Anda di halaman 1dari 3

Tafsir bi al rayi syarat adalah suatu cara tafsir Al-Quran yang dilakukan dengan menggunakan

akal atau logika. Dalam bahasa Arab, tafsir bi al rayi artinya tafsir dengan pendapat atau
pemikiran. Metode ini dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip logika dan teori-teori
umum dalam berpikir.

Syarat Tafsir Bi Al Rayi


Untuk melakukan tafsir bi al rayi, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Memiliki keahlian dalam bahasa Arab dan memahami konteks ayat Al-Quran secara benar
2. Menggunakan prinsip-prinsip logika yang benar
3. Tidak bertentangan dengan nash atau teks Al-Quran yang jelas
4. Tidak mengandung unsur kesesatan atau bid’ah

Contoh Tafsir Bi Al Rayi


Contoh tafsir bi al rayi dapat ditemukan dalam beberapa ayat Al-Quran, seperti:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya.

(QS. Al-Isra’ 36)


Tafsir bi al rayi ayat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Memahami makna kata-kata dalam ayat tersebut


2. Menggunakan prinsip-prinsip logika dan akal sehat untuk memahami arti ayat
3. Menghindari penafsiran yang bertentangan dengan nash atau teks Al-Quran yang jelas
4. Menjelaskan bahwa manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya

Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Bi Al Rayi


Tafsir bi al rayi memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain:

Kelebihan
1. Dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang makna Al-Quran
2. Dapat memberikan jawaban atas persoalan-persoalan yang tidak ada dalam teks Al-Quran
3. Dapat menghindari penafsiran yang bersifat dogmatis

Kekurangan
1. Memerlukan keahlian yang tinggi dalam bahasa Arab dan prinsip-prinsip logika
2. Berpotensi menyebabkan penafsiran yang keliru jika tidak didasarkan pada nash atau teks Al-Quran yang
jelas
3. Berpotensi menimbulkan kesalahpahaman jika tidak dijelaskan dengan benar
Penutup
Tafsir bi al rayi syarat merupakan salah satu cara tafsir Al-Quran yang menggunakan akal atau
logika. Metode ini memerlukan keahlian dalam bahasa Arab dan prinsip-prinsip logika yang
benar. Tafsir bi al rayi memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga perlu dilakukan dengan
hati-hati dan tidak mengandung unsur kesesatan atau bid’ah.

Pengertian Tafsir bil Ma’sur. Menurut al-Zarkasyi, istilah tafsir bil ma’sur merupakan gabungan dari tiga
kata; tafsir, bi dan al-ma’sur. Secara bahasa tafsir berarti mengungkap atau menyingkap. Kata bi berarti
“dengan” sedangkan al-ma’sur berarti ungkapan yang dinukil oleh khalaf (masa sekarang) dari salaf (masa
awal Islam). Dengan demikian secara etimologi tafsir bil ma’sur berarti menyingkap isi kandungan al-
Qur`an dengan penjelasan yang dinukil oleh ulama khalaf dari ulama salaf. Sedangkan menurut Manna’
Khalil Qattan secara terminologis pengertian tafsir bil ma’sur, adalah: “Tafsir bil Ma’sur ialah tafsir yang
berpegang kepada riwayat yang Sahih, yaitu menafsirkan al-Qur`an dengan al -Qur’an, atau dengan
sunnah karena ia berfungsi menjelaskan kitabullah, atau dengan perkataan para Sahabat karena
merekalah yang paling mengetahui kitabullah atau dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar
tabi’in karena pada umumnya mereka menerima dari para Sahabat”.

Definisi seperti ini, menurut catatan as-Suyuṭi berasal dari Ibnu Taimiyah, dan dipopulerkan az-Zarqani.
Az-Zarqani adalah orang yang pertama menyebutkan bahwa tafsir bil ma’sur adalah penafsiran al-Qur`an
dengan al-Qur`an, atau ḥadis atau pendapat Sahabat atau Tabi’in. Sedangkan sebelum az-Zarqani, yang
dimaksud tafsir bil ma’sur adalah kumpulan penafsiran Nabi, Sahabat dan Tabi’in. Ulama’ yang
memahami bahwa tafsir bil ma’sur bukan penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an atau hadis atau
pendapat Sahabat atau Tabi’in adalah as-Suyuti. Dalam muqaddimah tafsirnya, as-Suyutị mengatakan
bahwa isi dari kitab tafsirnya adalah kumpulan dari penafsiran-penafsiran Nabi Muhammad Saw, para
Sahabat dan Tabi’in. Demikianlah perbedaan definisi dari tafsir bil ma’sur. Klasifikasi Tafsir bil Ma’sur. Di
atas telah dibahas tentang perbedaan dalam memaknai tafsir bil ma’sur. Pertama adalah pendapat yang
meyakini tafsir bil ma’sur dengan penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an, hadis, pendapat Sahabat dan
Tabi’in. Kedua, tafsir yang berupa kumpulan penafsiran Nabi, Sahabat dan Tabi’in. Sekalipun
redaksionalnya berdekatan, namun hakekat dari kedua definisi ini sangat jauh berbeda. Tafsir bil ma’sur,
jika diartikan sebagai kompilasi penafsiran Nabi, Sahabat dan Tabi’in, maka riwayat berfungsi sebagai
penafsiran. Riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi Muhammad Saw.., Sahabat dan Tabi’in secara
langsung menjelaskan ayatayat al-Qur`an. Riwayat tersebut langsung menjelaskan bahwa maksud ayat
“ini” adalah “begini”. Oleh karena itu, tafsir bil ma’sur semacam ini adalah naql (penukilan riwayat).
Dengan demikian, maka penulis kitab tafsir hanya menulis tafsir dengan menukil riwayat Nabi, Sahabat
atau Tabi’in dalam menafsirkan ayat al-Qur`an. Definisi semacam inilah yang dipegang oleh al-Suyuti.
Sedangkan bila tafsir bil ma’sur diartikan sebagai penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an, atau hadis atau
pendapat Sahabat atau Tabi’in, maka bukan lagi naql melainkan istidlal. Istidlal berarti menafsirkan al-
Qur`an dengan Ra’yi (akal) yang didasari dengan dalil, baik dalil itu dari al-Qur`an sendiri atau dari hadis
Nabi, atau dari pendapat Sahabat atau Tabi’in. Dalam definisi tafsir jenis ini, riwayat tidak lagi berfungsi
sebagai penafsiran, melainkan sebagai argumentasi. Mufassir akan mengatakan bahwa menurut
pendapatnya tafsir ayat “ini” adalah “begini” dasarnya adalah surah ini ayat ini, atau hadis ini, atau
pendapat Sahabat ini, atau pendapat Tābi’īn ini. Sehingga dalil al-Qur`an, hadis nabi, pendapat Sahabat
atau Tabi’in hanya sebagai sandaran, sedangkan penafsiran berasal dari pemikiran penafsir sendiri.
Macam dan Bentuk Tafsir bil Ma’sur. Berdasarkan definisi tafsir bil ma’sur menurut az-Zarqani, penafsiran
ini dapat dibagi menjadi empat macam yaitu: 1). Penafsiran ayat al-Qur`an dengan ayat yang lain. Ayat-
ayat al-Qur`an, menurut para ahli tafsir, saling menafsirkan antara satu dengan lainnya. Misalnya,
katakata al-muttaqin (orang-orang yang bertakwa) dalam ayat 2 surat al-Baqarah, dijabarkan ayat-ayat
sesudahnya (ayat-ayat 3-5): ‫ َو اَّلِذيَن ُيْؤ ِم ُنوَن ِبَما ُأْن ِز َل ِإَلْي َك َو َما ُأْن ِز َل ِمْن‬. ‫اَّلِذيَن ُيْؤ ِم ُنوَن ِباْلَغ ْيِب َو ُيِقيُموَن الَّص اَل َة َو ِمَّما َر َز ْق َن اُه ْم ُيْن ِفُقوَن‬
‫ ُأوَٰل ِئَك َع َلٰى ُه ًد ى ِمْن َر ِّب ِه ْم ۖ َو ُأوَٰل ِئَك ُه ُم اْلُم ْف ِلُحوَن‬. ‫ َق ْب ِلَك َو ِباآْل ِخَر ِة ُه ْم ُيوِقُنوَن‬Artinya: “Yaitu orang-orang yang beriman kepada
yang gaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka, dan
mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur`an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang
telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang
tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka orang-orang yang beruntung”. (QS. al- Baqarah : 3-
5). 2). Penafsiran ayat al-Qur`an dengan hadis Nabi Muhammad Saw.. 3). Penafsiran ayat al-Qur`an
dengan pendapat para Sahabat. Ayat QS. al-Baqarah ayat 158 yang berbunyi sebagai berikut: ‫ِإَّن الَّص َفا َو اْلَم ْر َو َة‬
‫ ِمْن َش َع اِئِر ِهَّللاۖ َفَم ْن َح َّج اْلَب ْيَت َأِو اْع َت َمَر َفاَل ُج َن اَح َع َلْيِه َأْن َي َّط َّو َف ِبِه َماۚ َو َم ْن َت َط َّو َع َخ ْيًر ا َفِإَّن َهَّللا َش اِكٌر َع ِليٌم‬Artinya: “Sesungguhnya
Ṣafa dan Marwa adalah di antara syiar-syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke BaitullAh dan
berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang
mengerjakan suatu kebaikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri Kebaikan
lagi Maha Mengetahui.” (QS. al- Baqarah : 158) Mengenai ayat ini seorang kemenakan `Aisyah menanyakan
kepadanya, maka `Aisyah ra. menjelaskan bahwa “peniadaan dosa” di sini dimaksudkan untuk penolakan
terhadap keyakinan kaum muslimin bahwa sa’i di antara Ṣafa danMarwa adalah termasuk perbuatan
jahiliyah? Dijawab dengan hadis yang berbunyi berikut Artinya: "Mulailah dengan apa yang dimulai oleh
Allah yakni Ṣafa." (HR.Muslim) 4). Penafsiran ayat al-Qur`an dengan pendapat Tabi’in. Firman Allah dalam
QS. al Baqarah ayat 26 sebagai berikut: ‫ ِإَّن َهَّللا اَل َي ْس َت ْح ِيي َأْن َي ْض ِر َب َم َثاًل َما َبُعوَض ًة َفَما َفْو َقَها‬Artinya: "Sesungguhnya
Allah tiada segan membuat perumpamaan nyamuk atau yang lebih rendah dari itu." Menurut Ḥasan ‘Ibn
Yahya, mengapa Allah menyebut nyamuk atau yang sebangsanya yaitu lalat dan laba-laba, dan orang
musyrik berkata, mengapa Allah Swt menyebut sebangsa lalat dan laba-laba, menurut Ibn `Abbas ini
adalah merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai