Anda di halaman 1dari 14

KEDUDUKAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Fiqh Ekologi

Dosen Pengampuh : SINTA BELLA

Disusun oleh :

Kelompok 5

1. Ibram Maulana (2121030217)

2. M. Reyhan Hermawan (2121030192)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kedudukan manusia sebagai
khalifah”.Makalah ini disusun bertujuan untuk membahas salah satu materi pelajaran
“FIQH EKOLOGI”.

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu SINTA BELLA selaku
dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Makalah ini dapat
diselesaikan atas izin Allah serta bantuan dan dukungan dosen serta teman-teman
yang memberikan semangat dan motivasi kepada kelompok kami.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan kemampuan dan pemahaman yang kami miliki, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kami pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, 20 Oktober 2023

KELOMPOK 5

ii
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………................i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….....ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..iii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………..…..1

A. Latar Belakang ……………………………………………………………......1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………….....1

C. Tujuan Makalah …………………………………………………………...…..1

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………….…..

…....2

A. Manusia sebagai khalifah……………...……………..……………….

……………………….....2

B. Tujuan penciptaan manusia.. ……………..…………………………...….......6

C. Keeimbangan ekosistem dalam islam…………………………………………8

BAB III PENUTUP ………………………………………………………….……...10

A. Kesimpulan ……………………………………………………………….….10

DAFTAR PUSTAKA

………………………………………………………………..11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah
dalam rangka untuk beribadah kepadanya,yang ibadah itu adalah untuk
mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian manusia?

2. Apa kedudukan manusia sebgai khalifah?

3. Apa tujuan penciptaan manusia?

4. Bagaimana ekosistem antar manusia?

C. Tujuan Masalah

1. Guna mengetahui apa itu manusia

2. Guna mengetahui kedudukan manusia

3. Guna mengetahui tujuan pencptaan manusi

4. Guna mengetahui bagaimana ekosistem antar manusia

BAB II

iv
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manusia Sebagai Khalifah

1. Manusia Sebagai Khalifah

Mengenai Kedudukan Manusia di Alam semesta Sebagai Hamba Allah (Abdullah)


Manusia dilahirkan ke dunia ini dengan tugas dan tanggung jawab sebagai makhluk
berbudaya dan bermoral. Kedudukan makhluk allah yang paling utama ialah ‘Abdullah’ yang
berarti Hamba Allah. Hamba (abd) berasal dari sebuah kata “abada” yang berarti patuh. Kata
abdiyyah berarti pengakuan atas status seseorang sebagai hamba, dan ubodiyyah berarti rasa
rendah diri terhadap Sang Pencipta. Taabbud berarti ibadah, dan ibadah itu sendiri berarti
penyerahan diri dengan penyerahan diri. Seorang penjahat adalah ‘Avid’, yang berarti orang
yang merendahkan dirinya dan Tuhan dan mengikuti perintah-perintah-Nya. Oleh karena itu,
manusia sebagai hamba Tuhan harus menuruti kehendak Tuhan sebagai Pencipta dan tidak
melawan-Nya.

Tugas dan kewajiban sebagai hamba Tuhan, Hal itu diwujudkan dalam bentuk ritual
pengabdian kepada Tuhan. Mengingat ruang lingkup fungsi-fungsi ini, kualitas pribadi
semacam itu bersifat religius. Selain itu, kewajiban agama untuk melayani sebagai budak
manusia adalah tugas yang sangat pribadi. Untuk mencapai tingkat agama, diperlukan rasa
syukur yang mendalam. Mencapai tingkat seperti itu ditandai dengan kedekatan manusia
dengan Tuhan. Maka dari itu, akan mengalami sebuah kesulitan bagi seorang yang akan
menjadi religius mengingat persepsi individu yang berbeda-beda. Kedudukannya sebagai
hamba Allah mempercayakannya dengan segala aktivitas manusia dan budaya.

Keberadaan makhluk hidup sebagai hamba Allah dapat kita mengerti bahwasanya
liya’buduni “Semoga kalian mengabdi (menyembah) saya”seperti terkandung padaQS.َْ5َ1-56ْ:
ْ ْ

Artinya :

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Dalam
Al-Qur'an kata Abd digunakan dalam dua konteks. yaitu dari segi negatif, artinya perbudakan
atau perbudakan, dari konteks hubungan antara manusia dengan Allah Swt, yang berarti

v
hilangnya kebebasan karena penindasan manusia. Akibatnya, orang-orang mengikuti dan
mengikuti dia yang menciptakannya.1

Sebagai pengemban fungsi Abdullah, manusia tidak seperti makhluk lain,


diciptakan oleh Tuhan dan ditempatkan di bumi ini untuk misi khusus. Percakapan antara
Allah Swt dengan malaikat-malaikat Allah Swt untuk mengutuskan umatnya dengan melalui
perantaranya yaitu utusannya Muhammad, Allah akan menciptakan Adam. Dari dialog
tersebut terlihat jelas bahwa Adam bukan hanya nenek moyang manusia, tetapi juga nenek
moyang Khalifah fil ard. Manusia yang kemudian berkembang menjadi bangsa dan suku
yang dikomandani oleh Rita Araf, membantu manusia untuk saling mengenal dan
berinteraksi, serta bahu membahu mengemban tugas kekhalifahan, dan tidak pernah
membiarkan satu sama lain saling menghancurkan sama sekali. .bisa diartikan tidak ),
khalifah-Nya ada di bumi ini, firman Allah, QS. 29:13:

Artinya :

Dan mereka benar-benar akan dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama
dosa mereka pasti akan ditanya tentang tentang yang selalu merela ada-adakan. Selain itu,
manusia sangat diperankan sebagai ‘Abdullah’, yang terkait dalam sebuah peristiwa

yang dijelaskan di atas. Maka dapat diartikan, kita dapat melihat dikarenakan terdapat dua
zat yaitu: tubuh/materi maupun pikiran/non-materi. dikarenakan bahwasanya manusia berasal
dari alam yang dimana zat tersebut berasal dari bumi). Keadaan tersebut harus sesuai dengan
ajaran maupun hukum Allah yang wajib ditaati oleh makhluk hidup di dunia yaitu material.
Di sisi lain, ruh manusia dapat membuktikan kepada Allah bahwasanya dia siap menerima
Allah sebagai maha penciptnya yang akan taat dan patuh (Surat al-A’raf:172). Jika manusia
ingin selaras dengan kuadratnya maka manusia harus taat dan patuh terhadapnya sebagai
Hamba Abdullah).2

Tanggung jawab kepada Abdullah sendiri adalah memelihara keimanan yang dimilikinya dan
terhadap apa yang disebut Yazidu Wayankus (naik turun) dalam kaitannya dengan Hadits

1
Sumber Rahmat, I. (2016).
2
Manusia Sebagai Khalifah dalam Perspektif Islam. Mawa'izh , 1 (7), 178-188.

vi
Nabi (terkadang sedikit tertambah maupun mengkuat dan terkadang sedikit berkurang
sehingga akan menjadi lemah).

a. Tanggung jawab kepada keluarga ialah perpanjangan atas sebuah kewajiban dari seseorang
untuk diri sendiri dan disebut quu anfusakum waahliikum naaran yang terdapat pada Al-
Qur’an yang berfungsi sebagai perlindungan diri maupun keluarga yang terhindar dari
neraka).

b. Sesuai dengan Ajaran-Nya, Al-Qur’an, mengutuskan untuk bertindak adil dan adil menurut
Sunnah Nabi, hamba-Nya, atau “Abdullah.” Oleh karena itu, hamba Allah memiliki tanggung
jawab untuk menguatkan suatu keadilan yang baik untuk diri sendiri ataupun untuk keluarga.
Seorang hamba allah untuk menengakkn ajaran-ajaran Allah yang berusaha untuk hal-hal
yang tidak baik seperti kekejian moral maupun perbuatan yang jahat yang berfungsi untuk
mempersulit diri sendiri maupun kelurga. Maka dati itu “Abdullah” wajib melakukan shalat
agar terhindar dari hal hal yang tidak baik.

c. Seorang hamba Allah yang berfungsi untuk menjadikan orang-orang berbuat baik yang
akan memberikan sebuah perintah untuk meaksanakan hal-hal yang baik dan akan menjauhi
hal-hal yang berbuat jahat (Al-Imran (33):103). Maka dari itu kewajiban dari hamba Allag
selalu patuh dan taat dalam ajaran-ajaran Allah Swt sesuai dengan sunnah Nabi.

Manusia harus selalu tunduk dan mengabdi kepada Penciptanya. Ja'far al-Sadiq
berpendapatbahwasanya suatu ibadah merupakan pengorbanan terhadap Allah Swt untuk
mencapai tiga hal yaitu : Pertama, dia menyadari sepenuhnya bahwa hartanya, termasuk
dirinya sendiri, adalah milik dan tunduk kepada Allah. Kedua, memastikan bahwa semua
ragam sikap maupun aktivitas yang akan mengarahi pada upaya menjalankan kewajiban
Allah Swt yang akan menghindari hal-hal yang tidak baik. Ketiga, ketika mengambil
keputusan, ketika dia berserah diri, dia selalu menyebut berkah dan izin Allah.

Analisis Kedudukan Manusia di Alam Semesta Sebagai Khalifah Fil AlS-Ard

Kata Khalifah ditemukan pada Al Qur'an dan diulang dua kali pada bentuk tunggal (Al-
Bakala (2): 30 dan Shad (38) 26). Surat al-Anam (6): 165, Yunus (10): 14, 73, Fathir (35):
39), demikian diulang empat kali. Dan bentuk krafa diulang tiga kali dalam Surat al-Araf [7]:
69, 74 dan Al-Namr [27]: 62). Kecakupan seluruh kata diatas yang berasal dari kata khulafa
yang berarti “dibelakang” maka dapat di definisikan sebagai perubahan dikarenakan
perubahan tersebut sering diposisikan dibelakang).

vii
Manusia juga dikenal sebagai wakil Tuhan di muka bumi (Khalifah) dan hamba Tuhan
(Abd), yang keduanya merupakan fitrah manusia. Sebagai hamba Tuhan, manusia harus
menuruti kehendak Tuhan. Ia harus sepenuhnya pasif terhadap kehendak Tuhan dan
menerima instruksi dari Tuhan untuk melakukan sebuah kehendak-Nya dalam kehidupan
menurut hukum alam. Maka dari itu ialah merupakan pemimpin di dunia sehingga dia harus
menjadi pemimpin yang baik. Manusia merupakan makhluk allah yang ada di bumi dan
mengikuti aturan pemimpin di dunia (Shoun, 1997:101). Sebagai khalifah, manusia
dipandang sebagai makhluk untuk mencerminkan nama-nama maupun etika Tuhandi bumi
(theomorfis). Keyakinan ini bukan suatu keyakinan akan penjasadan Tuhan (antropomorfis),
sebab zat Tuhan lebih dari Islam. Konsep antropomorfisme tidak mengubah Tuhan menjadi
manusia. Konsep antropomorfisme tidak bisa mengubah Allah Swt menjadi manusia,
sehingga manusia dapat mewujudkan sebagai makhluk yang mempunyai suatu yang ada di
dalam dirinya seperti akal, keinginan maupun skill dalam berbicara (Nasr, 2001:4). Nasr
memberikan manusia menjadi dua jenis ialah makhluk ponifex.

viii
B. Tujuan Penciptaan Manusia

Manusia diciptakan Allah setelah penciptaan makhluk lain serta alam semesta baik itu langit,
matahari, bulan dan bintang-bintang yang bergemerlapan dan juga bumi dengan segala
isinya, baik itu gunung-gunung, lautan dan tumbuhan-tumbuhan. Jin dan malaikat juga
diciptakan sebelum manusia. Malaikat diciptakan oleh Allah dari cahaya untuk beribadah
hanya kepada Allah dan juga menjadi perantara antara zat yang maha kuasa dengan hamba-
Nya. (Kadri, 2017). Dalam tinjauan islam, manusia merupakan makhluk ciptaan Allah swt
yang paling sempurna. Dari kesempurnaannya itu, ternyata manusia terdiri atas dua substansi,
yaitu substansi jasad atau materi yang merupakan bagian dari alam semestayang dalam
perkembangannya selalu dalam pengaturan Allah swt, karena itu alam selalu berjalan dengan
segala ketetuan-ketentuan yang telah digariskan-Nya (sunnatullah). (Fauzan, 2010).

Awal penciptaan manusia Allah informasikan kepada malaikat dan manusia diciptakan dari
tanah liat kering seagaimana dalam ayat berikut:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. (Q.S. al-Hijr:28).3

Ayat ini menjelaskan bahwa manusia Allah ciptakan bukan dari cahaya bukan juga dari api
melainkan dari tanah liat yang kering yang berasal dari lumpur hitam. Walaupun proses
penciptaan manusia tidak seperti malaikat dan jin, karena pada ayat lain ada banyak
keterangan bahwa manusia diciptakan oleh Allah melalui proses yang sangat terperinci dan
sempurna. Sebagaimana firman Allah dalam surat al- mu’minun ayat 12-14:١٤ Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S. al-
Mu’minun:12-14).

3
Sumber: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga 3 (2), 150-159, 2021

ix
Ayat di atas, menjelaskan proses penciptaan manusia itu melalui beberapa proses dari mulai
saripati tanah yang kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.

Dalam kurun waktu 40 hari dari tiap tahapannya. Setiap makhluk yang Allah ciptakan di
bumi ini pasti mempunyai tujuan begitupun manusia, karena tidak satu yang sia-sia di bumi
ini. Dari deskripsi antropologi manurut al-Quran, manusia dapat dilihat dari bebagai sisi.
Pertama, substansi material manusia. Kedua, fungsi manusia. Secara material manusia diebut
dengan tiga istilah, yaitu basyar, insan (ins, unas,anasiy, insiy dan nas). Sedangkan secara
fungsional, al-Quran menyebutkannya dengan khalifah dan abdun. Sebagai khalifah, manusia
memiliki potensi untuk berkarya, menguasai dan mengembangkan ilmu. Sedangkan abdun,
manusia berpotensi untuk memiliki iman, disiplin, taat, serta sifat-sifat lainnya, baik positif
maupun negative sebagai refleksi dari kegiatan qalb, nafs, aql, dan alhawa. Dalam al-Quran,
dimensi fungsional ini diterangkan secara langsung berkaitan dengan dimensi materialnya,
seperti kebasyariahan Nabi yang mendapat kitab dan hikmah untuk menyuruh manusia
supaya beribadah kepada Allah Swt. (Fauzan, 2010). Tugas atau fungsi manusia di dalam
kehidupan ini adalah menjalankan peranan itu dengan sempurna dan senantiasa menambah
kesempurnaan itu sampai akhir hayat. Hal itu dilakukan agar manusia benar-benar menjadi
makhluk yang paling mulia dan bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Manusia dilahirkan di
tengah eksistensi alam semesta ini menyandang tugas dan kewajiban yang berat dalam
fungsinya yang ganda, yakni sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah.

x
C. Keseimbangan Ekosistem Dalam Prespektif Islam

Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa berinteraksi dengan lingkungan tempat


hidupnya. Manusia terkadang mempengaruhi lingkungan, dan terkadang lingkungan yang
mempengaruhi manusia. Kelangsungan hidup manusia tergantung pada kemampuannya
untuk menyesuaikan diri dengan sifat lingkungan hidupnya. Ketergantungan ini ditentukan
oleh proses seleksi selama jutaan tahun dalam evolusi manusia. Manakala terjadi perubahan
pada sifat lingkungan hidup yang berada di luar batas kemampuan adaptasi manusia, baik
perubahan secara alamiah maupun perubahan yang disebabkan oleh aktivitas hidupnya, maka
kelangsungan hidup manusia akan terancam. Manusia ditakdirkan Allah SWT untuk
menempati planet bumi bersama dengan makhluq-makhluq lainnya. Bumi yang ditempati
manusia ini disiapkan Allah SWT mempunyai kemampuan untuk bisa menyangga kehidupan
manusia dan makhluq-makhluq lainnya.

Akan tetapi sesuai pula dengan sunnatullah (hukum Allah), bumi juga mempunyai
keterbatasan, sehingga bisa mengalami kerusakan bahkan kehancuran. Konsep inilah yang di
dalam beberapa ayat Al-Qur’an dinyatakan bahwa setiap sesuatu ciptaan Allah itu
mempunyai “ukuran” (qadr), dan oleh karena itu bersifat relatif dan tergantung kepada Allah.
Jika sesuatu ciptaan Allah (termasuk manusia) itu melanggar hukum-hukum yang telah
ditetapkan baginya dan melampaui “ukuran” nya, maka alam semesta ini akan menjadi kacau
balau.9 Hal ini mengandung makna bahwa setiap tindakan atau perilaku manusia (muslim)
harus dilandasi oleh pemahaman atas konsep Keesaan dan Kekuasaan Tuhan disamping itu
manusia sebagai makhluk Tuhan sekaligus sebagai hamba Tuhan (abdul Allah).

Padangan yang telah disampaikan oleh Umar Ibnu Khaththab RA tentang konsep
pengelolaan lingkungan merupakan bentuk manifestasi ajaran islam yang bersumber dari Al
Qur’an dan hadist Nabi Muhammad SAW tentang pengelolaan lingkungan. Prinsip-prinsip
ajaran ini dapat dieksplorasi untuk mendidik masyarakat dan meningkatkan kesadaran
tentang lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Konsep Islam menegaskan bahwa
segala sesuatu di ekosistem ini adalah makhluk ciptaan Allah SWT dan mereka semua tunduk
di dihadapan Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam Qs 17:44 yang artinya “ Langit
yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada
suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”.4

Berdasarkan ayat tersebut Mujiddin Mawardin dkk13 menyatakan bahwa bahwa manusia
perlu memahami sebagai bagian dari alam semesta, manusia serta elemen lain dari alam
ekosistem semuanya tunduk dan mematuhi hukum-hukum Allah SWT atau apa yang
sekarang kita sebut hukum alam. Ini berarti bahwa manusia tidak selalu melihat alam sebagai
obyek eksploitasi tanpa benar-benar memahami makna, esensi, dan fungsi dari ekosistem
serta cara menggunakan dan upaya untuk mempertahankan atau menyeimbangkan ekosistem
4
Sumber: Mujiddin Mawardin, Gatot Supangkat, dan Miftahulhaq. 2011. Ahlaq Lingkungan : Panduan
Berperilaku Ramah Lingkungan. Deputi Komunikasi Lingkungan

xi
sebaimana firman Allah SWT Qs 54:49 “ Sesungguhnya , segala sesuatu telah Kami dibuat
dalam proporsi dan ukuran “. Banyak fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini seperti
tanah longsor , banjir bandang , angin puting beliung dan perubahan iklim, dianggap hasil
langsung dari gangguan terhadap ketidakseimbangan ekosistem seperti ketika kawasan hutan
dan lahan dengan kemiringan ekstrim dibersihkan untuk tujuan budidaya, maka lahan
tersebut menjadi tidak stabil dan menyebabkan tanah longsor dan banjir, hal ini karena
tanaman yang tumbuh pada kemiringan tertentu tidak lagi memiliki kemampuan untuk
menahan air selama musim hujan sehingga fungsi-fungsi ekologinya menjadi tidak berfungsi
lagi. Lingkungan merupakan kondisi sosial dan kultural yang berpengaruh terhadap individu
atau komunitas, lingkungan terbentuk dalam sebuah sistem yang merupakan suatu jaringan
saling ketergantungan antar komponen dan proses, dimana energi dan materi mengalir dari
satu komponen ke komponen sistem lainnya. Sistem lingkungan atau yang sering disebut
ekosistem merupakan contoh bagaimana sebuah sistem berjalan. Ekosistem merupakan suatu
gabungan atau kelompok hewan, tumbuhan dan lingkungan alamnya, dimana di dalamnya
terdapat aliran atau gerakan atau transfer materi, energi dan informasi melalui komponen-
komponennya.5

Ekosistem dapat pula dimaknai sebagai suatu situasi atau kondisi lingkungan dimana terjadi
interaksi antara organisme (tumbuhan dan hewan termasuk manusia) dengan lingkungan
hidupnya.14 Sebagai sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sehingga
sistem itu dapat berjalan dengan teratur dan memberikan kemanfaatan bagi seluruh anggota
ekosistem. Manusia sebagai makhluk yang sempurna, yang telah diberikan amanah untuk
menjadi khalifah memiliki peran penting dalam menciptakan dan menjaga keteraturan
lingkungan dan system lingkungan ini. Untuk itulah manusia dituntut untuk dapat
mengembangkan akhlaq (perilaku yang baik) terhadap lingkungan.6

5
Mujiddin Mawardin, Gatot Supangkat, dan Miftahulhaq. 2011. Ahlaq Lingkungan : Panduan Berperilaku
Ramah Lingkungan.
6
Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis
Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

xii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia adalah makhluk ketuhanan dalam arti bahwa, ia adalah makhluk


yang menurut tabiat dan alam hakikatnya sendiri sejak masa alam rahim selalu
mencari dan merindukan Tuhan. Menurut Nurcholish Madjid manusia adalah
makhluk Tuhan yang tertinggi sebaik-baiknya ciptaan, bahwa manusia
diciptakan dari kejadian asalnya yang suci (fithrah), dan bernaluri kesucian,
namun manusia juga makhluk yang dha’if dan kedha’ifan manusia inilah
permulaan dari semua bencana yang menimpa manusia.

Manusia diciptakan oleh Tuhan untuk menyembahnya sebagaimana yang telah


dijelaskan dalam kitab suci surah Adz Dzariyat (51): 56. Manusia harus
senantiasa beribadah bersikap tunduk dan pasrah secara benar kepada Tuhan,
melalui ibadah seorang hamba mengharap al- Khalik akan menolong dan
membimbing hidupnya, menempuh jalan menuju kebahagiaan.

Allah menciptakan kehidupan dan kematian untuk memberi kesempatan


kepada manusia untuk tampil sebagai mahkluk moral yaitu mahkluk yang
mememiliki kemampuan untuk berbuat baik atau jahat. Dan Allah hendak
menguji manusia, siapa diantaranya yang paling baik dalam amalan
perbuatannya.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.com/books/about/Hukum_Perceraian.html?
hl=id&id=Y3GCEAAAQBAJ

https://journal.stiba.ac.id/index.php/bustanul/article/view/401/244

Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat Fauzi, Perceraian Siapa Takut...!. (Jakarta: Restu Agung,
2006).
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat Newman & Newman, Development Through Life: A
Psychological Approach, 3rd edition, (Chicago: The Dorsey Press, 1984)
.
Ramadhani, P. E., & Krisnani, H. (2019). Analisis dampak perceraian orang tua
terhadap anak remaja. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 2(1), 109-119.

xiv

Anda mungkin juga menyukai