Anda di halaman 1dari 20

METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PROPOSAL PENELITIAN

PENCEGAHAN TB PARU PADA KELUARGA YANG


MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA TERINFEKSI TB PARU

INDAH MARLINA MULTAZAM


C011211072

Pembimbing:
dr. St. Wahyuni, Ph.D

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
2022
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Usulan penelitian ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Indah Marlina Multazam


NIM : C011211072
Tanggal : 25 November 2022
Tanda Tangan :

Tulisan ini sudah di cek (beri tanda √)


No Rincian yang harus di’cek’ √
1 Menggunakan Bahasa Indonesia sesuai Ejaan Yang Disempurnakan
2 Semua bahasa yang bukan Bahasa Indonesia sudah dimiringkan
3 Gambar yang digunakan berhubungan dengan teks dan referensi disertakan
4 Kalimat yang diambil sudah di paraphrasa sehingga strukturnya berbeda dari
kalimat asalnya
5 Referensi telah ditulis dengan benar
6 Referensi yang digunakan adalah yang dipublikasi dalam 10 tahun terakhir
7 Sumber referensi 70% berasal dari jurnal
8 Kalimat tanpa tanda kutipan merupakan kalimat saya
1

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
TB (TB) Paru merupakan penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah yang menyerang
jaringan paru atau parenkim paru oleh basil Mycobacterium tuberculosis. TB menyebar
melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan
butiran ludah mereka melalui udara .TB paru merupakan penyakit yang sangat cepat
ditularkan. Salah satu penularan TB paru adalah melalui percikan dahak (droplet nuclei) pada
saat pasien batuk atau bersin terutama pada orang terdekat pasien, yaitu keluarga yang tinggal
serumah dengan pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2009)
Data oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kasus TB Paru yang dikisarkan 6.3 juta kasus yang sebelumnya terdapat 6.1 juta kasus pada
tahun 2015. Angka ini setara dengan 61% dari perkiraan kasus baru yang berkisar 10.4 juta
kasus TB Paru pada 2015, 56% terdapat di negara seperti Indonesia, India China, Phillipina,
dan Pakistan (World Health Organization, 2017). Tingginya insidensi dan mortalitas oleh
penyakit ini, menunjukkan bahwa diperlukannya pemahaman yang baik terhadap pencegahan
penularan TB.
TB Paru adalah salah satu penyakit menular yang terus mengalami peningkatan di tiap
tahun. Setidaknya ditemukan lebih dari 9 juta penderita TB di tiap tahun dimana 1 juta
diantaranya adalah anak-anak. Lebih dari 3 juta penderita tidak dapat diketahui penyebabnya
yang berakibat pada meningkatnya penularan TB di lingkungan keluarga maupun
masyarakat. Penularan TB dalam keluarga disebabkan oleh kontak serumah dengan pasien.
Sumber penularan utama yang biasanya terjadi di rumah tangga paling umum disebabkan
oleh kontak dengan anggota keluarga dewasa yang mengidap TB. Sebuah studi menyatakan
bahwa dari 174 kontak rumah tangga, persentase kasus TB yang terdeteksi melalui kontak
rumah tangga adalah 13,8%. Terdapat 12,2% kasus TB positif yang ditemukan dengan usia
>15 tahun dan sebanyak 16,9% yang berusia dibawah 15 tahun memiliki tanda tanda klinis
dan gejala TB. Keluarga adalah popupaling rentan untuk tertularnya penyakit TB sehingga
perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi penularan. (Mcintosh AI, 2017)
Beban ekonomi TB di Indonesia sangat tinggi. Proses deteksi dan penanganan yang
lebih dini akan menghasilkan tidak hanya pengurangan besar dalam penderitaan tetapi juga
penghematan ekonomi bagi masyarakat. Beban ekonomi sebagian besar dipengaruhi oleh
kematian prematur, penurunan produktivitas karena kesakitan, serta biaya medis dan non
medis yang harus dikeluarkan oleh keluarga. Total beban ekonomi TB di Indonesia mencapai
6.9 Milyar USD atau 99 Triliyun Rupiah (Collins D et al, 2017)
Upaya keluarga yang optimal dalam merawat pasien TB Paru dapat menurunkan
kejadian kasus TB paru. Upaya pencegahan transmisi TB Paru yang kurang baik akan
menjadikan dampak risiko lebih besar terjadi peningkatan kasus TB paru dan pasien
berpotensi sebagai sumber penularan yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu sangat
penting suatu keluarga dengan TB paru untuk memiliki pengetahuan dalam perilaku
pencegahan sehingga tidak menularkannya kepada orang lain. Tujuan penulisan proposal ini

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
2

adalah untuk mengetahui bentuk bentuk pencegahan yang telah dilakukan keluarga dalam
memutuskan rantai infeksi penularan TB karena kontak serumah dengan penderita TB.

1.2. Pertanyaan Penelitian


Bagaimanakah upaya pencegahan penularan TB Paru yang dilakukan keluarga jika terdapat
anggota keluarga yang terinfeksi TB Paru?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya perilaku pencegahan dan aturan yang
diberlakukan di rumah tangga untuk mencegah transmisi Mycobacterium Tuberculosis

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian terkait
pencegahan infeksi TB dalam rumah tangga yang akan dilakukan selanjutnya.

1.4.2 Manfaat praktis


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan keluarga dalam menghindari infeksi TB pada rumah tangga penderita
TB Paru

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
3

2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transmisi TB Paru

Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet infection). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada di udara dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Depkes
RI, 2011). Aditama (2006) menjelaskan bahwa penularan TB dapat terjadi jika seseorang
penderita TB paru berbicara, meludah, batuk, atau bersin, maka kuman kuman TB yang
berada dalam paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang (suspended
particulate matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil TB paru tersebut dapat terhirup
oleh orang lain yang berada di sekitar penderita. Dalam waktu 1 tahun seorang penderita TB
paru dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang di sekitarnya. Apabila sudah
terkontaminasi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis (TB), seseorang akan sangat
berisiko dimana sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Riwayat alamiah
pasien TB yang tidak diobati setelah 5 tahun diantaranya 50% akan meninggal, 25% akan
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang tetap
menular (Depkes RI, 2011).
Setiap satu BTA positif dapat menular pada 10-15 orang lainnya. Hasil studi lainnya
melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko
dibandingkan dengan kontak biasa (tidak serumah). Seseorang penderita dengan BTA (+)
yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita
dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan. (Widoyono, 2008).

2.2 Cara Penularan TB Paru


Menurut (Agustina & Wahjuni, n.d.), cara penularan penyakit TB Paru adalah :

1. Melalui batuk langsung


Penyakit TB Paru dapat menular secara langsung akibat batuk yang dialami
pasien penderita TB Paru, saat pasien batuk terjadi penyebaran kuman dan dapat
terhisap oleh orang yang sehat sehingga terjadi penularan penyakit terutama pada
anggota keluarga yang tinggal serumah.

2. Melalui makanan
Makanan dapat menyebabkan penularan penyakit TB Paru. Sisa makanan yang
dimakan penderita TB Paru bila dimakan oleh keluarga yang sehat dapat
menyebabkan penularan ke anggota keluarga lain.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
4

3. Melalui pemakaian barang bersama


Pemakaian barang-barang bersama dengan penderita TB Paru terutama alat
makan dapat menyebabkan penularan penyakit TB Paru, karena bakteri bisa saja
menempel pada barang bekas dipakai penderita TB Paru

4. Melalui dahak penderita TB Paru


Pemakaian barang-barang bersama dengan penderita TB Paru terutama alat
makan dapat menyebabkan penularan penyakit TB Paru, karena bakteri bisa saja
menempel pada barang bekas dipakai penderita TB Paru

2.3 Pencegahan Penularan TB Paru


Menurut (Agustina & Wahjuni, n.d.),pencegahan penularan TB Paru meliputi :

1. Memisahkan makanan dengan penderita TB Paru


Memisahkan makanan adalah salah satu upaya untuk mencegah penularan
penyakit TB Paru ke anggota keluarga lainnya. Makanan bekas yang dimakan
penderita TB Paru dapat menyebabkan terjadi penularan penyakit TB Paru.

2. Memisahkan alat makan yang dipakai penderita TB Paru


Alat makan yang dipakai penderita TB Paru seperti sendok, piring, dan gelas
perlu dipisahkan karena kuman tuberculosis dapat tertinggal di peralatan makan yang
digunakan oleh penderita TB Paru.

3. Menjauhkan anggota keluarga lain dari penderita TB Paru saat batuk


Menjauhkan saat penderita TB Paru batuk dilakukan agar kuman yang keluar saat
penderita batuk tidak terhisap oleh anggota keluarga yang sehat sehingga penularan
dapat dicegah.

4. Menghindari penularan melalui dahak pasien penderita TB Paru


Kuman TB Paru bertahan 1-2 jam pada udara bebas sehingga bila dahak
penderita TB Paru yang dibuang sembarangan dapat menyebarkan kuman
tuberculosis, untuk menghindarinya pasien penderita TB Paru hendaknya tidak
membuang dahak sembarangan.

5. Membuka jendela rumah


Membuka jendela rumah perlu dilakukan untuk membunuh kuman TB Paru.
Kuman tuberculosis tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu lama di bawah sinar matahari, dan sinar ultraviolet.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
5

6. Mengingatkan pasien penderita TB Paru untuk menutup mulut saat batuk


Pentingnya mengingatkan pasien penderita TB Paru untuk menutup mulut agar
saat batuk kuman tuberculosis tidak menyebar ke udara dan menyebabkan penularan
TB Paru. Mengajari etika batuk yang benar pada penderita TB Paru dengan
memalingkan kepala dan menutup mulut dan hidung dengan tissue atau dengan
tangan atau pangkal lengan bagian dalam. Sesudah batuk, tangan dibersihkan dan
buang tissue pada tempat sampah yang khusus disediakan.

7. Tempat khusus membuang dahak saat batuk yang disediakan untuk pasien TB
Paru
Tempat khusus untuk dahak pasien penderita TB Paru perlu disediakan agar
kuman tuberculosis yang terkandung dalam dahak tidak tersebar dan mengakibatkan
penularan ke anggota keluarga yang sehat. Tempat dahak dicuci setiap hari dan selalu
tertutup.

8. Menjemur kasur pasien TB Paru


Menjemur kasur pasien penderita TB Paru perlu dilakukan minimal 1 minggu
sekali untuk membunuh kuman TB Paru yang mungkin tertinggal pada kasur. Selain
itu, tingkat awal pencegahan penularan penyakit TB Paru dapat dilakukan dengan
melakukan sterilisasi dahak, sprei, sarung bantal, dan sebagainya. Sterilisasi ini
dilakukan dengan penyinaran langsung di bawah sinar matahari.

9. Mendampingi penderita TB Paru untuk minum obat rutin


Hubungan peran PMO (Pengawasan menelan obat) keluarga dengan penderita
TB Paru sangatlah penting, karena peran PMO keluarga akan mempengaruhi perilaku
pasien TB Paru dalam kepatuhan minum obat dan mendukung keberhasilan
pengobatan pasien.

10. Pencegahan Penularan Melalui Peningkatan Nutrisi


Penyakit TB sebagai penyakit yang memberikan sumbangsih kematian kedua di
dunia memiliki situasi rumit yang memperburuk penyebarannya. Kondisi kekurangan
nutrisi mampu meningkatkan angka mortalitas pasien TB. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan nutrisi dalam pemulihan sel sel baru yang memiliki peran dalam proses
pembersihan dahak lebih cepat. Selain itu, nutrisi yang baik berbanding lurus dengan
penambahan berat badan yang terbukti mampu mengurangi kejadian penularan TB .
Status gizi yang buruk lebih umum ditemukan pada pasien TB aktif daripada yang
tidak menderita TB. Kondisi nutrisi memberikan dampak yang berarti bagi
perkembangan penderita. Gejala penderita yang tidak memiliki nafsu makan semakin
memperberat ketahanan tubuh penderita. Oleh karena itu, penting untuk memberikan
pasien TB makanan yang bervariasi dan sehat agar mengurangi resiko penularan bagi
anggota keluarga yang lain.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
6

2.5 Ringkasan studi sebelumnya tentang Upaya Pencegahan Tuberkulosis Paru pada
rumah tangga yang memiliki anggota keluarga yang terinfeksi Tuberkulosis Paru

Desain/
Tempat/Pe Subjek
Tujuan Definisi Luaran Hasil
neliti dan (jumlah)
tahun

Case wilayah Mengetahui - Upaya yang dilakukan


control/Pag kerja cara keluarga adalah dengan
alaram/Adji Puskesmas pencegahan membuka jendela rumah
Azizie, Sidorejo penularan TB setiap hari, menjemur kasur
2010 Pagaralam Paru dan yang dipakai penderita TB
tindakan yang Paru secara rutin,
dilakukan mengingatkan pasien
keluarga untuk penderita TB Paru untuk
mencegah menutup mulut saat batuk,
penularan menyiapkan tempat khusus
untuk pasien penderita TB
Paru membuang dahak dan
melakukan imunisasi pada
balita di rumah.

Case Masyarakat Mengetahui Faktor risiko kejadian Faktor resiko yang paling
control/ penderita hubungan TB Paru dominan adalah interaksi
Kabupaten TB Paru umur, jenis Jika ada sumber kontak perilaku merokok dan
Rejang Kabupaten kelamin, (OR=2,263) penghuni rumah yang
Lebong/ Rejang kebiasaan Luas ventilasi rumah padat. Probabilitas
Demsa Lebong merokok, kurang dari 10% luas seseorang mengalami TB
Simbolon/2 sumber lantai (OR=4,907) paru dengan faktor risiko
007 penular, lama Tidak ada cahaya adalah 98%.
kontak, matahari masuk ke
keeratan rumah (OR=5,008)
kontak, status Interaksi antara perilaku
pengobatan, merokok dengan
luas ventilasi, penghuni rumah padat
cahaya serta keeratan kontak
matahari, dan (OR=14,576,).
kepadatan
hunian

Case Penduduk Menganalisis Hubungan kejadian TB Kejadian TB Paru


control/ Salubarana Faktor Risiko Paru dengan berhubungan dengan umur ,

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
7

Palembang, 900 orang Kejadian Tb  umur (OR=0,30) pendidikan terakhir , luas


Indonesia/ umur 0-15 Paru di  pendidikan ventilasi , kepadatan hunian
Surakhmi tahun Wilayah Kerja terakhir , kontak penderita TB ,
Oktavia, Puskesmas (OR=3,9) status gizi
Rini Kertapati  jenis lantai
Mutahar, Palembang (OR=16,7)
Suci  luas ventilasi
Destriatania (OR=27)
, 2016  kepadatan
hunian
(OR=4,3)
kontak penderita
TB (OR=4,7)
 status gizi
(OR=16,7)

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
8

3. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL

3.1. Kerangka teori

Kuman
Mycobacterium TB Paru
Tuberculosis

1. Usia Upaya pencegahan keluarga :


2. Jenis Kelamin -Menyediakan tempat khusus
3. Status Gizi membuang dahak
4. Kepadatan Hunian
- Megingatkan penderita etika batuk
5. Kebiasaan merokok
- Memisahkan alat makan dan minum
6. Ventilasi
7. Pencahayaan
- Memenuhi kebutuhan nutrisi Pasien
8. Suhu - Membuka jendela ruangan Pasien
- Menjemur bantal dan kasur pasien

Penularan
Tuberkulosis Paru

3.2. Kerangka konsep

Menyediakan tempat khusus membuang


dahak
Upaya pencegahan - Megingatkan penderita etika batuk
Tuberkulosis Paru - Memisahkan alat makan dan minum
pada keluarga
- Memenuhi kebutuhan nutrisi Pasien
- Membuka jendela ruangan Pasien
- Menjemur bantal dan kasur pasien

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
9

3.3 Variabel
Variabel yang berperan dalam kejadian penyakit TB Paru adalah faktor karakteristik individu
dan faktor karakteristik lingkungan :

1. Faktor Karakteristik Individu

a. Umur
Umur adalah masa sejak kelahiran hingga ulang tahun terakhir. Variabel umur
berperan dalam kejadian penyakit TB paru. Risiko untuk mendapatkan TB paru dapat
dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun
karena diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tahan terhadap TB paru dengan baik.
Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok
menjelang usia tua (Damayati et.al, 2018).
Menurut Kemenkes RI (2011) menyatakan bahwa 75% pasien TB adalah kelompok
usia produktif secara ekonomis (15-50) tahun. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
seseorang yang sedang berada pada usia produktif cenderung memiliki aktivitas yang
tinggi dan berhubungan dengan banyak orang (sekolah atau bekerja). Bertemu dengan
banyak orang dapat memudahkan seseorang tertular penyakit termasuk TB Paru.

b. Kepadatan Hunian
Rumah sehat adalah Rumah yang memenuhi standar kebutuhan penghuninya baik
dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan. Kejadian penyakit TB paru dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti lingkungan perumahan terdiri dari
lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Kondisi lingkungan rumah memiliki hubungan
yang sangat erat kaitannya dalam hal penularan penyakit TB, karena kuman TB memiliki
daya tahan hidup yang sangat kuat dan bertahun-tahun. Salah satu kondisi rumah yang
dapat memungkinkan terjadinya perkembangbiakan dan penularan penyakit TB yaitu
kepadatan hunian. Jika terjadi overload hal itu tidak sehat karena disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi seperti TB paru, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain
(Notoatmodjo, 2003). Kepadatan hunian kamar secara statistik berhubungan bermakna
dengan kejadian penyakit TB Paru. Orang yang tinggal dalam rumah dengan kepadatan
hunian kamar tidur yang tinggi berisiko 2 kali lebih besar untuk menderita penyakit TB
paru daripada orang yang tinggal dalam rumah dengan kepadatan hunian kamar tidur
rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa orang yang tinggal di
rumah dengan penghuni yang padat berisiko 4 kali lebih besar untuk menderita penyakit
TB paru daripada orang yang tinggal dengan kepadatan hunian dengan kepadatan yang
tinggi (Dahlan, 2001).

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
10

c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan ciri fisik
biologi sejak lahir. Menurut Damayanti et.al (2018) mengatakan bahwa salah satu
penyebab perbedaan frekuensi penyakit TB paru antara laki-laki dan perempuan adalah
perbedaan kebiasaan hidup. Perbedaan kebiasaan hidup yang dimungkinkan adalah
merokok dan minum alkohol. Dimana laki-laki lebih banyak yang merokok dan minum
alkohol dibandingkan dengan perempuan, merokok dan alkoho, sehingga seseorang yang
berjenis kelamin laki-laki lebih mudah terkena penyakit TB paru karena imunitas
tubuhnya menurun.

d. Status Gizi (IMT)


Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menentukan fungsi seluruh sistem
tubuh ter-masuk sistem imun. Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi
tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh `mikroorganisme. Bila
daya tahan tubuh sedang rendah, kuman TB paru akan mudah masuk ke dalam tubuh.
Kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak. Tetapi, orang
yang terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita TB paru. Hal ini bergantung pada
daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus
tertidur di dalam tubuh (dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakit namun apabila
daya tahan tubuh lemah maka kuman TB akan berkembang menjadi penyakit. Penyakit
TB paru lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem
imun yang lemah sehingga memudahkan kuman TB masuk dan berkembang biak
(Damayanti et.al, 2018).
Status gizi kurang meningkatkan risiko 16,7 kali terkena TB paru dibandingkan
responden dengan status gizi normal/berlebih. Orang dengan status gizi kurang
meningkatkan risiko 4,95 kali hingga 56,39 kali terkena TB paru dibandingan responden
dengan status gizi normal/berlebih (Oktavia et,al, 2016). Penurunan gizi atau kurang gizi
akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah dan sangat rentan terhadap penyakit
sehingga reaksi imunitas terhadap penyakit infeksi menurun (Depkes RI, 2011).

e. Kebiasaan Merokok
Riwayat merokok mempengaruhi kejadian TB paru. Responden yang merokok dapat
meningkatkan risiko terjadinya TB Paru sebesar 11,7 kali dibandingkan responden yang
tidak merokok (Prihanti et.al, 2012). Merokok bukan penyebab langsung terjadinya TB
Paru. Secara mekanisme, merokok dapat meruntuhkan rambut-rambut getar yang ada di
saluran pernapasan, sehingga menyebabkan seseorang mudah terinfeksi penyakit
termasuk TB paru.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
11

2. Faktor Karakteristik Lingkungan

a. Ventilasi
Ventilasi kamar secara statistik berhubungan bermakna dengan kejadian penyakit TB
paru BTA(+). Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tetap segar. Kurangnya ventilasi udara akan menyebabkan kelembaban udara di dalam
ruangan naik karena rendahnya cahaya matahari yang masuk dan terjadinya proses
penguapan cairan dari penyerapan kulit, karena sinr matahari yang masuk ke dalam
rumah sedikit. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk perkembangan
Mycobacterium Tuberculosis. Jumlah dan kualitas ventilasi yang tidak memenuhi syarat
kesehatan akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya
konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. (Ikeu N, 2007).

b. Pencahayaan
Cahaya matahari sangat penting karena dapat membunuh baksil tuberculosis paru
sehingga tanpa sinar matahari langsung di dalam ruangan rumah dan kamar tidur akan
menyebabkan kuman TB paru tetap hidup dan meningkatkan risiko penyakit TBpparu.
Kuman tuberculosis paru akan cepat mati karena sangat rentan terhadap sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Sinar
ultraviolet matahari sangat penting untuk penerangan dan pencegahan TB paru karena dapat
membunuh kuman TB paru (Versitaria dan Kusnoputranto, 2011).
Sinar matahari yang masuk ke kamar secara statistik berhubungan bermakna dengan
kejadian penyakit tuberculosis paru. Orang yang tidur dalam kamar yang tidak mendapat
sinar matahari secara langsung berisiko 2 kali lebih besar untuk menderita penyakit TBsparu
daripada orang dengan kamar tidur yang mendapat masuk sinar matahari secara langsung.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077 tahun 2011 menyebutkan bahwa pencahayaan
yang memenuhi syarat adalah ≥ 60 lux dan tidak menyilaukan (Permenkes RI No. 1077,
2011)
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara dalam ruangan adalah untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% Rh. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077
tahun 2011 menyebutkan bahwa kelembaban yang memenuhi syarat adalah berkisar antara
40% - 60% (Permenkes RI No. 1077, 2011). Indikator kelembaban udara dalam rumah sangat
erat dengan kondisi ventilasi. Ventilasi pada rumah memiliki fungsi untuk menjaga agar
ruangan rumah selalu dalam kelembaban yang optimum. Ventilasi yang tidak mencukupi
akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan
dan penyerapan cairan dari kulit. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang
baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman TB
(Notoatmodjo, 2007).

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
12

Notoatmodjo. (2007). Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

d. Suhu
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu.
Suhu dihitung dalam ruangan tempat responden sering menghabiskan waktunya. Suhu rumah
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh
akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui proses evaporasi.
Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi
untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran nafas oleh agen yang menular. (Damayanti et
al, 2018). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077 tahun 2011 suhu rumah yang
memenuhi syarat adalah berkisar antara 180 – 300C (Permenkes RI No. 1077, 2011)

3.4. Defenisi operasional dan kriteria objektif variabel

Variabel Definisi operasional Kriteria objektif Skala


Tuberkulosis Penyakit yang disebabkan oleh Terinfeksi TB Paru jika Nominal
paru Bakteri Tahan Asam (BTA) hasil TCM/Pewarnaan
Mycobacterium tuberculosis Sputum BTA (+)
Tidak Terinfeksi TB Paru
jika hasil TCM/Pewarnaan
Sputum BTA (-)

Perilaku Kemampuan keluarga Keluarga melakukan Nominal


keluarga melakukan perilaku pencegahan perilaku pencegahan TB
dalam tuberkulosis
pencegahan -Meyediakan tempat khusus 0 = 1 pencegahan
Tuberkulosis membuang dahak dilakukan
Paru - Megingatkan penderita TB 1 = 2-3 pencegahan
dilakukan
Paru etika batuk
2 = >3 pencegahan
- Memisahkan alat makan dan dilakukan
minum TB Paru
- Memenuhi kebutuhan nutrisi
Pasien TB Paru
- Membuka jendela ruangan
Pasien TB Paru
- Menjemur bantal dan kasur
pasien TB Paru
- Memberikan motivasi kepada
pasien TB Paru

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
13

Kepadatan Perbandingan luas lantai kamar 0. Tidak ordinal


hunian dengan jumlah penghuni memenuhi, syarat,
jika
kamar.
<8m2 dan lebih dari 2
orang
1. Memenuhi, syarat,
jika
≥8m2 dan tidak lebih
dari 2 orang

Luas Perbandingan antara luas lubang 0. Tidak ordinal


ventilasi angin yang dapat masuk ke 1. Memenuhi Syarat, jika
dalam rumah dengan luas lantai, < 10% luas lantai
diukur pada tempat dimana 1. Memenuhi
penghuni menghabiskan syarat, jika ≥ 10%
sebagian besar waktunya di
rumah.
Pencahayaan Pencahayaan alami diperoleh 0. Tidak memenuhi ordinal
dari sinar matahari yang masuk syarat,
dari ventilasi rumah, di ukur 1. jika < 60 lux 1.
pada tempat dimana penghuni Memenuhi syarat,
menghabiskan sebagian besar jika ≥60 lux
waktunya di rumah.
Status gizi Keadaan status gizi responden 0. Buruk, jika IMT < ordinal
(IMT) dari berat badan (kg) per tinggi 18,5
badan (m2 1. Baik,jika IMT
≥ 18,5

Pendidikan Pendidikan formal terkahir yang 1. Laki-laki Nominal


pernah ditempuh responden 2. Perempuan

Pekerjaan Pekerjaan yang 1.Bekerja nominal


dilakukan responden 2.Tidak Bekerja
sehari-hari sebagai mata
pencaharian utama.

Umur Lama hidup sejak dilahirkan 0. Produktif (15- 50 tahun) ordinal


sesuai dengan kartu identitas 1. Non Produktif (>50
(tahun) atau pernyataan orang tahun)
tua

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
14

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Desain penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif observasional.

4.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanaan di Rumah Pasien Tuberkulosis yang bertempat di Kelurahan


Tamalanrea. Penelitian dilakukan sejak pengambilan sampel data pada periode September
hingga Desember 2022
4.3. Populasi dan sampel penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, sampel yang digunakan keluarga
yang mempunyai anggota keluarga yang terinfeksi tuberkulosis di Kelurahan Tamalanrea
Makassar yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

4.4. Kriteria inklusi dan eksklusi


4.4.1 Kriteria Inklusi

a. Keluarga dengan salah satu anggota keluarganya menderita TB paru BTA+ (15-60
tahun)
b. Keluarga yang bersedia menjadi responden

4.4.2 Kriteria Inklusi

a. Keluarga yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap


b. Tidak dapat dikunjungi atau tidak berada ditempat pada saat dilakukan penelitian.

4.5. Sampel Penelitian


Sampel penelitian merupakan penderita TB paru dengan BTA (+) yang datang berobat 1-3 bulan di
puskesmas.

4.6. Cara pengukuran variabel


Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan peneliti untuk mempermudah proses penelitian.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat atau instrumen berupa pedoman wawancara dalam
bentuk kuesioner.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
15

4.7. Etika penelitian


a. Mengajukan surat perizinan kepada pihak keluarga pasien Tuberkulosis Paru untuk
dilakukannya penelitian.
b. Mencantumkan pertanyaan terkait kesiapan mengikuti penelitian (informed consent)
terhadap responden penelitian dalam kuesioner. Subjek berhak menolak untuk menjadi
partisipan dalam penelitian ini.
c. Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan rekam medik dan seluruh informasi dari
subjek yang didapat pada penelitian ini.

4.8. Rencana analisis data


Analisis univariat dilakukan pada masing-masing variabel yang akan diteliti dengan tujuan
untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi subyek penelitian dan distribusi proporsi
kasus dan kontrol menurut masing-masing variabel independen yang diteliti, yaitu kepadatan
hunian dan variabel perancu, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan
merokok, status gizi (IMT), luas ventilasi, pencahayaan, suhu, dan kelembaban. Analisis
univariat dapat digunakan untuk menganalisis data numerik dan kategorik dengan bantuan
software komputer statistik. Setelah dilakukan pengumpulan data, data yang ada harus diolah
terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang valid. Data diolah dengan bantuan software
komputer statistik. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut:
1. Editing
Editing dimaksudkan untuk melakukan pengecekan ulang terhadap kelengkapan,
kesinambungan, serta konsistensi isian kuesioner. Tujuannya adalah untuk
mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam pertanyaan yang sudah di isi
oleh responden.
2. Coding
Pada tahapan ini dilakukan pengkodean data untuk memudahkan pengentry-an serta
analisis data.
3. Entry dan Processing
Pada tahap ini yaitu memasukkan data yang telah di-coding ke dalam program
komputer statistik untuk selanjutnya dianalisis.

4.9. Alur penelitian

Persiapan Sampel

Pencarian Sampel

Informed Consent

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
16

Pengisian Kuesioner oleh Sampel

Pengolahan Data

Analisis Data dan Pembahasan

Laporan Penyusunan Akhir

4.10. Perkiraan biaya

No Jenis Nama Barang Kuantitas Harga Satuan Total biaya


1. Kertas HVS 1 Rim Rp. 200 55.000
2. Tinta Print 2 Buah Rp. 30.000 60.000
3. Kuota Internet 4 Bulan Rp. 110.000 440.000
4. Bahan Bakar Kendaraan 15 Liter Rp. 10.000 120.000
5. Pembayaran Ethical 1 unit Rp. 50.000 50.000
Clearance
Total 725000

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
17

DAFTAR PUSTAKA

Aditama. (2006). Pengobatan Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. FKUI:


Jakarta.
Collins D, Hafidz F, Mustikawati D. The economic burden of tuberculosis in Indonesia. Int J
Tuberc Lung Dis [Internet]. 2017;21(9):1041–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.5588/ijtld.16.0898
Depkes RI. (2011). Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Dahlan A. Faktor-faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian penyakit TB
paru BTA (+) (studi kasus kontrol) di Kota Jambi tahun 2000-2001 [tesis]. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Damayati, D. S., Susilawaty, A., & Maqfirah. (2018). Risiko Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep. Higiene, 4, 121–
129.Danusantoso, Halim. (2012). Buku Saku Ilmu Penyakit paru, Ed 2. Jakarta: EGC
Ikeu, N. (2007). Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB
pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Bandung: UNPAD.
Ilmu Kesehatan Masyarakat, J. (n.d.). Upaya Keluarga Dalam Pencegahan
Tuberkulosis (TB) Paru Ke Anggota Keluarga Lain Tahun 2010 PREVENTION OF
TRANSMISSION EFFORTS TUBERCULOSIS (TB) PULMONARY IN THE
OTHER FAMILY MEMBERS IN WORKING AREA OF SIDOREJO HEALTH
CENTER PAGARALAM YEAR 2010.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) Permenkes RI No. 1077, 2011
Kemenkes RI. (2012). Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia
Tahun 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Mcintosh AI, Doros G, Jones-lópez EC, Gaeddert M, Jenkins HE, Marques-rodrigues P, et al.
Extensions to Bayesian generalized linear mixed effects models for household tuberculosis
transmission. Stat Med. 2017;(March):1–11.
Notoatmodjo. (2007). Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Oktavia, S., Mutahar, R., & Destriatani, S. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian TB Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7 (2),
124–138.
Puma D V, Perez-Quılez O, Roure S, Martınez-Cuevas O, Bocanegra C, Feijoo-Cid M, et al.
Risk of Active Tuberculosis among Index Case of Householders — A Long-Term
Assessment after the Conventional Contacts Study. Public Health Nurs. 2016;34(2):112–7.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D
18

Prihanti, G. S., . S., & Rahmawati, I. (2018). Analisis Faktor Risiko Kejadian TB Paru.
Saintika Medika, 11(2), 127. https://doi.org/10.22219/sm.v11i2.4207
Versitaria, H. U., & Kusnoputranto, H. (2011). TB Paru di Palembang , Sumatera Selatan
Pulmonary Tuberculosis in Palembang , South Sumatera. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol., 5 No. 5, A.
Widoyono. (2008). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Penerbit : Erlangga.
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pencegahan TB Paru Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi TB Paru Indah Marlina Multazam
dr. St. Wahyuni, Ph.D

Anda mungkin juga menyukai