dengan indeks massa tubuh (IMT). Laki –
laki obesitas lebih mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan
perempuan obesitas dengan berat badan sama .
3. Ras
Orang Amerika Serikat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah
lebih tinggi dibandingkan kulit putih (Lloyd – Jones dkk, 2009) dan
keseluruhan angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi pada kulit hitam.
Pada golongan ini hipertensi biasanya timbul pada usia lebih muda
dibandingkan dengan orang berkulit putih, bahkan perkembangannya
cenderung lebih cepat dan menonjol.

2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medulla dari otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdormen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

8
9

bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepeneprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap vasokonstriksi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin, yang
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II. Pertama, dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Meningkatnya ADH, menyebabkan
urine yang diekskresikan ke luar tubuh sangat sedikit (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstra seluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Kemudian terjadi peningkatan volume darah, sehingga tekanan darah akan
meningkat (Martuti, 2009).
Kedua, dengan menstimulasi sekresi aldosteron (hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal) dari korteks adrenal. Pengaturan volume cairan
ekstraseluler oleh aldosteron dilakukan dengan mengurangi ekskresi NaCl dengan
cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Pengurangan ekskresi NaCl menyebabkan
naiknya konsentrasi NaCl, yang kemudian diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Maka terjadilah peningkatan volume dan
tekanan darah (Martuti, 2009).

2.1.4 Klasifikasi Hipertensi


Menurut Garnadi (2012), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari :
Tabel 2.1.4 Klasifikasi Hipertensi
Kategori Stadium Tekanan Tekanan
Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg <280 mmHg
Prehipertensi 160-139 mmHg 80-90 mmHg
Hipertensi Tingkat I 140- 159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Tingkat ≥160 mmHg ≥100 mmHg
II

9
10

Menurut American Heart Association 2013, klasifikasi tekanan darah yaitu:


Tabel 2.1.4.1 Klasifikasi Tekanan Darah
Derajat Tekanan darah Tekanan darah
sistolik diastolik
Normal <120 (mmHg) Dan <80 (mmHg)
Prehipertensi 120-139 (mmHg) Atau 80-89 (mmHg)
Darajat 1 140-159 (mmHg) Atau 90-99 (mmHg)
Derajat 2 160-179 (mmHg) Atau ≥100 (mmHg)
Hipertensi >180 (mmHg) >100 (mmHg)
kritis

2.1.5 Gajala klinis


Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus. Menurut susanto (2009), gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah,
mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat ditengkuk,
mudah lelah, mata berkunang-kunang, keluar darah dari hidung.

2.1.6 Komplikasi Hipertensi

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala


pada hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa
gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti:
(Garnadi,2012)
1. Stroke
Salah satu komplikasi darah tinggi adalah stroke. Penyakit stroke dapat
menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Stroke adalah kerusakan jaringan otak
yang disebabkan oleh berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba.
Karena berkurang atau berhentinya suplai darah ke otak. Inilah, jaringan otak
yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Stroke
terkadang disebut dengan cerebrovaskular accident. Stroke merupakan
manifestasi gangguan saraf umum yang timbul mendadak dalam waktu singkat
akibat gangguan aliran darah ke otak karena penyumbatan (Ischemic stroke) atau
perdarahan (hemorrhagic stroke). Dengan kata lain. menurut cara terjadinya,

10
11

stroke dibedakan menjadi dua macam, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemorragik. Stroke hemorragik inilah yang biasanya merupakan komplikasi
hipertensi (Garnadi,2012)
2. Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban jantung bertambah. Sebagai
akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk mengkatkan kontraksi. Hipertrofi
ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang
memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi, kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya
terlampaui dan terjadi dilatasi dan „‟payah jantung‟‟. Jantung semakin terancam
seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah akibat penambahan massa miokard (Garnadi,2012).
Penyakit jantung lainnya adalah :
a. Hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
b. Angina atau infark miokard sebelumnya
c. Riwayat revaskularisasi
3. Penyakit ginjal kronik
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan
tidak dapat diperbaiki dari berbagai penyebab. Salah satunya pada bagian yang
menuju ke kardiovaskuler. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal
kronis karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA) (Garnadi,2012).
4. Penyakit arteri koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor risiko utama penyakit arteri koronaria,
bersama dengan diabetes melitus. Plak terbentuk pada percabangan arteri yang
kearah arteri koronaria kiri, arteri koronaria kanan, dan agak jarang pada arteri
sirromfleks. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen
maupun sementara yang disebabkan oleh akumulasi plak atau penggumpalan.
Sirkulasi kolateral berkembang disekitar obstruksi arteromasus yang
menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi
kolateral untuk menyediakan suplai oksigen yang adekuat ke sel yang
berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria (Garnadi,2012).

2.1.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

11
12

mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan


pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
3. Penurunan Stress
Perasaan gelisah dapat mengakibatkan ketegangan dan emosi terus
menerus sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Usahakan dapat
tidur dan beristirahat secukupnya untuk mempertahankan kondisi
badan, karena tekanan darah menurun pada waktu tidur (Widharto, 2007).
4. Terapi Herbal
Untuk mengobati penyakit hipertensi bisa dilakukan secara medis maupun
secara tradisional dengan menggunakan ramuan herbal (tanaman obat)
yang mempunyai efek menurunkan tekanan darah. Cara pengobatan
tradisional kini semakin digemari masyarakat, bahkan semakin dibutuhkan
klarena merupakan cara pengobatan alternatif yang baik, murah dan tidak
memiliki efek samping. Beberapa tanaman obat yang berkhasiat untuk
menurunkan tekanan darah tinggi adalah sebagai berikut : alpokat, bawang
putih, belimbing manis, cincau, kunyit, mengkudu, mentimun, pegagan,
pepaya dan masih banyak yang lainya (Garnadi,2012).

b. Penatalaksanaan Farmakologi
Secara garis besar terdapat beberapa halyang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Tidak menimbulakan intoleransi.
4. Obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angiotensin (ACE-I)

12
13

a) Diuretic
Diuretik merupakan salah satu golongan obat anti
hipertensi paling penting karena murah, efektif, umumnya
ditoleransi dengan baik dalam dosis rendah dan diuretik telah
terbukti untuk mencegah kejadian kardiovaskuler, termasuk
stroke dan PJK, dalam berbagai kelompok pasien hipertensi
(Garnadi,2012).
b) (β – blocker)
Beta bloker aman, murah dan efektif untuk digunakan sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan diuretik, kalsium antagonis dan
dihydropyridine alpha – blocker. Beta blocker harus dihindari pada
pasien dengan penyakit saluran napas obstruktif dan penyakit
vaskuler (Garnadi,2012).
c) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambart kontraksi jantung (kontraktilitas), namun obat ini
memiliki efek samping yang mungkin muncul adalah batuk kering,
pusing, sakit kepala dan (Garnadi,2012).
d) ACE-I
Aktivitas sistem renin – angiotensin dapat dihambat dengan empat
cara yang semuanya dapat diterapkan secara klinis. Pertama, beta
blocker yang menghambat pelepasan renin. Kedua, penghambat
langsung terhadap aktivitas renin oleh renin inhibitor selektif,
alikiren. Ketiga, menghambat enzim yang mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II, dengan ACE – I. Keempat, menghambat
aktvitas angiotensin II oleh reseptor blocker kompetitif yaitu ARB
(Garnadi,2012).

13
14

2.1.9 Kerangka Teori

Faktor risiko penderita

Karakteristik :
1.Usia
2. Jenis Kelamin

Gejala Klinis Penderita

Penegakan Diagnosis :
Pemeriksaan Klinis

Hipertensi

Pengobatan

14
15

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

3.2 Lokasi Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan diruang rekam medik yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Muntok Kabupaten Bangka Barat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada Januari - Juni 2023.

3.3 Populasi
3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data pasien hipertensi
rawat jalan.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi
di Puskesmas Mentok Kabupaten Bangka Barat bulan Januari - Juni
2023.

3.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel


3.4.1 Sampel
Pasien dengan diagnosa hipertensi di Puskesmas Mentok Kabupaten
Bangka Barat bulan Januari - Juni 2023.

3.4.2 Cara Pemilihan Sampel


Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total
sampling.
Dengan kriteria sampel :
a. Kriteria Inklusi
 Pasien yang didiagnosis hipertensi.
b. Kriteria Eksklusi
 Data yang tidak lengkap.
 Pasien dengan diagnosa hipertensi gestasional.

15
16

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Data yang diperoleh berasal dari data sekunder yang diambil dari data rekam
medis dan data program PTM (penyakit tidak menular) di Puskesmas Mentok
bulan Januari – Juni 2023.

3.6 Penelitian
3.6.1 Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat
(dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia, jenis
kelamin.
3.6.2 Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah penderita hipertensi di Wilayah Puskesmas
Mentok.

3.7 Definisi Operasional


Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil
Ukur
1. Usia Rentang/lama hidup Data Program Ordinal 1. 15-19 Tahun
responden, dihitung PTM 2. 20-44 Tahun
sejak responden lahir 3. 45-54 Tahun
hingga waktu pengisian 4. 55-59 Tahun
kuesioner. 5. 60-64 Tahun
6. 65-69 Tahun
7. >70 Tahun
2. Jenis Jenis kelamin Data Program Nominal 1. Laki-laki
kelamin responden yang diteliti. PTM 2. Perempuan

16
17

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian mengenai karakteristik penderita diabetes melitus pada data
program PTM di Puskesmas Mentok bulan Januari-Juni 2023, penelitian
menggunakan data pasienyang melakukan pelayanan rawat jalanss didapatkan
jumlah keseluruhan pasien sebanyak 1.715 kasus yang memenuhi kriteria
inklusi.
4.1.1 Karakteristik Penderita Hipertensi berdasarkan Usia
Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.1.1 Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan usia
Usia F (%)
15-19 tahun 1 0,10
20-44 tahun 161 9,38
45-54 tahun 357 20,81
55-59 tahun 203 11,83
60-64 tahun 255 14,86
65-69 tahun 306 17,84
70 tahun 432 25,18
Jumlah 1.715 100

Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan penderita Hipertensi terbanyak


berdasarkan karakteristik usia pada usia 70 tahun sebanyak 432 orang
(25,18%) dan karakteristik usia yang paling sedikit adalah 15-19 tahun yaitu
sebanyak 1 orang (0,10%).
Hal ini sejalan pada penelitian di tahun 2010 yang dilakukan di
RSUZA Banda Aceh juga memperoleh hasil bahwa responden
yang berusia lanjut (≥ 40 tahun) lebih berisiko menderita hipertensi
dibandingkan responden yang berusia ≤ 40 tahun. Hal ini diasosiasikan
dengan berubahan struktur pembuluh darah seiring dengan ber-
tambahnya usia mengakibatkan perubahan tekanan darah.

17
18

4.1.2 Karakteristik Penderita Hipertensi berdasarkan Jenis Kelamin


Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.1.2 Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin F (%)
Laki – Laki 524 30,55
Perempuan 1.191 69,45
Jumlah 1.715 100

Berdasarkan tabel 4.1.2 didapatkan jumlah pasien menderita Hipertensi


berdasarkan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada berjenis kelamin
laki-laki. Penderita hipertensi berjenis kelamin Perempuan berjumlah 1.191
orang (69,45%) dan jumlah pasien yang menderita hipertensi berjenis kelamin
laki-laki berjumlah 524 orang (30,55%).
Hal ini bersamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eksanoto and
Wahyuni yang memperoleh data jumlah warga berdasarkan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 77 responden (37,19%) dan perempuan 130
(62,80%). Jumlah karateristik jenis kelamin warga terbanyak adalah
perempuan dengan 130 (62,80%).
Hal ini bertentangan dengan teori bahwa kadar hormon esterogen yang
melindungi wanita dari hipertensi, besarnya karateristik jenis kelamin
perempuan juga disebabkan karena jumlah warga Perempuan berkunjung
kepuskesmas lebih banyak dari pada laki-laki, sehingga kemungkinan untuk
kelompok jenis kelamin Perempuan akan lebih besar peluangnya untuk terpilih
menjadi sampel.

18
19

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mini project yang dilakukan mengenai
karakteristik penderita hipertensi di Puskesmas Mentok disimpulkan bahwa
distribusi frekuensi terbesar berdasarkan usia yaitu pada usia 70 tahun sebanyak
432 orang (25,18%). Distribusi frekuensi terbesar berdasarkan berdasarkan
jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada berjenis kelamin laki laki yaitu
berjumlah 1.191 orang (69,45%).

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Dokter Umum
a. Diharapkan agar mendeteksi dini hipertensi sehingga hipertensi
bisa terdiagnosis lebih cepat tanpa harus menunggu adanya
komplikasi.
b. Diharapkan agar memberikan konseling kepada penderita
hipertensi untuk memeriksa tekanan darah secara berkala,
mengkonsumsi obat secara teratur dan olahraga sehingga tekanan
darah bisa terkontrol.
c. Memberikan edukasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan
motivasi untuk tidak lupa memakan obat-obatan.

5.2.2 Bagi Puskesmas Mentok


a. Bagi puskesmas mentok diharapkan memperhatikan pasien yang
cek kesehatan ataupun rutin kontrol hipertensi dengan
memberikan edukasi.
b. Puskesmas juga diharapkan memastikan pasien merasa puas
dengan pelayanan yang telah diberikan dan memastikan ke semua
tenaga kesehatan bahwa mereka telah memberikan apa yang
menjadi hak pasien.
c. Diharapkan puskesmas dapat memberikan sarana pada Masyarakat
belinyu untuk melakukan rutinitas aktifitas fisik di lingkungan
puskesmas, seperti melakukan senam sehat maupun senam
prolanis pada masyarakat mentok.

19
20

DAFTAR PUSTAKA

Garnadi, Y. (2012). Hidup nyaman dengan hipertensi.

Silaen, J. B. (2018). Kejadian hipertensi pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas


harapan raya pekanbaru. Jurnal Ipteks Terapan, 12(1), 64-77.

Tirtasari, S., & Kodim, N. (2019). Prevalensi dan karakteristik hipertensi pada usia
dewasa muda di Indonesia. Tarumanagara Medical Journal, 1(2), 395-402.

Wahyuni, D. E. (2013). Hubungan tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan


kejadian hipertensi di kelurahan jagalan di wilayah kerja puskesmas
pucangsawit surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol, 1(1), 113.

20

Anda mungkin juga menyukai