Anda di halaman 1dari 8

PENGELOLAAN KEHAMILAN EKTOPIK

DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/7

Ditetapkan
Standar Direktur Utama,
Tanggal Terbit
Pelayanan
Medik

Filosofi Menyediakan metode yang efektif dan aman dalam mengelola kehamilan ektopik
Tujuan Memberikan pedoman tatalaksana terkini yang optimal mengenai kehamilan ektopik
Prinsip Mengetahui kegawatdaruratan kehamilan ektopik terganggu dan penatalaksanaan yang
cepat dan tepat.
Pernyataan 1. SPM ini dikembangkan untuk memastikan bahwa ibu yang mengalami kehamilan
Standar ektopik, baik yang terganggu maupun tidak, mendapatkan pilihan penatalaksanaan
yang terbaik berbasis bukti terbaik yang ada dan terintegrasi dengan saran dari
pasien beserta keluarga serta pandangan ahli.
2. SPM ini juga untuk menjaga konsistensi dalam penatalaksanaan kasus kehamilan
ektopik dan memberikan rekomendasi serta dasar informasi pada proses
penatalaksanaan.
3. Rekomendasi dari SPM ini berbasis bukti terbaik yang bisa didapatkan saat
penelusuran bukti, dan seharusnya pembaca tetap terbuka untuk kemungkinan
didapatkannya bukti terbaru.
Isi Standar
Dilakukan penelusuran pada Cochrane Library (termasuk the Database of Systematic
Reviews, DARE and the trials registry) and Medline dengan menggunakan kombinasi
Strategi istilah dan kata kunci MeSH terms. Kata kunci yang digunakan termasuk ‘ectopic
penelusuran bukti pregnancy’,‘tubal pregnancy’,
‘laparoscopy’,‘laparoscopic’,‘salpingectomy’,‘salpingotomy’,‘methotrexate’,‘persistent
trophoblast’ and ‘beta human chorionic gonadotrophin (βhCG).
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi
Definisi
dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri
1.Kehamilan ektopik yang belum terganggu
Terdapat gejala kehamilan muda atau abortus iminens

2. Kehamilan ektopik yang terganggu


Indikasi Selain gejala kehamilan muda dan abortus imminens, juga ditemui
kondisi gawat darurat dan abdominal akut (anemis, kesadaran
menurun, syok hipovolemik, perut kembung, nyeri perut, nyeri
goyang portio)

 Abortus biasa
 Salpingitis akut
 Apendisitis akut
 Ruptur korpus luteum
Diagnosis banding  Torsi kista ovarium
 Mioma sub mukosa yang terpelintir
 Retrofleksi uteri gravida inkarserata
 Ruptur pembuluh darah mesenterium

a. Faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

b. Faktor penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Etiologi c. Faktor kerusakan dari saluran tuba

d. Faktor uterus

e. Faktor ovum
a) Kehamilan Tuba
sebagian besar kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu.

- Kehamilan Intramuralis (Intertisial)


Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4
bulan atau lebih, kadang kala sampai aterm.

- Kehamilan Isthmus
Dinding tuba disini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3
bulan sudah pecah.

- Kehamilan ampula dan fimbria


Dapat terjadi abortus atau rupture pada kehamilan 1-2 bulan

b) Combined ectopic pregnancy


Klasifikasi tempat-tempat
kehamilan ektopik c) Kehamilan Ovarial
Diagnosisnya ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari Spiegelberg
yaitu:
1) Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3) Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
4) Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin

d) Kehamilan Abdominal

e) Kehamilan Servikal

f) Kehamilan Heterotopik
1) Anamnesis : terjadi amenorea
2) Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut seperti di iris-iris
dengan pisau bahkan sampai pingsan
3) Tanda-tanda akut abdomen : nyeri tekan hebat, mual, mutah, tensi
rendah, nadi kecil dan halus, anemi
4) Nyeri bahu : karena perangsangan diafragma
5) Tanda cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan
lebam
Diagnosa dan gejala klinik 6) Pemeriksaan ginekologik : nyeri ayun porsio dan nyeri tekan pada
kavum Dauglasi, teraba masa pelvis
7) Pervaginam keluar desidual cast
8) Palpasi perut dan perkusi : ada tanda-tanda perdarahan abdominal
9) Pemeriksaan laboratorium : Hb seri di periksa setiap 1 jam, adanya
lekositosis
10) Kuldosentesis (Douglass Pungsi) :
11) Dengan cara diagnostik laparoskopi
12) Dengan cara ultrasonografi

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal,


antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih
Penatalaksanaan
dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu
penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan bedah.

Penatalaksanaan ekspektasi merupakan pilihan bagi wanita


dengan gejala klinis yang minimal dan stabil serta
C
kehamilan yang belum diketahui lokasinya.

Penatalaksanaan ekspektasi juga merupakan pilihan bagi


wanita dengan gejala klinis satbil dan asimtomatik dengan
diagnosis USG kehamilan ektopik dan penurunan kadar C
hCG serum, yang pada awalnya kurang dari 1000 IU/L
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat
merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi.
Penatalaksanaan medis harus ditawarkan pada wanita B
dengan kondisi yang sesuai, dan unit yang terkait harus
memiliki protokol terapi dan follow up yang baik untuk
penggunaan MTX dalam penatalaksanaan kehamilan
ektopik.
Jika diterapkan penatalaksanaan medis, maka seorang
wanita harus diberikan informasi yang jelas (lebih baik
tertulis) mengenai kemungkinan perlunya terapi lebih lanjut
dan efek samping selama pengobatan. Wanita tersebut juga B
harus dapat kembali untuk menjalani pemeriksaan dengan
mudah kapan pun selama masa follow up.

Wanita yang paling sesuai untuk mendapat terapi


metotrexat adalah yang memiliki kadar hCG serum di
B
bawah 3000 IU/L, dan gejala yang minimal.

Penatalaksanaan medis rawat jalan dengan metotrexat dosis


A
tunggal dapat mengurangi biaya pengobatan.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis
multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2
(intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah
sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari
ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel, leukovorin ditambahkan ke
dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular),
dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis
multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal. Methotrexate
dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam
massa hasil konsepsi.
Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena
selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-
pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.

Larutan Glukosa Hiperosmolar


Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan
alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan
kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa
hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada
umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka
kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi,
sehingga alternatif ini jarang digunakan.
Penatalaksanaan Bedah
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi
kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba
dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi
dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal
sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam
pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak
stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
Penggunaan laparoskopi pada pasien dengan kehamilan
tuba yang secara hemodinamik stabil, lebih disukai A
daripada metode membuka abdomen
Penatalaksanaan kehamilan tuba dengan keadaan
hemodinamik yang tidak stabil haruslah merupakan metode
C
yang paling bermanfaat, yang pada kebanyakan kasus
adalah laparotomi.
Pada keadaan dimana tuba kontralateral tampak sehat, maka
tidak ada bukti yang jelas yang mendukung bahwa B
salfingotomi lebih baik dilakukan daripada salfingektomi
Salfingotomi laparoskopik harus dipertimbangkan sebagai
terapi utama saat menangani kehamilan tuba dengan
B
gangguan tuba kontralateral, dan adanya keinginan untuk
mempertahankan fertilitas di kemudian hari
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi
yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal
tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm
pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.
Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian
dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit
dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan
terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode
per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba
yang belum terganggu.
b. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa
pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal
prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.

c. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum
maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-
keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
3) terjadi kegagalan sterilisasi
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi
6) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi
7) kehamilan tuba berulang
8) kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari
5cm.

d. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi


Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan.
e. Laparatomi
Dengan tindakan laparotomi, meliputi :
1. Memperhatikan kondisi penderita saat itu, lokasi kehamilan
ektopik,kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro
dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
Untuk menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba.
2 Apabila kondisi pendeirta buruk dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi
3 Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum
pecah ditangani dengan tindakan kemoterapi untuk menghindari
pembedahan, dengan kriteria :
a. Kehamilan di pars ampullaris tuba ang belum pecah
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
c. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
e. Obat yang digunakan ialah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum
factor 0,1 mg/kg 1 M berselang seling setiap hari selama 8 hari

Grades of recommendation
Note: The grade of recommendation relates to the strength of the evidence on which the
recommendation is based. It does not reflect the clinical importance of the recommendation.
A At least one meta-analysis, systematic review of RCTs, or RCT rated as 1 ++ and
directly applicable to the target population; or
A body of evidence consisting principally of studies rated as 1 +, directly applicable to
the target population, and demonstrating overall consistency of results
B A body of evidence including studies rated as 2 ++, directly applicable to the target
population, and demonstrating overall consistency of results; or
Extrapolated evidence from studies rated 1++ or 1+
C A body of evidence including studies rated as 2 +, directly applicable to the target
population, and demonstrating overall consistency of results; or
Extrapolated evidence from studies rated 2++
D Evidence level 3 or 4; or Extrapolated evidence from studies rated 2 +;
or the consensus opinion of the guideline development group

Good practice points


 Recommended best practice based on the clinical experience of the guideline
development group

Anda mungkin juga menyukai