Anda di halaman 1dari 15

Penyelenggaraan Kebebasan Beragama bagi Seluruh

Warga Negara Indonesia menurut UUD 1945

Disusun Oleh :

Nama : Benedictus Hananta M.


NIM : 11000117140431
Hukum Konstitusi Kelas E
BAB I
LATAR BELAKANG

Pada makalah ini saya akan menjelaskan mengenai tema Kebebasan Beragama yang
berkaca dari fenomena yang sedang terjadi dengan bangsa ini.Menurut saya hal ini tentu
berhubungan dengan pengaturan mengenai ideologi negara dalam konstitusi.Ideologi negara
kita adalah pancasila serta konstitusi kita ada UUD 1945 yang juga menjadi dasar hukum
yang berlaku di negara kita.Mengenai kebebasan beragama,hal ini tentu diatur baik dalam
Pancasila maupun UUD 1945 dimana di Pancasila terdapat dalam Sila ke 2 yang berbunyi
“kemanusiaan yang adil dan beradab” dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Kebebasan beragama merupakan Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi dan wajib
dihormati antara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Pasal 29 ayat (2), yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”. Pasal lain juga disebutkan, yaitu Pasal 28E ayat (1)
yang berbunyi :“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”. Serta pasal
28E ayat (2) yang berbunyi “Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

Begitu juga disebutkan dalam pasal 28I ayat (1) yang berbunyi : Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun.
Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan :
1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah
menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.

Pada prinsipnya pengakuan konstitusi diatas memberikan landasan hukum bahwa


kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya telah dijamin
oleh konstitusi dalam mewujudkan ide-ide Hak Asasi Manusia didalamnya. Banyak dokumen
internasional tentang HAM telah menyebut tentang kebebasan beragama.

Dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi PBB tahun 1948, pasal 18,
26, dan 29, disebutkan mengenai pokok-pokok kebebasan beragama itu. Pasal 18 misalnya
mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan berpikir, berkesadaran, dan
beragama, termasuk kebebasan memilih dan memeluk agama, dan menyatakan agamanya itu
dalam pengajaran, pengamalan, dan beribadatnya, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam
kelompok.

Dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang disahkan PBB
pada tanggal 16 Desember 1966, pada 3 Pasal 18 juga dinyatakan hal yang sama dengan apa
yang disebutkan dalam Pasal 18 Deklarasi Universal tentang HAM PBB tersebut. Kemudian
dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang disahkan
PBB tanggal 16 Desember 1966, pada Pasal 13 dinyatakan bahwa semua negara pihak yang
meratifikasi kovenan itu harus menghormati kebebasan orang tua atau wali untuk menjamin
bahwa pendidikan anak mereka di sekolah-sekolah dilakukan sesuai dengan agama mereka.

Dalam Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi


Berdasarkan Agama atau Kepercayaan yang diadopsi PBB tahun 1981, pada Pasal 1 juga
dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan menganut agama, dan
memanifestasikannya secara pribadi dan berkelompok, baik dalam beribadat, pengamalan,
maupun pengajarannya.
Agama merupakan sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Pada dasarnya agama mempunyai
tujuan membina manusia agar menjadi 4 lebih baik (sehat jasmani dan rohani). Disamping itu
agama juga mengajarkan kepada pemeluknya keharusan menghormati sesama manusia,serta
pentingnya hidup damai dan harmonis di antara sesama.

Dalam Pasal 28E ayat (2) juga dijelaskan bahwa meyakini suatu kepercayaan adalah
hak setiap individu sesuai dengan hati nuraninya, dan juga menyatakan sikap dan pikiran,
sehingga hal-hal tersebut tidak boleh dipaksakan. Setiap orang mempunyai pandangan yang
berbeda-beda terhadap suatu hal, baik itu yang berhubungan dengan sesama manusia maupun
yang berhubungan dengan keyakinannya atas suatu kepercasyaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.

Namun siapa sangka,di Indonesia masih banyak pelanggaran serta pembatasan dalam
kebebasan beragama hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongannya
saja.Berikut ini merupakan salah satu contohnya yang belum lama terjadi di tahun ini :

Penyerangan terhadap kegiatan umat beragama terjadi lagi pagi tadi. Sekitar pukul 07.30
WIB seorang pria bersenjata tajam melakukan teror membabi-buta di Gereja St Lidwina
Bedog, Sleman, Yogyakarta, Minggu (11/2).

Saat teror itu terjadi, jemaat di gereja tersebut sedang mengikuti kegiatan ibadah Misa Pagi.
Pelaku kemudian berhasil diamankan polisi setelah sempat melawan saat hendak dihentikan
aksinya.

Seorang saksi mata, Andhi Cahyo, menerangkan kepada CNNIndonesia.com aksi pria
berpedang itu terjadi ketika awal Misa Pagi.

"Umat fokus berdoa, dan Romo sudah di altar," kata Andhi saat dihubungi Minggu (11/2).

"Saat itu pelaku masuk lewat pintu depan dan langsung menuju altar. Ternyata sebelumnya,
dia sudah melukai seorang umat yang ada di teras depan."
Andhi mengungkapkan pelaku yang membawa pedang langsung masuk dan menuju altar
sembari menyabetkan pedangnya. Dua orang jemaat pun terluka karena sabetan pedang.
Romo Prier SJ yang memimpin misa juga turut terluka terkena sabetan pedang.

Pelaku juga mengayunkan pedangnya ke sekeliling dan menghancurkan patung Yesus dan
Bunda Maria yang ada di mimbar.

Andhi mengatakan jemaat di dalam gereja kocar-kacir mencoba menyelamatkan diri keluar
saat terjadi serangan tersebut. Namun, pelaku tak keluar dari gereja sekitar 15 menit. Warga
sekitar di luar pun sudah berkumpul.

Petug
as kepolisian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus penyerangan di Gereja Katholik St. Lidwina. (ANTARA
FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

"Sekitar 20 menit kemudian, polisi masuk ke gereja sambil dan mengeluarkan tembakan
peringatan, ada sekitar tiga kali tembakan (termasuk peringatan)" kata Andhi. "Tapi pelaku
malah menyerang petugas, jadi terpaksa ditembak, tapi masih hidup."

Petugas yang terluka adalah Ajun Inspektur Satu Munir, personel Polsek Gamping yang
terluka di bagian tangannya.
Saksi mata lain, Danang Jaya mengatakan meski pelaku sudah ditembak kakinya namun tetap
berusaha menyerang anggota polisi.

"Petugas polisi tersebut sampai jatuh dan hampir terkena sabetan pedang," kata Danang
seperti dikutip dari Antara.

Kapolres Sleman Ajun Komisaris Besar Firman Lukmanul Hakim mengatakan pelaku saat ini
mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Sempat dirawat di RS Akademik Universitas
Gadjah Mada, pelaku kemudian dibawa ke RS Bhayangkara.

"Kami masih mengumpulkan banyak keterangan. Sementara ini pelaku satu orang. Mengenai
ada orang yang menunggu di luar gereja masih kami dalami. Kami tidak bisa asal menuduh,"
katanya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai
kebebasan beribadah antar umat beragama yang ada dalam masyarakat indonesia. Sehingga
berdasarkan latar belakang dia atas maka penulis mencoba mengangkat sebuah judul yaitu
Penyelenggaraan Kebebasan Beragama bagi Seluruh Warga Negara Indonesia menurut UUD
1945 karena masih ada kasus pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan hukum bersifat
tidak tegas terhadap peraturan yang tertuang dalam UUD 1945 ini.

PERUMUSAN MASALAH

A. Pembatasan Masalah
Agar mendapatkan gambaran dan kerangka yang jelas mengenai ruang lingkup
pembahasan, maka perlu kiranya diberi batasan-batasan menyangkut permasalahan yang akan
diungkap dalam makalah ini yaitu dibatasi pada masalah dasar negara dan konstitusi
mengenai masalah kebebasan beragama.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pengertian judul yang telah diuraikan, dapat
dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Adapun yang akan
dibahas dan menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1.Apa yang dimaksud dengan Kebebasan Beragama ?


2. Bagaimana kedudukan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Sila ke 1 Pancasila di
Indonesia ?
3.Bagaimana pandangan UUD 1945 sebagai Konstitusi di Indonesia mengenai Kebebasan
Beragama ?
4.Bagaimana jaminan pelaksanaan UUD 1945 di Indonesia di dalam melindungi kebebasan
beragama ?
5.Bagaimana bentuk-bentuk pelangaran kebebasan beragama di Indonesia ?
6.Bagaimana hubungan antara Sila ke 1 dan Pasal 29 UUD 1945 ?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat,
untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan
beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama.
Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan
dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama
resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan
agamanya adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama merupakan satu konsep
hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan, toleransi agama, pemisahan antara agama dan
negara, atau negara sekuler (laïcité).

2. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus
diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah
sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :

Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :

a. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu
dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil,
Maha Bijaksana dan sebagainya;

b. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah- NYA
dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam memanfaatkan semua potensi yang diberikan
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap benda dan makhluk
yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-
baiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan harus memperhatikan kepentingan orang lain dan
makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu:

misalnya menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu


menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa Allah tidak
suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi Allah senang terhadap
orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu berbuat baik. Lingkungan hidup Indonesia yang
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan
karunia dan rahmat-NYA yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar
tetap dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta
makhluk hidup lainya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas Hidup itu sendiri.

3. Semula, rancangan awal pasal 29 dalam UUD 1945 BPUPKI berbunyi: “Negara
berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Kemudian diubah lewat keputusan rapat PPKI, 18 Agustus 1945 menjadi:
“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan ini menghilangkan tujuh kata
(dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya), yang justru
dipandang prinsipil bagi kalangan nasionalis-Islam. Rumusan inilah yang dipakai dalam
konstitusi Indonesia hingga sekarang dan tidak mengalami perubahan meski telah empat kali
mengalami amandemen: 1999, 2000, 2001, dan 2002. UUD 1945 dalam sistem hukum di
Indonesia dikenal sebagai sumber dari segala sumber hukum yang menjadi turunannya. Di
era reformasi sekarang, banyak sekali produk hukum yang lahir dalam masa reformasi
dihasilkan sebagai produk kontestasi etno politik dari berbagai kelompok masyarakat baik
ditingkat pusat maupun daerah. Reformasi berjalan dengan berbagai upaya legislatif mengisi
ruang hukum Negara Indonesia dengan berbagai produk hukum. Bercampur dengan situasi
politik dan ekonomi Negara dan berbagai agenda kepentingan lainnya, reformasi telah
menghasilkan sejumlah produk hukum, mulai dari UU sampai dengan Peraturan Daerah.

Sangat disayangkan, sejumlah produk hukum atau peraturan yang ada menimbulkan
ketegangan di masyarakat dan tumpang tindih bahkan ada juga yang melihat sebagai produk-
produk multitafsir. Namun demikian, di sisi lain Negara Indonesia adalah negara yang
berpenduduk majemuk dari segi suku bangsa, budaya, dan agama. Penduduk Indonesia terdiri
dari ratusan suku bangsa yang tersebar di berbagai wilayah. Penduduk ini menganut agama
dan kepercayaan yang berbeda-beda. Bagian terbesar dari penduduk menganut agama Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu, bahkan juga ratusan aliran keagamaan.
Karena itu, diperlukan kearifan dan kedewasaan di kalangan umat beragama untuk
memelihara keseimbangan antara kepentingan kelompok dan kepentingan nasional. Dari sisi
Pemerintah, diperlukan kebijaksanaan dan strategi untuk menciptakan dan memelihara
suasana kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama guna mewujudkan masyarakat
Indonesia yang aman, damai, sejahtera dan bersatu.Dimana yang dimaksud kerukunan umat
beragama disini adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi,
saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sedangkan, pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat


beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan umat
beragama.Di lain pihak kita ketahui, bahwa Indonesia merupakan negara Pancasila, artinya
bukan sebagai negara agama karena negara agama hanya mendasarkan diri pada satu agama
tertentu, tetapi negara Pancasila juga tidak dapat dikatakan sebagai negara sekuler karena
negara sekuler sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan agama. Menurut Mahfud M.D,
negara Pancasila adalah sebuah religious nation state yakni sebuah negara kebangsaan yang
religius yang melindungi dan memfasilitasi berkembangnya semua agama yang dipeluk oleh
rakyatnya tanpa membedakan besarnya jumlah pemeluk masing-masing.10 Berangkat dari
konsepsi tersebut, maka adalah suatu keniscayaan bahwa negara mempunyai kewajiban
konstitusional (constitutional obligation/judicial review) untuk melindungi kebebasan
beragama bagi setiap warga negaranya. Dengan demikian, kebebasan beragama di Indonesia
dijamin oleh UUD 1945 terutama pasal 28E, 28I, dan 29. Pembatasan terhadap kebebasan itu
hanya dapat dilakukan melalui UU sebagaimana ditur dalam Pasal 28J UUD 1945 tersebut.
Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 1999 menegaskan bahwa:
“(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu; dan
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

4. Jika kita merujuk pada pasal 28 (e) ayat 2 undang-undang hasil amandemen, di sana
disebutkan: Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan fikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. undang-undang ini disempurnakan pula dengan
pasal 29 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan: Negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa,
Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-tiap Penduduk untuk memeluk agamanya, dan
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Undang-undang yang baru disebutkan diatas pada prinsipnya sudah cukup mapan sebagai
jaminan konstitusi untuk kebebasan beragama di Indonesia. Jika ditafsirkan secara bebas,
undang-undang ini mencerminkan beberapa prinsip tentang hak kebebasan beragama, yaitu:
hak untuk meyakini suatu kepercayaan, dan hak untuk mengekspresikan fikiran serta sikap
sesuai dengan hati nurani.

Namun demikian, melihat fenomena yang dicontohkan beberapa kasus yang telah disebutkan
sebelumnya, agaknya jaminan konstitusi terhadap-hak-hak tersebut belum terimplementasi
dengan baik. Jika saja undang-undang ini terimplementasi dengan baik, barangkali tidak akan
ada kelompok yang diklaim sebagai aliran sesat, dan atau jikapun ada, setidaknya mereka
yang dinilai sesat masih bebas menikmati haknya untuk tetap hidup dan tumbuh di negeri ini.
Bukan sebaliknya, perlakuan terhadap mereka yang dinilai sesat justru mencerminkan
penghakiman terhadap keyakinan yang bersumber dari hati nurani mereka.

Fenomena yang paling menggelitik adalah, jaminan konstitusi terhadap kebebasan beragama
di Indonesia seolah hanya merupakan “macan kertas” yang tidak memiliki power sedikitpun.
Terbukti, tindakan kurang adil yang dilakukan pemerintah (juga mayoritas masyarakat)
terhadap kelompok-kelompok yang dinilai sesat ini bukan didasarkan pada konstitusi yang
berlaku secara legal-universal, malah tindakan tersebut dipicu oleh keputusan yang masih
bisa diperdebatkan (fatwa MUI misalnya), tentu keputusan yang dikeluarkan lembaga
semacam ini tidak dapat diberlakukan secara universal. Pada akhirnya konstitusi yang
semsetinya bersifat legal-universal menyangkut kebebasan beragama di negeri ini mengalami
kerapuhan dengan sendirinya, jika tidak dikatakan kurang berguna, atau malah tidak berguna
sama sekali.

Jika dicermati lebih jauh, rapuhnya jaminan konstitusi kebebasan beragama tidak saja
diakibatkan oleh kurang terimplementasinya undang-undang dimaksud, lebih dari itu
kerapuhan tersebut disebabkan pula oleh penafsiran yang kerap kali dipersempit pada
undang-undang turunannya. Pada gilirannya kondisi ini melahirkan hukum yang saling
tumpang tindih, bahkan kontradiktif antara hukum yang satu dengan hukum yang lainnya.

Lihat misalnya undang-undang No 1/PNPS/1965 yang menyebutkan ada enam agama di


Indonesia: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu, sangat kontradiktif dengan
Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No 477/ 74054/ BA.012/ 4683/95 tertanggal 18
November 1978 yang menyatakan bahwa agama yang diakui pemerintah ada lima: Islam,
Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, meskipun belakangan Konghucu diakui kembali sejak
masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Pembatasan 5 dan atau 6 agama yang diakui di Indonesia tentu menjadi ancaman serius
terhadap masa depan kebebasan beragama. Apabila pembatasan ini mutlak dipahami dan
dipegang teguh oleh pemerintah maupun masyarakat pada umumnya, akan sangat wajar jika
agama agama lain diluar agama yang diakui tersebut sulit untuk di terima hidup di di negeri
ini, bahkan agama-agama lokal sekalipun yang memang lahir dan tumbuh dari tradisi asli
bangsa Indonesia, seperti agama Kaharingan di Kalimantan, Sunda Wiwitan di daerah Jawa,
dan agama Parmalin yang terdapat di Tanah Batak Sumatera Utara, yang kerap dipandang
sebagai kebudaya belaka. Lebih dari itu, pembatasan ini sangat jelas bertentangan dengan
jaminan konstitusi terhadap kebebasan beragama yang telah diatur dalam sistem perundangan
di Indonesia, khususnya yang termaktub pada pasal 28 (e) dan pasal 29 undang-undang 1945.

5. Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama di Indonesia
ternyata negara dan pemerintah belum benar-benar bisa menegakkan pasal pasal yang ada di
dalam UUD 1945. Mulai dari aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat
malah menjadi pelanggar HAM terbanyak. Negara juga kurang tegas dalam menangani kasus
kasus pelanggaran tesebut maka dari itu bukan semakin berkurang kasus yang terjadi tetapi
malah semakin bertambanhnya kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama, bukan
hanya tentang kebebasan beragama tapi masih banyak juga pasal lain yang masih sering
dilanggar.

- Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah
cenderung meningkat. “Pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dalam bentuk
penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol,"
kata Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas
HAM, Jakarta.
Beberapa kasus pengabaian pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus lama
pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, di antaranya: pengabaian penyelesaian
pembangunan Masjid Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pengabaian
penyelesaian pembangunan gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian
penyelesaian pemulangan warga Ahmadiyah Lombok dari tempat pengungsian Mataram,
Nusa Tenggara Barat.

Selain itu, ada pula kasus pengabaian penyelesaian pembangunan musala Asyafiiyyah,
Denpasar, Bali, GKI Taman Yasmin Bogor, dan pengabaian penyelesaian pemulangan
pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian di Surabaya, Jawa Timur.
Keberadaan kebijakan diskriminatif juga dinilai menjadi penyebab tingginya tindak
pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, yaitu Penetapan Presiden RI Nomor
1/PNSP/1965 tentang Pencegahan Penyalahdayagunaan dan/atau Penodaan Agama.

6. Dalam sila pertama dapat diketahui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
beragama,mayoritas agama di Indonesia adalah Islam,namun warga negara Indonesia
bebas untuk memilih agamanya masing-masing dan beribadah menurut ajaran
agamanya karena dalam ayat yang kedua disebutkan “negara menjamin
kemerdekaan…”.
BAB III
KESIMPULAN

Hubungan antara negara dan agama dalam konteks Pancasila adalah jelas Pancasila
tidak melepaskan agama di dalam kehidupan bernegara, namun juga tidak menjadikan agama
tertentu sebagai landasan bernegara, artinya tidak islam dan tidak agama selain islam yang
dijadikan landasan bernegara. Kedudukan agama didalam negara indonesia jelas pancasila
mengakui akan adanya agama dan konstitusi indonesia sendiri mencantumkan pasal tentang
agama didalamnya.Namun negara ini tentunya bukan negara agama melainkan negara
demokrasi sehingga semua pihak yang berbeda harus diakui dan dianggap memiliki
kedudukan yang sama di negara ini baik kaum mayoritas maupun kaum minoritas.
Meskipun sudah banyak peraturan yang mengatur tentang kebebasan beragama
ini,namun masih banyak pelanggaran terhadap kasus ini.Pihak yang berwajib masih kurang
tegas didalam menindaklanjuti kasus ini karena takut akan ekstrimisme dari kaum yang
melanggar akan membalas dengan kumpulan massa banyak yang dinilai kejam dan sporadis.

SARAN

Lembaga pemerintah diharapkan menjadi pengontrol yang efektif bagi pelaksanaan


kebebasan beragama di Indonesia serta tetap bersepakat bahwa negara ini bukanlah negara
berdasarkan agama, tapi berdasarkan Pancasila seperti ditunjukkan sepanjang sejarah
parlemen Indonesia terkait isu kebebeasan beragama.Jika kita sepakat bahwa negara ini
berdasarkan Pancasila, bukan negara agama, maka sepatutnya untuk bersikap netral terhadap
setiap masalah keagamaan dan kepercayaan, khususnya menyangkut keyakinan, seperti
diamanahkan konstitusi.Penegakan konstitusi harus lebih tegas serta hukuman dibuat lebih
berat serta menimbulkan efek jera bagi pelanggarnya.Serta pembangunan rumah ibadah dan
pelaksanaan kegiatan ibadah agama selain agama Islam dipermudah karena sesungguhnya
adalah dosa apabila seseorang atau sekelompok menghalangi seseorang atau sekelompok
orang lainnya untuk beribadah.Juga tidak ada korupsi dan penyalahgunaan didalam ibadah
haji serta kegiatan keagamaan lainnya guna memenuhi kepentingan pribadi maupun
kepentingan kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

http://wong-ndeso-asli.blogspot.com/2013/10/makalah-pancasila-sebagai-ideologi.html

http://setyaaji28.blogspot.com/2015/10/materi-pkn-tentang-pancasila-sebagai.html

http://gerobakmasgatot.blogspot.com/2012/01/makalah-dasar-negara-dan-konstitusi.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57191/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=8DB8C78C409C6A8C66CCF28FAEFDA97E?sequence=3

http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-tujuan-jenis-fungsi-konstitusi.html

http://eprints.umm.ac.id/25623/2/jiptummpp-gdl-mohkamalud-38086-2-babi.pdf

https://pancasila.weebly.com/penerapan-sila-dalam-kehidupan.html

https://ekomarhaendy.wordpress.com/2007/12/20/kebebasan-beragama-dan-implementasi-
ham-di-indonesia/

http://sarahsimplestories.blogspot.com/2016/04/hubungan-pancasila-dengan-pasal-pasal.html

http://inline-infoonline.blogspot.com/2015/08/makalah-kebebasan-beragama-dan.html

Anda mungkin juga menyukai