Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ISLAM & IPTEK

EPISTEMOLOGI ILMU DALAM ISLAM

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Waston, M. Hum.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Anggota:
1. Laili Elfiyanti (B200220424)
2. Lusiana Salsabila (B200220436)
3. Aulia Chatur Hermawan (B200220444)
4. Wildan Putra Nur Reza (B200220450)
5. Indah Wulandari (B200220471)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah swt. yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini. Adapun tugas makalah dibuat ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari
dosen pada mata kuliah “Islam & Iptek”. Makalah ini berjudul “Epistemologi Ilmu
Dalam Islam”.
Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa adanya dukungan, do’a,
dan nasehat dari semuanya. Selanjutnya, penyusun ingin mengucapkan salam dan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Waston, M. Hum. selaku dosen mata kuliah ini yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
2.Untuk semua yang sudah ikut andil membantu baik materil dan non materil serta
waktunya untuk melengkapi makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu,kritik yang membangun, dan saran dari pembaca sangatlah dihargai.
Penyusunsangat beharap bahwa makalah ini dapat memberikan kontribusi berharga
bagi para pembaca.

Surakarta, 20 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3 Tujuan Makalah........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Apa itu Epistemologi dan Epistemologi dalam Ilmu Islam..........................2
2.1.1 Apa itu Epistemologi................................................................................2
2.1.2 Epistemologi dalam Ilmu Islam................................................................2
2.2 Karakteristik Epistemologi Islam..................................................................3
2.3 Cakupan Pokok Epistemologi.......................................................................4
2.3.1 Sumber Pengetahuan................................................................................4
2.3.2 Objek Pengetahuan...................................................................................4
2.4 Jenis-Jenis Epistemologi Ilmu......................................................................5
2.5 Aliran-Aliran Epistemologi Islam.................................................................6
2.6 Objek-Objek Ilmu.........................................................................................7
2.7 Sumber Pengetahuan dan Metode Keilmuan................................................8

BAB III PENUTUP.................................................................................................................10


3.1 Kesimpulan.................................................................................................10
3.2 Kritik dan Saran..........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan tetapi manusia juga
memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam
upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun
cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi
adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena
dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari
pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi.
Epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan mengenai sumber-
sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan. Epistemologi seringkali disebut
dengan teori pengetahuan atau filsafat pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam
epistimologi ini berkenaan dengan hal-hal yang yang ada sangkut pautnya dengan
masalah pengetahuan. Misalnya, Apakah pengetahuan itu? Dari mana Asalnya? Apakah
sumber-sumber pengetahuan? Bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan? Dari mana
pengetahuan yang benar? Apa yang menjadi karakteristik pengetahuan? Apakah
pengetahuan itu tergolong benar atau keliru, dan sebagainya. Beberapa pertanyaan inilah
yang kemudian disebut dengan persoalan epistemologi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu Epistemologi dan Epistemologi dalam Ilmu Islam?
b. Apa itu Karakteristik Epistemologi Islam?
c. Apa saja Cakupan Pokok Epistemologi?
d. Apa Saja Jenis-Jenis Epistemologi Ilmu?
e. Apa Aliran-Aliran Epistemologi Islam?
f. Bagaimana Manusia Mengetahui Objek-Objek Ilmu?
g. Apa Sumber Pengetahuan dan Metode Keilmuan?

1.3 Tujuan Masalah


Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat:
a. Mengetahui apa itu Epistemologi dan Epistemologi dalam Ilmu Islam
b. Mengetahui Karakteristik Epistemologi Islam
c. Mengetahui Cakupan Pokok Epistemologi
d. Mengetahui Jenis-Jenis Epistemologi Ilmu
e. Mengetahui Aliran-Aliran Epistemologi Islam
f. Mengetahui Objek-Objek Ilmu
g. Mengetahui Sumber Pengetahuan dan Metode Keilmuan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa itu Epistemologi dan Epistemologi dalam Ilmu Islam


2.1.1 Apa itu Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani kuno episteme yang berarti pengetahuan l l l l l l l

yang sistematis; logos yang berarti penjelasan atau pengetahuan. Maka, dapat disimpulkan
l l l l l l

bahwa epistemologi adalah pengetahuan yang sistematis tentang pengetahuan. Cony


l l l l l l l l

Semiavan dkk. Ia berpendapat bahwa epistemologi adalah "cabang filsafat yang me njelaskan
l l l l l l l

permasalahan filosofis seputar teori pengetahuan. Epistemologi berkaitan dengan makna


l l l l l L l l l

pengetahuan yang berkaitan dengan konsep pengetahuan, sumber dan norma, jenis
l l l l l l l l l

pengetahuan”. Sedangkan menurut Hardono Hardi, epistemologi adalah “bidang filsafat yang
l l l l l l

mempelajari dan berupaya menentukan hakikat dan ruang lingkup ilmu pe ngetahuan,
l l l l l l l

praanggapan dan landasannya, serta tanggung jawab atas pernyataan-pernyataan tentang ilmu l l l l

yang dimiliki”.
Pada mulanya ilmu secara etimologis hanyalah pengetahuan, segala pengetahuan l l l l l l l

tentang apa saja. Arti sains kemudian diperluas untuk merujuk pada semua pengetahuan yang
l l l l l l l

sistematis. Pengertian sains tidak jauh berbeda dengan pengetahuan, namun terbatas pada
l l l l l l l l l

mata pelajaran non fisik seperti metafisika. Tentu saja filsafat, seperti halnya sains, adalah
l l l l l l l

pengetahuan yang sistematis, tetapi dalam epistemologi Barat tidak disebut sains, tetapi
l l l l l l l l

dimasukkan ke dalam epistemologi Islam. Namun, membatasi pencarian pada area yang l l l l l l

bermasalah bukanlah sebuah filosofi.


l l

2.1.2 Epistemologi dalam Ilmu Islam L l

Dalam bahasa Arab, kata epistemologi berasal dari nazhariyah alma'rifah, namun kata l l l

ma'rifah digunakan untuk menunjukkan penggunaan kata “ilm (ilmu) yang be rbeda”. Bila l l l l

diperlukan kehati-hatian, kata ma'rifah berarti ilmu manusia bisa ambiguitas, sedangkan kata
l l l l

“ilm” (ilmu) berarti kejelasan. l l l

Epistemologi Islam mengkaji ilmu pengetahuan dari sudut pandang Islam karena
L l l l l l

metodologinya terbukti efektif. Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, kebenaran


l l l l l l l l l l l

dapat diperoleh dari sudut pandang atau klaim Islam (e pistemologi), dan model epistemologis
l l l l l l l

positivis telah terbentuk selama puluhan tahun, akhirnya menjadi filsafat setelah sekitar dua
l l l l l l l l

puluh atau tiga puluh tahun, hingga muncul perkembangan baru. l l

Epistemologi Islam yang khusus ini telah dibahas dalam berbagai kajian terkait
L l l l l

dengan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pengetahuan,


l l l l l l l l l

pemahaman, proporsi, logika dan bentuk berpikir, serta berbagai permasalahan yang
l l l l l l

berkaitan dengan diri dan jiwa manusia. Se mentara itu, dalam perspektif Islam, ilmu secara
l l l l l l l

epistemologis adalah ilmu tentang Tuhan, termasuk segala sesuatu yang diciptakan-Nya, serta
l l l l l l l

ilmu yang diperoleh (diberikan) kepada umat manusia untuk memahami hakikatnya. l l l l l

Dari sudut pandang epistemologis Islam, tidak dikenal adanya dikotomi antara ilmu l l l

agama dan ilmu non-agama (umum). Ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan yang l l l l

bersumber dari satu sumber dan kemudian berkembang sesuai dengan bidang objeknya
l l l l l l l l l

2
masing-masing, baik objek material maupun objek formal. Paparan terus-menerus terhadap l l l l l l l

fenomena alam, manusia, dan segala sesuatu lainnya. Melalui hubungan inilah ilmu
l l l l l

pengetahuan terus berkembang dalam ruang sejarah


l l l l l l

Dalam Islam, epistemologi tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada Allah, l l l l l

yaitu Allah sumber ilmu pengetahuan dan sumber segala kebenaran. Namun bukan berarti l l l l l l l l

kedudukan manusia tidak penting, melainkan manusia adalah pengejar ilmu pengetahuan.
l l l l l l l

2.2 Karakteristik Epistemologi Islam l L l

1. Berdasarkan pada Kekuatan Mental


l l l

Kebenaran tidak terbatas pada empirisme seperti yang dikemukakan oleh positivisme,
l l l l l l l l l l

kebenaran bergantung pada kekuatan spiritual. Manusia adalah makhluk yang me miliki
l l l l l

emosi, serta akal, hati nurani, dan iman. Kekuatan spiritual yang besar terletak pada iman dan
l l l l l l

hati nurani. Artinya, para ahli Islam se nantiasa memikirkan permasalahan intelektual dengan l l l l l l

menggunakan akal dan nalar, sehingga mempunyai pendekatan yang intuitif.


l l l l l

2. Hubungan Harmonis antara Akal dan Wahyu


Isfahan berpendapat bahwa akal tidak demikian dapat terungkap tanpa wahyu, dalam l l l l

artian wahyu tidak dapat melalui dicapai dengan jelas. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya l l l l l

saling melengkapi. Keharmonisan akal dan wahyu menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan
l l l l l l

Islam mempunyai nilai-nilai yang transenden, nilai paling tinggi.


l l l

3. Saling Ketergantungan Akal dan Intuisi l l

Dalam Islam, sains didasarkan pada kerja sama akal dan intuisi. Intelijen punya l l l

penalaran yang terbatas kemudian dilengkapi dengan intuisi yang diberikan atau dibantu. Jika
l l l l l l

intuisi kita tidak sistematis, kita memerlukan alasan untuk mensistematisasikan pengetahuan l l l l l l l

yang kita peroleh. Hal ini menunjukkan bahwa rasionalitas memerlukan intuisi, dan intuisi l l l l l

memerlukan rasionalitas.
l l

4. Memiliki Orientasi yang Berpusat pada Tuhan


l l l

Teosentris berasal dari kata Yunani Theos, namun secara teoritis Tuhan berarti segala
l l l l l l l l

proses kehidupan di bumi kembali kepada Tuhan. Ilmu pengetahuan Islam didasarkan pada
l l l l l l

wahyu serta fakta dan alasan empiris. pengetahuan berasal dari Allah, ilmu itu sangat
l l l l l

menarik di sisi Allah.


l

5.Terkait Nilai l

Ilmu islam adalah nilai batas, dipengaruhi oleh dimensi spiritual, wahyu, intuisi dan l l l

berfokus pada keilahian. Berbeda sekali dengan ilmu pengetahuan Barat karena menekankan
l l l l l l l l l l l

bahwa ilmu pengetahuan bersifat netral, bebas nilai dan tidak terikat pada nilai-nilai tertentu. l l l l l l l l

3
2.3 Cakupan Pokok Epistemologi L l

2.3.1 Sumber Pengetahuan l l l

Sumber informasi adalah yang menjadi titik tolak atau yang menjadi objek informasi
l l l l

itu sendiri. Sumber ini bisa berasal dari “dunia eksternal” dan juga berasal dari “dunia
l l l l l l

internal” atau kemampuan subjek. Ada lima sumber yang perlu diperhatikan yaitu:
l l l l l l

1. Perception (Persepsi/Pengamatan Indrawi)


l l l l l

Persepsi merupakan hasil respon indra terhadap fenomena alam. Istilah yang le bih
l l l l l l l l

umum untuk persepsi ini adalah pengalaman atau pengalaman. Pengalaman l l l l l

merupakan sumber pengetahuan yang diterima secara epistemologi (Barat dan Islam).
l l l l l l l l

Pengalaman memiliki beberapa ciri utama. Pertama, pengalaman indrawi selalu


l l l l l l l

berhubungan dengan suatu objek di luar pengamat (subjek). Kedua, pengalaman


l l l l l l l

manusia tidak seragam (panca indera). Akhirnya, pengalaman manusia terus l l l l

berkembang. l l

Pengetahuan, baik teoretis maupun praktis, sangat bergantung pada ingatan.


l l l l l

Pengalaman langsung maupun tidak langsung harus didukung ole h ingatan agar hasil
l l

pengalaman tersebut dapat disusun secara logis dan sistematis (menjadi pengetahuan).
l l l l l l l l

2. Memory (Ingatan) l

Pengetahuan, baik teoretis maupun praktis, sangat bergantung pada ingatan.


l l l l l

Pengalaman langsung maupun tidak langsung harus didukung ole h ingatan agar hasil
l l

pengalaman tersebut dapat disusun secara logis dan sistematis (menjadi pengetahuan).
l l l l l l l l

3. Reason (Akal, Nalar) l

Akal dianggap sebagai sumber pengetahuan. Pemikiran atau penalaran merupakan hal l l l l l l l

yang paling mendasar bagi kemungkinan adanya pengetahuan. Penalaran merupakan l l l l l l

proses yang harus dilalui untuk sampai pada suatu kesimpulan.


l l

4. Intuition (Intuisi)
Intuisi adalah “kekuatan spiritual”, suatu kemampuan yang melampaui akal dan l l l

merupakan kemampuan untuk merangkum dan memahami secara mendalam. Intuisi


l l l l l l

adalah mengetahui sesuatu secara langsung, bukan melalui penalaran logis (deduksi- l l l l l l l

induksi). Intuisi timbul pada hasil observasi atau pengalaman. l l

5. Authority (Otoritas)
Otoritas mengacu pada seseorang atau kelompok yang diyakini memiliki pengetahuan l l l l l l l

yang valid dan mempunyai legitimasi sebagai sumber pengetahuan. Otoritas juga l l l l l l

dapat memiliki asosiasi atau makna ne gatif jika otoritas tersebut dominan, menindas, l l l l l

dan jika otoritas tersebut tidak efektif. l l l l

2.3.2 Objek Pengetahuan l l l

Objek pengetahuan adalah benda atau bahan (objek material) yang berhubungan
l l l l l l l

dengan pengetahuan. Dalam istilah epistemologis, hal ini disebut dengan masalah ontologis.
l l l l l l l

Honderich (1995) menyatakan bahwa objek pengetahuan adalah: 1) gejala alam fisik, 2) masa
l l l l l l

lalu, 3) masa depan, 4) nilai (aksiologi), 5) abstraksi, 6) gagasan (filsafat pikiran: pe ngalaman
l l

kita sendiri), keadaan batin kita sendiri, pemikiran lain), (Honderich, 1995: 931).
l l l l l

i. Struktur Pengetahuan l l

4
Membahas hubungan antara seorang ilmuwan dan perasaan atau data atau l l l

hal/benda yang diketahui (Hunnex, 1986:8). Hubungan subjek kognitif dengan l l l l l

objek yang diketahui dapat dijelaskan melalui berbagai sudut pandang, yaitu
l l l l l

objektivisme, subjektivisme, skeptisisme, relativisme, dan fenomenalisme.


l l l l l l l l l l l

ii. Teori Atau Kriteria Kebenaran l l l l

i) Teori kebenaran korespondesi l l l l l

Menyatakan suatu teori/proposisi benar jika sesuai dengan fakta (realitas).


l l l l l l

Kebenaran adalah kesetiaan terhadap realitas objektif. Teori kebenaran ini


l l l l l l l l l l

didukung dan diterima oleh para pendukung epistemologi empiris (positivisme l l l l l l l

ilmiah), misalnya dalam ilmu-ilmu alam atau sosial budaya yang me merlukan l l

penerapan metode ilmiah alam atau sosial budaya.


l l l l

ii) Teori kebenaran konsistensi atau koherensi l l l l l l

Dalam teori ini, kebenaran adalah ketika adanya hubungan terhadap keputusan l l l l l l

atau kesepakatan atau pengetahuan yang ada adalah relevan. Teori ini biasanya l l l l l l l

ditemukan dalam matematika dan logika atau dalam kelompok idealisme


l l l l

epistemologis. l l

iii) Teori kebenaran pragmatis l l l

Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Ame rika Serikat pada akhir l l l l

abad ke-19, yang menekankan pada pentingnya akal (relasi) sebagai alat l l l l l l

pemecahan masalah (problem solver) dalam kehidupan manusia, baik dalam


l l l l l

penyelesaian masalah teoritis maupun praktis.


l l l l

iii. Batas dan Jenis Pengetahuan l l l

Terdapat beberapa aliran/pandangan yang berbeda mengenai batasan (kriteria)


l l l l l l l l

ilmu dan erat kaitannya dengan apa yang menjadi sumber ilmu dari aliran l l l l

tersebut. Beberapa jenis pengetahuan, antara lain:


l l l l l l l

1. Pengetahuan biasa l l

2. Pengetahuan ilmiah l l

3. Pengetahuan filosofis l l

4. Pengetahuan teologis l l l

2.4 Jenis-Jenis Epistemologi Ilmu


l l L l

1. Epistemologi metafisik (Plato dan Hegel)


L l l l l

Membahas pengetahuan dari sudut pandang metafisik (realitas) sebagai landasan


l l l l l l

seluruh realitas. Pembedaan Plato antara dunia gagasan dan dunia mate rial atau fenomenal
l l l l l l l

(mungkin tiruan dari dunia gagasan) didasarkan pada pembedaan Plato antara epistemologi l l l l

dan kepercayaan. Hal serupa juga terjadi pada epistemologi Hegel yang diawali dengan
l l l l l l l l l

asumsi-asumsi metafisik. Baginya, realitas tidak lain hanyalah perwujudan ruh, sehingga l l l l

“mengandung gagasan” dan “realitas atau kenyataan” adalah sama saja. Apa yang diartikan
l l l

nyata dan diartikan nyata atau benar. Epistemologi yang didasarkan pada asumsi me tafisik l L l l

disebut epistemologi metafisik.


l l l l

2. Epistemologi Skeptis (Rene Descartes)


L l l l l l l

Metode andal yang ditemukan Descartes adalah skeptisisme sistematis. Oleh karena itu,
l l l l l l l l l l

Descartes meragukan keberadaan segala sesuatu dan percaya bahwa hanya ada satu hal yang
l l l l l l l l

5
tidak dapat diragukan, yaitu meragukan dirinya sendiri. Keraguan membuktikannya. Dari l l l l

keraguan ini, Descartes ingin menempatkan filsafat dan ilmu pengetahuan pada landasan
l l l l l l l

yang kokoh dan dapat diandalkan. Hal ini didasarkan pada aksioma dan diurutkan
berdasarkan proposisi logis. Aktivitas Descartes disebut epistemologi skeptis.
l l l l l l l

3. Epistemologi kritis, L l

Penting dimulai dari berpikir (pengetahuan dan ilmu pengetahuan) dan bersikap kritis
l l l l l l l

terhadap berbagai asumsi, teori dan metode yang ada dalam kehidupan kita. Pengetahuan,
l l l l l l l l

teori, metode dan gagasan (lama) kini dikritik dalam kritik. Ke sadaran untuk
l l l l

mengidentifikasi kelemahan/kelemahan dan mencoba mengembangkan pendekatan baru, ide-


l l l l l l l l l l l l

ide baru dapat dijelaskan secara lebih rasional.


l l l l

2.5 Aliran-Aliran Epistemologi Islam L l

1. Epistemologi Bayani L l

Bayani artinya penjelasan dalam bahasa Arab. Epistemologi Bayan merupakan model l l L l l l

metodologi berpikir berbasis teks yang juga menggunakan kemampuan pikiran untuk
l l l l l l

memahami dan menemukan kebenaran dalam acuan utama, teks (Nash). Ujian ini dinamakan
l l l l l l

qiyas (analogi) dan istinbath (penilaian). Bayani adalah cara menggunakan teks untuk l l l

mengambil informasi. Metode ini sangat didasarkan pada pencarian kebenaran dalam teks.
l l l l l l l

Terlepas dari fenomena apa yang sebenarnya terjadi, dunia bergantung pada teks sebagai
l l l l l l l l l l

panduan. Dalam konteks pemikiran Islam, metode bayani adalah metode penafsiran atau l l l l l l l

takwil yang digunakan para mufassir untuk mengkaji informasi dari Al-Qur'an dan Hadits. l

2. Epistemologi Burhani L l

Dalam bahasa Arab, Al-burhan berarti argumentasi yang jelas dan tegas (alhujjah) dan l l l l

dalam bahasa Inggris berarti pembuktian (tanda tangan, pernyataan, penjelasan). Didukung l l l l l

oleh epistemologi Aristoteles dan Burhan, pandangan dunia yang lahir dari se mangat Yunani
l l l l l l

mencakup dua metode yaitu metodologi, deduksi dan induksi. Metode penalarannya dimulai
l l l l l l l l

dari hal yang umum ke hal yang khusus. Alat pereduksinya adalah pikiran manusia dan ilmu l l l

yang diperoleh bersifat universal, sehingga ilmu yang diperoleh tidak menimbulkan
l l l l l l l l

pengetahuan baru. Induksi bekerja dari hal yang khusus ke hal yang umum. Indra manusia,
l l l l l

telinga, mata, mulut, hidung dan tangan digunakan se cara bersamaan. Investigasi dilakukan,
l l l l

setelah itu dicari kebenarannya dengan perasaan berdasarkan fakta dan informasi yang
l l l l l l l

diperoleh dari lokasi kejadian.


l l l

3. Epistemologi Irfan (intuisi)


L l

Irfani berasal dari kata Irfan yang merupakan bentuk dasar Arafa (Masdar) yang l l l

mempunyai arti sama dengan ilmu (Ma'rifah). Dalam bahasa Arab, al-irfan be rbeda dengan
l l l l l

al-'ilm. Al-'ilm menunjukkan perolehan suatu objek ilmu melalui transformasi (naql) atau l l l l l

rasionalitas ('aql), dan irfan atau ma'rifat me nghubungkan pengalaman atau pengetahuan l l l l

secara langsung dengan objek ilmu tersebut. Biasanya orang-orang seperti itu mendapat
l l l l l l l l

pendidikan (riyadlah) dan mencapai jabatan (jenjang) tertinggi. Keadaan dimana manusia
l l l l l

menerima ilmu langsung ini berada pada keadaan fana (kehancuran), yang menekankan pada
l l l l l l l

hubungan manusia dengan Tuhannya. Menurut Suhrawardi, intuisi (irfani) adalah “te ori l l l

6
pencapaian, intuisi adalah sesuatu yang mendahului teks dan merupakan prasyarat bagi
l l l l l

tercapainya suatu makna atau pengalaman spiritual yang menghasilkan suatu bentuk
l l l l

pengetahuan”.
l l

2.6 Cara Manusia Mengetahui Objek-Objek Ilmu l l l l

Seperti disebutkan di atas, pertanyaan tentang bagaimana mengenali objek


l l l l l l l l

pengetahuan melibatkan isu metodologis. Karena perbedaan antara epistemologi Islam dan
l l l l l l l l l

epistemologi Barat dalam hal jenis objek yang dapat diketahui manusia, maka metode ilmiah
l l l l l l l

yang dikembangkan oleh para pemikir dan ilmuwan Muslim berbeda jauh dengan metodel l l l l l l l

yang dikembangkan oleh para pemikir dan ilmuwan Barat. Karena Barat hanya memahami
l l l l l

objek fisik atau indrawi, maka me tode ilmiah utama yang digunakan adalah obse rvasi, yaitu
l l l l

observasi indrawi terhadap objek yang diteliti. Pada saat yang sama, para pe mikir dan
l l l l l

ilmuwan Muslim tidak hanya menggunakan satu metode ilmiah utama, yaitu metode l l l l l

observasi Barat (bayani) yang digunakan pada objek fisik atau indra, tetapi juga metode lain,
l l l l l

yaitu metode logis atau argumentatif. (burhani) dan metode intuitif untuk objek non fisik
l l l l l l

(irfani), untuk objek-objek yang bersifat non-fisik, non-material atau metafisik (Sardar, 1989: l l l l l

75).
Ditambah dengan kekuasaan yang diberikan Allah kepada manusia untuk memenuhi l l l l l l

tujuan penciptaan, yaitu menjadi Khalifah-Nya, lalu dengan kekuatan apa cara di atas
l l l l

diterapkan? Metode observasi diterapkan dengan menggunakan indra karena fakultas ini
l l l l l l l l

sangat mampu mengidentifikasi objek fisik sedangkan metode logis atau argumentatif l l l l l l l

diterapkan dengan menggunakan akal. Dilihat dari fungsinya, se bagaimana disebutkan pada
l l l l l

Bab 1, kecerdasan dibedakan menjadi dua kemampuan, yaitu kemampuan kognitif/teoritis l l l l l l l

dan kemampuan manajemen/praktis. Dengan kemampuan kognitif teoretis, pikiran mampu


l l l l l l l

mengidentifikasi objek fisik (mahsusát) dengan mengabstraksi makna universal dari data
l l l l l l

indra, dan selain objek non fisik (ma'qulât) melalui derivasi dari yang diketahui ke yang tidak l l l l l l

diketahui.. Terakhir, Gunakan intuisi untuk melihat objek non fisik dengan hati,atau secara
l l l l l l

metafisik melalui kontak langsung dengan benda-benda yang ada dalam jiwa manusia
l l l l l

(Kartanegara, 2002: 66). Bab 1 juga menjelaskan tentang keberadaan indera batin pada
l l l l l l l

manusia. Metode intuitif juga dapat diterapkan melalui akal batin yaitu imajinasi (al- l l l l

mutakhayyilah), karena melalui imajinasi manusia dapat me mpersepsikan benda-benda l l l l l l l

nonfisik atau metafisik, terutama benda-benda khayalan. Benda atau kenyataan khayalan l l l l l l

telah dijelaskan sebelumnya, berikut contoh yang merupakan bagian dari benda non fisik atau
l l l l l l l

metafisik. l

Cara memahami objek ilmiah yang telah diuraikan dapat disajikan dalam be ntuk tabel l l l l l

, seperti Tabel 1 di bawah ini.


l l l

Tabel 1 l

Cara Mengetahui Objek Ilmu dalam Islam l l l

Jenis Objek l l Metode l l Daya/Sarana Cara Kerja Daya/Sarana l

Objek Fisik l Observasi (Bayani) l Indera (Hiss) l Mengamati objek l l

(Mahsusat)
Demonstrasi l Akal (‘Aql) Mengabstraksi makan l

7
(Burhani) universal dari data-data l

inderawi l

Objek Non-fisik /
l Demonstrasi l Akal (‘Aql) Menyimpulkan dari yang l

Metafisik (Ma’qulat) (Burhani)


l diketahui menuju yang l l

tidak diketahui l

Intuitif (‘Irfani) Imajinasi Kontak langsung dengan l

(Muthakayyilah objek imajinasi yang hadir l

) dalam jiwa
Intuitif (‘Irfani) Hati (qulb) Kontak langsung dengan l

objek non fisik yang hadir l

dalam jiwa

Dari penjelasan di atas, baik se cara naratif maupun tabular, nampaknya pikiran dan
l l l

hati (serta imajinasi) mampu mempersepsikan objek non fisik atau metafisik. Namun, mereka
l l l l l l l l

menggunakan pendekatan atau metode yang berbeda. Suhrawardi (dalam Kartanegara, 2002:
l l l l l l l l

64-65) menyebut pendekatan pikiran baht (diskursif) dan pendekatan hati (termasuk
l l l l l l l

khayalan) dzauq (esensial). Dalam pendekatan kausal, objek-objek pengetahuan diketahui l l l l l l l l l

melalui logika (penalaran) dengan menggunakan silogisme. Objek-objek pengetahuan dengan


l l l l l l l l l l

demikian diketahui secara tidak langsung dengan membuat kesimpulan dari yang diketahui
l l l l l l l

ke yang tidak diketahui, maka dinamakan baht (diskursif). Sedangkan dalam pengobatan hati
l l l l

(juga dalam khayalan), benda-benda itu hadir (hadir) dalam jiwa manusia se hingga ia dapat l l l

mengalami dan merasakannya, sehingga memunculkan istilah dzauqi (rasa). Bentuk ilmu
l l l l l

Bakhti yang tertinggi (diskursif) adalah filsafat dan ilmu pe ngetahuan, sedangkan bentuk
l l l l l

ilmu Dzaug (substantif) yang tertinggi adalah ilmu ilham atau wahyu. l

Dengan terjawabnya kedua pertanyaan epistemologis tersebut, maka kita sampai pada
l l l l l l l l

kedudukan akal dan wahyu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik sebagai
l l l l l l l l

sumber ilmu pengetahuan dan metode ilmiah secara umum, maupun sebagai sumber etos
l l l l l l l l l

ilmiah dan etika ilmiah l

2.7. Sumber Pengetahuan dan Metode Keilmuan


l l l l l l

Pengetahuan sebagaimana lazimnya dipahami adalah segala sesuatu yang diketahui


l l l l l l

manusia tentang suatu benda (Santoso, 1992: 12), sedangkan benda yang dapat diketahui
l l l l l

manusia menurut epistemologi Islam sebagaimana dijelaskan di atas adalah benda-benda


l l l l l l l

metafisik yang bersifat fisik, indrawi, dan non fisik. De ngan demikian, hubungan antara
l l l l

pengetahuan dan objek sangatlah erat, yaitu. suatu objek (fisik atau non fisik) tidak menjadi
l l l l l l

pengetahuan jika objek itu sendiri tidak ada. Saat kita bertanya dari mana asal suatu benda
l l l l l l

yang kita ketahui, sebenarnya kita sedang berbicara tentang sumber pengetahuan.
l l l l l l l l l

Dalam penelitian ini sumber ilmu dipadukan dengan akal dan wahyu: bagaimana l l l l

kedudukan akal dan wahyu dalam perkembangan ilmu pengetahuan berbeda dengan ilmu
l l l l l l l l

pengetahuan, karena ilmu merupakan disiplin ilmu yang relatif lebih teratur dan terorganisir
l l l l l l l l

(Santoso, 1992:12). Dengan pertanyaan yang lebih spesifik, apakah akal dan wahyu dapat l l l l

menjadi sumber dan/atau metode pengetahuan.


l l l l l l

8
Jika kita kembali ke epistemologi Islam (lihat Tabel 1), akal jelas merupakan l l l l l l l

kekuatan yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan ketika digunakan untuk mengabstraksi
l l l l l

makna universal dari data indrawi dan me narik kesimpulan dari yang diketahui ke yang tidak
l l l l l

diketahui, maka ia menjadi sebuah alat. untuk memperoleh pengetahuan. Nalar sebagai
l l l l l l l l l

metode ilmiah mempunyai peranan yang jelas di sini. Sekarang bisakah pikiran juga menjadi
l l l l l l l

sumber pengetahuan? Jika produk realisasi pikiran berupa pengabstraksian makna universal
l l l l l l l

dari informasi indrawi tentang suatu objek (misalnya teori fisika) dan/atau berupa kesimpulan l l l l l

silogistik (misalnya gagasan besar) tidak lain adalah pengetahuan, kemudian pikiran l l l l

berfungsi sebagai sumber pengetahuan dalam pengertian bahwa gagasan-gagasan besar


l l l l l l l l

muncul (timbul) baik dari tatanan yang mapan maupun dari te ori-teori fisika, meskipun l l l

sumber pertamanya adalah empiris indrawi. l l l

Bagaimana dengan wahyu? Sebagaimana dikemukakan pada bagian akhir kajian l l l

epistemologi Islam, wahyu merupakan bentuk pengetahuan dzauq yang tertinggi, hasil
l l l l l l l

metode atau pendekatan intuitif hati. Oleh karena itu, sulit untuk mengklaim bahwa wahyu
l l l l l l l

berfungsi sebagai metode ilmiah. Wahyu merujuk pada satuan pernyataan tertulis yang
l l l l l l l

bersifat transenden karena bersumber dari Tuhan dan memuat penjelasan tentang asal usul,
l l l l l l l l l l

hakikat, dan tujuan hidup manusia dan alam, se rta pedoman perilaku yang menjadi pedoman l l l l l

tindakan baik individu maupun kole ktif (Santoso, 1997: 11-12), berfungsi lebih baik sebagai l l l l

sumber informasi. Wahyu dalam wujud konkritnya, Al-Qur'an dan Hadits, te rnyata tidak
l l

hanya menjadi sumber ilmu pengetahuan tentang benda-benda nonfisik, non-materi, atau
l l l l l l l l

metafisik, tetapi juga menjadi sumber ilmu tentang benda-benda yang bersifat jasmani, hawa
l l l l l l l l

nafsu. Sebab salah satu dari tiga mukjizat Al-Qur’an misalnya me nurut penelitian M. Quraish
l l l l

Shihab (1997: 16-75) adalah sinyal-sinyal ilmiah yang dikandungnya, se perti sinyal-sinyal l l

reproduksi manusia (Q.S. al- Najm/53:45-46; Q.S. al-Waqi'ah/56:58-59; Q.S.


l

al-Qiyamah/75:36-39; Q.S. al-Insan/76:2, penampakan alam semesta (Q.S. al- Anbiya'/21 : l l l

30; Q.S. al-Dzariyat/51: 47; Q.S. al-- Ghasyiyah/88: 17-18), dst. Se lain itu, dikembangkan l l

model pengembangan teori ilmu-ilmu sosial yang mengungkapkan perilaku sebagai


l l l l l l l

sumbernya. pengetahuan selain dari aktivitas manusia (lihat Safi, 1996: 74-77; Santoso, 1997:
l l l l

11-15).
Apa yang telah dijelaskan di atas mengenai sumber-sumber ilmu pengetahuan l l l l l l l l

sebenarnya adalah dari sudut pandang praktis pe rkembangan ilmu pengetahuan menurut
l l l l l l l

epistemologi Islam. Dari sudut pandang filosofis, sumbe r ilmu yang penting adalah Allah
l l l l

karena Dialah pemilik khazanah ilmu yang dise but al-Tlm, maka salah satu nama Allah
l l l

adalah al-'Alim yang artinya “maha mengetahui” (Q.S. al.-Maidah /5: 97; Q.S. al-Mulk /67: l l

26). Ilmunya melampaui segala fenomena, materi dan alam semesta, baik yang terlihat l l l l l l l l

maupun yang tidak terlihat oleh manusia (Q.S. al-Hasyr/59: 22). Orang yang dibe ri l l l

wewenang menjadi khalifah-Nya di muka bumi memperoleh ilmu dengan cara memburu
l l l l l l l l

beberapa rahasia dari khazanah ilmu yang disebut al-'Ilm. Itulah sebabnya Allah memberinya
l l l l l l

kekuatan/sarana untuk memperoleh ilmu: indera, imajinasi, pikiran dan hati, di samping
l l l l l

mengungkapkan sebagian khazanah ilmu-Nya. Al-Qur'an menyebut manifestasi tersebut


l l l l l l l

sebagai ayat, tanda atau fenomena/gejala. atau qauliyyah berupa fenomena berupa wahyu-
l l l l l l l l

wahyu-Nya yang tertulis dalam Al-Qur'an (Q.S. Ali Imran/3:164) dan kawniyyah be rupa l l

fenomena-fenomena yang terdapat di alam semesta dan pada manusia itu sendiri (Q.S.
l l l l l l l l

Fushshilat/41:53), (Santoso, 1992: 13; Bdk. al-Attas, 1989: 9-13).

9
BAB III
PENUTUP L

3.1 Kesimpulanl

Jadi, Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam
L l l l

pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara


l l l l l l l l

radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia.Pokok kajian epistemologi akan
l l l l l

sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri.
l l l l l l l l l

Kajian epistimologi ini bersumber dari beberapa hal yaitu: presepsi, ingatan, akal, intuisi dan
l l l l l l l

otoritas. Serta penyebab timbulnya epistemologi adalah pengalaman, dan pengamatan dari
l l l l l l l

manusia itu sendiri. l

3.2 Kritik dan Saran


Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya dari yang
l l l l

seharusnya. Terlebih dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari
l l l l l l

pembaca dalam kritik dan saran guna perbaikan penyusunan selanjutnya


l l l l

10
DAFTAR PUSTAKA

Susanto A. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dime nsi Ontologis, Epistemologis, dan
l L l

Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara


Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat-Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Salam,
l l

Burhanuddin. 2009. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.


l

Lubis, A.Y. 2015 Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada
l l l

Dr. Sudarno Shobron, M.Ag., Dr. Mutohharun Jinah, M.Ag., Ahmad Mardalis, S.E ., MBA., L

Dr. Agung Riyardi, M.Si., Drs. Atwal Arifin, S.E., M.Si. 2018. Islam dan Iptek. Surakarta
L l

Hikmah, H., Muslimah, M., & Sardimi, S. (2021). E pistemologi Ilmu dalam Perspektif Islam.
L l l l

Akademika, 15(2).: Lembaga Pengembangan Pondok, Al-Islam dan Kemuhammadiyahan


l l l l l

(LPPIK).

11

Anda mungkin juga menyukai