Anda di halaman 1dari 21

KONSEP STRES DAN ADAPTASI

PENDAHULUAN
Stres merupakan fenomena universal. Semua orang mengalaminya. Orang tua
mengalami stres dalam membesarkan anak, pekerja membicarakan stres yang
dialami dalam pekerjaan mereka, dan pelajar tingkat apapun membirakan
mengenai stres mereka ditempat sekolah. Stres dapat memberi stimulus terhadap
perubahan dan pertumbuhan, dan dalam hal ini, suatu stres adalah positif dan
bahkan diperlukan.Stres dapat disebabkan oleh pengalaman positif dan negatif.
Namun demikian, terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penyesuaian yang
buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap
masalah

KONSEP STRES
1. DEFINISI STRES
Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap perubahan dalam
status keseimbangan normal (Kozier, 2011).
Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan
seorang individu berespon dan melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Potter
dan Perry, 2005).
Stressor adalah setiap kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu
mengalami stres. Ketika seseorang menghadapi stressor, responnya disebut
sebagai strategi koping, respon koping, atau mekanisme koping.
2. SUMBER STRES
Terdapat banyak sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan sebagai
stressor internal atau eksternal, atau stressor perkembangan atau situasional.
a. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh,
demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan
emosi seperti rasa bersalah, kanker atau perasaan depresi.
b. Stressor eksternal berasal dari luar individu, sebagai contoh perpindahan
ke kota lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya,

1
perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran
keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.
c. Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan
sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas
tertentu harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stres.
d. Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun
sepanjang hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Contoh
1) Kematian anggota keluarga
2) Pernikahan atau perceraian
3) Kelahiran anak
4) Pekerjaan baru
5) Penyakit
Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada tahap
perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat lebih
menimbulkan stres bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang yang
berusia 40 tahun

3. MACAM –MACAM STRES


Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya:
1) Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur
yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari
atau karena tegangan arus listrik.
2) Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun
asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh
senyawa kimia.
3) Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau
parasit.

2
4) Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya
gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan
seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
6) Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti
hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,
2008).

4. MODEL STRES
Asal dan efek stress dapat diperiksa dalan istilah kedokteran dan model
teoritis perilaku. Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stresor bagi
individu tertentu dan memprediksi respons individu tersebut terhadap stresor.
Setiap model menekankan aspek stres yang berbeda.
Model stres membantu perawat mengidentifikasi stresor dalam situasi tertentu
dan untuk memprediksi respon individu. Perawat dapat menggunakan
pengetahuan mengenai model tersebut untuk membantu klien memperkuat
respon koping yang sehat dan dalam menyesuaikan respons yang tidak sehat
dan tidak produktif. Tiga model utama stres adalah model berbasis stimulus,
berbasis respons, dan berbasis transaksi.
a. Model Berbasis Stimulus
Dalam model berbasis stimulus, stres didefinisikan sebagai stimulus,
peristiwa hidup, atau sekelompok situasiyang membangkitkan reaksi
fisiologik dan/atau psikologik yang dapat meningkatkan kerentanan
individu terhadap penyakit. Dalam penelitiannya, Holmes and Rahe
(1976) menetapkan nilai numerik terhadap 43 perubahan atau peristiwa
hidup. Skala peristiwa hidup yang menimbulkan stres digunakan untuk
mendokumentasikan pengalam individu yang relatif baru, seperti

3
perceraian, kehamilan, dan pensiun. Dalam sudut pandang ini, baik
peristiwa positif maupun negatif dianggap menimbulkan stres.
Skala serupa juga dikembangkan, tetapi semua skala harus
digunakan dengan hati-hati karena derajat stres yang dipicu peristiwa
yang terjadi sangat invidual. Sebagai contoh, perceraian dapat menjadi
sangat traumatik bagi seseorang, sementara bagi orang lain mungkin
hanya menimbulkan relatif sedikit ansietas. Selain itu, banyak skala
belum diuji terhadap usia, status sosial ekonomi, atau kepekaan budaya.
b. Model Berbasis Respon
Stres dapat juga dipertimbangkan sebagai satu respons. Definisi ini
dikembangkan dan dijabarkan oleh Selye (1956, 1976) sebagai respons
nonspesifik tubuh setiap tuntutan yang ditimbulkan” (1976, hlm 1).
Schafer (2000) mendefinisikan stres sebagi ”pembangkitan pikiran dan
tubuh sebagai respons terhadap tuntutan yang ditimbulkannya.
Respons stres Selye ditandai dengan satu rantai atau pola kejadian
fisiologik yang disebut sindrom adaptasi umum (GAS) atau atau
sindrom stres. Untuk membedakan penyebab stres dari respon stres,
Selye (1976) menciptakan istilah stresor untuk menunjukan setiap faktor
yang menimbulkan stres dan mengganggu keseimbangan tubuh. Stres
adalah satu kondisi sehingga hanya dapat diobservasi melalui perubahan
yang ditimbulkan stres pada tubuh. Respon tubuh tersebut, sindrom stres
atau GAS, terjadi dengan pelepasan hormon adaptif tertentu dan
perubahan selanjutnya pada struktur dan komposisi kimia tubuh. Organ
tubuh yang dipengaruhi oleh stres adalah saluran cerna, kelenjar adrenal,
dan struktur limfatik. Dengan stres yang berkepanjangan, kelenjar
adrenal mengalami pembesaran yang cukup signifikan; struktur limfatik
seperti timus limpa, dan nodus limfe, mengalami atrofi (menyusut); dan
ulkus yang dalam tampak di lapisan lambung.

4
Reaksi Alarm
Reaksi awal tubuh adalah reaksi alarm, yang menyiagakan pertumbuhan
tubuh. Selye (1976) membagi tahap ini kedalam dua bagian, yaitu: fase
syok dan fase kontersyok.
Selama fase syok, stresor dapat dirasakan secara sadar atau tidak
sadar oleh individu. Pada semua kasus, sistem saraf otonom bereaksi, dan
sejumlah besar epinefrin (adrenalin)dan kortison dilepakan ketubuh.
Individu kemudian siap untuk respons “lari atau lawan”. Respon primer
ini berlansung singkat, dari 1 menit hingga 24 jam.
Bagian kedua reaksi alarm disebut fase kontersyok. Selama fase
ini, perubahan yang dihasilkan oleh tubuh selama fase syok dibalik. Oleh
karena itu, individu paling bagus dimobilisasi untuk bereaksi selama fase
syok reaksi alarm.

5
Stresor

Reaksi Alarm

Fase syok

Epinefrin Norepinefrin Kortison


Takikardi ↓ aliran darah ke Katabolisme
↑ kontraktilitas ginjal protein
miokardium ↑ renin glukoneogenesis
↑ dilatasi bronkhi
↑ pembekuan
darah
↑ metabolisme

Fase Kontersyok

Tahap Resistensi

Adaptasi Tahap Kelelahan

Istirahat kematian

6
Tahap resistansi
Tahap kedua dalam sindrom GAS dan LAS, tahap resistansi, terjadi
ketika tubuh beradaptasi. Dengan kata lain, tubuh berusaha
menghadapi stresor dan untuk membatasi stresor ke area tubuh yang
paling kecil yang dapat menghadapinya.
Tahap kelelahan
Selama tahap ketiga, tahap kelelahan, adaptasi yang dibuat tubuh
selama tahap kedua tidak dapat dipertahankan. Hal ini berarti bahwa
cara yang digunakan untuk menghadapi stresor telah mengalami
kelelahan
c. Model Berbasis Transaksi
Teori stress transaksional didasarkan pada hasil penelitian Lazarus
(1996), yang menatakan bahwa teori stimulus dan teori respons tidak
mempertimbangkan perbedaan individu. Kedua teori tersebut tidak
menjelaskan factor yang membuat sebagian orang, tetapi tidak membuat
sebagian yang lain, berespons secara efektif. Selain itu kedua teori tidak
dapat mengiterpretasi mengapa sebagian orang mampu beradaptasi dalam
periode waktu yang lebih lama dibandingkan sebagian lainnya.
Lazarus menyadari bahwa tuntutan dan tekanan dan tekanan
lingkungan tertentu menimbulkan stres pada cukup banyak orang, namun
menekankan bahwa kepekaan dan kerentanan orang dan kelompok
terhadap peristiwa tertentu berbeda, demikian pula dengan interpretasi
dan reaksi mereka. Sebagai contoh dalam menghadapi penyakit, individu
dapat berespons dengan penyangkalan, individu lain dengan ansietas, dan
yang lainnya dengan depresi.
Teori stres transaksional Lazarus menekankan sekelompok
respons kognitif, afektif, dan adaptif (koping) yang muncul dari transaksi
individu-lingkungan. Individu dan lingkungan tidak dapat dipisahkan;
keduanya saling memengaruhi. Stress “mengacu pada setiap kejadian
ketika tuntutan lingkungan, tuntutan internal, atau keduanya membebani
atau melebihi sumber adaptif, system social, atau system jaringan

7
individu. Individu berespons terhadap persepsi perubahan lingkungan
dengan respons adaptif atau koping.

5. FAKTOR PENGARUH RESPON TERHADAP STRESOR


Respons terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis,
kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor
tersebut. sifat stresor mencakup faktor-faktor berikut ini:
a. Intensitas
b. Cakupan
c. Durasi
d. Jumlah dan sifat dari stresor
Setiap faktor mempengaruhi respons terhadap stresor. Seseorang dapat saja
mencerap intensitas atau besarnya stresor sebagai minimal, sedang, atua
berat. Makin besar stresor, makin besar respons stress yang ditimbulkan.
Sama halnya, cakupan dari stresor dapat digambarkan sebagai terbatas,
sedang, atau luas. Makin besar cakupan stresor, makin besar respons klien
yang ditujukan terhadap stresor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984 dalam
Perry dan Potter, 2005).

6. TAHAPAN STRES
a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan
nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan
tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi
tajam.
b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi
tidak segar dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan punggung tegang.
Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi
tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,

8
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia),
bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi
tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan
pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas ,
bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan
banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

7. REAKSI TUBUH TERHADAP STRES


Menurut seorang pelopor penelitian mengenai stres yang dilahirkan di
Austria, Hans Selye (1974, 1983), stres sebenarnya adalah kerusakan yang
dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya. Berapapun
kejadian dari lingkungan atau stimulus yang menghasilkan respon stres yang
sama pada tubuh. Selye mengamati pasien yang memiliki masalah yang
berbeda-beda: kematian seseorang yang dekat, kehilangan pekerjaan,
ditangkap karena melakukan penggelapan. Tanpa memperhatikan masalah
seperti apa yang dihadapi oleh seorang pasien, gejala yang serupa muncul:
hilangnya nafsu makan, otot menjadi lemah, dan menurunnya minat terhadap
dunia.
Sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome/GAS) adalah konsep
yang dikemukakan oleh Selye yang menggambarkan efek umum pada tubuh
ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri dari
tiga tahap: peringatan, perlawanan, dan kelelahan. Pertama, pada tahap

9
peningkatan alarm, individu memasuki kondisi shock yang bersifat
sementara, suatu masa di mana pertahanan terhadap stres ada di bawah
normal. Individu mengenali keberadaan stres dan mencoba
menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu tubuh menurun, dan tekanan
darah juga menurun. Kemudian tubuh mengalami apa yang disebut
countershock, di mana pertahanan terhadap stres mulai muncul; korteks
adrenal mulai membesar, dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm
berlangsung singkat. Tidak lama kemudian, individu bergerak memasuki
tahap perlawanan (resistence), di mana pertahanan terhadap stres menjadi
semakin intensif, dan semua upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada
tahap pertahanan, tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres; tekanan darah,
detak jantung, suhu tubuh, dan pernapasan semua meningkat. Bila semua
upaya yang dilakukan untuk melawan stres ternyata gagal dan stres tetap ada,
individu pun memasuki tahap kelelahan (exhausted), di mana kerusakan pada
tubuh semakin meningkat, orang yang bersangkutan mungkin akan jatuh
pingsan di tahap kelelahan ini, dan kerentanan terhadap penyakit pun
meningkat.
Walupun demikian tidak semua stres itu buruk. Eustress adalah konsep Selye
yang menggambarkan sisi positif dari stres. Berkompetisi di suatu kejuaraan
atletik, menulis karangan, atau mengajar seseorang yang membuat tubuh
menghabiskan energi. Selye tidak mengatakan bahwa kita harus menghindari
semua pengalaman seperti ini dalam kehidupan kita, namun ia menekankan
bahwa kita harus meminimalkan kerusakan pada tubuh kita.
Salah satu kritik utama terhadap pandangan Selye adalah bahwa manusia
tidak selalu bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama seperti yang ia
kemukaka. Masih banyak lagi yang harus dipahami mengenai stres pada
manusia daripada sekedar mengetahui reaksi fisik manusia terhadap stres.
Kita juga perlu mengetahui kepribadian mereka, susunan fisik mereka,
persepsi mereka, dan konteks di mana stresor, atau penyebab stres, muncul
(Hobfoll, 1989).

10
8. INDIKATOR STRES
Indikator stress individu dapat fisiologis, psikologis atau kognitif
a. Indikator fisiologik
Respons terhadap stress bervariasi, bergantung pada persepsi individu
terhadap peristiwa. Tanda dan gejala fisiologis stress muncul akibat
aktivasi system simpatetik dan system neuroendokrin tubuh.
b. Indikator Psikologis
Manifestasi psikologis stress mencakup ansietas, takut, marah depresi, dan
mekanisme pertahanan ego yang tidak disadari. Beberapa pola koping
tersebut dapat membantu; yang lain menjadi penghalang, bergantung pada
situasi dan lama waktu mekanisme tersebut digunakan atau dialami.
1) Ansietas
Reaksi umum terhadap stress adalah ansietas, satu kondisi kegelisahan
mental, keprihatinan, ketakutan, atau firasat atau perasaan putus asa
karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman antisipasi yang tidak
dapat diidentifikasikan terhadap diri sendiri atau terhadap hubungan
yang bermakna. Ansietas dapat dialami pada tingkat sadar, setengah
sadar, atau tidak sadar. Empat hal yang membedakan ansietas dengan
takut adalah:
a) Sumber ansietas tidak dapat diidentifikasi; sumber rasa takut dapat
diidentifikasi
b) Ansietas dikaitkan dengan masa depan, yaitu, untuk kejadian yang
diantisipasi. Rasa takt dikaitkan dengan kondisi saat ini.
c) Ansietas bersifat tidak jelas, sementara rasa takut bersifat pasti.
d) Ansietas merupakan akibat konflik psikologis atau emosi; rasa
takut merupakan akibat entitas fisik atau psikologis yang
mempunyai ciri tersendiri.

Ansietas dapat dimanifestasikan pada empat tingkat:


a) Ansietas ringan mencipttakan kondisi sedikit bergairah yang
meningkatkan kemampuan persepsi, pembelajaran dan produktif.

11
Sebagian besar individu yang sehat mengalami ansietas ringan,
mungkin sebagai perasaan gelisah ringan yang mendorong
seseorang untuk mencari informasi dan mengajukan pertanyaan.
b) Ansietas sedang meningkatkan status gairah ke satu titik ketika
seseorang mengekspresikan perasaan tegang, cemas, atau khawatir.
Kemampuan persepsi semakin sempit. Perhatian lebih difokuskan
pada aspek tertentu situasi dibandingkan aktivitas perifer.
c) Ansietas berat menghabiskan sebagian besar energy individu dan
membuuhkan intervensi. Persepsi mengalami penurunan lebih
lanjut. Individu tidak mampu berfokus terhadap apa yang benar-
benar terjadi dan hanya focus pada satu detail spesifik situasi yang
menimbulkan ansietas.
d) Panic adalah tingkat kecemasan yang menakutkan dan sangat
membebani sehingga membuat individu kehilangan kendali. Panic
lebih jarang dialami dibandingkan dengan tingkat kecemasan lain.
2) Takut
Takut adalah emosi atau rasa khawatir yang dibangkitkan oleh persepsi
bahaya, nyeri atau ancaman lain yang akan terjadi atau tampak. Rasa
takut mungkin sebagai respons terhadap sesuatu yang sudah terjadi,
sebagai respons terhadap ancaman yang segera muncul atau sudah
muncul, atau sebagai respons terhadap sesuatu yang diyakini sesorang
akan terjadi. Objek rasa takut mungkin berdasarkan pada realitas,
mungkin juga tidak. Sebagai contoh, mahasiswa kebidanan baru
mungkin takut dalam mengantisipasi pengalaman pertama di tatanan
perawatan pasien. Mahasiswa mungkin takut tidak mau dirawat oleh
mahasiswa atau mahasiswa secara tidak sengaja membahayakan klien.
3) Marah
Marah adalah status ekonomi yang terdiri dari perasaan subjektif rasa
bermusuhan atau ketidak senangan yang kuat. Individu dapat merasa
bersalah ketika meraka marah karena diajarkan bahwa merasa marah
itu salah. Akan tetapi, marah dapat diekspresikan dalam cara verbal

12
yang tidak membuat Si empunya marah dijauhi; dengan demikian,
marah dipertimbangkan sebagai emosi positif dan sebagai tanda
kedewasaan emosi karena pertumbuhan dan manfaat interaksi yang
doitimbulkannya.
Ekspresi marah verbal dapat dipertimbangkan sebagai tanda
terhadap orang lain atas ketidak nyamanan psikologis internal individu
dan sebagai permintaan bantuan untuk menghadapi persepsi stress.
Sebaliknya, permusuhan biasanya ditandai dengan antagonism dan
perilaku merusak atau destruktif; agresi adalah serangan tanpa pemicu
atau tindakan atau pandangan bermusuhan, mencederai, atau merusak;
dan kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik untuk mencederai
atau menganiaya. Kemarahan diekspresikan secara verbal, berbeda dari
rasa bermusuhan, agresi, dan kekerasan, , tetapi dapat mengakibatkan
kekerasan dan kerusakan apabila marah menetap dan tak jua reda.
Komunikasi verbal marah yang diekspresikan secara jelas, ketika
orang yang marah mengatakan kepada orang lain mengenai
kemarahannya dan dengan cermat mengidentifikasi sumbernya
merupakan tindakan konstruktif. Kejelasan komunikasi ini membuat
kemarahan “dikeluarkan” sehingga orang lain dapat memahami rasa
marah tersebut dan membantu meredakannya. Orang yang marah
“meluapkan” kemarahannya dan mencegah akumulasi emosi.
4) Depresi
Depresi adalah reaksi umu terhadap kejadian yang tampak kacau atau
negative. Depresi, perasaan sedih, putus asa, kekesalan, perasaan tak
berharga, atau kekosongan ekstrem, terjadi pada jutaan orang
Amerikasetiap tahun. Tanda dan gejala depresi dan tingkat keparahan
masalah berbeda pada setiap klien dan bergantung pada makna
kejadian pemicu. Gejala emosi mencakup perasaan kelelahan,
kesedihan,kehampaan, atau mati rasa. Tanda perilaku depresi termasuk
iritabilitas, ketidak mampuan untuk berkonsentrasi, kesulitan dalam
membuat keputusan, kehilangan gairah seksual, menangis, gangguan

13
tidur, dan menarik diri. Tanda fisik depresi mencakup kehilangan
nafsu makan, penurunan berat badan, konstipasi, sakit kepala, dan
limbung. Banyak orang menalami depresi periodesingkat sebagai
respons terhadap kejadian pemicu stress yang sangat banyak, seperti
kematian orang yang dicintai atau kehilangan pekerjaan; akan tetapi,
depresi berkepanjangan, merupakan penyebab kekhawatiran dan dapat
membutuhkan penanganan.
5) Mekanisme Pertahanan Ego Yang Tak Disadari
Mekanisme pertahanan ego yang tak disadari adalah mekanisme
adaptif psikologik, atau dalam pernyataan Sigmund Freud (1946),
mekanisme mental yang brkembang saat personalitas berupaya
mempertahankan diri, menciptakan gangguan terhadap impuls, yang
bertentangan, dan meredakan ketegangan di dalam diri. Mekanisme
pertahanan adalah pikiran yang tidak disadari yang bekerja untuk
melindungi individu dari ansietas. Mekanisme pertahanan dapat
dipertimbangkan sebagai precursor mekanisme koping kognitif yang
disadari yang akhirnya memecahkan masalah. Seperti beberapa
respons verbal dan motoric, mekanisme pertahanan melepaskan
ketegangan. Deskripsi mekanisme ini dan contoh penggunaannya yang
adaptif dan mal adaptif.
c. Indikator Kognitif
Indicator kognitif stress adalah respons berpikir yang mencakup
pemecahan masalah, penstrukturan, control diri atau disiplin diri, supresi
dan fantasi. Pemecahan masalah mencakup berpikir melalui situasi yang
mengancam , menggunakan langkah spesifik atau mencapai solusi.
Individu mengkaji situasi yang mengancam, menggunakan langkah yang
spesifik untuk mencapai solusi. Individu mengkaji situasi atau masalah,
menganalisis atau mendefinisikannya, memilih alternative, melaksanakan
alternative yang dipiih, dan mengevaluasi apakah solusinya berhasil.
Penstrukturan adalah perencanaan atau menipulasi situasi sehingga
kejadian yang mengancam tidak tejadi. Sebagai contoh seorang perawat

14
dapat menstruktur atau mengontrol wawancara dengan klien dengan
mengajukan hanya pertanyaan lansung dan tertutup. Penstrukturan dapat
menjadi produktif pada situasi tertentu. Individu menjadwalkan
pemeriksaan gigi enam bulan sekali untuk mencegah penyakit gigi yang
parah menggunakan penstrukturan yang produktif.
Kontrol diri (disiplin) adalah menunjukan perilaku dan ekspresi
wajah yang menggambarkan rasa dapat mengontrol atau berwenang.
Ketika control diri mencegah panic dan tindakan membahayakan atau
tindakan non produkif dalam situasi yang mengancam, control diri
merupakan respons bermanfaat yang menunjukkan kekuatan. Akan tetapi,
control diri terlalu ekstrem dapat menunda pemecahan masalah dan
mencegah individu menerima dukngan dari orang lain, yang mungkin
menganggapnya mampu menangani situasi dengan baik, tenang, atau tidak
khawatir.
Supresi adalah menempatkan pikiran atau perasaan di luar
ingatannya secara disadari dan disengaja. “saya tidak mau menghadapi hal
itu hari ini. Saya akan melakukannya besok.” Respons ini menurunkan
stres sementara, tetapi tidak memecahkan masalah. Seorang pria yang
tetap mengabaikan sakit gigi, dengan menekannya diluar ingatan karena ia
takut merasa sakit,tidak akan meredakan gejala yang dialaminya.
Fantasi atau bermimpi sama dengan berkhayal. Keinginan dan
harapan yang tidak terpenuhi dibayangkan terpenuhi, atau pengalaman
yang mengancam dikerjakan kembali atau diulang kembali sehingga
akhirnya dapat berbeda dari kenyataan. Pengalaman dapat dibangkitkan
kembali, setiap hari masalah diselesaikan, dan rencana masa depan
disusun. Hasil masalah yang sedang dihadapi juga dapat difantasikan.
Sebagai contoh seorang klien yang menunggu hasil biopsy payudara dapat
memfantasikan bahwa dokter bedah mengatakan. “Anda tidak mengidap
kanker.” Respons fantasi dapat membantu apabila menimbulkan
pemecahan masalah. Sebagai contoh, klien yang menunggu hasi biopsy
payudara dapat berkata pada dirinya sendiri, “meskipun dokter

15
mengatakan, ‘Anda mengidap kanker’, asalkan ia juga mengatakan bahwa
kanker tersebut dapat disembuhkan, saya dapat menerimanya.” Fantasi
dapat destruktif dan non produktif apabila indivdu menggunakannya
secara berlebihan dan melarikan diri dari kenyataan.

9. KONSEP ADAPTASI (MEKANISME PENYESUAIAN DIRI)


a. Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara
lain:
1) W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri
adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri)”.
Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif
(autoplastis), misalnya seorang bidan desa harus dapat menyesuaikan
diri dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa
tempat ia bertugas.
Sebaliknya, apabila individu berusaha untuk mengubah lingkungan
sesuai dengan keinginan diri, sifatnya adalah aktif (alloplastis),
misalnya seorang bidan desa ingin mengubah perilaku ibu-ibu di desa
untuk meneteki bayi sesuai manajemen laktasi.
2) Menurut Soeharto Heerdjan (1987), “Penyesuaian diri adalah usaha
atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.

Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh


karena belajar dari pengalaman dan mengatasi stres. Cara mengatasi stres
dapat berupa membatasi tempat terjadinya stres, mengurangi, atau
menetralisasi pengaruhnya.
Adaptasi adalah suatu cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas
(task oriented).
b. Tujuan Adaptasi
1) Menhadapai tuntutan keadaan secara sadar

16
2) Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik
3) Mengahdapi tuntutan keadaan secara objektif
4) Menhadapi tuntutan keadaan secara rasional

Cara yang ditempuh dapat bersifat terbuka maupun tertutup, antara lain:
1) Menghadapi tuntutan secara frontal (terang-terangan)
2) Regresi (menarik diri) atau tidak mau tahu sama sekali
3) Kompromi (atau kesepakatan)

Contoh:
Seorang mahasiswa gagal dalam ujian akhir program, mungkin ia akan
bekerja keras (terang-terangan), regresi dengan keluar dari pendidikan,
serta mungkin mau mengulang lagi dengan berusaha semampunya
(kompromi)).
c. Jenis Adaptasi
1) Adaptasi fisiologik – bisa terjadi secara lokal atau umum
Contoh: Seseorang mampu mengatasi stres, tangannya tidak
berkeringat dan tidak gemetar, serta wajahnya tidak pucat.
2) Adaptasi psikologis – bisa terjadi secara:
a) Sadar: Individu mencoba memecahkan/menyesuaikan diri dengan
masalah.
b) Tidak sadar: Menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence
mechanism).
c) Menggunakan gejala fisik (konversi) atau
psikofisiologik/psikosomatik
Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam
beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi
dapat menimbulkan stres. Stres bisa terjadi apabila tuntutan atau
keinginan diri tidak terpenuhi.

17
10. MANAJEMEN STRES
Istilah manajemen stres merujuk pada identifikasi dan analisis terhadap
permasalahan yang terkait dengan stres dan aplikasi berbagai alat teraupetik
untuk mengubah sumber stres atau pengalaman stres (Cotton dalam Intan
2012). Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha
untuk mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu
dan menampung akibat fisiologikal dari stress.
Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila stres
tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak
lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk
mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat,
maka dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam
mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu
bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan
kekebalan tubuh.
b. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan
fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan
memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang
rusak.
c. Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan
daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat
dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu
dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah
itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
d. Berhenti Merokok

18
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena
dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan
dan kekebalan tubuh.
e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan
dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari
karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
f. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap
stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan
kekebalan tubuh terhadap stres.
g. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang
dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu
dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan
efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan
waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu
tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
h. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang
dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan
imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi
fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ
tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas
dan anti depresi.

19
i. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres
yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh
yang lain.
j. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan
dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi
suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif ini
memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan
pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif,
psikoterapi kognitif dan lain-lain.
k. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi
permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,
sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
Menurut Dadang Hawari (2002, dalam Alimul 2008), manajemen stres yang
lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang
berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Penggunaan
koping yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan respons emosional
dari stres melalui perilaku individu seperti cara meniadakan fakta-fakta yang
tidak menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian secara positif,
menerima tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar). Sedangkan
strategi koping berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti
merencanakan problem solving dan meningkatkan dukungan sosial, teknik
lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi, retrukturisasi kognitif, meditasi,
terapi multi model dan lain-lain.

20
Daftar Pustaka
1. Kozier, Barbara. Erb, Glenora. Berman, Audrey. Snyder, Shirlee J. 2011.
Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta:
EGC.
2. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata.
Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai