Anda di halaman 1dari 35

FILSAFAT ILMU AKUNTANSI

TUGAS RESUME
BUKU TEORI AKUNTANSI KEUANGAN SCHROEDER
METODOLOGI RISET DAN TEORI-TEORI
MENGENAI PENGGUNAAN INFORMASI
AKUNTANSI (BAB IV)
KONSEP LABA, PENGAKUAN DAN
PENANDINGAN PENDAPATAN (BAB V)

DISUSUN OLEH
IRAWATI – NIM 7774230008
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TA 2023/2024
BAB IV
METODOLOGI RISET DAN TEORI-TEORI
MENGENAI PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI

METODOLOGI RISET
Teori akuntansi dapat dikembangkan dengan menggunakan beberapa metodologi Riset.
Metodologi-Metodologi yang telah diketahui secara umum adalah pendekatan deduktif,
pendekatan induktif, pendekatan pragmatis, pendekatan etis, dan pendekatan perilaku.

PENDEKATAN DEDUKTIF
Pendekatan deduktif (deductive approach) untuk pengembangan teori diawali dengan
menentukan tujuan. Setelah tujuan ditentukan, sejumlah definisi dan asumsi penting harus
dinyatakan. Peneliti Kemudian harus mengembangkan struktur logis agar dapat mencapai
tujuan-tujuan tersebut berdasarkan denifisi asumsi yang telah dinyatakan. Metodologi ini
sering kali dijelaskan “bergerak dari umum ke khusus”. Jika teori akuntansi akan
dikembangkan dengan pendekatan deduktif, maka peneliti harus mengembangkan struktur
yang mencakup tujuan akuntansi, lingkungan tempat akuntansi diterapkan, definisi dan
asumsi atas system, serta prosedur dan praktik, yang mana kesemuanya mengikuti pola yang
logis.
Pendekatan deduktif pada dasarnya merupakan jenis riset mental ataupun “armchair”.
validitas dari setiap teori akutansi yang dikembangkan melalui proses ini sangat bergantung
pada kemampuan penelitian untuk menentukan dan menghubungkan berbagai komponen
proses akuntansi secara tepat dengan cara yang logis.

PENDEKATAN INDUKTIF
Pendekatan induktif (inductive approach) pada riset melakukan penekanan pada
pengamatan dan penarikan kesimpulan berdasarkan pengamatan- pengamatan tersebut.
Dengan demikian, pendekatan ini dijelaskan sebagai “bergerak dari khusus ke umum” karena
peneliti mengeneralisasi seluruh bidang berdasarkan pengamatan-pengamatan yang terbatas
pada situasi tertentu.
Accounting Principles Board (APB) Statement No 4. Adalah contoh dari riset induktif.
Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum- PABU (Generally Accepted Accounting
Principles-GAAP AS) yang dijelaskan didalam peryantaan tersebut terutama didasarkan pada
pengamatan terhadap praktik-praktik yang berlaku pada saat itu.
PENDEKATAN PRAGMATIS
Pendekatan pragmatis (Pragmatic approach) pengembangan teori didasarkan pada
konsep utilitas ataupun kegunaan. Setelah permasalahan berhasil diindentifikasi, peneliti
berupaya mencari penyelesaian praktis yaitu, solusi yang akan menyelesaikan permasalahan.
Namun bukan berarti bahwa penyelesaian yang optimal telah ditemukan atau bahwa solusi
tersebut akan mencapai tujuan-tujuan yang telah disebutkan. Oleh karena itu, setiap jawaban
yang didapatkan melalui pendekatan pragmatis harus dianggap sebagai solusi tentative atas
suatu permasalahan.

METODOLOGI PENYELIDIKAN ILMIAH


Metode penyelidikan ilmiah (Scientific method of inquiry) dikembangkan untuk bidang
ilmu fisika dan pengetahuan alam, bukan untuk ilmu social seperti akuntansi. Pelaksanaan
riset dengan metode ilmiah melibatkan 5 langkah penting yang mungkin juga memiliki
beberapa langkah lanjut sebagai berikut:
1. Menentukan dan menyatakan permasalahan yang akan dikaji.
2. Menyatakan Hipotesis Yang akan diuji.
3. Mengumpulkan data yang dianggap diperlukan untuk melakukan Pengujian Hipotesis.
4. Menganalisis dan Mengevaluasi data yang terkait dengan Hipotesis.
5. Menarik Kesimpulan semata.

Pergerakan bolak-balik tersebut dalam metode ilmiah juga mengindikasikan alasan


dibalik kesulitan untuk melaksanakan riset yang bersifat murni bersifat Induktif maupun
Deduktif. Tertentu, peneliti bisa saja memberikan penekanan proses induktif ataupun
Deduktif tetapi keduanya saling mempergaruhi satu sama yang lain, dan penakanan tersebut
terus bergeser, sehingga kedua pendekatan tersebut merupakan aspek yang saling
berhubungan dalam satu metode.

PENDEKATAN RISET LAINNYA


Beberapa penulis juga telah membahas Pendekatan etis dan Pendekatan perilaku untuk
riset yang berhubungan dengan pengembangan teori akuntansi. Beberapa penulis lainnya
menganggap bahwa pendekatan ini hanya merupakan metode tambahan, bukannya metode
spesifik. Karenanya, mereka dapat dan harus mempengaruhi sikap peneliti tetapi tidak dapat
dengan sendirinya membuat kesimpulan yang beralasan. Pendekatan etis yang dikaitkan
dengan DR Scott, menekankan pada konsep-konsep kejujuran, keadilan, dan kewajaran.
Akutansi diakui sebagai praktik yang mana konsekuensinya dimediasi dengan konteks
manusia dan konteks social dilokasi tempat diterapkannya, dan caranya bersinggungan
dengan fenomena Organisasi dan Sosial Lainnya, berdasarkan kenyataan ini muncul bidang
riset dan pengembangan teori akuntansi yang dikenal sebagai “Behavioral Accounting
Research (BAR). BAR adalah kajian yang mempelajari perilaku akuntan ataupun perilaku
pihak yang lain yang dipengaruhi oleh fungsi-fungsi dan laporan akuntansi, dan didasarkan
pada aktivitas- aktivitas riset dalam ilmu perIlaku.

A. HASIL DARI PENYEDIAAN INFORMASI AKUNTANSI


Pengembangan teori akuntansi tidak akan menyelesaikan semua kebutuhan pengguna
informasi akuntansi. Teori-Teori yang akan memprediksi reaksi pasar terhadap informasi
akuntansi dan bagaimana pengguna bereaksi terhadap data-data akuntansi juga harus
dikembangkan.

ANALISIS DASAR
Bab 2 mencatat bahwa FASB telah menyatakan tujuan utama informasi akuntansi
adalah menyediakan informasi yang relevan dan menyajikan secara jujur Fenomena-
Fenomenan ekonomi, kepada para investor agar mereka bisa mengambil keputusan investasi
yang tepat. Setiap investor mengambil keputusan-keputusan investasi sebagai berikut ini :
• Beli (Buy) calon investor untuk memutuskan untuk membeli sekuritas tertentu
berdasarkan informasi yang tersedia.
• Tahan (Hold) investor memutuskan untuk mempertahankan sekuritas tertentu
berdasarkan informasi yang tersedia.
• Jual (Sell) investor memutuskan melepaskan sekuritas tertentu berdasarkan informasi
yang tersedia.
Setiap investor menggunakan semua informasi keuangan yang tersedia untuk
membantu memperoleh atau melepaskan sekuritas-sekuritas yang terdapat didalam portofolio
investasinya yang sesuai dengan preferensi risiko dan ekspektasi imbal hasil yang ditawarkan
oleh investasinya. Salah satu metode yang tersedia bagi para investor untuk mengambilan
keputusan semacam ini adalah analisis dasar, Analisis dasar (Fundamental analysis)
merupakan upaya untuk menentukan sekuritas- sekuritas tertentu yang memiliki kesalahan
harga dan mengulas semua informasi keuangan yang tersedia.
Analisis investasi ini dapat dilakukan sendiri oleh investor atau analisis sekuritas.
Berbekal pelatihan dan pengalamannya analis sekuritas mampu memproses dan
menyebarluaskan informasi keuangan secara lebih akurat dan ekonomis dibandingkan para
investor.

HIPOTESIS PASAR EFISIEN

Selama ini para ekonom berpendapat bahwa dalam perekonomian pasar bebas dengan
persaingan sempurna, harga ditentukan oleh ketersediaan produk (penawaran – Supply) dan
keinginan untuk memiliki produk tersebut (permintaan – demand). Dengan demikian, harga
suatu produk ditentukan oleh konsesus di pasar (marketplace).

Para ekonomi juga berpendapat bahwa model ini tidak sepenuhnya berlaku dipasar
karena asumsi-asumsi berikut terkait pasar persaingan sempurna biasanya dilanggar oleh sifat
dasar dari System perekonomian kita.
1. Seluruh Unit ekonomi memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai perekonomian.
2. Seluruh barang dan jasa dalam Perekonomian sepenuhnya bergerak dan dapat dengan
mudah berpindah dalam perekonomian.
3. Setiap pembeli dan penjual harusnya sangat kecil hubungannya dengan total penawaran
dan permintaan, sehingga tidak ada yang mempergaruhi harga ataupun permintaan secara
keseluruhan.
4. Tidak ada batasan artificial yang ditempatkan pada permintaan, penawaran ataupun
harga barang dan jasa.
Contoh-contoh sumber informasi tersebut antara lain :
 Laporan keuangan perusahaan dipublikasikan.
 Laporan laba kuartalan yang dirilis oleh korporasi melalui media pemberitaan.
 Laporan Perubahan manajemen yang dirilis melalui Media pemberitaan.
 Pemberian kontrak yang diumumkan oleh pemerintah ataupun erusahaan swasta.
 Penyebarluasan informasi kepada pemegang saham dalam rapat tahunan pemegang
saham.
Berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran, harga ditentukan oleh
pengetahuan konsumen atas produk yang dibelinya. Mekanisme ini di pasar saham
kemudian disebut sebagai mekanisme pasar efisien (EMH). Masalah yang dikeluarkan
oleh EMH antara lain: (1) informasi apa tentang perusahaan yang berguna bagi investor,
(2) apakah pengungkapan tentang berbagai tipe informasi perusahaan mempunyai
dampak terhadap pemahaman informasi?
Pasar saham dapat dikatakan efisien jika menggambarkan semua informasi yang
tersedia dan bereaksi secara instant terhadap informasi baru. Pembahasan EMH dalam
literatur akademik memiliki bermacam definisi terhadap informasi yang tersedia dan
terbagi menjadi tiga bentuk EMH, yakni bentuk lemah, bentuk semi kuat, dan bentuk
kuat.

BENTUK LEMAH (WEAK FORM)


Bentuk lemah dari EMH sebenarnya merupakan perpanjangan dari random walk theory
yang disebutkan didalam literature manajemen keuangan yang menegaskan bahwa investor
tidak dapat menghasilkan kelebihan imbal hasil hanya berdasarkan pada pengetahuan
mengenai harga-harga dimasa lalu. Jika bentuk EMH emang benar maka investor hanya perlu
memilih portofolio sekuritas secara acak sambil mendata harga sekuritas tersebut dimasa lalu
dan memilih portofolio berdasarkan data tersebut.

BENTUK SEMI KUAT (SEMI STRONG FORM)


Perbedaan diantara bentuk lemah, bentuk semi kuat, dan bentuk kuat dari EMH terletak
pada jumlah informasi yang diasumsikan termasuk didalam penentuan harga sekuritas,
bentuk semi kuat dari EMH bagi akuntan adalah bahwa pengungkapan dalam catatan kaki
merupakan informasi yang sama relevannya dengan informasi yang ada dibangian utama
laporan keuangannya.

BENTUK KUAT (STRONG FORM)


Berdasarkan bentuk kuat dari EMH, semua informasi, termasuk tren harga sekuritas
informasi yang tersedia public, dan informasi dari dalam (insider information), disertakan
kedalam penentuan harga sekuritas sedemikian rupa agar tidak menyisakan peluang bagi
timbulnya kelebihan imbal hasil. Sebangian besar bukti pengujian bentuk EMH ini
menyatakan kalau bentuk ini tidak valid.13 Singkatnya, jika EMH terbukti benar, maka
metode ini mempertanyakan motivasi dilakukannya riset terhadap portofolio implikasi
penting dari teori ini bahwa sulit untuk mengalahkan pasar yang kemudian menjadi
pemikiran yang mendasari pengembangan reksa dana indeks (indeks funds).

TANTANGAN RISET DARI HIPOTESIS PASAR EFISIEN


EMH memberikan tantangan riset yang menarik bagi para akuntan. Krisis keuangan
pada tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa pasar telah gagal menggabungkan beberapa
bangian informasi, seperti banyaknya jumlah perumahan (Housing bubble) atau tingkat
resiko tidak berkelanjutan yang ditawarkan oleh sekuritas yang didukung hipotek (mortgage
backed securities). Dan telah menimbulkan banyak kritik.
Sementara beberapa pihak lain tidak sepakat dengan penilaian-penilaian tersebut
Eugene Fama, orang yang pertama kali mengembangkan teori tersebut, mengantakan bahwa
EMH telah bertahan dengan baik selama krisis dan ia berpendapat bahwa pasar adalah korban
dari sesesi, bukan penyebab resesi. Pada titik kesetimbangannya, hal ini telah menjadi
kebijakan konvensional, yang mana krisis keuangan pada tahun 2007- 2009 telah
mendiskreditkan EMH,tetapi untuk menilai validitas EMH, penting untuk diingat bahwa
EMH sendiri memiliki tiga bentuk sebagai akibatnya, benar-benar sulit untuk
mendiskreditkan atau menguatkan EMH secara umum. Setiap Bentuk EMH harus ditangani
secara khusus.

IMPLIKASI RISET PASAR EFISIEN


EMH memiliki implikasi pengembangan teori akuntansi. Beberapa kritikus akuntansi
telah memperdebatkan bahwa kurangnya keseragaman dalam prinsip-prinsip akuntansi telah
memungkinkan para manajer koorporat untuk manipulasi laba dan menyesatkan
investor.Hasil investigasi tersebut menyiratkan bahwa laba akuntansi berkorelasi dengan
imbal hasil atas sekuritas.
Permasalahan tambahan lainnya adalah hubungan diantara EMH dan argumen
mengenai konsekuensi ekonomi yang diperkenalkan dibab EMH Berpendapat bahwa harga
saham tidak akan dipengaruhi oleh praktik-praktik akuntansi yang tidak mempergaruhi
profitabilitas atau arus kas Namun, sejarah menunjukkan Bahwa senjumlah pemangku
kepentingan telah berupaya melobi FASB atas berbagai perubahan tersebut.

PRILAKU KEUANGAN (BEHAVIOR FINANCE)


EMH menjadi pondasi bagi teori yang dikenal sebagai teori pasar rasional ( Rational
Market Theory ). Teori ini berpendapat bahwa seiring dengan semakin banyaknya instrumen
keuangan yang dikembangkan dan di perdagangkan, instrumen keuangan tersebut akan
mengarah pada aktivitas ekonomi yang semakin rasional. Teori ini berpendapat bahwa pasar
keuangan memiliki pengetahuan Superior dan aktivitas ekonomi yang tergulasi sedemikian
rupa dalam cara yang tidak bisa ditandingi oleh pemerintah.
Pada tahun-tahun sebelum tahun 2007, mudahnya ketersediaan kredit di Amerika
Serikat berakibat pada banyaknya jumlah konstruksi perumahan dan difasilitasinya
pengeluaran konsumen yang didanai dengan utang. Berawal pada tahun 2007, harga
perumahan mulai menurun, sementara institusi-institusi keuangan global yang meminjam
dan menanamkan banyak modalnya di MBS melaporkan kerugian yang nilanya sangat
signifikan.
Menurut teori keuangan, anomaly pasar keuangan terjadi ketika kinerja saham atau
sekelompok saham menyimpang dari asumsi hipotesis pasar efisien. Teori prospek yaitu
teori mengenai bagaimana manusia membuat pilihan diantara sejumlah opsi atau prospek
yang berbeda. Teori prospek ditandai dengan hal-hal berikut:

 Kepastian (certainty) : Orang-orang cenderung memiliki preferensi yang kuat untuk


kepastian dan bersedia mengobarkan penghasilannya untuk mendapatkan lebih
banyak kepastian.
 Pengalihan kerugian (Loss Aversion) : Orang-orang cenderung lebih
mempertimbangkan kerugian dari pada keuntungan: mereka cenderung bersikap
menghindari kerugian (Loss-Averse).
 Posisi relatif (relative positioning) : Orang-orang akan cenderung lebih tertarik
keuntungan dan kerugian relatif dari pada penghasilan dan kekayaan akhirnya.
 Kemungkinan-Kemungkinan kecil (Small Probabillities) : Orang-orang akan
cenderung kurang bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa dengan kemungkinan atau
Probabilitas yang rendah.
Selanjutnya, riset mulai fokus pada kalian mengenai sifat- sifat deres waktu (Time Series)
dari harga, dividen, dan laba. Kajian riset yang dilakukan oleh Robert j. Shiller, Richard
Thaler, and werner de Bondt, diantara para peneliti lainnya, mencoba menentukan seberapa
besar volatilitas dalam pasar saham yang tidak dapat dijelaskan karena besarnya jumlah
Volatilitas yang tidak bisa dijelaskan akan mempertanyakan dasar dari seluruh teori pasar
efisien.
Beberapa bisa kognitif dalam keuangan yang paling umum mencakup hal-hal berikut :
 Akuntansi mental ( Mental Accounting ): Mayoritas orang-orang memandang secara
berbeda nilai dividen dengan nilai keuntungan modal ( capital again ).

 Ekspektasi yang bias ( biased expectations ) : Orang-orang cenderung terlalu percaya


diri dalam memprediksi pada masa depan.
 Ketergantungan pada acuan ( reference dependence ) : Keputusan investasi nampaknya
dipengaruhi oleh titik acuan yang digunakan oleh investor.
 Heuristik Keterwakilan ( representativeness heuristic ) : Dalam psikologi kognitif, istilah
ini dengan mudah diartikan sebagai orang-orang yang cenderung menilai peristiwa A
lebih cenderung mungkin terjadi dari pada peristiwa B , ketika A Nampak lebih

representative dari pada berberis and Thaler berpendapat bahwa telah dicapai kemajuan
yang cukup baik.
Mereka menegaskan bahwa titik- titik kemajuan yang telah dicapai antara lain sebagai
berikut :
 Investigasi Empiris : terhadap fakta-fakta yang tampak menyimpang : Ketika tulisan,
De Bondt and thaler yang menyelidiki hipotesis ini dipublikasikan, banyak yang
beranggapan bahwa penjelasan terbaik untuk pertemuan mereka adalah kesalahan
pemrograman.
 Batasan terhadap arbitrase : pada tahun 1990-an, banyak ekonomi keuangan mengira
bahawa EMH pasti benar karena kekuatan arbitrase.
 Pemahaman rasionalitas yang terbatas : berkat karya psikologi kognitif seperti
Kahneman and Tversky , sekarang kita memiliki kelompok temuan empiris dalam jumlah
yang sangat besar untuk mengumpulkan beberapa cara yang sebenarnya dilakukannya
manusia untuk membentuk ekspektasi dan membuat pilihan.
 Pembentukan teori keuangan: Terdapat perkembangan dalam karya teoritis yang
memodelkan pasar keuangan dengan agen-agen yang tidak sepenuhnya rasional.

 Perilaku investor : Pekerjaan penting untuk mencoba mendokumentasikan dan


memahami bagaimana investor- baik yang amatir maupun professional – membuat
portofolio pilihan mereka yang telah dimulai.

Namun, tidak semua ekonomi yakin dengan nilai dari teori prospek dan teori perilaku
keuangan.

Pada Kritikus terus mendukung EMH , mereka menyatakan bahwa perilaku keuangan
lebih merupakan kumpulan Anomali-Anomali tersebut dikeluarkan dengan cepat dari pasar
atau dijelaskan dengan menyepakati argument-argumen struktur mikro pasar (market
microstructure). Eugene Fama misalnya, hanya menganggap perilaku keuangan sebagai
bercerita yang sangat baik saat menjelaskan perilaku individual.

Menariknya pada tahun 2013, baik Fama maupun Schuller mendapatkan Nobel Prize
dalam bidang ekonomi. Untuk menghargai karya Farma and Shiller, Nobel Committee
mungkin juga tidak menyadari bahwa mereka telah menggaris bawahi sebeberapa jauh kita
dari kesepakatan terhadap jawaban atas pertanyaan yang mendasar dan memiliki konsekuensi
: Bagaimana cara kerja pasar ?

CAPITAL ASSET PRICING MODEL

Investor seringkali berharap menggunakan informasi akunansi untuk meminimalkan


risiko dan memaksimalkan imbal hasil. Dari sudut pandang akuntansi, hal ini berarti para
investor membutuhkan informasi mengenai ekspektasi risiko dan imbal hasil. Model
penetapan harga asset modal (Capital asset Princing Model- CAPM ). Adalah upaya untuk
menangani risiko dan imbal hasil.

Tingkat imbal hasil (Return) yang actual bagi seorang investor dari pembelian saham
biasa dan memiliki selama periode waktu tertentu, diperhitungkan dengan menambahkan
divinden ke kenaikan (atau penurunan) nilai sekuritas selama waktu kepemilikan dan
membagi jumlah ini dengan harga beli sekuritas tersebut atau .
Dividen + Kenaikan ( atau penurunan ) Nilai sekuritas
Harga beli
Asumsi dasar dari CAPM adalah bahwa saham-saham yang berisiko dapat
digabungkan kedalam portofolio yang kurang berisiko dari pada masing-masing saham biasa
yang membentu portofolio tersebut.

JENIS-JENIS RESIKO
Beberapa risiko secara khusus dikaitkan dengan saham biasa perusahaan tertentu.
Sebagai contoh, Nilai saham perusahaan mungkin menurun ketika perusahaan kehilangan
pelanggan penting, sama seperti Ford motor Company kehilangan Hertz sebagai pembeli
mobil sewa.
Kedua jenis risiko tersebut dikenal dengan istilah risiko tidak sistematis ( Unsystematic
risk ). Dan risiko sistematis ( systematic risk ). Risiko tidak sistematis adalah bangian dari
risiko yang tidak bias didiversifikasi terkait seluruh pergerakan pasar saham, yang mana hal
ini tidak bisa di hindari.
Ketika sekuritas ditambahkan kedalam portofolio , risiko tidak sistematis akan
berkurang Riset empiris telah menunjukkan bahwa risiko tidak sistematis sebenarnya
dihapuskan dari portofolio yang memiliki tiga puluh sampai empat puluh tahun saham yang
dipilih secara acak.
Persamaan serdehana ini dapat diformulasikan untuk menunjukkan hubungan diantara
risiko dan imbal hasil.Persamaan ini menggunakan imbal hasil bebas risiko (T-Bill rate ).

Sebagai dasarnya dan dinyatakan sebagai berikut Rs = Rf + Rp


dengan :
Rs = Ekspektasi imbal hasil ( expected return ) atas sekuritas dengan risiko tertentu.
Rf = Tingkat imbal hasil bebas risiko.
Rp = Premi Risiko

Oleh Karena investor dapat menghilangkan risiko yang terkait dengan perolehan saham
biasa perusahaan tertentu dengan cara membeli portofolio yang terdiversifikasi. (diversified
portfolio), mereka tidak memperoleh kompensasi untuk menanggung risiko yag tidak
sistematis.
Meemperhitungkan β, dengan mengganti premi risiko, Rp, dengan nilai ekuivalennya,
βs, ( Rm-Rf ) sebagai berikut :
Persamaan imbal hasil-risiko : R s = Rf + Rp Dinyatakan kembali untuk
memperhitungkan β : Rs = Rf + βs ( Rm - Rf )
Dengan :
Rs = Ekspektasi imbal hasil atas saham
Rf = Tingkat Imbal hasil bebas risiko
Rm = Ekspektasi imbal hasil pada pasar saham secar keseluruhan
Β = β saham yang dihitung selama beberapa periode Historis.

CAPM membuat harga saham tidak dipengaruhi oleh risiko tidak sestematis, dan
saham yang menawarkan risiko yang lebih tinggi (lebih tinggi) akan berharga lebih
rendah dari saham yang berisiko lebih rendah. Penelitian empiris telah mendukung
bahwa lampau merupakan peramal yang baik bagi harga saham masa depan.

CAPM relevan terhadap perkembangan teori akuntansi karena peneliti telah


menggunakannya untuk menguji hipotesis yang tergantung pada EMH yang dibahas
sebelumnya. Contohnya, peneliti telah memperkirakan pengembalian yang diharapkan
dari sebuah perusahaan menggunakan CAPM untuk mengetahui apakah informasi
akuntansi memuat informasi. Keuntungan yang diharapkan dibandingkan dengan
keuntungan yang diterima, dan sisanya (perbedaan antara harapan dan kenyataan) diuji
untuk melihat apakah ada reaksi pasar atas informasi yang dikeluarkan.

TEORI AKUNTANSI NORMATIF VERSUS TEORI AKUNTANSI POSITIF


Teori akuntansi keuangan berupaya menentukan peristiwa yang harus dicatat,
bagimana data yang tercatat harus dirangkum, dan bagaimana data tersebut harus disajikan.
Hal ini berarti, jika praktikatau metode telah digunakan dimasa lalu oleh banyak akuntan
untuk memenuhi kebutuhan perlaporan tertentu, penggunaanny secara terus-menerus akan
diterima.

Terdapat 2 jenis teori dasar yaitu teori positif dan normatif. Teori normatif didasarkan
pada serangkaian tujuan yang diyakini para pendukung teori tersebutmenentukan hal-hal
yang seharusnya. Teori Positif berupa menjelaskan fenomena yang diamati. Teori seperti ini
menjelaskan hal-hal yang ada tanpa menunjukan bagimana seharusnya. Banyaknya
keragaman dalam praktik dan penerapan akuntansi yang Komprehensif menjadi sulit.

TEORI KEAGENAN
Teori keagenan (agency theory) adalah teori akuntansi positif yang berupaya
menjelaskan sejumlah praktik dan standar akuntansi. Riset ini menganggap EMH sebagai
sesuatu yang sudah semestinya dan memandang akuntansi sebagai pemasok informasi bagi
pasar modal.
Keagenan (agency) diartikan hubungan konsensual diantara dua pihak, yang mana
satu pihak (agen) setuju untuk bertindak atas nama pihak lain (principal). sebagai contohnya
hubungan diantara pemegang saham dan manajer suatu perusahaan adalah hubungan
keagenan, begitu pula hubungan diantara manajer dan auditor, dan pada tingkatan yang
lebih tinggi atau lebih rendah, hubungan diantara auditor dan Pemegang saham.
Kesimpulan yang dapat diambil dari teori keagenan adalah bahwa banyak metode
akuntansi untuk kondisi serupa yang telah dikembangkan karena keinginan berbagai pihak,
seperti manajer, pemegang saham, dan pemilik obligasi untuk meminimalkan biaya
keagenan.
Teori keagenan dapat membantu menjelaskan kurangnya teori akuntansi yang
komprehensif, teori ini menyiratkan bahwa karena beragamanya kepentingan yang berkaitan
dengan pelaporan keuangannya, kerangka teori akuntansi tidak dapat dikembangkan.
Teori keagenan adalah teori deskriptif karena teori ini membantu menjelaskan
senjumlah alasan dibalik beragamnya praktik-praktik akuntansi yang ada. Oleh karena itu,
walaupun pengujian selanjutnya mendukung teori ini, pengujian tersebut tidak akan
menentukan prosedur akuntansi yang tepat untuk digunakan dalam berbagai situasi
akibatnya, praktik akuntansi tidak akan dirubah.

PEMROSESAN INFORMASI PADA MANUSIA


Pengukapan seluruh informasi ini dimaksudkan untuk membantu investor dan calon
investor dalam membuat keputusan beli-tanah-jual atas sekuritas perusahaan. Kajian yang
berupaya menilai kemampuan seseorang untuk menggunakan informasi yang telah
diklasifikasikan sebagai riset pemrosesan informasi pada manusia ( Human Information
Processing- HIP). Pernasalahan yang diulas untuk kajian-kajian tersebut adalah :
Bagaimana masing-masing individu menggunakan informasi yang tersedia? oleh karena
itu, riset HIP dapat digunakan untuk menentukan bagaimana investor perorangan
mengambil keputusan. Umumnya, riset HIP telah menunjukkan bahwa orang- orang
memiliki kemampuan yang terbatas dalam memproses informasi dalam jumlah besar.
Temuan ini memiliki tiga konsekuensi utama yakni :
1. Persepsi seseorang mengenai informasi bersifat cukup selektif.Maksudnya, karena orang-
orang hanya mampu memahami sebangian kecil dari lingkungan mereka, antisipasi
mereka terhadap apa yang mereka harapkan untuk dirasakan pada situasi tertentu akan
menentukan sebangian besar hal mereka rasakan.
2. Oleh karena orang-orang membuat keputusan berdasarkan sebangian kecil seluruh
informasi yang tersedia, maka mereka tidak memiliki kapasitas untuk membuat
keputusan optimal.
3. Oleh karena manusia tidak mampu mengintegrasikan sejumlah besar informasi, mereka
memproleh informasi secara berurutan.

RISET PERSPEKTIF KRITIS


Pembahasan awal kita mengenai EMH , perilaku keuangan, CAPM, Teori keagenan,
dan HIP mencakup referensi- referensi ke kajian-kajian riset yang berupaya menguji
senjumlah hipotesis yang dapat membangun teori-teori tersebut.Pengujian- pengujian
semacam itu menggunakan asumsi bahwa pengetahuan tentang fakta-fakta yang dimaksud
bisa diperoleh melalui observasi dan bahwa riset akuntansi sepenuhnya bersifat
objektif.Riset diperoleh melalui observasi dan bahwa riset akuntansi sepenuhnya bersifat
objektif. Riset perspektif kritis ( Critical Perspective research ).
Untuk menolak pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan akuntansi
didasarkan pada prinsip-prinsip yang bersifat Objektif. selain itu, peneliti yang mengadopsi
pandangan ini memiliki keyakinan yang sama mengenai ketidakpastian (Intdeterminacy),
Klaim pengetahuan.
Pandangan mereka mengenai ketidakpastian menolak gagasan bahwa pengetahuan
hanya bisa didasarkan secara eksternal melalui system aturan yang lebih superior
dibandingkan dengan cara-cara lain untuk memahami suatu fenomena.Peneliti dari
perspektif kritis ini berupaya menginterpretasikan histori akuntansi sebagai jaringan
kejadian-kejadian ekonomi,politik, dan ketidaksengajaan yang bersifat kompleks. 47 Mereka
juga berpendapat bahwa organisasi bisnis yang melakukan perdagangan dipasar dapat
membentuk bangian dari Perekonomian masyarakat. Laba merupakan hasil dari aktivitas-
aktivitas tersebut dari menunjukkan efisiensi organisasi dalam menggunakan sumber daya
yang terbatas dari masyarakat.
Sebaliknya, riset perspektif kritis ini berhubungan dengan cara masyarakat dan
institusi yang membentuknya agar berkembang dan dapat dipahami. 51 Riset dari sudut
padang ini didasarkan pada 3 asumsi sebagai berikut :
1. Masyarakat berpontensi untuk menjadi sesuatu yang berbeda.
2. Tindakan manusia yang dilakukan secara sadar dapat membentuk dunia social
menjadi sesuatu yang berbeda ataupun lebih baik.
3. Asumsi kedua dapat ditingkatkan dengan penggunaan teori kritis (critical theory)

HUBUNGAN ANTARA RISET, PENDIDIKAN DAN PRAKTIK

Riset diperlukan untuk pengembangan teori yang efektif, Sederhannya, dapat


dinyatakan riset menghasilkan pendidikan yang memengaruhi praktik. Sebagai contohnya,
ahli medis awalanya percaya bahwa pasien yang menjalani Operasi besar membutuhkan
waktu istrirahat yang cukup lama agar bisa menjalani masa pemulihan secara efektif.
Namun, riset selanjutnya menunjukkan bahwa langsung beraktivitas dan berolahraga akan
memperbesar presentanse tingkat pemulihan. Oleh karena itu, sekarang menjadi praktik
yang umum dilakukan para ahli medis untuk mendorong pasien operasi agar mulai berjalan
dan berolahraga segera setelah dirasa memungkinkan.
BAB V
KONSEP LABA, PENGAKUAN DAN PENANDINGAN PENDAPATAN

PENDAHULUAN
Tujuan utama akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi yang berguna bagi
para investor saat membuat sejumlah prediksi mengenai kinerja perusahaan. Munculnya
pelaporan laba sebagai sumber utama bagi pengambilan keputusan investor telah
didokumentasikan dengan baik, dan pelaporan laba membantu para pelaku ekonomi dalam
berbagai cara. Alexander membahas kegunaan laba berikut dalam karyanya:
1. Sebagai dasar dari salah satu bentuk perpajakan yang utama.
2. Dalam laporan publik sebagai ukuran keberhasilan operasi suatu korporasi.
3. Sebagai kriteria untuk menentukan ketersediaan dividen.
4. Oleh otoritas yang mengatur tarif untuk menyelidiki apakah tarif tersebut wajar dan
sesuai.
5. Sebagai pedoman bagi pengelola yang ditugaskan untuk mendistribusikan laba kepada
pemilik properti sambil menjaga yang utama untuk pewaris properti.
6. Sebagai pedoman bagi manajemen suatu perusahaan dalam melakukan urusan-
urusannya.

Penentuan laba juga penting karena nilai perusahaan dikaitkan dengan labanya saat ini
dan di masa depan, dan walaupun konsep laba telah digunakan secara luas di dalam
perekonomian kita, terdapat ketidaksepakatan umum terkait definisi-definisi yang sesuai atas
laba (income). Mereka yang mengadopsi pendekatan laporan posisi keuangan, memandang
laba sebagai peningkatan dalam kekayaan neto-net worth (peningkatan neto dalam nilai aset)
yang telah terjadi selama satu periode; ini adalah pendekatan ekonomi. Mereka yang condong
pada pendekatan laba rugi memandang laba sebagai hasil dari aktivitas-aktivitas tertentu yang
telah terjadi selama satu periode. Mereka juga memandang laporan posisi keuangan sebagai
daftar komponen-komponen yang tersisa setelah laba ditentukan dengan menandingkan biaya
dan pendapatan; ini adalah pendekatan transaksi.

SIFAT LABA
Laba dapat memiliki berbagai bentuk; misalnya, Bedford mencatat bahwa sejumlah
literatur biasanya membahas tiga konsep dasar untuk laba, yaitu:
1. Laba psikis (psychic income) mengacu pada pemenuhan keinginan-keinginan manusia.
2. Laba uang (money income) mengacu pada peningkatan valuasi sumber daya moneter.
3. Laba riil (real income) mengacu pada peningkatan kekayaan ekonomi.

Ketiga konsep ini semuanya penting, namun masing-masing memiliki satu atau
beberapa masalah implementasi. Pengukuran laba psikis sulit dilakukan karena keinginan
manusia tidak bisa dikuantifikasi dan dipenuhi pada berbagai tingkatan saat seseorang
mendapatkan laba riil. Laba uang mudah diukur, tetapi tidak mempertimbangkan perubahan
dalam nilai unit moneter. Para ekonom umumnya sepakat bahwa tujuan mengukur laba
adalah menentukan seberapa baikkah suatu entitas selama periode waktu tertentu.
Konsekuensinya, para ekonom telah memusatkan perhatiannya pada penentuan laba ril.
Definisi konsep laba ekonomi biasanya mengacu pada definisi yang diberikan oleh ekonom
JR. Hicks, yang mengatakan bahwa tujuan perhitungan laba dalam urusan praktis adalah
memberikan orang-orang suatu indikasi mengenai jumlah yang dapat mereka konsumsi tanpa
memiskinkan diri sendiri.
Definisi Hicksian menekankan pada laba individual; namun, konsep ini dapat juga
digunakan sebagai dasar untuk menentukan laba usaha dengan mengubah kata konsumsi
(consume) menjadi distribusi (distribute). Kondisi yang lebih baik (well offness) di awal dan
di akhir setiap periode akuntansi adalah jumlah aset neto (asset dikurangi liabilitas) yang
tersedia untuk menjalankan semua urusan entitas bisnis. Laba usaha adalah perubahan aset
neto yang dihasilkan dari aktivitas bisnis selama periode akuntansi. Oleh karena itu, laba
usaha adalah perubahan aset neto selama periode akuntansi, tidak termasuk investasi oleh
pemilik dan distribusi kepada pemilik. Konsep penentuan laba ini disebut sebagai konsep
pengelolaan modal (capital maintenance) oleh para akuntan yang menyatakan tidak adanya
laba yang harus diakui sampai modal (ekuitas atau aset neto) telah dipertahankan atau biaya
yang dikeluarkan telah diperoleh manfaatnya. Namun demikian, dari sudut pandang praktis,
terdapat perbedaan pendapat mengenai pengukuran yang sesuai untuk kondisi yang lebih
baik-well-offness (nilai aset neto).

KONSEP-KONSEP PENGELOLAAN MODAL


Terjadinya laba menyiratkan imbal hasil (return) atas modal yang diinvestasikan. Imbal
hasil atas modal yang diinvestasikan terjadi sesaat setelah jumlah yang dinvestasikan telah
dipertahankan atau diperoleh kembali. Konsekuensinya, konsep pengelolaan modal sangat
penting untuk membedakan di antara imbal hasil dari (return of) dan imbal hasil atas
(return on) modal yang diinvestasikan, dan pada akhirnya saat menentukan laba.
Terdapat dua konsep pengelolaan modal yang utama, yaitu: pengelolaan modal
keuangan (financial capital maintenance) dan pengelolaan modal fisik (physical capital
maintenance). Pengelolaan modal keuangan terjadi ketika jumlah finansial (uang) atas aset
neto suatu perusahaan pada akhir periode melebihi jumlah finansial atas aset neto di awal
periode, tidak termasuk transaksi-transaksi dengan pemilik. Pandangan ini berbasis transaksi.
Pandangan ini merupakan pandangan konvensional terhadap pengelolaan modal yang
digunakan oleh para akuntan keuangan.
Pengelolaan modal fisik menyiratkan bahwa imbal hasil atas modal (laba) terjadi ketika
kapasitas produktif fisik suatu perusahaan di akhir periode melebihi kapasitas produktif
fisiknya di awal periode, tidak termasuk transaksi-transaksi dengan pemilik. Konsep ini
menyiratkan bahwa laba hanya diakui setelah memberikan penggantian fisik atas aset-aset
operasi. Kapasitas produktif fisik pada saat tertentu setara dengan nilai kini dari aset-aset neto
yang digunakan untuk memperoleh laba. Nilai kini (current value) berisi ekspektasi-
ekspektasi terkait kekuatan laba atas aset-aset neto di masa depan.
Perbedaan utama di antara pengelolaan modal fisik dan pengelolaan modal keuangan
terletak pada perlakuan terhadap kenaikan nilai dari aset yang dimiliki (holding gain) dan
penurunan nilai dari aset yang dimiliki (holding loss). Holding gain atau holding loss terjadi
ketika nilai komponen laporan posisi keuangan berubah selama periode akuntansi.

AKUNTANSI NILAI KINI


Konsep pengelolaan modal fisik meminta semua aset dan liabilitas dinyatakan pada
nilai kininya. Pendekatan paling umum untuk pengukuran nilai kini adalah harga masuk
(entry price) atau biaya penggantian (replacement cost), nilai keluaran (exit value) atau harga
jual (selling price), dan nilai sekarang yang terdiskonto (discounted present value) atas
ekspektasi arus kas di masa depan.
1. Harga Masuk atau Biaya Penggantian
Ketika kapasitas produktif diukur menggunakan biaya penggantian, sejumlah asset
dinyatakan sesuai biaya yang dikeluarkan untuk meggantinya dengan aset yang serupa dalam
kondisi yang sama. Dalam rangka mempertahankan kapasitas produktif fisik suatu entitas,
entitas tersebut harus menghasilkan kecukupan arus kas untuk memberikan penggantian fisik
atas aset-aset operasi. Untuk menentukan besarnya laba dengan pendekatan ini, pendaatan
ditandingkan (matched) dengan biaya kini untuk mengganti asset-aset tersebut.
Konsekuensinya, laba dapat didistribusikan ke para pemilik tanpa menurunkan nilai kapasitas
fisik untuk melanjutkan operasi di masa depan. Hasilnya, ketepatan penggunaan pendekatan
nilai masukan (entry-value approach) tergantung pada asumsi akuntansi mengenai
kontinuitas bisnis.
Menurut Edwards dan Bell, harga masuk saat ini (current entry price) memungkinkan
adanya penilaian atas keputusan manajerial untuk menahan sejumlah aset dengan cara
memisahkan laba nilai kiní-current-value income (holding gain dan holding loss) dari laba
operasi saat ini (current operating income). Dengan asumsi bahwa seluruh operasi akan
berlanjut, dikotomi ini memungkinkan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang untuk
dinilai. Keuntungan yang sifatnya berulang dan relatif bisa dikendalikan dapat dievaluasi
sehubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi operasi dari waktu ke waktu, tetapi
berada di luar kendali pihak manajemen. Biaya penggantian memberikan ukuran biaya untuk
mengganti kapasitas operasi kini, dan dengan demikian menjadi sarana untuk mengevaluasi
seberapa banyak perusahaan dapat mendistribusikannya ke para pemegang saham dengan
masih mempertahankan kapasitas produktifnya.
2. Nilai Keluaran atau Harga Jual
Pendekatan lain untuk menentukan nilai kini adalah nilai keluaran (exit value) atau
harga jual (selling price). Pendekatan penilaian ini menuntut adanya penilaian terhadap
masing-masing aset dari sudut pandang pelepasan (disposal). Setiap aset-persediaan,
bangunan, peralatan, dan lain sebagainya-akan dinilai berdasarkan harga jual yang akan
direalisasi jika perusanaan memilih untuk melepaskannya. Dalam menentukan harga keluaran
yang setara dengan kas, aset tersebut dianggap akan dijual dalam kondisi biasa, bukan karena
desakan likuidasi. Permasalahan ini memperoleh perhatian khusus dengan dikeluarkannya
SFAS No. 157, "Pengukuran Nilai Wajar (Fair Value Measurements)".
Seperti halnya harga masukan, penentuan nilai keluaran juga memiliki masalah dalam
pengukurannya. Pertama, ada permasalahan mendasar saat menentukan harga jual atas aset-
aset, seperti properti, pabrik, dan peralatan, yang mana tidak tersedia pasar yang siap
menerimanya. Kedua, anggapan bahwa harga keluaran harus didasarkan pada kenaikan
harga-harga dari penjualan dalam aktivitas bisnis yang normal, bukan karena desakan
likuidasi, yang dapat berlaku untuk aset-aset, seperti persediaan, tetapi tidak bisa atau sulit
diterapkan untuk bangunan fisik karena aset semacam itu tidak akan dilepaskan dalam
aktivitas bisnis yang normal.
Nilai keluaran adalah jenis biaya peluang (opportunity cost). Nilai ini mengukur
pengorbanan atas kepemilikan aset bukan ekspektasi biaya untuk menggantinya. Selain itu,
pengelolaan modal fisik didasarkan pada konsep kontinuitas, bukan likuidasi.
3. Nilai Sekarang yang Terdiskonto
Berdasarkan konsep ini, nilai sekarang dari arus kas masa depan yang diharapkan akan
diterima dari suatu asset (atau dicairkan untuk liabilitas) adalah nilai yang relevan atas asset
(atau liabilitas) yang harus diungkapkan dalam laporan posisi keuangan. Dengan metode ini,
laba adalah selisih di antara nila sekarang atas aset neto pada akhir periode dengan nilai
sekarang atas asset tersebut di awal periode, tidak termasuk pengaruh investasi oleh pemilik
dan distribusi kepada pemilik. Proses pengukuran ini mirip dengan konsep laba ekonomi
karena nilai sekarang yang terdiskonto mungkin adalah perkiraan yang paling dekat dengan
nilai aktual atas aset-aset yang digunakan dan dengan demikian dapat dipandang sebagai
ukuran pengganti yang paling sesuai untuk mengukur kondisi yang lebih baik.
Penggunaan pengukuran nilai sekarang dalam akuntansi memperoleh momentum
tambahan dengan dikeluarkannya SFAC No. 7, "Penggunaan Pengukuran Arus Kas dan
Pengukuran Nilai Sekarang dalam Akuntansi (Using Cash Flow Measurements and Present
Value Measurements in Accounting)" dan SFAS No. 157 oleh FASB. Meskipun demikian,
tiga masalah pengukuran yang utama terkait dengan konsep arus kas terdiskonto. Pertama,
konsep ini tergantung pada estimasi arus kas di masa depan berdasarkan periode waktu.
Hasilnya, jumlah arus kas yang perlu dihasilkan di mas depan dan waktu arus kas tersebut
perlu dihasilkan harus ditentukan. Masalah kedua adalah penentuan tingkat diskonto yang
sesuai. Masalah ketiga muncul karena aset-aset suatu perusahaan saling berkaitan.

Nilai Kini dan Model Akuntansi Historis


Walaupun model akuntansi saat ini sangat tergantung pada biaya historis, pernyataan-
pernyataan dan memorandum diskusi terbaru yang dikeluarkan oleh FASB menunjukkan
pergerakan ke arah penyediaan informasi nilai yang lebih kekinian. Salah satu contoh
pertama dari pengungkapan informasi biaya kini adalah SFAS No. 33 yang menetapkan
pedoman bagi pelaporan informasi biaya kini tambahan untuk aset-aset tertentu oleh
perusahaan berskala besar yang sahamnya diperdagangkan ke publik. Selain itu, SFAS No.
115 mewajibkan investasi-investasi dalam instrumen keuangan tertentu untuk dilaporkan
dengan nilai wajar, dan SFAS No. 157, "Pengukuran Nilai Wajar (Fair Value
Measurements)".

LABA EKONOMI VERSUS LABA AKUNTANSI


Dalam upaya mengatasi masalah pengukuran yang dikaitkan dengan penggunaan
konsep laba ekonomi, para akuntan awalnya berpendapat bahwa pendekatan transaksi
(transaction approach) harus digunakan untuk menghitung aset, liabilitas, pendapatan, dan
beban. Pendekatan ini mengandalkan asumsi bahwa elemen-elemen laporan keuangan harus
dilaporkan ketika terdapat bukti adanya pertukaran dengan pihak di luar perusahaan-outside
exchange (atau transaksi wajar - arm's length transaction). Akuntansi berbasis transaksi
umumnya meminta laba yang dilaporkan merupakan hasil dari kesepakatan dengan entitas di
luar unit pelaporan dan mendukung adanya prinsip realisasi. Prinsip realisasi (realization
principle) berpendapat bahwa laba harus diakui ketika proses perolehan laba telah selesai
atau dianggap telah selesai, dan transaksi pertukaran telah terjadi. Transaksi pertukaran
adalah dasar akuntabilitas dan penentuan waktu terjadinya pengakuan pendapatan beserta
jumlah pendapatan yang harus dicatat. Hasil laporan keuangan dinyatakan dalam bentuk
modal finansial (uang) yang diinvestasikan dalam aset neto dan imbal hasil atas investasi
tersebut bagi para pemegang saham. Dengan demikian, akuntansi berbasis transaksi
konvensional dianggap konsisten dengan konsep pengelolaan modal keuangan.
Akuntansi berbasis transaksi kontras dengan konsep laba ekonomi dalam hal
penentuannya, yang mana laba akuntansi ditentukan hanya dengan mengukur nilai aset neto
yang tercatat saja, tidak termasuk transaksi modal dan dividen selama periode tersebut.
Konsep laba akuntansi umumnya tidak berupaya untuk menempatkan nilai yang diharapkan
pada perusahaan atau melaporkan perubahan dalam ekspektasi nilai aset atau liabilitas.
Edwards dan Bell beranggapan bahwa hanya dengan sedikit perubahan dalam prosedur-
prosedur akuntansi saat ini, empat jenis laba dapat dipisahkan, yaitu:
1. Keuntungan operasi saat ini (current operating profit): kelebihan pendapatan penjualan
atas biaya kini dari input yang digunakan dalam produksi dan kemudian dijual.
2. Penghematan biaya yang bisa direalisasi (realizable cost savings): kenaikan harga atas
aset-aset yang dimiliki selama periode tersebut.
3. Penghematan biaya yang direalisasi (realized cost savings): selisih antara biaya historis
dan harga beli kini atas barang yang dijual.
4. Keuntungan modal yang direalisasi (realized capital gains): kelebihan hasil penjualan
atas biaya historis dari pelepasan aset-aset jangka panjang.

Edwards dan Bell berpendapat bahwa ukuran-ukuran tersebut merupakan indikasi


adanya kondisi yang lebih baik dan memberikan lebih banyak informasi bagi para pengguna
yang bisa digunakan untuk menganalisis hasil-hasil perusahaan.
FASB mengeluarkan SFAS No. 130, "Laba Komprehensif (Comprehensive Income)”.
Laba komprehensif (comprehensive income) diartikan sebagai seluruh perubahan dalam aset
neto selain transaksi-transaksi dengan pemilik. Tujuan utama pernyataan ini adalah
menjadikan komponen-komponen laba komprehensif lainnya (perubahan dalam aset dan
liabilitas yang tidak diungkapkan pada laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain)
sama pentingnya dengan nilai laba neto dalam laporan keuangan.

PENGAKUAN PENDAPATAN
Pengakuan adalah proses formal dari pelaporan suatu transaksi atau peristiwa dalam
laporan keuangan perusahaan, sedangkan realisasi adalah proses konversi aset nonkas
menjadi kas atau klaim atas kas. Secara historis, dengan akuntansi berbasis transaksi,
pendapatan diakui ketika pendapatan tersebut terealisasi atau bisa direalisasi. Oleh karena itu,
pengakuan akuntansi mengandalkan penentuan terkait kapan realisasi akan terjadi.
Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, kritik terhadap proses akuntansi lebih menyukai
konsep laba ekonomi riil, yang mana pendapatan terus-menerus diterima sepanjang waktu,
tetapi akuntan berpendapat alangkah tidak praktisnya mencatat pendapatan secara terus-
menerus. Oleh karenanya, perlu kiranya memilih waktu yang tepat untuk mencatat terjadinya
pendapatan.
Pada tahun 1964, American Accounting Association Committee on Realization
membahas permasalahan ini dan merekomendasikan bahwa konsep realisasi dapat diperbaiki
jika kriteria-kriteria berikut diterapkan: Pendapatan harus dapat diukur, pengukurannya harus
diverifikasi oleh transaksi pasar eksternal, dan peristiwa krusialnya harus sudah terjadi.
Sebelum pengadopsian FASB ASC 606, perusahaan biasanya mengakui pendapatan
pada saat mereka menjual produk atau jasanya (titik penjualan). Namun, suatu perusahaan
dapat mempercepat atau menunda pengakuan pendapatannya dalam siklus aktivitas produksi-
labanya karena keadaan-keadaan yang dikaitkan dengan penjualan.
Sampai FASB ASC 606 diadopsi, perusahaan-perusahaan mengakui pendapatannya
ketika kedua kondisi berikut ini terpenuhi:
1. Pendapatan tersebut telah direalisasi" atau "bisa direalisasi". Realisasi berarti produk
atau jasa telah dipertukarkan untuk kas atau klaim atas kas.
2. Pendapatan telah diterima. Pendapatan dianggap diterima ketika suatu perhak telah
melakukan semua yang harus dilakukannya agar dapat dianggap memperoleh manfaat
yang direpresentasikan oleh pendapatan tersebut.

Secara umum dapat dikatakan jika orang-orang mulai meninggalkan pencatatan


pendapatan pada titik penjualan karena perubahan dalam tingkat kepastian seputar
penerimaan kas atas penjualan tersebut. Jika pengumpulan kas untuk transaksi tertentu
memiliki tingkat kepastian yang tinggi, maka perusahaan akan mempercepat pengakuan
pendapatan. Di sisi lain, ketika tingkat ketidakpastian pengumpulan kas yang ada sangat
tinggi-ketika seorang pelanggan penting mengumumkan kebangkrutan, misalnyanya-
pengakuan pendapatan dapat ditunda.

ALTERNATIF TITIK-TITIK PENGAKUAN PENDAPATAN


1. Pendapatan Diakui selama Proses Produksi
Ketika produksi produk perusahaan berlangsung selama dua periode atau lebih,
alokasi pendapatan ke berbagai periode akuntansi dianggap penting untuk pelaporan yang
tepat. Dalam kasus seperti ini, metode pengakuan pendapatan yang disebut sebagai
persentase penyelesaian (percentage of completion) dapat digunakan jika perusahaan
dapat mengestimasi progres pemenuhan kewajibannya secara wajar. Hal ini berarti
perusahaan mengakui pendapatan dan laba bruto di setiap periodenya berdasarkan progres
konstruksi. Metode ini digunakan dalam akuntansi untuk kontrak konstruksi jangka
panjang, seperti jalan, kapal, dan bendungan. Oleh karena metode persentase
penyelesaian mengakui pendapatan setelah diterima bukan menunggu sampai transaksi
telah diselesaikan, konsep pengakuan pendapatan memberikan pengukuran laba yang
lebih dekat dengan konsep laba ekonomi yang dikemukakan oleh Hicks.
2. Pendapatan Diakui saat Penyelesaian Produksi
Ketika produk perusahaan dapat dijual dengan harga yang bisa ditentukan di pasar
yang terorganisasi, pendapatan dapat direalisasi ketika barang tersebut siap untuk dijual.
Artinya pemenuhan kewajiban dipandang selesai ketika barang yang selesai diproduksi
disisihkan untuk pelanggan.
3. Pendapatan Diakui saat Jasa telah Diberikan
Tiga langkah yang terkait dalam kontrak jasa/layanan adalah penerimaan pesanan,
pelaksanaan jasa/layanan, dan pengumpulan kas. Langkah-langkah ini semuanya dapat
dilakukan dalam satu periode akuntansi atau dibagi ke dalam beberapa periode. Dalam
kontrak jasa/layanan, realisasi umumnya harus dikaitkan dengan pelaksanaan
jasa/layanan dan pendapatan umumnya harus diakui dari waktu ke waktu.
Penandatanganan kontrak berakibat pada pelaksanaan kontrak, sementara pengumpulan
kas dapat dilakukan sebelum atau sesudah pelaksanaan jasa/layanan.
4. Pendapatan Diakui saat Kas Diterima
Dalam situasi-situasi tertentu, yang mana penerimaan pendapatan secara penuh
diragukan, pengakuan ditunda sampai pembayaran kas diterima. Sebelumnya, metode
angsuran dan metode pemulihan kas (cash recovery) merupakan contoh-contoh
penundaan pengakuan pendapatan sampai diterimanya kas. Namun, Accounting
Principles Board (APB) menyatakan bahwa pengakuan pendapatan seharusnya tidak
ditunda kecuali jika penerimaan secara penuh benar-benar sangat diragukan, yang mana
penyisihan piutang tak tertagih yang sesuai tidak bisa diestimasi.
5. Pendapatan Diakui saat Terjadinya Beberapa Peristiwa
Dalam beberapa kasus, yang mana tidak ada kontrak yang mengikat atau hak untuk
membatalkan adalah bukti bahwa tingkat ketidakpastian akan menunjukkan kalau
pengakuan pendapatan dapat ditunda sampai tercapainya titik ratifikasi atau berlalunya
waktu. Dalam kasus seperti ini, perusahaan dapat memutuskan bahwa pelanggan yang
bersangkutan tidak memperoleh kendali atau hak atas produk sampai periode ratifikasi
telah dilalui.

PEDOMAN PENGAKUAN PENDAPATAN


FASB mendefinisikan pendapatan (revenue) sebagai "aliran masuk atau peningkatan
asset lainnya dari suatu entitas atau penyelesaian atas liabilitasnya (atau kombinasi
keduanya) selama satu periode dimulai dari pengiriman atau produksi barang, pemberian
layanan atau aktivitas lain yang menjadi bagian dari operasi entitas yang sedang
berlangsung," dan FASB ASC 605. Pengakuan pendapatan (revenue recognition)
memberikan pedoman yang berlaku bagi pengakuan pendapatan dan hal-hal lain yang
terkait dengan aktivitas-aktivitas untuk menghasilkan pendapatan yang tidak dibahas
secara spesifik di topik-topik lainnya. Baik SEC maupun FASB telah berupaya untuk
mengembangkan kriteria pengakuan pendapatan yang lebih konsisten dengan
mengeluarkan sejumlah pernyataan, termasuk SEC Staff Bulletin No. 101, FASB EITF
Issues No. 00-21 dan 09-1, serta FASB ASU 2014-09.

1. Staff Accounting Bulletin (SAB) No.101


Selama tahun 1990-an, pasar saham mendorong pelaporan keuangan yang kurang
konservatif dari sejumlah perusahaan. Pada saat itu, sebagian besar pasar saham
menjadikan pendapatan sebagai dasar harga yang kemudian membuat perusahaan-
perusahaan menunjukkan harga saham dan kapitalisasi pasar yang kuat tanpa memiliki
laba yang besar. Ketika pasar menempatkan begitu banyak penekanan pada salah satu
line item, perusahaan menjadi tergiur untuk menggelembungkan pendapatan melalui
akuntansi kreatif-creative accounting.
Selain itu, laporan pada bulan Maret 1999 yang berjudul Fraudulent Financial
Reporting: 1987-1997 An Analysis of U.S. Public Companies, yang disponsori oleh
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dari Treadway Commission,
menunjukkan bahwa lebih dari separuh kecurangan pelaporan keuangan yang
didokumentasikan dalam kajian tersebut berhubungan dengan penggelembungan
pendapatan.
Oleh karena itu, SEC membahas masalah-masalah pengakuan pendapatan ini dalam
Staff Accounting Bulletin (SAB) No. 101, "Pengakuan Pendapatan dalam Laporan
Keuangan (Revenue Recognition in Financial Statements),” dan dalam dokumen
pendamping. SAB No. 101 menyatakan bahwa jika suatu transaksi berada di antara
cakupan literatur otoritatif tertentu terkait pengakuan pendapatan, maka pedoman tersebut
harus diikuti. Namun, jika pedoman semacam itu tidak ada, maka kriteria pengakuan
pendapatan dalam SFAC No. 5 (pendapatan tidak seharusnya diakui sampai pendapatan
tersebut direalisasi atau bisa direalisasi dan diterima) harus diikuti.

2. Multiple-Deliverable Arrangement
Salah satu masalah paling sulit terkait pengakuan pendapatan melibatkan Mutiple-
Deliverable Arrangement (MDA). Pemasok sering kali memberikan banyak produk atau
jasa ke para pelanggannya sebagai bagian dari satu perjanjian atau serangkaian perjanjian
yang berkaitan. Deliverable tersebut dapat diberikan pada waktu yang berbeda atau
selama periode waktu yang berbeda.
Sebelum tahun 2003, pedoman pengakuan pendapatan dalam GAAP AS umumnya
terbatas pada satu deliverable saja. Oleh karena itu, sulit, bahkan tidak mungkin mencari
metode pengakuan pendapatan yang bisa diterapkan terhadap gabungan deliverable
tersebut.
Pada tahun 2000, Emerging Issues Task Force (EITF) menambahkan permasalahan
ke agendanya dan setelah pembahasan selama tiga tahun, mereka mengeluarkan EITF
issue No. 00-21, Revenue Arrangements with Multiple Deliverables. Perusahaan dan
banyak investor mengaku bahwa pengakuan pendapatan untuk MDA dengan pedoman
yang ada mendistorsi dasar ekonomi dari transaksi dalam berbagai perjanjian.
Dalam usaha mengurangi permasalahan-permasalahan, FASB mengeluarkan EITF
09-13, Revenue Arrangements with Multiple Deliverables, pada bulan Oktober 2009.
Berdasarkan ketentuan tersebut, persyaratan nilai wajar dari EITF 00-8 dikesampingkan
dengan memperkenalkan konsep harga jual relatif (Relative Selling Price-RSP) yang
memungkinkan perusahaan menggunakan estimasi harga jual terbaik untuk menentukan
harga jual suatu bagian MDA.
EITF 09-13 menetapkan hierarki baru untuk bukti harga jual sebagai berikut:
 VSOE-Vendor specific Objective Evidence. VSOE adalah harga suatu bagian MDA
ketika perusahaan menjualnya di pasar terbuka secara terpisah dari transaksi yang
digabungkan.
 TPE-Third Party Evidence. Ukuran untuk menetapkan harga pada kriteria ini adalah
harga yang digunakan oleh perusahaan pesaing atau pihak ketiga lainnya untuk
menjual bagian MDA yang serupa dalam transaksi atau situasi yang sama.
 RSP-Relative Selling Price adalah harga yang akan digunakan manajemen untuk
bagian MDA jika bagian tersebut dijual secara terpisah dalam kondisi biasa yang
konsisten dengan praktik penjualan perusahaan.

3. FASB ASC Topic 606


Pada tahun 2002, FASB dan lASB memulai proyek gabungan untuk mengembangkan
standar pendapatan yang umum bagi GAAP AS dan IFRS. Setelah 10 tahun melakukan
pembahasan, pada bulan Mei 2014, FASB mengumumkan amendemen terhadap FASB
ASC dengan mengeluarkan FASB ASU 2014-09, Revenue from Contracts with
Customers, yang menciptakan FASB ASC Topic 606. Pada saat yang sama IASB
mengeluarkan IFRS No. 15, Revenue from Contracts with Customers. Prinsip utama dari
Topic 606 adalah keharusan suatu perusahaan mengakui pendapatan agar dapat
menggambarkan pengalihan barang atau jasa yang dijanjikan kepada para pelanggan
dalam jumlah yang mencerminkan imbalan yang diharapkan perusahaan akan menjadi
haknya sehubungan dengan pertukaran barang atau jasa tersebut.
Topic 606 mengubah pedoman pendapatan dari perspektif berbasis aturan menjadi
pedoman berbasis prinsip yang akan memerlukan penggunaan lebih banyak penilaian.
Pedoman tersebut berlaku untuk kontrak-kontrak dengan pelanggan demi menyediakan
barang atau jasa. Pedoman tersebut tidak berlaku bagi kontrak-kontrak tertentu dalam
cakupan topik yang dimuat di dalam FASB ASC lainnya, seperti kontrak sewa, kontrak
asuransi, perjanjian pendanaan, instrumen keuangan, jaminan selain jaminan barang atau
jasa, dan pertukaran nonmoneter antar-entitas dalam jalur usaha yang sama untuk
memfasilitasi penjualan kepada para pelanggan.
Untuk mencapai prinsip utama, proses lima langkah berikut harus digunakan:
Langkah 1: Mengidentifikasi kontrak-kontrak dengan pelanggan. Kontrak (contract)
adalah perjanjian di antara dua pihak atau lebih yang menciptakan hak dan kewajiban
yang dapat dilaksanakan.
Langkah 2: Mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan dalam kontrak. Kewajiban
pelaksanaan (performance obligation) adalah janji dalam suatu kontrak dengan pelanggan
untuk mentransfer barang atau jasa kepada pelanggan.
Langkah 3: Menentukan harga transaksi. Harga transaksi (transaction price) adalah
jumlah yang dipertimbangkan (misalnya, imbalan) yang diharapkan perusahaan akan
menjadi haknya dalam pertukaran terkait pengalihan barang atau jasa yang dijanjikan
kepada pelanggan, tidak termasuk jumlah yang dipungut atas nama pihak seperti pajak
penjualan.
Langkah 4: Mengalokasikan harga transaksi ke kewajiban pelaksanaan dalam
kontrak. Untuk kontrak yang memiliki lebih dari satu kewajiban pelaksanaan,
perusahaan harus mengalokasikan harga transaksi ke masing-masing kewajiban
pelaksanaan dalam jumlah yang menggambarkan jumlah imbalan yang diharapkan
perusahaan akan menjadi haknya dalam pertukaran akibat pemenuhan masing-masing
kewajiban pelaksanaan.
Langkah 5: Mengakui pendapatan ketika (atau bersamaan saat) perusahaan
memenuhi kewajiban pelaksanaan. Perusahaan harus mengakui pendapatan ketika
(atau bersamaan saat) pihaknya memenuhi kewajiban pelaksanaan dengan mentransfer
barang atau jasa yang dijanjikan kepada pelanggan. Barang atau jasa ditransfer ketika
(atau bersamaan saat) pelanggan memperoleh kendali atas barang atau jasa tersebut.

Situasi-Situasi Pengakuan Pendapatan secara Khusus


FASB ASC 606 memberikan pedoman implementasi untuk membantu beberapa
perusahaan menerapkan ketentuan-ketentuannya pada sejumlah situasi yang kompleks
saat menentukan kapan pelanggan memperoleh kendali atas barang atau jasa yang
dijanjikan. Beberapa situasi tersebut sebelumnya telah mendapatkan tindak lanjut dari
SEC, yang mana termasuk penjualan dengan hak untuk mengembalikan, garansi,
konsinyasi, fee dibayar dimuka yang tidak bisa dikembalikan, perjanjian bill and hold,
dan hak untuk membeli kembali.
Penjualan dengan hak untuk mengembalikan-Perusahaan dapat menawarkan hak bagi
para pelanggannya untuk mengembalikan produk-produk yang telah dibeli. Penawaran ini
dapat dipicu oleh faktor-faktor pemicu, seperti: keinginan pembeli untuk memitigasi
risiko ketidakpuasan, risiko teknis, risiko bahwa perantara tidak akan bisa menjual produk
tersebut, dan keinginan penjual untuk menjamin kepuasan pelanggan. Hak untuk
mengembalikan (right to return) bukan merupakan kewajiban pelaksanaan yang terpisah,
tetapi hal tersebut memengaruhi estimasi harga transaksi atas barang-barang yang
transfer.
Garansi- Sebagaimana yang dibahas sebelumnya, perusahaan dapat memberikan dua
jenis garansi kepada para pelanggan:
1. Garansi bahwa produk yang dijual memenuhi spesifikasi yang telah disepakati. Jenis
garansi ini disertakan dalam harga jual produk perusahaan dan disebut dengan istilah
garansi keyakinan (assurance warranty).
2. Garansi yang memberikan tambahan layanan di luar garansi keyakinan. Jenis garansi
ini tidak termasuk dalam harga jual produk dan biasanya disebut sebagai garansi
layanan (service-type warranty).

Konsinyasi-Konsinyasi (consignment) adalah perjanjian yang mana perusahaan


mengirimkan produk ke agen, tetapi tetap memiliki kendali atas produk tersebut sampai
terjadinya peristiwa yang ditentukan sebelumnya terjadi (umumnya berupa penjualan
produk). Pendapatan dalam perjanjian konsinyasi tidak diakui pada saat pengiriman
produk ke agen. Pendapatan harus diakui ketika produk telah dijual oleh agen kepada
pelanggan.
Fee dibayar dimuka yang tidak bisa dikembalikan-Pada beberapa industri, perusahaan
biasanya membebankan biaya kepada para pelanggan pada saat atau mendekati
dimulainya suatu kontrak. Fee dibayar dimuka (upfront fee) tersebut sering kali tidak bisa
dikembalikan (nonrefundable). Untuk mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan dalam
kontrak semacam itu, FASB ASC 606 menunjukkan bahwa perusahaan harus menilai
apakah biaya-biaya tersebut terkait dengan transfer barang atau jasa yang dijanjikan
kepada pelanggan. Jika tidak terkait, biaya dibayar dimuka tersebut merupakan
pembayaran di muka untuk barang atau jasa di masa depan dan akan diakui sebagai
pendapatan ketika barang atau jasa yang dijanjikan telah diberikan di masa depan.
Perjanjian bill and hold-Perjanjian bill and hold muncul ketika pelanggan ditagih atas
barang-barang yang siap untuk dikirimkan, tetapi perusahaan tidak mengirimkan barang
tersebut ke konsumen sampai tanggal setelahnya. Dalam situasi seperti ini, perusahaan
harus menilai apakah kendali atas barang telah ditransfer ke pelanggan, meskipun
pelanggan belum memiliki barang tersebut secara fisik.
Hak untuk membeli kembali-Dalam beberapa kasus, perusahaan-perusahaan ikut serta
dalam perjanjian dengan hak untuk membeli kembali (repurchase rights) yang
memungkinkan mereka mentransfer aset kepada pelanggan, tetapi memiliki kewajiban
atau hak untuk membeli kembali aset tersebut di kemudian hari. Dalam menentukan
bagaimana memperhitungkan transaksi ini, penjual harus menentukan apakah pembeli
akan memiliki dorongan ekonomi untuk melakukan opsi jual tersebut. Jika jawabannya
adalah ya, perjanjian ini dilaporkan sebagai transaksi pendanaan. Jika jawabannya adalah
tidak, perjanjian ini dicatat sebagai penjualan dengan hak untuk mengembalikan. Dalam
situasi-situasi, yang mana harga beli kembali lebih rendah daripada harga jual awal,
kontrak tersebut akan diperhitungkan sebagai sewa dengan ketentuan dari FASB ASC
840.

Joint Transition Resource Group


Untuk membantu menangani masalah-masalah yang diidentifikasi oleh entitas-entitas
pada saat mereka mengimplenmentasikan pedoman pengakuan pendapatan yang baru,
FASB dan IASB membentuk Joint Transition Resource Group (TRG). Tujuan TRG
adalah:
 Untuk mengumpulkan, menganalisis, dan membahas masalah-masalah pemangku
kepentingan yang timbul dari pengimplementasian pedoman baru.
 Untuk memberikan informasi kepada FASB dan IASB terkait masalah-masalah
implementasi tersebut, yang mana hal ini akan membantu kedua dewan dalam
menentukan tindakan-tindakan yang akan diperlukan untuk menangani masalah-
masalah tersebut, jika ada.
 Untuk menyediakan forum bagi para pemangku kepentingan dalam mempelajari
pedoman baru dari pihak-pihak yang terlibat dalam pengimplementasian.

Perjanjian Lisensi-Dalam FASB ASC Topic 606, FASB memberikan pedoman untuk
mengidentifikasi apakah perjanjian lisensi harus diakui sebagai pendapatan dari waktu ke
waktu. Pedoman ini juga memberikan pengecualian terhadap pedoman lisensi umum
untuk perjanjian royalti berbasis penjualan atau perjanjian royalti berbasis penggunaan.
FASB menerbitkan draf eksposur berjudul “Mengidentifikasi Kewajiban Pelaksanaan dan
Lisensi (ldentifying Performance Obligations and Licensing)" dalam upaya membantu
mengklarifikasi pedoman yang terkait degan situasi-situasi lisensi.

Pengungkapan
FASB ASC 606 mengharuskan sejumlah perusahaan untuk memberikan berbagai
pengungkapan mengenai pendapatan dan arus kas yang timbul dari kontrak-kontrak
dengan pelanggan. Tujuan dari pengungkapan-pengungkapan tersebut adalah
memberikan kecukupan informasi bagi para pengguna laporan keuangan agar dapat
memahami sifat, jumlah, waktu, dan ketidakpastian terkait jumlah pendapatan dan kas
tersebut. Informasi yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang diperlukan harus
diungkapkan, termasuk:
1. Kontrak-kontrak dengan para pelanggan-pendapatan dan penurunan nilai diakui,
pemilahan pendapatan, serta informasi mengenai saldo kontrak dan kewajiban
pelaksanaan (termasuk harga transaksi yang dialokasikan ke kewajiban
pelaksanaanyang ada).
2. Penilaian penting dan perubahan dalam penilaian tersebut, seperti menentukan waktu
pemenuhan kewajiban pelaksanaan (sepanjang waktu atau pada waktu tertentu), dan
menentukan harga transaksi, serta jumlah yang dialokasikan ke kewajiban
pelaksanaan.
3. Aset-aset yang diakui dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau
memenuhi kontrak.

PENANDINGAN
Setelah perusahaan memenuhi kriteria FASB ASC 606 dan mengakui pendapatan,
perusahaan selanjutnya harus mengidentifikasi semua beban yang dikaitkan dengan upaya
menghasilkan pendapatan tersebut. Proses mengaitkan pendapatan dengan beban ini disebut
sebagai konsep penandingan (matching concept). Dari sudut pandang konseptual,
menandingkan pendapatan dengan beban yang terkait berhubungan dengan usaha yang
dilakukan dan hasil yang dicapai. Walaupun ini merupakan konsep yang cukup mudah untuk
dipahami, menandingkan pendapatan dan beban menuntut pertimbangan yang seksama dalam
praktiknya. Penentuan kapan biaya-biaya tidak lagi menghasilkan manfaat di masa depan dan
kemudian harus membebankannya ke pendapatan tergantung pada definisi-definisi dari
istilah biaya (cost), aset (asset), beban (expense), dan kerugian (loss). Definisi biaya dalam
konteks ini terdapat di dalam Accounting Terminology Bulletin No.1, sementara beban, aset,
dan kerugian didefinisikan di dalam SFAC No. 6.
Biaya produk (product cost) adalah kedaluwarsanya biaya yang dapat langsung
dikaitkan dengan produk perusahaan, seperti bahan baku langsung, tenaga kerja langsung,
dan overhead pabrik langsung. Selain itu, telah menjadi praktik umum untuk langsung
membebankan beberapa biaya ke produk, seperti overhead tidak langsung, meskipun tidak
ada cara yang langsung mengaitkan biaya dengan produk tertentu. Terakhir, biaya produk
diperlakukan sebagai beban berdasarkan jumlah produk yang terjual.
Sebaliknya, biaya periodik (period cost) adalah kedaluwarsanya biaya yang lebih erat
kaitannya dengan periode waktu daripada produk, misalnya, gaji bagian administrasi atau
biaya iklan. Biaya periodik diperlakukan sebagai beban berdasarkan periode manfaatnya.
Terakhir, harus dicatat bahwa kemampuan perusahaan untuk mengakui laba sangat
tergantung pada kemampuannya mengukur arus masuk (pendapatan) dan arus keluar yang
terkait (beban).

KETERBATASAN PENGAKUAN LABA


Dua keterbatasan, yakni konservatisme dan materialitas telah berdampak pada proses
pengakuan laba.
1. KONSERVATISME
Sterling menyebut konservatisme (conservatism) sebagai prinsip penilaian yang paling
berpengaruh dalam akuntansi. Singkatnya, konservatisme berpendapat bahwa ketika Anda
ragu, lebih baik memilih alternatif akuntansi yang setidaknya mungkin akan melebihsajikan
aset atau laba.
Prinsip konservatisme awalnya memperoleh perhatian sebagai keseimbangan parsial
terhadap optimisme kekal pihak manajemen dan kecenderungan untuk melebihsajikan
laporan keuangan yang merupakan karakteristik umum dari abad ke duapuluh.
Konservatisme juga dipandang mengesampingkan argumen holding gain karena banyak
akuntan yang meyakini bahwa praktik penggunaan alternatif penilaian yang kurang disukai
pada perusahaan mungkin akan menyesatkan para pengguna informasi akuntansi keuangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, tekanan-tekanan untuk dihasilkann informasi yang lebih
relevan dan reliabel telah memperkecil pengaruh konsep ini. Laporan keuangan yang
konservatif biasanya bersifat tidak wajar bagi pemegang saham saat ini dan bersifat bias yang
lebih menguntungkan bagi calon pemegang saham karena penilaian neto yang dilakukan
perusahaan tidak menyertakan ekspektasi masa depan.
2. MATERIALITAS
Konsep materialitas (materiality) memiliki pengaruh yang pervasif terhadap semua
aktivitas akuntansi, meskipun tidak ada satu pun definisi yang bisa menjelaskan konsep
tersebut sepenuhnya. Walaupun materialitas memengaruhi pengukuran dan pengungkapan
semua informasi yang disajikan pada laporan keuangan, materialitas memiliki dampak yang
paling besar terhadap komponen-komponen pendapatan dan beban.
Dalam amendemen yang diusulkan terhadap SFAC No. 8, FASB menyatakan bahwa
informasi bersifat material jika terdapat kemungkinan besar bahwa hal-hal yang dihilangkan
atau disalahsajikan dapat dipandang oleh pihak penyedia sumber daya yang memadai sebagai
sesuatu yang benar-benar mengubah total bauran informasi. Oleh karena itu, Dewan
menunjukkan bahwa pihaknya tidak dapat menentukan batasan kuantitatif yang seragam
untuk materialitas dalam situasi tertentu.
Selanjutnya, FASB menangani masalah materialitas ini dalam konteks pengungkapan
catatan kaki pada draf eksposur yang berjudul, "Catatan atas Laporan Keuangan (Notes to
Financial Statement)." Dokumen ini mencatat bahwa pengungkapan semacam ini
dimaksudkan untuk mendorong penggunaan diskresi yang tepat oleh organisasi pelaporan
saat menilai apakah pengungkapan catatannya bersifat material atau tidak.

KUALITAS LABA, MANAJEMEN LABA, DAN PELAPORAN KEUANGAN YANG


MENGANDUNG KECURANGAN KUALITAS LABA
Para analis dan pengguna laporan keuangan lainnya sangat tertarik dengan laba yang
dilaporkan perusahaan karena memungkinkan mereka untuk tidak hanya menilai kinerja masa
lalu tetapi juga memprediksi arus kas masa depan yang pada gilirannya akan memengaruhi
harga sekuritas. Laba akuntansi dipengaruhi oleh kebijakan dan metode pengakuan
pendapatan, kebutuhan untuk menandingkan pendapatan dengan beban pada periode waktu
tertentu, dan penilaian manajemen yang kesemuanya dapat mengurangi manfaat dari
informasi laba tersebut. Jumlah laba yang diperoleh suatu perusahaan didapatkan dari
perubahan dalam ekuitas atau aset netonya, tidak termasuk setiap transaksi dengan pemilik.
Untuk menghadapi kelemahan atas laba akuntansi yang dilaporkan, dan untuk membantu
menyejajarkan laba akuntansi perusahaan dengan laba ekonominya, para pengguna laporan
keuangan harus menilai kualitas laba suatu perusahaan. Kualitas laba (earnings quality)
didefinisikan sebagai tingkat korelasi di antara laba akuntansi perusahaan dengan laba
ekonominya. Beberapa teknik dapat digunakan untuk menilai kualitas laba, termasuk yang
dirincikan berikut:
1. Membandingkan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang secara umum digunakan dalam industri tertentu dan oleh
perusahaan pesaingnya.
2. Meninjau perubahan terbaru dalam prinsip-prinsip akuntansi dan perubahan dalam
estimasi untuk menentukan apakah pihaknya menggelembungkan laba.
3. Menentukan apakah pengeluaran diskresioner, seperti iklan telah ditangguhkan dengan
membandingkannya dengan periode-periode sebelumnya.
4. Berupaya menilai apakah beberapa beban, seperti beban garansi, tidak tercermin dalam
laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
5. Menentukan biaya penggantian untuk persediaan dan aset-aset lainnya. Menilai apakah
perusahaan menghasilkan arus kas yang memadai untuk mengganti aset-aset yang
dimilikinya.
6. Mempelajari catatan atas laporan keuangan untuk menentukan apakah ada kontingensi
kerugian yang dapat menurunkan laba dan arus kas di masa depan.
7. Mempelajari hubungan di antara penjualan dan piutang untuk menentukan apakah piutang
meningkat lebih cepat daripada penjualan.
8. Mempelajari bagian diskusi dan analisis manajemen dari laporan tahunan dan opini
auditor untuk menentukan opini manajemen mengenai masa depan perusahaan dan
mengidentifikasi adanya masalah-masalah akuntansi yang cukup besar.

MANAJEMEN LABA
Manajemen laba adalah aspek lain dari masalah kualitas laba. Manajemen laba
(earnings management) didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh pejabat korporat
untuk memengaruhi laba jangka pendek yang dilaporkan. Suatu kajian menemukan bahwa
manajemen laba terjadi karena berbagai alasan, termasuk memengaruhi pasar saham,
meningkatkan kompensasi manajemen, mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian
pinjaman, dan menghindari intervensi dari para regulator pemerintah. Manajer mungkin
berusaha mengelola laba karena mereka meyakini bahwa laba yang dilaporkan memengaruhi
keputusan investor dan kreditur. Dalam banyak kasus, teknik-teknik manajemen laba
dirancang untuk memperbaiki pengaruh laba yang dilaporkan dan menurunkan biaya modal
perusahaan.
Menilai ketepatan teknik manajemen laba tergantung pada tujuannya. Jenis-jenis
teknik manajemen laba seperti ini dianggap sah; praktik manajemen laba yang dianggap
menyalahi hukum dan kesalahan penyajian laba menjadi perhatian SEC dan lembaga
investasi. Pada tahun 1998, Arthur Levitt, mantan ketua SEC, menguraikan lima teknik
manajemen laba yang disebutnya mengancam integritas pelaporan keuangan, yaitu:
1. Taking a bath. Pada satu waktu, melebihsajikan beban restrukturisasi untuk mengurangi
besarnya aset, yang mana hal ini akan mengurangi besarnya beban di masa depan.
Ekspektasinya adalah bahwa kerugian yang terjadi pada satu waktu tersebut didiskontokan
di pasar oleh para analis dan investor yang akan lebih focus pada laba masa depan.
2. Creative acquisition accounting. Menghindari beban di masa depan dengan membebankan
biaya riset dan pengembangan dalam proses pada satu waktu.
3. “Cookie jar” reserves. Melebihsajikan retur penjualan atau biaya garansi di masa kinerja
perusahaan sedang bagus dan menggunakan nilai lebih saji tersebut di masa kinerja
perusahaan sedang buruk untuk mengurangi beban yang serupa.
4. Penyalahgunaan konsep materialitas. Dengan sengaja mencatat sejumlah kesalahan atau
mengabaikan kesalahan dalam laporan keuangan berdasarkan asumsi bahwa dampaknya
tersebut tidak signifikan.
5. Pengakuan pendapatan yang tidak tepat. Mencatat pendapatan sebelum diterima. Tercatat
bahwa lebih dari separuh kasus penindakan yang dilakukan SEC pada tahun 1999 dan
2000 melibatkan masalah-masalah pengakuan pendapatan yang tidak tepat.

Pelaporan Keuangan yang mengandung kecurangan


Banyak aktivitas manajemen laba, walaupun agresif, menyertakan penilaian dan
estimasi yang sesuai dengan GAAP AS. Namun, manipulasi laba yang bertujuan untuk
menipu para investor dan kreditur merupakan bentuk kecurangan laporan keuangan.
Beberapa kajian riset telah mengembangkan tanda-tanda yang bisa menunjukkan
adanya kecurangan dalam laporan keuangan. Kebanyakan tanda tersebut hanya dapat
diungkapkan oleh auditor eksternal atau auditor internal, tetapi ada yang bisa dikenali oleh
pihak lain dengan mempelajari laporan keuangan yang dipublikasikan, laporan 10-K
perusahaan yang diajukan ke SEC, serta pernyataan pers mengenai keuangan. Berikut daftar
yang mengidentifikasi beberapa hal yang menandakan adanya potensi kecurangan:
1. Dewan direksi yang sebagian besar merupakan orang dalam perusahaan.
2. Kompensasi manajemen yang dikaitkan dengan harga sahamnya.
3. Seringnya terjadi penggantian auditor.
4. Perputaran personel inti yang cepat.
5. Memburuknya laba.
6. Pertumbuhan cepat yang tidak biasa.
7. Kurangnya modal kerja.
8. Kebutuhan untuk meningkatkan harga saham agar dapat memenuhi proyeksi laba yang
dibuat oleh analis.
9. Tingkat utang yang sangat tinggi.
10. Kekurangan kas.
11. Perjanjian-perjanjian pendanaan di luar laporan posisi keuangan yang penting.
12. Keraguan terkait kemampuan perusahaan untuk tetap melanjutkan usaha.
13. Adanya investigasi oleh SEC atau badan regulasi lainnya.
14. Kondisi perekonomian industri yang tidak diinginkan.
15. Kondisi perusahaan yang ditangguhkan (suspension) atau dikeluarkan (delisting) dari
bursa saham.

Tanda-tanda ini tidak selalu mengindikasikan adanya kecurangan yang sesungguhnya


karena beberapa kondisi dalam daftar tersebut dapat terjadi dalam lingkungan bisnis yang
normal. Namun penting untuk dicatat bahwa para penyelidik sering kali menemukan bahwa
kondisi-kondisi tersebut terjadi dalam situasi pelaporan yang mengandung kecurangan.

INTERNATIONAL ACCOUNTING STANDARDS IFRS NO.15

Pada tanggal 28 Mei 2014, IASB mengeluarkan IFRS No. 15, "Revenue from Contracts
with Customers." Pernyataan tersebut sepenuhnya dikonvergensi dengan ASU 2014-09,
"Revenue from Contracts with Customers" (Topic 606) dan berlaku untuk semua periode
pelaporan tahunan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2018. Pernyataan ini
menggantikan IAS No. 18, "Revenue;" IAS No. 11, "Construction Contracts;" dan sejumlah
interpretasi yang berkaitan dengan pendapatan

Anda mungkin juga menyukai