Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN


UJI SKORING

Disusun Oleh:
RIANGGA AFIF AMRULLOH
21/480900/PN/17405

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN


DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
I. PENDAHULUAN
1. TUJUAN
1. Mengetahui prinsip pengujian skoring
2. Mengetahui hasil pengujian skoring

2. WAKTU DAN TEMPAT


Hari/tanggal : Rabu, 01 November 2023
Waktu : 13.30 - selesai
Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Ikan

II. METODE PRAKTIKUM


1. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Wadah plastik
- Scoresheet
- Alat tulis
- Laptop yang telah terinstal dengan SPSS
Bahan
- Sampel
2. CARA KERJA
Uji Skoring

3 produk (jenis sampel sama) disiapkan dan diletakkan dalam


wadah plastik dengan kode yang berbeda oleh penyaji

Masing-masing panelis dihadapi 3 wadah uji beserta lembar


scoresheet

Panelis diminta menentukan penilaian berdasar intensitas tekstur

Data yang diperoleh kemudian diolah dan diinterpretasikan


Olah data uji skoring dengan SPSS
Uji Normalitas (Kolmogorov Smirnov, Shapiro Wilk)

Uji Signifikansi (Anova, Kruskal Wallis)

Uji Lanjut (Mann-whitney)

III. HASIL PEMBAHASAN


1. HASIL
Tabel 1. Hasil Uji Skoring
No Panelis 276 572 159
1 6 3 8
2 6 3 8
3 7 9 2
4 7 4 3
5 7 6 7
6 6 7 4
7 6 5 7
8 5 6 7
9 4 3 9
10 7 5 8
11 6 4 8
12 6 4 9
13 3 2 5
14 5 6 8
15 5 4 9
Rata-rata 5,73 4,73 6,8
Standar deviasi 1,123 1,769 2,167

2. PEMBAHASAN
Analisis sensori merupakan proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan
interpretasi atribut-atribut produk melalui indra penglihatan, penciuman, pencicipan,
peraba, dan pendengaran (Setyaningsih et al., 2014). Parameter analisis sensori meliputi
pengujian warna, aroma, rasa, dan penerimaan produk secara keseluruhan. Analisis
sensoris ini digunakan untuk menimbulkan, mengukur, menganalisis, dan menafsirkan
hasil respon yang dirasakan panelis dari suatu produk (Rahman & Maflahah, 2016).
Analisis sensoris dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu uji pembedaan (discriminative
test), uji deskripsi (descriptive test), dan uji afeksi (affective test). Uji pembedaan
(discriminative test) merupakan uji yang dilakukan untuk melihat perbedaan antara
sampel dan mengukur kemampuan panelis mendeteksi suatu sifat sensori. Uji deskripsi
(descriptive test) merupakan metode analisis sensori untuk mengidentifikasi,
mendeskripsikan, dan mengkuantifikasi atribut sensoris dari suatu produk
menggunakan panelis yang telah dilatih (Susanti, et al. 2017). Uji afeksi (affective test)
merupakan metode untuk mengetahui perbedaan pada produk yang dapat dikenali oleh
konsumen dan memiliki pengaruh pada kesukaan dan penerimaannya. Pada uji ini,
panelis mengemukakan tanggapan pribadi berupa kesan yang berkaitan dengan
kesukaan terhadap sifat sensoris atau kualitas yang dinilai (Tarwendah, 2017).
Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan mengetahui
atribut sensoris dari produk yang akan diuji untuk menilai mutu bahan dan intensitas
sifat tertentu dari produk, misalnya kemanisan, kekenyalan, atau warna. Uji skoring
dilakukan dengan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan dekripsi
tertentu dari atribut mutu produk. Prinsip uji skoring adalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu
dari atribut mutu produk (Triana et al., 2015). Uji skoring memiliki kegunaan untuk
menilai mutu suatu bahan dan intensitas sifat tertentu, seperti kemanisan, kekerasan,
dan warna (Kartika et al., 1988). Menurut Susiwi (2007), dengan menggunakan
pengujian skoring dapat diperoleh informasi yang bermanfaat untuk memperbaiki
produk, memilihara kualitas, mengembangkan produk baru, dan analisis pasar.
Uji skoring berbeda dengan uji ranking dan uji hedonik. Uji skoring adalah
pengujian dengan memberikan penilaian terhadap mutu sensorus dalam suatu jenjang
mutu, yang bertujuan untuk memberi suatu nilai atau skor tertentu terhadap
karakteristik mutu (Purwaningsih et al., 2011). Jumlah skala pada pemberian skor dapat
dilakukan dengan skala tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Uji ranking
adalah pengujian untuk mengertahui tingkatan atau urutan mutu sensoris dari suatu
produk (Wijaya, et al. 2011). Berkebalikan dengan uji skoring, pada uji ranking nilai
terkecil menunjukkan hasil yang terbaik. Uji hedonik adalah sebuah pengujian dalam
analisa sensori organoleptik untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara
beberapa produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu
dari suatu produk dan untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu produk
(Tarwendah, 2017). Prinsipnya yaitu panelis diminta tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap komoditi yang dinilai, bahkan tanggapan
dengan tingkatan kesukaan atau tingkatan ketidaksukaannya dalam bentuk skala
hedonik.
Dalam melaksanakan analisis sensoris digunakan panelis untuk melakukan
pengujian. Panelis dapat dibedakan menjadi dua yaitu panelis terlatih dan panelis tidak
terlatih. Panelis terlatih merupakan panelis yang mempunyai sensitivitas tidak setinggi
panelis ahli, namun merupakan pilihan dan seleksi yang kemudian menjalankan
pelatihan secara terus menerus dan lolos pada evaluasi kemampuan (Wahyuningtias et
al., 2014). Panelis terlatih digunakan saat uji pembedaan dan uji deskripsi, karena kedua
uji tersebut memerlukan panelis terlatih dan berpengalaman. Hal ini dikarenakan uji
pembedaan digunakan untuk memeriksa adanya perbedaan pada contoh-contoh yang
disajikan (Erijanto & Fibrianto, 2018). Panelis tidak terlatih merupakan orang awan
yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial, dan
pendidikan. Panelis tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptic
yang sederhana, tidak boleh digunakan untuk uji pembedaan (Arbi, 2009). Panelis tidak
terlatih dapat digunakan pada uji afektif, karena uji ini didasarkan pada pengukiran
tingkat kesukaan relatif terhadap suatu produk. Uji afektif yang menguji kesukaan pada
suatu produk memerlukan jumlah panelis tidak dilatih dalam jumlah banyak, sehingga
sering dianggap untuk mewakili kelompok konsumen tertentu (Stone & Joel, 2004).
Dalam seleksi panelis terdapat beberapa cara dan prosedur yang harus
dilakukan. Seleksi panelis terdiri dari beberapa tahapan, yaitu wawancara, penyaringan,
pemilihan, latihan, dan uji kemampuan. Pada tahap wawancara dapat dilakukan dengan
tanya jawab atau kuisioner untuk mengetahui latar belakang panelis. Selanjutnya adalah
penyaringan. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui keseriusan, keterbukaan,
kejujuran, dan rasa percaya diri dari panelis. Selain itu, juga dapat diketahui tingkat
kepekaan dan pengetahuan calon panelis. Tahap selanjutnya adalah pemilihan. Tahapan
ini dilakukan uji sensorik untuk mengetahui kemampuan seseorang untuk mengetahui
kepekaan dan pengetahuannya mengenai bahan yang diujikan. Pada tahap ini, biasanya
dilakukan uji pasangan, duo-trio, uji segitiga (triangle test), atau threshold. Tahapan
berikutnya adalah latihan yang bertujuan untuk pengenalan lebih lanjut sifat-sifat
sensorik suatu bahan dan meningkatkan kepekaan serta konsistensi penilaian. Tahapan
terakhir yaitu uji kemampuan. Setelah mendapatkan pelatihan, panelis akan diuji
kemampuannya terhadap baku dan standar tertentu dan dilakukan berulang-ulang
sehingga kepekaan dan konsistensinya bertambah baik. Setelah melewati tahapan-
tahapan tesebut, panelis siap menjadi anggota panelis terlatih (Arbi, 2009).
Data hasil uji skoring yang didapatkan yaitu sampel 267 bakso Champ, sampel
572 bakso olahan, dan sampel 159 bakso So Good serta parameter uji kekenyalan,
kemudian diolah menggunakan SPSS. Langkah yang pertama adalah uji normalitas.
Untuk menguji normalitas suatu data, salah satu caranya adalah dengan menggunakan
uji Kolmogorov-smirnov (Pratama, 2017). Setelah data sudah dimasukkan ke dalam
aplikasi, kemudian dicari residualnya untuk diuji normalitasnya. Mencari residual
dengan cara klik analyze > nonparametric > legacy dialoc > 1 sampel K-s > menginput
residual. Setelah diketahui residualnya, dilakukan uji normalitas dengan melakukan
analyze non-parametrik 1-Sample Kolmogorov-smirnov.

Setelah itu, dilakukan uji signifikansi dengan Kruskal wallis. Uji Kruskal-wallis
merupakan uji statistic non parametrik yang digunakan untuk menguji apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok variabel independent dengan variabel
dependennya (Jamco & Balami, 2022). Cara uji ini yaitu dengan klik analyze >
nonparametric > legacy dialog > k independent sampel > menginput test variable list
bakso; grouping perlakuan dengan define range diisi minimum 1 dan maksimum 3,
serta menceklist option descriptive. Uji Kruskal-wallis dengan melakukan analyze non
parametrik K independent sample.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan p-value (0.31) dapat diasumsikan
kurang dari alfa sehingga data tersebut signifikan dan dapat dilakukan uji lanjut. Uji
lanjut dilakukan dengan Mann-whitney. Mann-whitney digunakan dalam pengujian
hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara dua
kelompok data dan data tersebut diambil dari sampel yang tidak saling terkait
(Sriwidadi, 2011). Cara uji ini dilakukan dengan klik analyze > nonparametric > legacy
dialoc > 2 independent sampel > menginput test variable list bakso; grouping perlakuan
9 dengan define range diisi group yang akan dibandingkan dan menceklist opsi
descriptive.
Berdasarkan uji Mann-whitney yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perlakuan
bakso 267 tidak berpengaruh signifikan dengan perlakuan Bakso 572. Begitu pula
dengan bakso 572 dengan bakso 159 tidak berpengaruh signifikan. Namun, pada
perlakuan bakso 267 dengan bakso 159 berpengaruh signifikan. Berdasarkan hasil
terssebut dapat disimpulkan:

Parameter Nilai Mean Uji Skoring Sampel


Bakso 267 Bakso 572 Bakso 159

Kekenyalan 5,733 ± 1,123a 4,733 ± 1,768a 6,8 ± 2,166b

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui pada sampel bakso 267 didapatkan hasil 5,733
± 1,123a. Pada sampel bakso 572 didapatkan hasil 4,733 ± 1,768a. Pada sampel bakso
159 didapatkan hasil 6,8 ± 2,166b. Perlakuan yang paling baik adalah perlakuan yang
memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi tetapi memiliki standar deviasi paling rendah.
Hasil yang paling baik adalah pada sampel bakso 159 dengan hasil 6,8 ± 2,166b.

IV. PENUTUP
1. KESIMPULAN
- Prinsip uji skoring adalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala
atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk.
- Hasil dari uji skoring dianalisis menggunakan software SPSS dengan Uji
Kolmogorov-smirnov, Uji Kruskal- wallis, dan Uji Mann-whitney. Hasil terbaik
didapatkan pada sampel bakso 159 karena memiliki nilai mean yang paling
tinggi dengan standar deviasi yang rendah.

2. SARAN
Sebaiknya pada praktikum berikutnya diberikan jenis sampel yang lebih
bervariasi agar praktikan dapat lebih luas dalam memahami perbedaannya
DAFTAR PUSTAKA

Arbi, A. S. 2009. Pengenalan Evaluasi Sensori. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,


Banten.

Erijanto, A. C., F. Kiki. 2018. Variasi Kemasan Terhadap Tingkat Kesukaan dan Pengambilan
Keputusan Konsumen pada Pembelian Makanan Tradisional: Kajian Pustaka. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 6(1).

Jamco, J., & Balami, A. M. 2022. Analisis kruskal-wallis untuk mengetahui konsentrasi belajar
mahasiswa berdasarkan bidang minat program studi statistika FMIPA Unpatti.
PARAMETER: Jurnal Matematika, Statistika dan Terapannya, 1(1), 39-44.

Kartika, B., B. Hastuti., Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Inderawi bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Pratama, A. 2017. Model simulasi antrian dengan metode Kolmogorov-Smirnov normal pada
unit pelayanan. Jurnal Edik Informatika Penelitian Bidang Komputer Sains dan
Pendidikan Informatika, 3(1), 27-37.

Purwaningsih, S., R. Garwan., J. Santoso. 2011. Karakteristik Organoleptik Bakasang Jeroan


Cakalang (Katsuwonus pelamis) Sebagai Pangan Tradisional Maluku Utara. Jurnal Gizi
dan Pangan. 6(1): 13-17.

Rahman, A., & Maflahah, I. 2016. Analisis sensoris terasi udang yang ditambahi bubuk kulit
manggis (Garnicia mangostana L). Agrointek: Jurnal Teknologi Industri Pertanian,
10(2), 86-92.

Setyaningsih, D., A. Apriyantono., M. P. Sari. 2014. Analisis Sensori untuk Industri Pangan
dan Argo. PT Penerbit IPB Press.

Sriwidadi, T. 2011. Penggunaan uji mann-whitney pada analisis pengaruh pelatihan wiraniaga
dalam penjualan produk baru. Binus Business Review, 2(2), 751-762.

Stone, H., J. L. Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practices. Edisi Ketiga. Elsevier. Academic
Press. California, USA.
Susanti, L. H., Pratama, Y., & Nurwantoro, N. 2017. Preferensi Konsumen terhadap Bakso
Analog Tepung Kacang Koro Pedang dengan Penambahan Tepung Maizena sebagai
Bahan Pengikat. Jurnal Teknologi Pangan, 1(2).

Susiwi. 2009. Penilaian Organoleptik Regulasi Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia.Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta.

Tarwendah, I. P. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris dan Kesadaran Merek Produk
Pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5(2).

Triana, R. N., Andarwulan, N., Affandi, A. R., & Nur, R. C. 2015. karakteristik sensori donat
dengan penambahan emulsifier mono-diasilgliserol dari Fully Hydrogenated Palm
Stearin. Jurnal Mutu Pangan: Indonesian Journal of Food Quality, 2(1), 34-40.

Wahyuningtias, D., T. S. Putranto., R. N. Kusdiana. 2014. Uji Kesukaan Hasil Jadi Kue
Brownies Menggunakan Tepung Terigu dan Tepung Gandum Utuh. Binus Business
Review. 5(1): 57-65.

Wijaya, C. H., Kusumaningrum, H., Kusbiantoro, B., & Handoko, D. D. 2011. Karakteristik
sensori nasi dari beberapa varietas padi aromatik lokal Indonesia. PANGAN, 20(1), 63-
80.
LAMPIRAN

a) Tabel hasil olah data menggunakan SPSS

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Uji Signifikan Kruskal-Wallis

Uji Lanjut Mann Whitney

Hubungan sampel Bakso Champ dan Bakso Olahan


Hubungan sampel Bakso Champ dan Bakso So Good

Hubungan sampel Bakso Olahan dan Bakso So Good


b) Hasil scoresheet tiap kelompok

Anda mungkin juga menyukai