Anda di halaman 1dari 31

Sari Kepustakaan Kepada Yth:

Polypoidal Choroidal Vasculopathy (PCV)

Residen : Evelyn Angie


Divisi : Vitreoretina
Pembimbing : dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M

dr. Delfi, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

Prof. dr. Aslim D. Sihotang, Sp.M(K-VR)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


PRODI ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN PROF. DR. CHAIRUDDIN P. LUBIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................ii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Anatomi Koroid .......................................................................................3
2.2 Definisi PCV.............................................................................................6
2.3 Epidemiologi PCV....................................................................................6
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko PCV.............................................................7
2.5 Pengaruh Genetik pada PCV .................................................................8
2.6 Patogenesis PCV.......................................................................................8
2.7 Manifestasi Klinis PCV ..........................................................................9
2.8 Diagnosis PCV .......................................................................................10
2.9 Penatalaksanaan PCV ..........................................................................15
2.10 Diagnosis Banding..................................................................................18
2.11 Prognosis PCV .......................................................................................19
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................21

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Potongan sagital mata ..........................................................................4

Gambar 2.2 Percabangan PCA ................................................................................5

Gambar 2.3 Foto fundus berwarna pada pasien PCV ...........................................12

Gambar 2.4 Fase awal ICGA ................................................................................12

Gambar 2.5 Lokasi topografi pada ICGA .............................................................13

Gambar 2.6 Karakteristik pada pemeriksaan OCT ...............................................14

Gambar 2.7 Pemeriksaan OCTA ...........................................................................15

ii
DAFTAR SINGKATAN

PCV : Polypoidal Choroidal Vasculopathy

AMD : Age-related Macular Degeneration

n-AMD : neurovascular-Age-related Macular Degeneration

ICGA : Indocyanine Green Angiography

BVN : Branching Vascular Networks

PED : Pigment Epithelial Detachments

anti-VEGF : anti-Vascular Endothelial Growth Factor

PCA : Posterior Ciliary Arteries

PDT : Photodynamic Therapy

SNPs : Single-Nucleotide Polymorphisms

RPE : Retinal Pigment Epithelium

SRD : Serous Retinal Detachment

SRH : Subretinal Hemorrhage

OCT : Optical Coherence Tomography

VA : Visual Acuity

CNV : Choroid Neovascularization

IVT-R : Intravitreal Ranibizumab

IVT-AFL : Intravitreal Aflibercept

SD-OCT : Spectral-domain Optical Coherence Tomography


BCVA : Best Corrected Visual Acuity

CNV-AMD : Choroidal Neovascularization Secondary to AMD

CSCR : Central Serous Chorioretinopathy

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Polypoidal Choroidal Vasculopathy (PCV) pertama kali dikenalkan oleh


Yannuzzi pada tahun 1982 sebagai bagian dari exudative age-related macular
degeneration (AMD).1 PCV merupakan penyakit yang berkaitan dengan
pembuluh darah koroid. Secara klinis PCV ditandai dengan dilatasi nodul yang
berasal dari jaringan neovaskular yang umumnya bercabang di pigmen epitel sub-
retina yang mana dapat diamati paling baik menggunakan metode Indocyanine
Green Angiography (ICGA).2,3 PCV juga didefinisikan sebagai penyakit
korioretina yang ditandai dengan adanya aneurisma vaskular yang membentuk lesi
seperti polip dengan kemungkinan berasal dari koroid bagian dalam.1
AMD menjadi penyebab tertinggi nomor tiga penyebab kebutaan di Asia
Tenggara, dan proporsi kebutaan yang disebabkan oleh AMD telah mengalami
peningkatan dari 5% dari tahun 1990 dan menjadi 6,9% pada tahun 2010. 4
Populasi demografi global kini telah menuju pada populasi lanjut usia yang mana
kebutaan yang disebabkan oleh AMD akan menimbulkan masalah kesehatan yang
signifikan. Hal ini terutama terjadi di Asia, yang saat ini telah mencakup 60%
populasi dunia dan pada akhirnya akan menyumbang prevalensi tertinggi pada
tahun 2040.5
Van djik et al telah membagi PCV ke dalam tiga subtipe berdasarkan klinis
yaitu : PCV A (PCV-AMD) yang secara fenotip dan mungkin secara patofisiologi
lebih terkait dengan AMD neovaskular dan drusen ; PCV B, yang mana PCV tipe
ini berkaitan dengan jaringan pembuluh darah bercabang dari non-PCV namun
tanpa drusen (PCV-BVN) ; dan PCV C dimana pasien memiliki lesi yang
menyerupai polip tanpa percabangan dan tanpa adanya tanda keterkaitan dengan
AMD seperti drusen.6
Patofisiologi dari PCV masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa
bentuk klinis dari PCV dikaitkan terhadap statis vena di koroid dengan
anastomosis sekunder koroid dan remodeling pembuluh koroid. 7 Bersamaan
dengan hipotesis ini, beberapa pasien PCV memiliki gambaran pachychoroid pada
hasil pencitraan koroid dan sering muncul tanpa gejala makulopati drusen.8,9

1
Secara klinis, pasien PCV akan mengeluhkan menurunnya pengelihatan.
Gejala lain yang mungkin dialami termasuk metamorfosia, scotoma sentral, dan
floaters. PCV dapat muncul berupa lesi polipoidal yang terlihat sebagai lesi nodul
berwarna jingga kemerahan di daerah makula atau periapiler, sering dikatikan
dengan serosanguinus pigment epithelial detachments (PED), namun tidak ada
keterkaitan dengan drusen.9
Nilai klinis dan relevansi dari ICGA dianggap memiliki kualitas yang tidak
mencukupi sejak penggunaannya di dalam bidang oftamologi. Penggunaan ICGA
direkomendasikan untuk dapat mengidentifikasi PCV dan dapat membantu untuk
mendeferensiasi penyakit yang berkaitan dengan korioretina lainnya. Banyaknya
pencitraan yang tersedia memungkinkan melakukan evaluasi terpadu untuk dapat
menegakkan kelainan koroid pada PCV.10
Photodynamic therapy (PDT) menjadi pengobatan andalan PCV, setelah
berhasil melakukan visualisasi terhadap lesi menggunakan ICGA. Berdasarkan
riwayat penggunaan agen anti-Vascular Endothelial Growth Factor (anti-VEGF)
pada penyakit vaskular baru, agen tersebut dinilai menjanjikan untuk terapi PCV.
Efikasi anti-VEGF sebagai monoterapi atau kombinasi dengan PDT telah diteliti
lebih lanjut dalam studi klinis baru-baru ini.10
Dengan dibuatnya sari kepustakaan ini, diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang baik dan baru mengenai anatomi koroid, definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis dari
PCV kepada pembaca. Hal ini diharapkan dapat mengurangi biaya pemeriksaan
dan tentunya membantu pasien mendapatkan penanganan terbaik untuk masalah
kesehatannya. Dengan mengetahui beberapa aspek mengenai PCV diharapkan
tenaga kesehatan dapat membuat keputusan yang terbaik dalam memberikan
penatalaksanaan sehingga memberikan manfaat yang maksimal dalam
penatalaksanaan penyakit dan perawatan pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Koroid


Uvea memiliki peran penting pada fisiologi pengelihatan. Traktus
uvea terdiri dari tiga bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris memiliki
peran untuk melakukan kontrol jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata.
Badan siliar berfungsi untuk mengubah kekuatan fokus lensa, menghasilkan
humor akuos, dan membantu mengatur tekanan intra okuler. Keduanya
bekerja sama untuk membentuk blood-aqueous barrier sehingga kejernihan
humor akuos dan lensa tetap terjaga. Koroid atau dikenal sebagai uvea
posterior memiliki peran penting yaitu untuk menyediakan nutrisi bagi
retina.11
Koroid mewakili struktur utama mata yang memiliki peran untuk
menjamin suplai darah ke lapisan luar retina yang sebagian besar terdiri atas
pembuluh darah. Selain fungsi utamanya bertanggung jawab pada
vaskularisasi, koroid memiliki fungsi lainnya yang tidak kalah penting yaitu
regulasi suhu, menyesuaikan posisi retina sehubungan dengan ketebalan
koroid, dan produksi faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan yang
dimaksud disini memiliki fungsi terhadap emetropia mata, pada proses
perubahan bentuk mata yang bertujuan untuk mengoreksi miopia dan
hyperopia.12
Koroid merupakan lapisan tengah dari mata yang terletak di uvea
posterior. Perkembangan mata dimulai pada akhir minggu ke 4 masa
kehamilan ketika saluran optik sudah muncul di lipatan saraf kranial.
Setelah penggabungan lipatan saraf, akan terbentuk vesikel optik berbentuk
divertikula dari dinding otak bagian depan. Setelah vesikel lensa terbentuk
pada permukaan ektoderma, vesikel optik akan berinvaginasi dan kemudian
akan membetuk optic cup yang muncul dengan dinding ganda. Vesikel lensa
kemudian akan memasuki area optic cup. Mesenkim yang mengeliling optic
cup akan berdeferensiasi menjadi lapisan internal dan eksternal. Lapisan
dalam akan membentuk koroid dan lapisan luar akan membentuk sklera.

3
Sementara ini dengan berkembangnya koroid, prekusor melanosit
bermigrasi dari puncak saraf menuju koroid. Prekusor ini akan
berdeferensiasi menjadi melanosit berpigmen sejak usia kehamilan 7-8
bulan.13
Koroid menutupi bagian dalam tunika fibrosa mata. Dimana koroid
mewakili bagian posterior uvea dan bagian interior akan diwakili oleh
daerah yang lebih tebal dan zona siliaris. Dua area ini akan terpisah di
bagian Equator mata oleh ora serrata yang berbentuk seperti garis
bergerigi. Koroid mempunyai dua sisi yaitu : eksternal yang berbentuk
konveks dan menyatu dengan sklera melalui pembuluh darah, saraf siliaris,
dan jaringan ikat yang longgar (lamina fusca) dan bagian internal berbentuk
konkaf dan pas dengan retina tanpa perlu adanya perlekatan diantaranya.
Koroid memiliki dua bukan, satu anterior dengan ora serrata sebagai
demarkasi dan satu posterior yang melewati saraf optik.12

Gambar 2.1 Potongan sagital dari mata (pewarnaan


HE) yang mana dapat diidentifikasi koroid berada di
antara retina dan sklera, kornea, lensa dan vitrous dan
serat dari saraf optik yang memasuki retina12

Suplai darah koroid terjamin oleh Posterior Ciliary Arteries (PCA),


percabangan dari arteri oftalmik. Drainase vena melalui vortisitas vena.

4
PCA berasal dari arteri oftalmik. Jumlahnya bervariasi : satu arteri (3%),
dua (48%), tiga (39%), empat (8%) atau lima (2%) arteri siliaris posterior.
Nomenklatur terkadang dapat menjadi sebuah masalah baru, tetapi arteri
silier posterior sudah dinamai berdasarkan saraf optik : PCA medial terletak
di medial saraf optik dan umumnya terdapat satu (70%) ; PCA lateral
terletak di sisi lateral dari saraf optik dan mungkin saja satu (75%) atau dua
(20%) ; PCA superior pada 9% kasus dan ukuran kecil. Setiap PCA akan
terbagi menjadi banyak cabang kecil yang bersama dengan saraf optik yang
akan menyebabkan perforasi pada sklera. Percabangan medial dan lateral
PCA akan membentuk PCA panjang dan cabang PCA lainnya akan
membentuk PCA pendek, antara 10 dan 20. PCA medial dan lateral akan
menjamin suplai darah untuk sisi medial dan lateral koroid. Cabang PCA
akan melanjutkan cabangnya untuk menjamin suplai darah sistemik untuk
koroid. Pada
akhirnya,
setiap arteri
koroid akan

terkapilarisasi dan akan melayani lobulus koriokapiler.10

5
Gambar 2.2 Percabangan PCA

Secara histologi, koroid terbagi antara 4 dan 6 lapisan, tergantung dari


lapisan vaskularnya tunggal atau ganda dan lamina fusca milik koroid atau
sklera. Hogan mendeskripsikan koroid terdiri dari 5 lapisan, dari sklera ke
retina : lapisan pigmen terluar, suprakoroid, dua lapisan vaskular, satu
eskternal atau disebut Haller dan internal atau Sattler, lapisan koriokapilar
dan membran Bruch’s. Pada saat awal kelahiran, ketebalan koroid
diperkirakan sekitar 200 µm dan akan semakin turun menjadi 80 µm pada
usia 90 tahun.10

2.2 Definisi Polipoidal Choroid Vasculopathy (PCV)


Polipoidal Choroid Vasculopathy (PCV) pertama kali dideskripsikan
oleh Yannuzi pada tahun 1982 sebagai salah satu subtipe dari nAMD
eksudatif. Penting untuk dapat mengetahui perbedaan antara PCV dengan
nAMD tipikal dikarenakan terdapat perbedaan respon terapi di setiap
subtipe.1 Perbedaan utama antara PCV dan nAMD tipikal adalah ada atau
tidaknya lesi polipoidal subretinal, yang sering kali disertai jaringan
pembuluh darah bercabang yang terkait.
PCV juga didefinisikan sebagai penyakit korioretinal dengan
aneurisma vaskular yang ditandai dengan lesi seperti polip dengan atau
tanpa adanya keterkaitan dengan percabangan vaskular, paling sering
berasal dari koroid bagian dalam.15 PCV ditandai dengan adanya nodule
berwarna jingga di makula dan dianggap sebagai subtipe khusus dari
nAMD. Berbeda dengan manifestasi klinis dari nAMD tipikal, pasien PCV

6
biasanya menunjukkan koroid yang lebih tebal, serus, dan PED
hemoragik.17,18

2.3 Epidemiologi PCV


Walaupun terdapat peningkatan data epidemiologi dari AMD di Asia,
dengan prevalensi AMD stadium awal dan stadium lanjut berkisaran antara
1,4% hingga 37,9% dan 0,1% hingga 7,3%. Belum terdapat banyak studi
yang membahas mengenai prevalensi PCV sehingga perkiraan akurat
prevalensinya pun juga terbatas dikarenakan adanya kesulitan dalam
mendiagnosa PCV menggunakan pemeriksaan fisik. Studi yang dilakukan
oleh Beijing Eye Study menunjukkan prevalensi PCV pada populasi general
adalah 0,3% diperkirakan dari data fotografi dan optical coherence
tomography (OCT).19 PCV lebih sering ditemukan pada populasi kulit hitam
dan lebih dominan ditemukan pada masyarakat Jepang, dan termasuk orang
Asia lainnya (8-13%) dengan diagnosis nAMD yang tentatif. Pasien PCV
Asia ditemukan lebih muda dibandingkan dengan pasien AMD tanpa PCV.
PCV ditemukan lebih banyak pada laki-laki Asia dan perempuan
Kaukasia.10
Pada populasi Asia, lesi PCV sering ditemukan di makula sentral,
sedangkan pada populasi kulit putih ditemukan lesi terletak lebih ke
extrafovea dan peripapilar.20 Lesi PCV mungkin terletak di luar dari sisi
posterior menyebabkan korioretinopati hemoragik eksudatif perifer yang
ditemukan bersamaan dengan lesi makula.21 Secara bilateral terjadi pada 6-
24% pasien PCV di daerah Asia.22

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko PCV


Faktor risiko AMD, termasuk faktor risiko genetik, sedang dilakukan
investigasi lebih lanjut, beberapa studi telah mengevaluasi faktor risiko
spesifik untuk PCV. Secara umum, faktor risiko terhadap kejadian PCV dan
tipikal n-AMD memiliki kesamaan. Sebagai contoh, faktor risiko yang
konsisten mempengaruhi PCV dan tipikial n-AMD adalah merokok. 23
Sebuah studi kasus-kontrol yang dilakukan di Singapura membandingkan

7
secara langsung faktor risiko untuk PCV dan tipikal n-AMD dimana
hasilnya menunjukkan bahwa merokok memiliki hubungan dengan PCV
ataupun tipikal n-AMD pada tingkatan yang sama.2 Studi lainnya
menunjukkan bahwa peningkatan indeks masa tubuh memiliki keterkaitan
dengan kejadian PCV, dan hal tersebut juga ditemukan pada tipikal n-
AMD.23 Diabetes melitus dan gagal ginjal stadium akhir menunjukkan
prevalensi yang lebih tinggi pada pasien n-AMD dibandingkan dengan
pasien PCV24. Lesi polipoidal dikatakan juga memiliki hubungan dengan
sindroma diskus miring pada mata miopi orang Asia, garis angioid sekunder
yang disebabkan oleh pseudoxanthoma dan retinopati radiasi.10
Analisa sitokin yang dilakukan pada serum didapatkan bahwa protein
C-reactive memiliki hubungan yang inkonsisten terhadap PCV. Sebaliknya,
peningkatan homosistein plasma sebesar 1 mol/L akan memberikan
peningkatan risiko kejadian PCV sebesar 1,5 kali lipaat. Homosistein
memiliki tanggung jawab terhadap kejadian cedera endotel, peningkatan
stress oksidatif, peningkatan thrombosis dan perubahan arteriosklerotik.
Perubahan arteriosklerotik ini mempengaruhi perkembangan dari dilatasi
seperti anuerisma seperti yang terlihat pada lesi polipoidal. Perubahan
arteriosklerotik dan aneurisma dapat dijumpai pada PCV.25

2.5 Pengaruh Genetik pada PCV


Perbedaan usia, jenis kelamin, etnis, dan ekspresi sitokin
menunjukkan kerentanan gen yang bervariasi terhadap kejadian PCV pada
kelompok populasi yang berbeda. PCV dipertimbangkan ke dalam
kelompok varian n-AMD karena memiliki fenotip yang mirip.
Bagaimanapun, PCV memiliki perbedaan pada karakteristik penyakit dan
penatalaksanaan dibandingkan dengan n-AMD. Studi genetik telah
melakukan identifikasi Susceptibility Single-Nucleotide Polymorphisms
(SNPs) pada beberapa gen baik di PCV maupun n-AMD. Sebuah
pembaruan melalui studi meta-analisis telah melakukan identifikasi pada 31
SNPs pada 10 gen/lokus yang memiliki hubungan dengan suspek PCV,
antara lain yaitu ARMS2, HTRA1, CFH, C2, CFB, RDBP, SKIV2L, CETP,

8
4q12, dan 8p21.26 Beberapa gen ini memiliki hubungan dengan extracellular
matrix (ECM), membran basal, kaskade komplemen, metabolimse lipid,
apoptosis seluler, dan inflamasi. Pada sisi lain, varian ELN, LIPC, LPL,
ABCA1, VEGF-A, TLR3, LOXL1, SERPING1, dan PEDF tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kejadian PCV. Lebih lanjut, 12
polimorfisme pada lokus ARMS2-HTRA1 ditemukan tidak memiliki
perbedaan efek pada PCV dan n-AMD. Perbedaan mekanisme molekular
yang berbeda pada proses patofisiologi dari PCV dan n-AMD belum
diketahui. Studi meta-analisis yang dilakukan mewajili data kohort pada
populasi Asia terutama pada populasi Jepang dan Cina. Polimorfisme pada
non-Asia masih belum diketahui.10

2.6 Patogenesis PCV


Sejak deskripsi pertama PCV, terdapat banyak perdebatan
menyangkut sifat klinis dan pathogenesisnya. Ketika pertama kali PCV
dilaporkan, observasi klinis dan interpretasi angiogradi menyimpulkan
bahwa lesi vaskular terletak di dalam koroid bagian dalam di bawah
membran Bruch’s.27 Kemudian, beberapa studi histopatologi menjelaskan
kontrofersi mengenai lokasi dari pembuluh darah PCV yang menyimpang
(intra membran Bruch’s vs. koroid) dan juga menunjukkan bukti adanya
proliferasi jaringan fibrovaskular yang baru.2 Peran VEGF dalam
patogenesis PCV juga masih belum pasti. Terdapat bukti terhadap ekspresi
VEGF yang kuat pada endotel vaskular dan sel retinal pigment epithelium
(RPE) pada beberapa studi analisis spesimen, tetapi juga dilaporkan terdapat
lemahnya ekspresi VEGF. Konsentrasi VEGF pada humor akuos ditemukan
lebih tinggi pada mata dengan PCV dibandingkan pada mata normal, tetapi
tampaknya ditemukan jauh lebih rendah dibandingkan pada mata tipikal n-
AMD.28 Studi lain melaporkan terdapat peningkatan level sitokin
proinflamatori, termasuk interleukin-1β dan interleukin-23, pada sampel
akuos dan viterus, yang mana mendukung peran untuk inflamasi pada
PCV.29

9
2.7 Manifestasi Klinis PCV
Karakteristik lesi PCV adalah berbentuk nodular berwarana merah-
jingga yang menonjol. Biasanya terletak di sisi posterior pada area makula
atau periapilar, tetapi juga ditemukan lesi PCV perifer. 30 Lesi nodular
biasanya disertai dengan eksudat serosa dan perdarahan yang mungkin dapat
menyebabkan PED, Serous Retinal Detachment (SRD), Subretinal
Hemorrhage (SRH), fibrin subretina, lipid intraretinal, eksudat keras dan
drusen.31 Lesi polip biasanya akan muncul pada daerah perbatasan dan di
dalam PED serosanguinos, ynag mana akan muncul dalam bentuk “notch
sign”. Notch yang terdapat pada perbatasan PED yang besar sering kali
mengindikasikan lesi polipoidal. Ketika berhubungan dengan perdarahan,
SRH akan menghalangi pandangan terhadap lesi nodular. Pada kasus ini
dapat dievaluasi menggunakan ICGA dan lebih mudah dilihat menggunakan
Optical Coherence Tomography (OCT). Selain itu pandangan terhadap
fundus terkadang tertutup oleh perdarahan vitreous.
Ketajaman padangan pasien di awal kunjungan akan bervariasi
bergantung pada tingkat perubahan eksudatif. Pada kasus tanpa adanya
perdarahan subretina atau sedikit SRD memiliki visual acuity (VA) yang
baik. Sedangkan VA pada kasus dengan adanya perubahan eksudatif parah
mungkin akan lebih buruk. Pasien PCV umumnya memiliki VA yang lebih
baik dibandingkan dengan pasien tipikal n-AMD pada awal pemeriksaan.
Hal ini mungkin terjadi karena lesi PCV akan tetap berada di bawah RPE
pada tahap awal, sedangkan pada pasien tipikal n-AMD akan berkembang
menjadi Choroid Neovascularization (CNV) dalam ruang subretina yang
kemudian akan mempengaruhi sensori retina secara langsung.31

2.8 Diagnosis PCV


Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang harus
dilakukan secara menyeluruh untuk dapat menegakkan diagnosis PCV. Ada
banyak pemeriksaan penunjang yang tersedia untuk dapat membantu
penegakkan diagnosis, tetapi yang menjadi baku emas untuk pemeriksaan
dan evaluasi PCV adalah menggunakan ICGA.32 Secara klinis, pasien PCV

10
akan mengeluhkan menurunnya pengelihatan. Gejala lain yang mungkin
dialami termasuk metamorfosia, skotoma sentral, dan floaters.9 Umumnya
pasien dengan gejala kurang dari 3 bulan dapat mengalami eksudasi dan
perdarahan retina yang luas, tetapi dengan adanya perubahan kistik pada
intraretinal yang minimal dan tajam pengelihatan yang baik. Pada kasus
kronik, dapat ditemukan tanda-tanda fibrosis subretina, hiperplasia pigmen
epitel ataupun degenerasi retina.33
Terdapat beberapa klasifikasi PCV yang masih digunakan dan kriteria
diagnosis berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan ICGA. Berdasarkan
pedoman yang dikeluarkan oleh Japanese Study Group, penegakkan
diagnosis PCV sebagai kasus definite atau probable berdasarkan
pemeriksaan fundus, hasil ICGA atau keduanya. Kriteria EVEREST
merupakan kriteria pertama yang digunakan oleh pusat pembacaan pusat uji
klinis yang membandingkan monoterapi menggunakan Intravitreal
Ranibizumab (IVT-R), monoterapi PDT, dan terapi kombinasi IVT-R dan
PDT.2
Indocyanine Green Angiography (ICGA)
Indocyanine Green Angiography (ICGA) menjadi baku standar alat
pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis PCV. ICGA dapat
mendeteksi polip tunggal maupun ganda pada fase awal. Sebagaimana
dicatat, baik ICGA fotografi fundus secara digital atau sistem ofalmoskop
confocal menggunakan pemindaian laser dapat mendeteksi setidaknya 80%
lesi nodular yang khas dapat ditemukan pada pasien PCV, meskipun BVN
dan fitur lainnya dapat divisualisasikan lebih baik dengan oftalmoskop
confocal menggunakan pemindaian laser.34 Indocyanine green akan
menyerap dan memancarkan sinar infrared, yang mana akan mudah
menembus RPE. Selain itu, pewarna ini memiliki afinitas pengikatan yang
lebih tinggi terhadap protein plasma dan tidak mudah bocor dengan cepat
dari koriokapiler dibandingkan dengan pewarna fluoresin.10
Utamanya PCV akan melibatkan vaskulatur koroid, dan juga ICGA
tetap menjadi baku standar pemeriksaan untuk penegakkan diagnosis PCV.
Indikasi dilakukannya pemeriksaan ICGA adalah apabila dari pemeriksaan

11
klinis didapatkan makulopati serosanguinous dengan salah satu dari berikut
ini: dapat dibuktikan secara klinis terdapat nodul subretina berwarna jingga-
merah, SRH yang spontan dan masif, notced atau perdarahan PED,
kurangnya respon dari terapi VEGF.10
Karakteristik PCV yang didapatkan dari pemeriksaan ICGA adalah
ditemukannya area fokal dari hiperluoresens tunggal atau ganda yang
berasal dari sirkulasi koroid dalam 6 menit pertama setelah disuntikkan
pewarnanya, dengan atau tanpa keterlibatan BVN. Nodul subretina jingga-
merah berhubungan dengan hiperfluoresensi ICGA yang merupakan
aneurisma polipoidal atau pelebaran di tepi BVN. Pulsasi dari polip hanya
bisa diamati melalui video ICGA.10
Polip aktif adalah yang memiliki halo hipofluoresensi di sekitarnya,
yang menandakan adanya cairan yang mengelilingi polip. ICGA
memungkinkan untuk dapat melihat seluruh area lesi (seluruh polip dan
BVN), sehingga memungkinkan untuk perencanaan penatalaksanaan

perawatan menggunakan laser atau PDT.35 Kawamura et al


mengelompokkan PCV berdasarkan ICGA ke dalam 2 kelompok : tipe 1,
baik pembuluh nutrisi dan drainase dapat terlihat melalui ICGA dan
beberapa cabang pembuluh lainnya ; tipe 2, salah satu baik pembuluh nutrisi
atau drainase terdeteksi dan beberapa cabang pembuluh berkuran kecil.
ICGA disarankan menjadi baku emas untuk dapat menegakkan diagnosis
PCV dari CNV klasik atau okulta. yang berkaitan dengan tipikial n-AMD.
Namun. ICGA sendiri bersifat infasif, memerlukan waktu yang lama, dan
tidak banyak tersedia di banyak klinik.10

12
Gambar 2.4 Fase awal ICGA menunjukkan adanya pembuluh nutrisi
(panah kuning foto a) dengan adanya pengisian seluruh jaringan
pembuluh darah abnormal (panah kuning gambar b) diperkirakan dari
jaringan cabang pembuluh darah37

Gambar 2.5 Gambaran ICGA menunjukkan beberapa lokasi topografi dari


polip (panah kuning) : a) subfovea, b) juxtafovea, c) extrafovea, d) peripapilar,
e) perifer37
13
Optical Coherence Tomography (OCT)
Spectral-domain OCT (SD-OCT) memungkinkan untuk dapat melihat
gambaran dalam resolusi tinggi agar dapat mempelajari perubahan
morfologi retinokoroid. Menggunakan pemeriksaan ini dapat menentukan
lokasi lesi dan mendefinisikan jangkauan dengan lebih tepat. Beberapa studi
telah melaporkan karakteristik sebagai berikut :
1. PED yang tajam atau berbentuk seperti ibu jari dengan
reflektivitas moderat pada puncaknya, pada umumnya mewakili
polip itu sendiri.
2. Tomographic notch : depresi berbentuk V diantara dua PED atau
pada batas dari PED berukuran besar.
3. Cincin hiperreflektif moderat yang mengelilingi area dimana
hiporeflektiv terletak yaitu di bawah PED mungkin mewakili
lumen lesi polipoidal. Mereka melekat pada permukaan posterior
RPE dan sesuai lokasinya dengan lesi polipoidal yang dapat
terlihat melalui pemeriksaan ICGA.
4. Double-layer sign, terdiri dari dua garis hiperreflektiv, dipercayai
mewakili perpisahan RPE dari membran Bruch’s oleh BVN dan
sesuai dengan tingkat hiperfluorosensi geografis akhir pada ICGA.
Lui et al. melaporkan tingginya sensitivitas dan spesifisitas dari OCT
dibandingan dengan ICGA.36 Kemampuannya sebagai modalitas untuk

14
skrining dapat dimanfaatkan ketika ICGA tidak tersedia dan dinilai data
membedakan PCV dari CNV pada tipikal n-AMD.10

Optical Coherence Tomography Angiography (OCTA)

Gambar 2.6 a) depresi berbentuk “V” yang berada di antara 2 PED – “notch
sign” (berwarna merah) dengan hiperreflektif moderat berada di bawah PED
yang lebih kecil mewakili lesi polipoidal di bawahnya. B) PED berbentuk
seperti ibu jari berbatasan dengan sebuah cincin hiperreflektif moderat yang
dikelilingi oleh area hiporeflektif (titik kuning) menunjukkan lumen dari lesi
polipoidal. Dua membera hiperreflektif (garis hijau dengan panah), double
membrane sign, berkorelasi dengan cabang vaskuler10

15
OCT angiography (OCTA) menggunakan algoritma split-spectrum
amplitude-decorrelation, untuk secara non-invasif mendeteksi aliran darah
di retina dan perubahan struktur secara simultan. 38-41 Pola aliran PCV telah
mengkonfirmasi lokasi polip dan BVN di dalam ruang kompartemen di
antara RPE dan membran Bruch’s bukan di koroid. BVN lebih baik
digambarkan pada pemeriksaan ICGA tetapi tidak dapat menunjukkan polip
sebaik menggunakan metode ICGA. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kecepatan aliran yang lebih lambat akibat adanya dilatasi yang terjadi secara
mendadak atau terjadinya sumbatan sebagian lumen polip atau aliran
turbulen di dalamya. Namun, pada studi terbaru yang menggunakan OCTA

untuk 2.7
Gambar dapat menganalisismetode
g) Pemeriksaan lapisanOCTA
demi menunjukkan
lapisan didapatkan
aliran mungkin
BVN (aliranBVN
terletak
retina di sekitar
berwarna sisi dalam
kuning) sebagaisampai
konteksluar
padadari membran
sirkulasi normalBruch’s.
retina, Namun
h)
hadirnya perdarahan,
pemeriksaan cairan, fibrosis,
OCTA menunjukkan atau eksudat
BVN berada mungkin
di dalam ruang diakan menutupi
antara RPE
10
pandangan
dan membransepanjang RPE. putih) dan polip yang berada tepat di bawah
Bruch’s (panah
bagian atas PED (panah merah)43

2.9 Penatalaksanaan

16
Tidak seperti tipikal n-AMD, dimana intravitreal anti-VEGF menjadi
pilihan utama terapi dalam waktu yang panjang, saat ini terdapat spektrum
pengobatan yang luas untuk PCV. Pilihan penatalaksanaan yang tersedia
antara lain laser photocoagulation, veterporfin PDT, anti-VEGF therapy,
dan beberapa pilihan kombinasi dari terapi yang tersedia.
Focal Laser Therapy
Metode ini telah lama digunakan untuk dapat melakukan ablasi pada
polip ekstrafovea dan ekstramakula yang telah diidentifikasi menggunakan
ICGA. Focal laser ditunjukkan telah memberikan stabilisasi atau bahkan
perbaikan terhadap pengelihatan. Namun, terdapat kekurangan yaitu
menimbulkan skar dan rekurensi. Metode ini sebagian besar telah
digantikan oleh pilihan terapi yang lebih baru, namun tetap merupakan
pilihan terapi yang berguna untuk penanganan polip ekstrafovea. Kombinasi
metode ini dengan terapi anti-VEGF memberikan hasil akhir yang efektif
pada mata dengan PCV ekstrafovea tipe eksudatif dan perdarahan. 44
Kombinasi metode ini dengan anti-VEGF, selektif PDT, atau keduanya
menjadi tatalaksana yang efektif pada kekambuhan PCV.45
Varteporfin Photodynamic Therapy (PDT)
Sebelum adanya terapi menggunakan anti-VEGF, PDT menjadi
pengobatan yang digunakan secara luas untuk PCV dan hasil yang baik
telah dibuktikan dari banyaknya publikasi pada studi klinis. 46-48 Namun,
seiring bertambahnya pengalaman penggunaan PDT, beberapa laporan
menyatakan bahwa penggunaan PDT dalam waktu yang lebih lama
menunjukkan hasil akhir yang kurang baik.2 Modifikasi terhadap
penggunaan PDT terhadap limitasi terhadap ukuran lesi (hanya pada polip
aktif) tidak berlaku untuk BVN49, dan mengurangi efek yang ditimbulkan
PDT50, sudah diusulkan untuk dapat mengurani frekuensi kejadian efek
samping yang jarang terjadi ini.
Anti-Vascular Endothelial Growth Factor (anti-VEGF)
Setelah adanya laporan uji klinis penting pada tipikal n-AMD, terapi
anti-VEGF dapat menggantikan PDT sebagai terapi utama untuk PCV. 51
Studi awal menunjukkan bahwa meskipun tingkat regresi polip terbatas

17
dengan menggunakan monoterapi anti-VEGF (25-40%)52-55, monoterapi
anti-VEGF memiliki hasil akhir yang menguntungkan. Studi PEARL 56
terdiri atas 2 studi berbeda dimana studi PEARL 1 menggunakan IVT-R 0,5
mg dan studi PEARL 2 menggunakan IVT-R 2,0 mg. Pada kedua studi
tersebuh terdapat perubahan signifikan terhadap rata-rata best corrected
visual acuity (BCVA) yang juga diikuti dengan menurunnya jumlah
perdarahan subretina, cairan subretina atau keduanya.56
Jenis anti-VEGF lainnya yaitu Aflibercept juga telah diterima untuk
menjadi pengobatan untuk tipikal n-AMD. Efikasi dari IVT-AFL yang
diberikan setiap 8 minggu setelah 3 bulan menggunakan loading dose pada
tipikal n-AMD telah dilakukan pada studi VIEW, dimana akan
dibandingkan dengan efikasi dan keamanan menggunakan Intravitreal
Aflibercept (IVT-AFL) dan IVT-R pada pasien n-AMD. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa VA dan ketebalan retina pada pasien PCV dan non-
PCV yang menerima IVT-AFL adalah sebanding.58
Hanya sedikit studi yang melaporkan mengenai hasil pengobatan
menggunakan regimen Bevacizumab untuk PCV. Hasil yang
mengguntungkan dalam meningkatkan pengelihatan dan eksudasi makula,
namun regresi polip masih terbatas.58
Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara PDT dan ati-VEGF telah dilaporkan memiliki
perubahan signifikan terhadap hasil akhir pengelihatan pasien dibandingkan
hanya menggunakan PDT saja dan dapat mengurangi angka perdarahan
yang berhubungan dengan PDT.50
Tidak ada kriteria yang cukup jelas mengenai hasil dari monoterapi
menggunakan Ranibizumab tetapi penggunaannya aman dan dapat
mencapai BCVA moderat pada PCV, terapi kombinasi dengan PDT
memiliki hasil yang lebih baik pada hal peningkatan BCVA dan perbaikan
polip dan dapat menurunkan penggunaan injeksi Ranibizumab dalam satu
tahun pertama pengobatan.2
Rekomendasi Pengobatan untuk Klinisi

18
Tujuan akhir yang paling penting dalam pengobatan PCV atau pada
tipikal n-AMD adalah untuk dapat mencapai hasil akhir visual yang terbaik
bagi pasien sambil meminimalkan beban perawatan. Studi menunjukkan
bahwa monoterapi menggunakan anti-VEGF memiliki hasil yang sama
baiknya dengan kombinasi anti-VEGF dan PDT yang memberikan hasil
akhir sempurna setelah satu tahun, dengan demikian menjadi pilihan
pengobatan awal yang dapat diterima oleh pasien dengan gejala PCV.2
Ketika menentukan pilihan pengobatan yang terbaik untuk setiap
pasien, perbedaan setiap pasien (prevalensi PCV dan aksesibilitas terhadap
ICGA dan PDT), karakteristik PCV, dan memperbaikin VA harus
dipertimbangkan. Keuntunngan yang diberikan oleh monoterapi anti-VEGF
termasuk eleminasi kebutuhan untuk menggunakan ICGA dan DPT, hal ini
akan menyederhanakan kebutuhan logistik dan mengurangi beban finansial.
Risiko yang tidak umumnya terjadi terhadap penggunaan PDT juga telah
dieliminasi. Namun, banyaknya jumlah injeksi anti-VEGF yang dibutuhkan
pada monoterapi lebih tinggi dibandingkan pemberian kombinasi dengan
PDT.2 Pada pasien yang tidak dapat berkomitmen untuk datang secara rutin
untuk mendapatkan injeksi (rata-rata waktu yang dibutuhkan 7-8 atau
mencapai 12 bulan) mungkin tidak dapat mencapai hasil akhir atau
keuntungan sebaik yang terbukti pada studi klinis.2
Walaupun risiko yang ditimbulkan saat pemberian intravitreal
injection kecil, risiko yang terakumulasi dapat meningkat pada pasien yang
mendapatkan injeksi berulang. Sebaliknya, terapi kombinasi awal dapat
mengurangi kebutuhan untuk memberikan pengobatan ulang dalam waktu
satu tahun berdasarkan bukti terbaru. Kebutuhan terhadap peralatan khusus
dan tingginya biaya untuk pemberian PDT masih menjadi hambatan utama
dalam penggunaan terapi kombinasi sebagai pengobatan lini pertama di
berbagai negara. Pada pasien yang memiliki pengelihatan sangat baik, tetap
ada kekhawatiran terhadap pengelihatan yang memburuk setelah
diberikannya terapi kombinasi.2

2.10 Diagnosis Banding

19
Age-related Macular Degeneration (AMD)
AMD merupakan penyebab utama dari kebutaan ireversibel pada
kelompok usia tua di seluruh dunia. Diperkirakan akan lebih banyak lagi
masyarakat di Asia yang menderita AMD pada tahun 2050. Pada populasi
masyarakat Asia, PCV menjadi subtipe yang umum dari AMD eksudatif
dimana CNV-AMD menjadi subtipe yang lebih banyak ditemukan di
populasi Barat. Dua tipe ini berbagi banyak kesamaan mulai dari
manifestasi klinis dan faktor risiko, tetapi memiliki perbedaan pada
epidemiologi dan karakteristik klinis, riwayat alami penyakit, dan hasil
akhir pengobatan yag menunjukkan proses patofisiologi yang berbeda.59
Central Serous Chorioretinopathy (CSCR)
Manifestasi klinis dari PCV sudah dikenal sejak dua dekade ini.
Gambaran klinis dari PCV antara lain serosanguineus PED, perdarahan
subretina yang rekuren. Walaupun PCV dan CSCR adalah dua jenis
penyakit yang berbeda, keduanya memiliki karakterisitik yang sama. PCV
sering dibedakan dengan keberadaan nodul sub retina berwarna merah-
jingga dan lesi aneurisma polipoidal pada vaskularisasi koroid, dengan atau
tanpa keterkaitan dengan percabangan vaskular. Manifestasi klinis klasik
dari PCV dan CSCR memiliki kesamaan sehingga sering sulit untuk
dibedakan.60

2.11 Prognosis PCV


Tergantung pada luasnya area yang terlibat, prognosis terhadap
penyakit ini umumnya baik. Bahkan pada pasien dengan penyakit kronis
yang lebih lama, penelitian menunjukkan bahwa terdapat penundaan
penurunan pengelihatan. Bukti menunjukkan bahwa pasien dengan gejala
PCV dapat mengalami regresi total tanpa adanya kehilangan pengelihatan
yang parah dengan menggunakan terapi PDT dan anti-VEGF.61
BCVA dapat dicapai pada 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan pengobatan.
BCVA pada awal yang baik, kecilnya ukuran perdarahan submakular, usia
muda menjadi prediktor BCVA yang signifikan secara statistic. Kombinasi

20
pengobatan dengan menggunakan PDT memberikan hasil akhir yang
signifikan dalam mencapai BCVA.62

BAB III
KESIMPULAN

Penting untuk dapat mengetahui perbedaan antara PCV dengan nAMD


tipikal dikarenakan terdapat perbedaan respon terapi di setiap subtipe. PCV lebih
sering ditemukan pada populasi kulit hitam dan lebih dominan ditemukan pada
masyarakat Jepang, dan termasuk orang Asia lainnya (8-13%) dengan diagnosis
nAMD yang tentatif. Pasien PCV Asia ditemukan lebih muda dibandingkan
dengan pasien AMD tanpa PCV. Faktor risiko AMD, termasuk faktor risiko
genetik, sedang dilakukan investigasi lebih lanjut, beberapa studi telah
mengevaluasi faktor risiko spesifik untuk PCV. Secara umum, faktor risiko
terhadap kejadian PCV dan tipikal n-AMD memiliki kesamaan. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang harus dilakukan secara
menyeluruh untuk dapat menegakkan diagnosis PCV. Ada banyak pemeriksaan
penunjang yang tersedia untuk dapat membantu penegakkan diagnosis, tetapi
yang menjadi baku emas untuk pemeriksaan dan evaluasi PCV adalah
menggunakan ICGA. Pilihan penatalaksanaan yang tersedia antara lain laser
photocoagulation, veterporfin PDT, anti-VEGF therapy, dan beberapa pilihan
kombinasi dari terapi yang tersedia. Prognosis PCV akan bergantung pada luasnya
area yang terlibat, tetapi umumnya baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. van Dijk EHC, Holtz JK, Sirks MJ, Larsson JME, Diederen RMH,
Schlingemann RO, et al. European Prevalence of Polypoidal Choroidal
Vasculopathy: A Systematic Review, Meta-Analysis, and Forecasting
Study. J Clin Med. 2022;11(16)
2. Cheung CMG, Lai TYY, Ruamviboonsuk P, Chen SJ, Chen Y, Freund KB,
et al. Polypoidal Choroidal Vasculopathy: Definition, Pathogenesis,
Diagnosis, and Management. Ophthalmology. 2018;125(5):708–24.
3. Cheung CMG, Lai TYY, Teo K, Ruamdviboonsuk P, Chen SJ, Kim JE, et
al. Polypoidal Choroidal Vasculopathy: Consensus Nomenclature and Non–
Indocyanine Green Angiograph Diagnostic Criteria from the Asia-Pacific
Ocular Imaging Society PCV Workgroup. Ophthalmology.
2021;128(3):443–52
4. Wong T.Y., Zheng Y., Jonas J.B., Flaxman S.R., Keeffe J., Leasher J.,
Naidoo K., Pesudovs K., Price H., White R.A., et al. Prevalence and causes
of vision loss in east asia: 1990–2010. Br. J. Ophthalmol. 2014;98:599–604
5. Wong W.L., Su X., Li X., Cheung C.M., Klein R., Cheng C.Y., Wong T.Y.
Global prevalence of age-related macular degeneration and disease burden
projection for 2020 and 2040: A systematic review and meta-
analysis. Lancet. Glob. Health. 2014;2:e106–e116
6. van Dijk, E.H.C.; Mohabati, D.; Veselinovic, S.; Chung, W.H.; Dijkman,
G.; Boon, C.J.F. The spectrum of polypoidal choroidal vasculopathy in
Caucasians: Clinical characteristics and proposal of a classification.
Graefe’s Arch. Clin. Exp. Ophthalmol. 2021, 259, p351–361
7. Spaide, R.F.; Gemmy Cheung, C.M.; Matsumoto, H.; Kishi, S.; Boon,
C.J.F.; van Dijk, E.H.C.; Mauget-Faysse, M.; BeharCohen, F.; Hartnett,
M.E.; Sivaprasad, S.; et al. Venous overload choroidopathy: A hypothetical
framework for central serous chorioretinopathy and allied disorders. Prog.
Retin. Eye Res. 2022, 86, 100973
8. Lee, K.; Park, J.H.; Park, Y.G.; Park, Y.H. Analysis of choroidal thickness
and vascularity in patients with unilateral polypoidal choroidal
vasculopathy. Graefe’s Arch. Clin. Exp. Ophthalmol

22
9. Lorentzen, T.D.; Subhi, Y.; Sørensen, T.L. Prevalence of Polypoidal
Choroidal Vasculopathy in White Patients with Exudative Age-Related
Macular Degeneration: Systematic Review and Meta-Analysis. Retina 2018,
38, 2363–2371
10. Ahmad SS. Update on the role of impression cytology in ocular surface
disease. Taiwan J Ophthalmol. 2017;8:53–5
11. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. Edisi 2016–2017. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; hlm. 183-200
12. Oprea Ş, Pantu CM, Filipoiu FM, Tulin R, Oprea GD. the Anatomy of the
Choroid-a Review. Rom J Funct Clin Macro- Microsc Anat Anthropol.
2016;15(4):380–3
13. Nickla D. L., J. Wallman, The Multifunctional choroid, Prog Retin Eye Res.
2010 March; 29 (2): 144-168
14. Ehrlich R, Harris A, Wentz SM, Moore NA, Siesky BA. Anatomy and
regulation of the optic nerve blood flow. The Curated Reference Collection
in Neuroscience and Biobehavioral Psychology. Elsevier; 2016. p73–82
15. Dansingani, K.K.; Gal-Or, O.; Sadda, S.R.; Yannuzzi, L.A.; Freund, B.K.
Understanding aneurysmal type 1 neovascularization (polypoidal choroidal
vasculopathy): A lesson in the taxonomy of ‘expanded spectra’—A review.
Clin. Exp. Ophthalmol. 2018, 46, p189–200
16. Tan, C.S.; Ngo,W.K.; Lim, L.W.; Tan, N.W.; Lim, T.H. EVEREST study
report 3: Diagnostic challenges of polypoidal choroidal vasculopathy.
Lessons learnt from screening failures in the EVEREST study. Graefes
Arch. Clin. Exp. Ophthalmol. 2016, 254, p1923–1930
17. Yanagi Y. Pachychoroid disease: a new perspective on exudative
maculopathy. Jpn J Ophthalmol. 2020, 64, p 323–37
18. Anantharaman G, Sheth J, BhendeM,Narayanan R,Natarajan S, Rajendran
A, et al. Polypoidal choroidal vasculopathy: Pearls in diagnosis and
management.Indian J Ophthalmol. 2018, 66, p 896–908
19. Li Y, You QS, Wei WB, et al. Polypoidal choroidal vasculopathy in adult
chinese: the Beijing Eye Study. Ophthalmology. 2014;121(11):2290-2291
20. Davis SJ, Lauer AK, Flaxel CJ. Polypoidal choroidal vasculopathy in White
patients. Retina 2014;34:2185-91
21. Goldman DR, Freund KB, McCannel CA, Sarraf D. Peripheral polypoidal
choroidal vasculopathy as a cause of peripheral exudative hemorrhagic
chorioretinopathy: A report of 10 eyes. Retina 2013;33: p48-55
22. Wong CW, Wong TY, Cheung CM. Polypoidal choroidal vasculopathy in
Asians. J Clin Med 2015;4:782-821
23. Woo SJ, Ahn J, Morrison MA, et al. Analysis of genetic and environmental
risk factors and their interactions in Korean patients with age-related
macular degeneration. PLoS One. 2015;10(7):e0132771

23
24. Sakurada Y, Yoneyama S, Imasawa M, Iijima H. Systemic risk factors
associated with polypoidal choroidal vasculopathy and neovascular
age-related macular degeneration. Retina 2013;33:841-5
25. Cheng HC, Liu JH, Lee SM, Lin PK. Hyperhomocysteinemia in patients
with polypoidal choroidal vasculopathy: A case control study. PLoS One
2014;9:e110818
26. Ma L, Li Z, Liu K, Rong SS, Brelen ME, Young AL, et al. Association of
genetic variants with polypoidal choroidal vasculopathy: A systematic
review and updated meta-analysis. Ophthalmology 2015;122:1854-65
27. Yannuzzi LA, Wong DW, Sforzolini BS, et al. Polypoidal choroidal
vasculopathy and neovascularized age-related macular degeneration. Arch
Ophthalmol. 1999;117(11): p1503-1510
28. Lee MY, Lee WK, Baek J, et al. Photodynamic therapy versus combination
therapy in polypoidal choroidal vasculopathy: changes of aqueous vascular
endothelial growth factor. Am J Ophthalmol. 2013;156(2) : p343-348
29. Zhao M, Bai Y, Xie W, et al. Interleukin-1beta level is increased in vitreous
of patients with neovascular age-related macular degeneration (nAMD) and
polypoidal choroidal vasculopathy (PCV). PLoS One. 2015;10(5):p 125-150
30. Goldman DR, Freund KB, McCannel CA, Sarraf D. Peripheral polypoidal
choroidal vasculopathy as a cause of peripheral exudative hemorrhagic
chorioretinopathy: A report of 10 eyes.Retina 2013;33:p 48-55
31. Honda S, Matsumiya W, Negi A. Polypoidal choroidal vasculopathy:
Clinical features and genetic predisposition.Ophthalmologica 2014;231: p
59-74
32. Sahu Y, Chaudhary N, Joshi M, Gandhi A. Idiopathic polypoidal choroidal
vasculopathy: a review of literature with clinical update on current
management practices. Vol. 41, International Ophthalmology. Springer
Science and Business Media B.V.; 2021. p. 753–65
33. Anantharaman G, Sheth J, Bhende M, Narayanan R, Natarajan S, Rajendran
A, et al. Polypoidal choroidal vasculopathy: Pearls in diagnosis and
management. Vol. 66, Indian Journal of Ophthalmology. Medknow
Publications; 2018. p. 896–908
34. Cheung CM, Lai TY, Chen SJ, et al. Understanding indocyanine green
angiography in polypoidal choroidal vasculopathy: the group experience
with digital fundus photography and confocal scanning laser
ophthalmoscopy.Retina. 2014;34(12) g: p 2397-2406
35. Koh AH; Expert PCV Panel, Chen LJ, Chen SJ, Chen Y, Giridhar A, et al.
Polypoidal choroidal vasculopathy: Evidence-based guidelines for clinical
diagnosis and treatment. Retina 2013;33:686-716
36. Liu R, Li J, Li Z, Yu S, Yang Y, Yan H, et al. Distinguishing polypoidal
choroidal vasculopathy from typical neovascular age-related macular

24
degeneration based on spectral domain optical coherence tomography.
Retina 2016;36:778-86
37. Balasopoulou A, Κokkinos P, Pagoulatos D, Plotas P, Makri OE,
Georgakopoulos CD, et al. Symposium Recent advances and challenges in
the management of retinoblastoma Globe - saving Treatments. BMC
Ophthalmol [Internet]. 2017;17(1):1
38. Inoue M, Balaratnasingam C, Freund KB. Optical coherence tomography
angiography of polypoidal choroidal vasculopathy and polipoidal choroidal
neovascularization. Retina 2015;35:2265-74.
39. Srour M, Querques G, Semoun O, El Ameen A, Miere A, Sikorav A, et al.
Optical coherence tomography angiography characteristics of polypoidal
choroidal vasculopathy. Br J Ophthalmol 2016;100:1489-93.
40. Tomiyasu T, Nozaki M, Yoshida M, Ogura Y. Characteristics of polypoidal
choroidal vasculopathy evaluated by optical coherence tomography
angiography. Invest Ophthalmol Vis Sci 2016;57:OCT324-30
41. Wang M, Zhou Y, Gao SS, Liu W, Huang Y, Huang D, et al. Evaluating
polypoidal choroidal vasculopathy with optical coherence tomography
angiography. Invest Ophthalmol Vis Sci 2016;57:OCT526-32
42. Chi YT, Yang CH, Cheng CK. Optical coherence tomography angiography
for assessment of the 3-dimensional structures of polypoidal choroidal
vasculopathy. JAMA Ophthalmol 2017;135:1310-6
43. Wang M, Zhou Y, Gao SS, Liu W, Huang Y, Huang D, et al. Evaluating
polypoidal choroidal vasculopathy with optical coherence tomography
angiography. Investig Ophthalmol Vis Sci. 2016;57(9):526–32
44. Gemmy Cheung CM, Yeo I, Li X, et al. Argon laser with and without anti-
vascular endothelial growth factor therapy for extrafoveal polipoidal
choroidal vasculopathy. Am J Ophthalmol. 2013;155(2): p 295-304
45. Jeon S, Lee WK, Kim KS. Adjusted retreatment of polypoidal choroidal
vasculopathy after combination therapy : results at 3 years. Retina.
2013;33(6):p 1193-1200
46. Wong CW, Yanagi Y, Lee WK, et al. Age-related macular degeneration and
polypoidal choroidal vasculopathy in Asians. Prog Retin Eye Res. 2016;53:
p 107-139
47. Nowak-Sliwinska P, van den Bergh H, Sickenberg M, Koh AH.
Photodynamic therapy for polypoidal choroidal vasculopathy. Prog Retin
Eye Res. 2013;37: p 182-199
48. Koh A, Lee WK, Chen LJ, et al. EVEREST study: efficacy and safety of
verteporfin photodynamic therapy in combination with ranibizumab or
alone versus ranibizumab monotherapy in patients with symptomatic
macular polypoidal choroidal vasculopathy. Retina. 2012;32(8): p 1453-
1464

25
49. Jeon S, Lee WK, Kim KS. Adjusted retreatment of polypoidal choroidal
vasculopathy after combination therapy: results at 3 years. Retina.
2013;33(6):1193e1200
50. Yamashita A, Shiraga F, Shiragami C, et al. Two-year results of reduced-
fluence photodynamic therapy for polypoidal choroidal vasculopathy. Am J
Ophthalmol. 2013;155(1): p 96 – 102
51. Heier JS, Brown DM, Chong V, et al. Intravitreal aflibercept (VEGF trap-
eye) in wet age-related macular degeneration. Ophthalmology.
2012;119(12): p 2537-2548
52. Hikichi T, Higuchi M, Matsushita T, et al. Factors predictive of outcomes 1
year after 3 monthly ranibizumab injections and as-needed reinjections for
polypoidal choroidal vasculopathy in Japanese patients. Retina. 2013;33(9):
p 1949-1958
53. Ogino K, Tsujikawa A, Yamashiro K, et al. Intravitreal injection of
ranibizumab for recovery of macular function in eyes with subfoveal
polypoidal choroidal vasculopathy. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2013;54(5):
p 3771-3779
54. Matsumiya W, Honda S, Kusuhara S, et al. Effectiveness of intravitreal
ranibizumab in exudative age-related macular degeneration (AMD):
comparison between typical neovascular AMD and polypoidal choroidal
vasculopathy over a 1 year follow-up. BMC Ophthalmol. 2013;13:10
55. Kang HM, Koh HJ. Long-term visual outcome and prognostic factors after
intravitreal ranibizumab injections for polypoidal choroidal vasculopathy.
Am J Ophthalmol. 2013;156(4): p 652-660
56. Kokame GT, Yeung L, Teramoto K, et al. Polypoidal choroidal
vasculopathy exudation and hemorrhage: results of monthly ranibizumab
therapy at one year. Int J Ophthalmol. 2014;231(2): p 94-102.
57. Oishi A, Miyamoto N, Mandai M, et al. LAPTOP study: a 24-month trial of
verteporfin versus ranibizumab for polypoidal choroidal vasculopathy.
Ophthalmology. 2014;121(5): p 1151-1152
58. Ogura Y, Terasaki H, Gomi F, et al. Efficacy and safety of intravitreal
aflibercept injection in wet age-related macular degeneration: outcomes in
the Japanese subgroup of the VIEW 2 study. Br J Ophthalmol. 2015;99(1):
p 92-97
59. Wong CW, Yanagi Y, Lee W-K, Ogura Y, Yeo I, Wong TY, et al. Age-
related macular degeneration and polypoidal choroidal vasculopathy in
Asians. Progress in Retinal and Eye Research. 2016;53:107–39
60. Wang T-Y, Wan Z-Q, Peng Q. A patient misdiagnosed with central serous
chorioretinopathy: A case report. World Journal of Clinical Cases.
2019;7(16):2341–5
61. Koh et al. EVEREST STUDY: Efficacy and Safety of Verteporfin
Photodynamic Therapy in combination with Ranibizumab or Alone Versus

26
Ranibizumab Monotherapy in Patients with Symptomatic Macular
Polypoidal Choroidal Vasculopathy. Retina 2012; 32: p 1453-1464
62. Lin T-C, Hwang D-K, Lee F-L, Chen S-J. Visual prognosis of massive
submacular hemorrhage in polypoidal choroidal vasculopathy with or
without combination treatment. Journal of the Chinese Medical Association.
2016;79(3):159–65. doi:10.1016/j.jcma.2015.11.004

27

Anda mungkin juga menyukai