Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KESEHATAN MATRA DARAT

Disusun oleh:
1. Ratna Widiyawati 23012046
2. Yayuk Sumariati 23012061
3. Afiana berlin 23012068
4. Yunarti 23012056

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
GASAL 2023/2024

1
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Manfaat Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kesehatan Matra Darat
2.2.Kesehatan Unsur Darat
2.3.Kesehatan dalam Tugas Operasi dan Latihan Militer di Darat
2.4. Kesehatan untuk pekerja di bawah Tambang/Pertambangan
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu cabang ilmu kesehatan/kedokteran yang mempelajari
(menangani) membina individu/sekelompok individu atau masyarakat terpajan
dilingkungan yang menimbulkan dampak kesehatan adalah ilmu kesehatan
matra. Kesehatan Matra adalah bentuk khusus upaya kesehatan
diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam
lingkungan matra yang serba berubah. Matra adalah berpindahnya/perubahan
dari satu tempat ke tempat lain yang tidak sama tempatnya dan berpengaruh
terhadap pelaksanaan kegiatan manusia dalam lingkungan tersebut.

Dalam pelaksaana kegiatannya : kesehatan matra telah diatur dalam


undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan sebagai upaya
kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal dalam lingkungan matra yang serba berubah. Untuk menindaklanjuti
undang undang tersebut, Departemen Kesehatan RI telah mensosialisasikan
kesehatan matra denga membuat beberapa konsep pedoman/petunjuk khusus
dan juga melaui seminar, rapat koordinasi dengan para pakar, dan pengelola
program serta unit lintas sektor terkait.Salah satu misi untuk mencapai visi misi
indonesia sehat adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan bermutu,
merata, dan terprogram termasuk upaya kesehatan matra. Sejalan dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Disegala bidang,
maka ilmu kesehatan matra perlu dikembangkan.

Untuk dapat melaksanakan upaya kesehatan matra secara profesional


dan bermutu, perlu didukung dengan sumber daya manusia yang
terlatih/profesional, ditunjang oleh sarana/fasilitas yang memadai, adanya
sistem informasi kesehatan yang baku dan pendukung kegiatan yang optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis menjelaskan terkait kesehatan matra
darat, kesehatan unsur darat, kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer
di darat serta kesehatan untuk pekerja di bawah tambang.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan matra darat?
2. Apa yang dimaksud kesehatan unsur darat?
3. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dalam tugas operasi dan latihan
militer di darat?
4. Apa yang dimaksud dengan kesehatan untuk pekerja di bawah tambang?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui mengenai kesehatan matra darat


2. Mengetahui mengenai kesehatan unsur darat
3. Mengetahui mengenai kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer di
darat
4. Mengetahui mengenai kesehatan untuk pekerja di bawah tambang

1.4. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa mampu mengetahui mengenai kesehatan matra darat


2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menangani suatu kejadian unsur darat.
3. Mahasiswa mampu mengetahui kesehatan dalam tugas operasi dan latihan
militer di darat
4. Mahasiswa mampu mengetahui kesehatan untuk pekerja di bawah tambang

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Matra Darat

Matra adalah dimensi atau lingkungan atau wahana atau media tempat
seseorang atau sekelompok orang melangsungkan hidup serta
melaksanakan kegiatan. Kondisi matra adalah keadaan dari seluruh aspek
pada matra yang serba berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup dan pelaksanaan kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan
tersebut. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan fisikdan mental guna menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang berubah secara bermakna baik di lingkungan darat, laut dan
udara.
A. Jenis kegiatan matra kesehatan matra lapangan.
1. Kesehatan haji
Upaya kesehatan haji dalam kesehatan matra merupakan upaya
kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemapuan fisik dan mental
para calon/jema’ah haji dan petugas yang terkait untuk menyesuaikan diri
terhdap lingkungan yang berubah secara bermakna mulai dari sebelum
pendaftaran, selama persiapan berada di Arab Saudi, selama dalam
perjalanan pergi pulang dari Arab Saudi samapai dengan 2 minggu setelah
tiba kembali ke tanah air.
Kesehatan haji merupakan upaya kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan fisik dan mental para calon/ jamaah haji dan
pertugas yang terkait untuk menyesuiakan diri terhadap lingkungan yang
berubah secara bermakana dengan lingkungan di daerah asal.
Kesehatan haji mencakup kegiatan antara lain, penyuluhan,
pemeriksaan kesehatan, kesling, penangahan gizi, kesempatan fisik,
imunisasi meningitis, pengamatan penyakit, higyene dan sanitasi,
penanggulangan KLB.

4
a. Perencanaan
Perencanaan kesehatan haji meliputi persiapan perencanaan,
penyusunan rencana kebutuhan sumber daya manusia, penyusunan
rencana perbekalan kesehatan dan penyusunan rencana pembiayaan.
1) Persiapan perencanaan
Penyusunan perencanaan kesehatan haji harus didasarkan pada
data/ informasi yang akurat meliputi:
a) Identitas calon jema’ah haji, yaitu : umur jenis kelamin, asal,
pekerjaan dan pendidikan
b) Data kesehatan dan lingkungan, yaitu : data penyakit yang pernah
di derita dan atau sedang di derita, data calon jemaah haji dengan
resiko tinggi, data kesehatan/faktor resiko, lingkungan asrama
embarkasi/debarkasi dan pemondokan di arab saudi.
c) Data pelayanan medis pada jema’ah haji, yaitu : data kesakitan,
kunjungan rawat jalan, rawat inap, rujukan, kematian, perbekalan
obat dan alat kesehatan, sarana pelayanan kesehatan yang
sudah ada serta sarana pelayanan kesehatan rujukan.
b. Pengorganisasian
1) Di indonesia
a) Pengorganisasian kesehatan haji meliputi satu dalam struktur
organisasi yang ada di masing-masing jenjang administrasi
kesehatan, di puskesmas, di dinas kesehatan kabupaten/kota dan
propinsi.
b) Untuk pelaksanaan di tunjuk atau di tetapkan pengelolaan
kesehatan haji pada puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota
yang bersangkutan. Sedangkan untuk pengelola kesehatan haji di
dinas kesehatan propinsi ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan
propinsi.
c) Pada saat oprasional haji pengorganisasian dalam
penyelenggaraan haji mengikuti organisasi kepanitian yang
berlaku sesuai dengan ketentuan.

5
2) Di arap saudi
Pengorganisasian di Arab saudi mengacu pada struktur organisasi
PPHI di Arab Saudi yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.
c. Kegiatan oprasional
1) Lingkup kegiatan
a) Lingkup kegiatan kesehatan haji meliputi anatara lain :
1. Penyuluhan kesehatan
2. Pemeriksaan kesehatan calon jema’ah haji
3. Pembinaan kesehatan calon jema’ah haji
4. Penanganan gizi
5. Kesempatan fisik dan aklimatisasi
6. Imunisasi meningitis
7. Pengamatan penyakit
8. Kesehatan lingkungan
9. Penanggulangan musibah masal / KLB
10. Penatalaksanaan pelayanan medis dan keperawatan
11. Evakuasi dan rujukan
2) Persiapan kegiatan
Dalam penyelenggaraan kesehatan haji yang harus disiapkan
adalah :
a) Informasi yang akan digunakan sebagai bahan perbaikan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan haji taun berjalan.
b) Fasilitas pelayanan kesehatan jema’ah haji di indonesia maupun
di Arab Saudi dengan sarannya.
c) Petugas – petugas kesehatan (medis, keperawatan, sanitarian,
gizi, dan farmasi)
d) Calon jema’ah haji

d. Pencatatan dan pelaporan kegiatan


Untuk keentingan teknis dan administratif maka semua kegiatan
pelayanan kegiatan harus di catat secara khusus baik pada buku
kesehatan jamaah haji atau buku catatan lainnya, yang akan menjadi

6
bahan laporan / informasi penting bagi penyelengaraan maupun
pelayanan kesehatan haji.
1) Pencatatan kegiatan pelayanan di puskesmas dan rumah sakit
maupun di perjalanan dan di Arab Saudi mengikuti sistem yang
berlaku.
2) Pelaporan kegiatan mengikuti sistem pelaporan pelayanan kesehatan
yang berlaku. Sedangkan kedisiplinan pelaporannya harus
ditekankan karena data tersebut sangat di perlakukan untuk
pemantauan dan evaluasi penyelenggaran maupun perbaikan
pelayanan di masa yang akan datang.
3) Data kesehatan yang diperlukan dismpan dalam sistem komputerisasi
haji terpadu, baik yang ada di departemen kesehatan maupun di
pusat informasi Haji Departemen Agama setelah dianalisis menjadi
informasi dapat diumpan balikan kepada berbagai tingkat untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan evaluasi maupun perencanaan dan
perbaikan pelayanan di masa mendatang.
e. Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh instansi yang
bertangung jawab sesuai dengan kewenangnannya. Pembinaan dan
pengawasan dilaksanakan sebagai berikut:
1) Supervisi dan bimbingan teknis secara terpadu antar instansi terkait
2) Pemantauan dari hasil laporan penyelenggaraan
3) Pembahasan dalam rapat intern lingkup kesehatan ataupun secara
terpadu.
4) Tindakan korektif atas terjadinya penyimpngan penyimpangan baik
terhadap hasil maupun proses penyelenggaraan.
5) Umpan balik laporan disertai dengan kesimpulan dalam rangka
penilaian keberhasilan upaya ataupun saran – saran perbakan.
6) Peningkatan keterampilan melalui pelatihan.
2. Kesehatan dalam penangulangan korban bencana
Upaya kesehatan penangulangan korban bencana dalam kesehatan
matra merupakan upaya kesehatan yang dilakukan terhadap korban
bencana dan unsur- unsur pelaksana penangguangan guna menyesuaikan

7
diri terhadap lingkungan matra yang berubah secara bermakna mulai dari
tahap kesiap siagaan sampai masa darurat.
Agar pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan
korban bencana dapat terselenggara dengan baik efisien dan efektif, perlu
adanya pengelolaan yang baik, mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan dan evaluasi yang dimulai sejak pra-bencana, saat bencana
sampai pada pasca bencana.
a. Perencanaan
Dalam rangka mempersiapkan penanggulangan korban bencana dibidang
kesehatan diperlukan perencanaan yang baik. Perencanaan ini meliputi:
1) Perencanaan pada pra-bencana
Perencanaan pada masa pra-bencana disusun dengan memperhatikan
beberapa aspek yang meliputi :
a) Pengumpulan informasi tentang jenis bencana, sumber daya dan
upaya yang telah dilakukan
b) Koordinasi dengan sekor lain yang terkait (Departemen Pemukiman
dan Prasrana Wilayah, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi, TNI,
POLRI, dan LSM).
c) Pemantauan tempat-tempat yang berpotensi terjadi bencana.
d) Kesiapsiagaan melalui pelatihan petugas untuk penolongan gawat
darurat, P3K dan rujukan.
e) Koordinasi dengan lintas program terkait (RS. Pemerintah, RS
Swasta, RS BUMN, RS TNI, RS POLRI, Unit Pelayanan Kesehatan
Swasta).

2) Perencanaan sarana pelayanan kesehatan


Sarana pelayanan kesehatan harus sudah direncanakan dan disiapkan
terutama pada saat terulangnya kejadian, baik akibat bencana alam
maupun akibat ulah manusia. Sarana kesehatan dimaksud antara lain:
a) Sarana pelayanan kesehatan menetap, sesuai dengan
kebutuhannya dapat berupa:
(1)Pos kesehatan sederhana

8
(2)Fasilitas pelayanan kesehatan lapangan
(3)Rumah sakit lapangan
(4)System rujukan dan evakuasi yang terintegrasi dengan fasilitas
rujukan daerah setempat (RS Kabupaten, RS Swasta, RS
BUMN, RS TNI, RS POLRI)

Jenis jumlah dan lokasi sarana kesehatan yang harus disediakan


disesuaikan dengan jenis bencana atau prakiraan jumlah korban.

b) Sarana pelayanan kesehatan yang dapat bergerak (mobile) antara


lain:
(1) Puskesmas keliling
(2) Ambulan
(3) Klino mobil di perkotaan tertentu
(4) Mobil jenazah / kendaraan lain yang dapat difungsikan
(5) Sarana pendukung pelayanan kesehatan dan rujukan
Jenis logistik yang diperlukan antara lain berupa
(1) Obat dan bahan habis pakai
(2) Perlengkapan fasilitas pelayanan kesehatan

Jumlah dan jenis diperhitungkan menurut prakiraan jenis kebutuhan


pelayanan kesehatan serta besarnya dan jenis bencana.

3) Perencanaan tenaga kesehatan


a) Jenis tenaga
(1) Jenis tenaga yang diperlukan, sesuai dengan situasi / kondisi yang
terjadi, yaitu tenaga-tenaga kesehatan yang telah dilatih khusus
dalam kesehatan penanggulangan korban bencana
(2) Minimal harus tersedia tenaga dokter, keperawatan, sanitarian
serta tenaga pendukung pelayanan termasuk pengemudi bila
diperlukan
(3) Pada fasilitas rujukan yang ditunjuk perlu ditugaskan dokter
spesialis sesuai dengan kebutuhannya dan bertindak sebagai
dokter konsulen dalam pelayanan kesehatan di lapangan

9
b) Jumlah tenaga yang diperlukan menurut jenis tenaganya,
diperhitungkan berdasarkan
(1) Jenis / macam bencana
(2) Lamanya
(3) Prakiraan banyaknya orang yang terpajan
(4) Jumlah fasilitas kesehatan dengan kriteria kemampuannya

c) Kemampuan tenaga
Kemampuan tenaga yang diandalkan dalam penanggulangan korban
bencana ini adalah pemahaman tentang kesehatan dalam
penanggulangan korban bencana, peraturan-peraturan / ketentuan
hukum dan perundang-undangannya. Keterampilan dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing serta
kebutuhan pembinaan teknis dan manajemen dalam penanggulangan
korban bencana.

4) Penyusunan pembiayaan kesehatan


Pembiayaan kesehatan dalam penanggulangan korban bencana dapat
berasal dari berbagai sumber yaitu:
a) Pemerintah pusat
b) Instansi pemerintah daerah setempat yang terkait bertanggung jawab
untuk menyediakan dana kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya
c) Penyelenggaraan jaminan asuransi, jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat (JPKM) atau sejenisnya yang terkait dengan
penanggulangan korban bencana antara lain gempa, longsor, banjir,
kebakaran.
d) Sumber dana lain yan tidak mengikat
(1) Donator (dalam negeri dan luar negeri)
(2) LSM
(3) Masyarakat dan lain lain
b. Pengorganisasian
1) Struktur organisasi

10
Kesehatan dalam penanggulangan korban bencana yang sifatnya umum
melibatkan masyarakat secara luas dan menjadi tanggung jawab
pemerintah, akan diselenggarakan oleh instansi pelayanan kesehatan
pemerintah setempat dalam suatu system pelayanan kesehatan yang
ada, sehingga pengorganisasian melekat pada system yang telah ada.
2) Di Tingkat Pusat
Penanggung jawab ditingkat pusat adalah Menteri Kesehatan dan
kesejahteraan social yang dikoordinasikan dengan BAKORNAS PB yang
di ketuai Wakil Presiden.

c. Mekanisme Kerja
1) Penanggung Jawab teknis penyelenggaraan upaya kesehatan di tingkat
Pusat untuk penanggulangan medis missal adalah Ditjen
Penganggulangan Masalah Sosial dan Kesehatan. Upaya kesehatan
masyarakat yang meliputi survilance, intervensi kesehatan lingkungan
dan pelayanan kesehatan adalah Pokjatap Bencana di Ditjen PPM-PL
selanjutnya di tingkat provinsi tanggung jawab tersebut dilimpahkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan koordinasi Satkorlak PB
sedangkan di lapangan tanggung jawab tersebut dilimpahkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan koordinasi Satlak PB.
2) Peran dan tugas
Sesuai dengan kewenangan masing-masing, maka unsur-unsur yang
terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan matra yang berkaitan dengan
bencana perlu mengenal teknis ataupun operasional penyelenggaraan
sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
3) Koordinasi penyelenggaraan
Agar penyelenggaraan kesehatan (matra) selama terjadinya bencana
dapat berdaya guna dan berhasil guna, perlu dikoordinasikan sebaik-
baiknya dengan Pemerintah Daerah setempat, baik dalam perencanaan,
pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasinya.

d. Kegiatan operasional
1) Lingkup kegiatan

11
Lingkup kegiatan dalam kesehatan matra dalam penanggulangan
bencana.
a) Peningkatan system kewaspadaan dini
b) Penyampaian informasi dan penilaian kebutuhan
c) Sanitasi kedaruratan
d) Pemantauan wilayah setempat
e) Imunisasi
f) Tindakan medic dan keperawatan
g) Rehabilitasi
h) Evakuasi dan rujukan
i) Pengamatan penyakit (Survalians)
j) Pencatatan dan pelaporan

e. Pelaksanaan kegiatan
Dalam pelayanan kesehatan penanggulangan korban bencana, pada
prinsipnya tidak dibangun sarana atau prasarana secara khusus, tetapi
menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya intensitas
kerjanya ditingkatkan serta penambahan sumber daya sesuai kebutuhan.
1) Tahap persiapan pada pra-bencana
Persiapan pada pra bencana bertujuan untuk melakukan kewaspadaan
dini mencegah dampak buruk akibat bencana serta mampu melakukan
upaya-upaya penyelamatan. Membentuk Tim di tingkat provinsi,
kabupaten/kota dengar melibatkan Rumah Sakit, Puskesmas, Instansi
kesehatan pemerintah lainnya dan swasta yang ada dalam wilayah yang
bersangkutan.
Kegiatan yang harus dilaksanakan sebelum bencana terjadi meliputi :
a) Kewaspadaan dini merupakan kegiatan penting yang dititik beratkan
pada upaya penyebarluasan informasi pada masyarakat. Informasi
dimaksud meliputi:
(a) Peta lokasi rawan bencana di wilayahnya masing-masing dari
instansi terkait.
(b) Data penduduk dan kelompok rawan termasuk orang tua, bayi,
ibu hamil, ibu nifas dan kelompok resiko lainnya.

12
(c) Data sumber daya (Logistik, tenaga, sarana komunikasi dan
transportasi, fasilitas umum dan fasilitas kesehatan) yang dapat
dimanfaatkan oleh kesehatan.
(d) Informasi tentang kejadian bencana pada lokasi rawan yang
sering terjadi secara berulang dan menganalisis risiko bencana.
(e) Data sektor terkait
(f) Data kebutuhan pelayanan kesehatan termasuk sarana dan
prasarana
(g) Analisis risiko bencana
(h) Prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk
teknis (juknis) dan petunjuk lapangan ((juklap), yang terintegrasi
dengan protap/juklak sektor-sektor lain.

b) Kesiapansiagaan adalah kegiatan untuk mempersiapkan segala


sesuatu bila sewaktu-waktu terjadi bencana meliputi :
(1) Kesiapan di masyarakat
(a)Memantapkan koordinasi di lingkungan masyarakat (RT, RW)
(b)Melaporkan segera bila terjadi bencana tiba-tiba kepada
instansi yang terdekat (berwenang)
(2) Kesiapan petugas kesehatan
(a) Menyelenggarakan pelatihan kesiagaan / gladi dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan untuk tenaga kesehatan
(pos kesehatan, pelayanan gawat darurat, evakuasi, rujukan)
(b) Memantapkan koordinasi di lingkungan sektor kesehatan
maupun sektor lain terkait sesuai dengan tugas dan fingsinya.
(c) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat
(d) Mensiagakan sarana dan pra-sarana sesuai protap
(e) Mengadakan pemantauan tempat-tempat yang berpotensi
terjadi bencana secara periodik.

2) Tahap terjadinya bencana

13
Pada tahap terjadinya bencana kegiatan yang dilakukan adalah
upaya untuk mencegah 3D yaitu : disease (kesakitan/kecacatan),
disability (ketidakmampuan) dan death (kematian). Setelah kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota mendapat informasi terjadinya
bencana dari pihak yang bertanggung jawab, segera :
a) Menginformasikan terjadinya bencana dan kasus-kasus korban
bencana kepada puskesmas di sekitarnya dan rumah sakit.
b) Membuat laporan akhir tentang kejadian bencana, korban, jenis
bencana, pelayanan kesehatan, kepada Ditjen Penganggulangan
Masalah Sosial dan Kesehatan Departemen Kesehatan.
Kegiatan meliputi:
(1) Mengoprasionalkan sarana dan prasarana kesehatan secara
tepat dan cepat (posisi) sesuai dengan kebutuhan dan macam
bencana yang terjadi (pos kesehatan, rumah sakit lapangan,
ambulans, termasuk tenaga dan obat-obatan).
(2) Mensiagakan sarana rujukan dan system pendukungnya
(3) Melaksanakan P3K/P3B, evakuasi dan rujukan
(4) Memobilisasikan sarana dan transport untuk evakuasi korban
dan rujukan
(5) Memobilisasi tenaga kesehatan secara terkoordinasi dengan
sektor terkait dan masyarakat termasuk LSM dalam lingkup
SATLAK PB.
(6) Penyehatan/pengawasan sanitasi dan gizi makanan di
penampungan
(7) Sanitasi lingkungan pada lokasi bencana dan penampungan,
yang meliputi:
(a) Pengawasan penyediaan air bersih
(b) Pemberantasan vector, terutama lalat dan nyamuk
(c) Pengawasan sampah
(d) Pengawasan sarana pembuangan kotoran/jamban
(e) Penyuluhan kesehatan
(8) Memantau tindakan penyelamatan yang dilaksanakan

14
(9) Melaksanakan pemamtauan dan penelitian kebutuhan serta
dampak kesehatan secara cepat sebagai dasar untuk program
bantuan pelayanan kesehatan dan pemantauan
(10) Menyelenggarakan system kewaspadaan pangan gizi (SKPG
dan intervensi gizi)
(11) Memberikan bimbingan dalam upaya-upaya penyelamatan
korban yang dilakukan sektor lain/masyarakat

3) Tahap pasca bencana


Setelah berakhirnya fase tanggap darurat bencana yang ditetapkan
oleh pejabat yang kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk
mencegah timbulnya dampak lanjut akibat bencana, pemulihan
kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungannya serta aktifitas
kehidupan masyarakat. Kegiatannya :
a) Pengamatan penyakit (Surveilans) dan analisisnya
b) Penyelenggaraan system kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
dan intervensi gizi
c) Upaya pencegahan kecacatan dan pemulihan kesehatan
masyarakat, perbaikan sarana sanitasi dasar dan fasilitas umum
d) Pemantapan kembali pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
e) Melaporkan hasil/pemantauan kepada bupati/walikota selaku
ketua SATLAK-PB dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi
f) Upaya pemantauan dan pencegahan dampak bencana sekunder
anatara lain adanya KLB penyakit menular akibat perubahan
kualitas lingkungan hidup
g) Pendataan prasarana dan saran yang berdampak pada
kesehatan (missal : sanitasi dasar, permukiman, sarana jalan,
saran distribusi sembako)
h) Menginformasikan pada instansi terkait, termasuk pemerintah
setempat tentang hasil pemantauan untuk ditindak lanjuti
f. Pelaksanaan pelayanan
1) Sasaran

15
a) Masyarakat yang terpajan akibat bencana dan masyarakat umum
sekitarnya
b) Petugas pelaksana kegiatan
c) Petugas-petugas kesehatan
2) Pelayanan kesehatan
Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang diperiapkan sangat
tergantung dari macam dan jenis bencana, pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan kepada sasaran masyarakat terpajan diarahkan pada:
a) Pengobatan dan perawatan bagi kasus tertentu untuk sementara bila
tidak perlu dirujuk
b) Pelayanan P3K dan P3P pada fasilitas kesehatan menetap dan
lapangan (mobile)
c) Pemeriksaan kesehatan dan pemantauannya bagi masyarakat yang
beresiko
d) Pengamatan penyakit dan tindak lanjutnya
e) Rujukan medis dan kesehatan
f) Evakuasi

Masyarakat sebagai sasaran pelayanan, perlu dilibatkan pada semua


upaya, baik dalam upaya promotif, prefentif, kuratif maupun rehabilitative
terbatas. Disamping itu pula masyarakat diminta untuk melaporka
kejadian secara cepat kepada instansi terdekat dan menjaga sarana dan
prasarana pelayanan penanggulangan bencana bagi daerah yang
seringkali dilanda bencana yang sama.

Pada keadaan tertentu dalam kejadian bencana kemungkinan dapat


terjadi letupan penyakit (KLB) ataupun wabah, yang seringkali tidak
dipikirkan sebelumnya yang perlu diantisipasi terutama pada kejadian
wabah yang sering terjadi.

Apabila sampai terjadi KLB atau wabah maka tindakan cepat, tepat dan
terkoordinasi harus dilakukan sesuai dengan prosedur penanganan
korban KLB ataupun wabah dan laporan harus segera dikirimkan oleh
petugas kesehatan setempat.

16
Pelaksana Pelayanan

1) Satu tim yang ditunjuk dan bertanggung jawab atas pelaksanaan


pelayan kesehatan dalam penanggulangan bencana
2) Tim dapat dibentuk dari petugas kesehatan yang ditunjuk terdiri dari
Dokter, tenaga keperawatan, sanitarian, tenaga kesehatan lainnya.
3) Dalam kegiatannya secara operasioanal Tim bertanggung jawab
kepada atasannya, dan secara teknis Tim bertanggung jawab kepada
Pembina teknisnya yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kanwil
Kesehatan dan Dinas Kesehatan Propinsi.
g. Pemantauan kesehatan pasca bencana
1) Upaya pemantauan dan pencegahan dampak bencana sekunder
antara lain KLB penyakit menular akibat perubahan kuaitas lingkungan
hidup
2) Tindak lanjut pasca bencana secara lintas sektor dalam mengatasi
kerugian yang diakibatkan oleh bencana
h. Pencatatan dan pelaporan kegiatan
1) Pencatatan
Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan kesehatan
dalam penanggulanga bencana perlu dicatat oleh para petugas
kesehatan, sebagai bahan penyusunan laporan
a) Hasil kegiatan pengamatan penyakit
b) Kejadian penyakit, cedera, kecacatan dan kematian
c) Kegiatan pelayanan dan rujukan serta hasil evakuasi
1. Pelaporan
Penanggung jawab pelayanan kesehatan wajib membuat laporan
kegiatanya termasuk hasil pemantauan dan pengamatan kesehatan
termasuk KLB sesuai dengan ketentuan dan system pelaporan yang
berlaku. Laporan dikirimkan kepada:
a. Penanggung jawab penanggulan bencana yaitu untuk laporan
operasional
b. Instansi kesehatan setempat: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dinas
Kesehatan Propinsi

17
2) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung
jawab sesuai dengan kewenanganny.
a) Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk :
(1)Meningkatkan kemampuan dan kemandirian secara teknis dan
operasional bagi para pelaksana kesehatan (matra) dalam bencana
(2)Mencegah kemungkinan bencana ulang dan terpenuhinya kebutuhan
serta meminimalkan kesenjangan akan kebutuhan pelayanan
kesehatan (matra) dan masyarakat yang terkena bencana.
Terlenggaranya mekanisme dan tata laksana kegiatan.
(3)Kesehatan dalam bencana efisien dan efektif sehingga secara teknis
dan operasional terelenggara sesuai dengan bencana yang tersusun.

b) Pembina dan pengawasan dilaksanakan melalui :


(1) Supervisi dan bimbingan teknis pasca bencana secara terpadu antar
instansi terkait, maupun secara teknis oleh masing-masing instansi
teknis
(2) Pemantauan dari hasil laporan pelaksanaan, baik terhadap hasil
maupun proses penyelenggaraan
(3) Pembahasan dalam rapat intern lingkup kesehatan ataupun secara
terpadu lintas sektoral diberbagai tingkatan administrative
(4) Pembahasan secara lintas sektor tentang penyebab terjadinya
bencana (akibat alam atau ulah manusia)
(5) Tindakan korektif atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan baik
terhadap hasil maupun proses
(6) Umpan balik laporan disertai dengan kesimpulan dalam rangka
penilaian keberhasilan upaya ataupun saran-saran perbaikan
3) Pemantauan dan evaluasi
Dengan adanya kegiatan yang dilasanakan dari pra-bencana sampai
dengan bencana mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada
pemantauan perlu dipelajari oleh semua petugas yang bertanggung jawab
atas kegiatan-kegiatan tersebut. Hasil pemantauan serta penilaiannya
dibahas bersama pihak terkait meliputi segala kesenjangan dan masalah

18
yang mungkin terjadi yang diperkirakan akan menimbulkan gangguan baik
fisik, mental maupun social pada masyarakat yang terpajan, perlu
diantisipasi dan pemecahanya perlu lanjuti dengan pencatatan dan
pelaporan yang benar, sehingga informasinya dapat dimanfatkan oleh
semua pihak yang berkepentingan dalam rangka keterpaduan
penyelenggaraan program-program.

2.2. Kesehatan Unsur Darat

Kesehatan Unsur Darat memiliki tugas pokok yaitu menyelenggarakan


segala upaya yang berkenaan dengan pembinaan kesehatan prajurit, PNS TNI
AD beserta keluarganya dan satuan TNI AD dalam rangka mendukung tugas
TNI AD, demikian ditegaskan Direktur Ditkesad. Untuk melaksanakan tugas
tersebut Kesad menyelenggarakan fungsi utama yang disebut sebagai
Dukungan Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan. Dukungan Kesehatan
merupakan upaya kesehatan yang meliputi segala usaha, pekerjaan dan
kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan bantuan administrasi
kesehatan yang ditujukan secara langsung untuk mendukung latihan dan
penggunaan kekuatan TNI AD. Sebagai Pelayan Kesehatan berarti segala
usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
bantuan administrasi kesehatan yang ditujukan untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal bagi prajurit, PNS TNI AD beserta keluarganya dalam
rangka pembinaan kekuatan TNI AD. Selain itu dilaksanakan fungsi teknis
kesehatan yang diselenggarakan baik dalam rangka dukungan kesehatan
maupun pelayanan kesehatan yang meliputi:

Kesehatan militer, yaitu upaya kesehatan yang meliputi segala usaha,


pekerjaan dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan
prajurit serta penugasan prajurit pada berbagai kondisi lingkungan.

Kesehatan Promotif, yaitu upaya ksehatan yang meliputi segala usaha,


pekerjaan dan kegiatan memelihara/ meningkatkan derajat kesehatan prajurit,

19
PNS TNI AD beserta keluarganya dengan peran serta individu agar berperilaku
sehat.

Kesehatan Kuratif, yaitu upaya kesehatan yang meliputi segala usaha,


pekerjaan dan kegiatan untuk penyembuhan penderita yang sakit.

Kesehatan Rehabilitatif, yaitu upaya kesehatan yang meliputi segala


usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk pemulihan penderita.

Pembekalan Kesehatan, yaitu upaya kesehatan yang meliputi segala


usaha, pekerjaan dan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan materil
kesehatan bagi satuan kesehatan dan prajurit, PNS TNI AD beserta
keluarganya.

Administrasi Kesehatan, yaitu upaya kesehatan yang meliputi segala


usaha, pekerjaan dan kegiatan dengan sistem dan prosedur kesehatan.

2.3. Kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer di darat


Upaya kesehatan dalam mendukung tugas pokok satuan militer di darat
dalam kaitannya dengan kesehatan matra adalah merupakan upaya kesehatan
yang dilakukan untuk mengembangkan/ meningkatkan kondisi fisik dan mental
prajurit di satuan militer dan pemberian pertolongan medik kepada korban
dalam kegiatan operasi/ latihan militer di darat.
a. Perencanaan
1) Analisa daerah operasi
a) Geografi
Keadaan permukaan bumi/keadaan geografi suatu daerah sangat menentukan
perkembangan dan penyebaran penyakit disuatu daerah seperti :
(1) Daerah pegunungan / dataran tinggi
(2) Daerah dataran rendah
(3) Daerah rawa dan pantai
b) Demografi

20
kondisi demografi sangat erat sekali hubungannya dengan kondisi sosial karena
kondisi demografi berdampak sosial kepada penduduk baik secara positif
maupun negatif yang nantinya akan berkaitan dengan masalah kesehatan.

Hal tersebut diatas sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan disuatu


daerah, sehingga kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan
dalam memberikan dukungan kepada militer dan personil lainnya yang terlibat
dalam operasi militer dan latihan militer.

2) Kondisi kesehatan
a) Fasilitas kesehatan setempat
Dalam memberuikan dukungan dan pelayanan kesehatan baik kepada personil
militer maupun personil lainnya yang terlibat dalam operasi militer dan latihan
militer maupun kepada penduduk setempat yang terkena akibat operasi militer
dan latihan militer sangatlah komplit sekali, oleh karena itu penggunaan potensi
wialyah dibidang kesehatan sangat diperlukan yaitu mulai dari fasilitas
kesehatan TNI, POLRI, pemerintah dan swasta yang berada disuatu wilayah
atau daerah yang dijadikan sebagai daerah yang dioprasi militer dan latihan
militer dalam mendukung keberhasilan tugas operasi militer dan latihan militer.

b) Kesehatan lingkungan
Untuk mencegah supaya tidak terjadi wabah penyakit tehadap personel yang
terlibat oprasi militer dan latihan militer maka perlu diadakan penyuluhan
tentang kesehatan kepada semua personel sebagai langkah awal kebutuhan
personel sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh
kelalaian.
c) Penyakit endemis
Untuk melindungi seluruh personel yang terlibat dalam operasi militer dan
latihan militer dari penyakit yang endemis disuatu daerah yang dijadikan
sebagai daerah oprasi militer maka perlu diberikan penyuluhan tentang penyakit
yang endemis tersebut serta melakukan profilaksis sebagai tindakan
pencegahan terhadap penyakit yang endemis misalnya seperti penyakit malaria
di Irian Barat.

21
3) Kondisi musuh
a) Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan musuh dalam operasi militer secara tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap kesehatan personel sendiri hal ini dapat ditularkan
melalui penduduk, serangga dan air sungai bila ada serta udara
b) Persenjataan
Keterangan tentang jenis persenjataan musush perlu diketahui, melalui satuan
intelijen karena jenis senjata musuh ini sangat menentukan keadaan, kondisi
dan jenisn luka yang ditimbulkan akibat senjata musuh tersebut sehingga dapat
diantisipasi sebelumnya tentang kemungkinan korban atau jenis luka yang
diakibatkan oleh sentjata musuh.
c) Nuklir biokimia dan fisika
Keterangan tentang apakah musuh menggunakan senjata nuklir biokimia dan
fisika sangatlah penting sekali diketahui karena dapat melumpuhkan pasukan.
Senjata nuklir biokimia dan fisika dan menimbulkan korban secara masal
sehingga dapat menghancurkan dan melumpuhkan pasukan sendiri. Mengingat
akibat yang ditimbulkan oleh senjata nulkir biokimia dan fisika ini sangatlah
berbahaya sekali maka perlu diperoleh keterangannya melalui satuan intelijen
sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk melindungi personel dari bahaya
yang diakibatkan oleh senjata nuklir biokimia dan fisika sendiri terutama senjata
dibidang bilologi dan kimia yang tidak begitu menyalahi penggunaannya tetapi
menimbulkan akibat yang sangat berbahaya bagi personel.
b. Rencana dukungan
1) Personel
a) Pengorganisasian
(1)Rencana pembentukan satuan kesehatan militer disesuaikan dengan kebutuhan
operasi dan latihan militer di darat sesuai dengan dengan besarnya satuan
militer yang didukung
(2)Rencana pembentukan satuan tugas dengan perkiraan jumlah korban dan
bentuk penyelenggaraan kesehatan.
b) Kuantitas dan kualitatif
Rencana pembekalan teknis medis danteknik kesehatan militer bagi personel
satuan tugas kesehatan lapangan militer dan satuan tugas kesehatan.

22
2) Logistik
a) Bekal kesehatan
Selama penyelenggaraan operasi dan latihan militer didarat berlangsung,
dukungan bekal kesehatan harus tersedia. Dukungan bekal kesehatan
dimaksud meliputi perencanaan, pengadaan, pendistribusian, dan penggunaan
logistik kesehatan yang terdiri dari alat kesehatan dan alat utama kesehatan

b) Bekal umum
Selama penyelenggaraan operasi dan latihan militer didarat berlangsung,
dukungan bekal umum harus tersedia. Dukungan bekal umum meliputi
perencaan pengadaan, pendistribusian dan penggunaan bekal umum yang
terdiri dari kafalap amunisi senjata dan sebagainya.
3) Prosedur
a) Gelar satuan
(1) Rencana gelar satuan kesehatan lapangan militer mengikuti rencana gelar
satuan militer pada pola operasi perdamaian dan pola gelar dewan keamanan
PBB pada misi perdamaian dunia.
(2) Rencana gelar satuan tugas kesehatan disesuaikan dengan pola operasi militer,
pola operasi satuan kesehatan lapangan militer dan perkiraan korban termaksud
manyarakat sipil.
4) Sistem perawatan dan Rujukan
a) Hospitalisasi
Rencana untuk persiapan rumah sakit wilayah maupun rumah sakit pusat baik
rumah sakit pemerintah, rumah sakit militer, rumah sakit swasta untuk
menerima rujukan.
b) Evakuasi
(1)Evakuasi korban militer
Korban militer dievakuasi ke instalasi kesehatan militer terdekat sesuai dengan
prosedur dan rantai evakuasi.
(2)Korban sipil
Korban sipil / masyarakan dievakuasi ke instalasi kesehatan terdekat, bail
instalasi militer maupaun sipil sesuai prosedur rantai evakuasi.

23
(3)Evakuasi korban khusus
Korban khusus (tawanan perang dan tokoh kunci) dapat dievakuasi ke instalasi
kesehatan baik ke instalasi militer maupun sipil yang ditunjuk oleh yang
berwenang, sedangkan tanggung jawab keamanannya dilaksanakan oleh polisi
militer.
c. Pengorganisasian
1) Struktur Organisasi Satuan Kesehatan Lapangan Militer
a) Peleton Kesehatan
Merupakan satuan kesehatab lapangan militer yang medukung satuan ketingkat
batalyon (satuan tempur dan bantuan tempur)
b) Batalyon Kesehatan
Merupakan satuan lapangan militer organik pada devisi infantri dan terdiri dari:
(1) Kompi lapangan kesehatan
Satuan kesehatan lapangan yang medukung satuan keringat brigade
(2) Kompi kesehatan bantuan
Satuan kesehatan lapangan yang medukung batalyon kesehatan dibidang bekal
kesehatan dan preventif
(3) Kompi rumah sakit lapangan
Satuan kesehatan lapangan yang memebrikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan rumah sakit tipe C dilapangan
(4) Kompi evakuasi
Satuan kesehatan lapangan yang menyelenggarakan semua kegiatan evakuasi
bagi korban / penderita dan tempat pengobatan brigade kerumah sakit lapangan
batalyon kesehatan.
c) Satuan Tugas Kesehatan
Satuan tugas kesehatan merupakan satuan kesehatan lapangan yang terdiri
dari unsur kesehatan militer, unsur kesehatan sipil baik pemerintah maupun
swasta yang berdiri sendiri atau gabungan dan unsur-unsur kesehatan yang ada
dikelola oleh pejabar kesehatan yang berwenang didaerah tersebut.
2) Unsur Kesatuan Tugas Kesehatan
a) Sipil/pemerintah
b) Swasta

24
Masing-masing dapat berdiri sendiri atau merupakan satuan tugas gabungan
yang diperkuat oleh militer
3) Kegiatan operasional
a) Tahap Persiapan
(1) Pemeriksaan Kesehatan Petugas
(2) Latihan Pra Tugas
Latihan pratugas dilaksanakan sebelum tugas operasi dengan simulasi daerah
sesungguhnya / mirip dengan daerah dimana akan diadakan tugas operasi dan
latihan militer
(3) Penyuluhan Kesehatan
Persenel yang terpilih melaksanakan tugas dalam operasi dan latihan militer
didarat harus diberikan penyluhan. Penyuluhan dimaksud antara lain
penyuluhan tentang keadaan penyakit didaerah operasi, pencegahan penyakit
dan penggulangannya serta cara penggunaan perangkat / peralatan kesehatan.
(4) Pencegahan penyakit
Pencegahan dalam operasi dan latihan militer di darat dilakukan terhadap
penyakit menular potensial yang ada di lokasi. Pencegahan penyakit dimaksud
meliputi pemberian imunisasi dan pemberian profilaksis serta tindakan lain yang
berhubungan dengan pencegahan penyakit termaksud food security didaerah
operasi dan latihan militer.
b) Tahap pelaksanaan
(1) Intelijen medis
Intelijen medis dilakukan sebelum dan selama operasi dan latihan militer di
dara. Intelijen dimaksud meliputi pengumpulan bahan keterangan teknis
maupun dalam bidang kesehatan dan kemampuan lawan didaerah operasi dan
latihan militer.
(2) Pengawasan higiene dan sanitasi
Pengawasan higiene dan sanitasi dalam operasi dan latihan militer didarat
dilakukan untuk pengamanan kemungkinan terjadinya penularan penyakit
bersumber dari kontaminasi makanan dan minuman. Pengawasan higiene dan
sanitasi dimaksud meliputi pengamanan kuantitas sanitasi dasar berupa
penyediaan dan pengawasan air bersih, makanan dan minuman serta

25
pengawasan lingkungan, pengendalian bahan buangan/limbah, pengendalian
hama/vektor, bibit penyakit serta hama penganggu lainnya.
(3) Pengamatan penyakit
Pengamatan penyakit dalam operasi dan latihan militer didarat diprioritaskan
terhadap penyakit menular potensial kejadian luar biasa, gangguan fisik, mental
dan sosial. Pengamatan penyakit dimaksud ditujukan kepada masyarakat
selama operasi dan latihan militer berlangsung serta terhadap setiap personel
lainnya sejak berada diwilayah operasi dan latihan militer sampai kembalin
kepangkalan.
(4) Penganganan gizi
Dalam setiap operasi dan latihan militer didarat harus dilakukan penanganan
gizi agar setiap personel memperoleh jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai
dengan porsi tugas operasi dan latihan militer yang dibebankan sehingga
personel tersebut dapat melaksanakan tugas dengan optimal.
(5) Kesamaptaan jasmani
Pembinaan kesemaptaan jasmani harus dilakukan terhadap personel yang
terpilih dan dilakukan secara terus menerus guna mempertahankan kesegaran
jasmani dan kemampuan fisik, sehingga tetap mampu melaksanakan setiap
kegiatan operasi dan militer

(6) Dukungan logistik


Selama penyelenggaraan operasi dan latihan militer didarat berlangsung,
dukungan logistik harus tersedia. Dukungan logistik dimaksud meliputi
perencanaan pengadaan, pendistribusian, dan penggunaan logsitik ksehatan
yang terdiri dari alat seksi kesehatan, alat utama kesehatan, serta bekal
kesehatan.
(7) Penatalaksanaan pelayanan medis dan keperawatan
Kegiaatan ini dilakukan terhadap personel militer dan personel lainnya yang
menderita suatu penyakit temaksud korban operasi dan latihan militer. Terhadap
penderita dan korban dimaksud dilakukan evakuasi dan rujukan. Evakuasi dan
rujukan disini meruapakan rangkaian pemindahan penderita atau koraban baik
didala m pertempuran latihan militer maupun dalam keadaan damai ketempat
fasilitas pengobatan atau perawatan yang lebih memadai. Pelasanaannya

26
disesuaikan dengan keadaan medan operasi dan latihan militer, keadaan
penderita serta sarana transportasi yang ada.
(8) Evakuasi kesehatan
Evakuasi kesehatan dilakukan untuk mengetahui dampak yang timbuk terhadap
kesehatan akibat operasi dan latihan militer didarat. Selain itu juga dilakukan
terhadap pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, dampak operasi, dan
latihan militer termaksud perhitungan korban, macam penyakit akibat senjata
musuh, senjata nuklir, biologi, kimia, maupun akibat penyakit didaerah operasi
dan latihan militer.
(9) Penanganan korban mati
Kegiatan penanganan terhadap korban mati akibat operaasi militer meliputi
identifikasi korban dan penentuan sebab kematian.
c) Tahap pengakhiran
(1) Rehabilitasi fisik dan mental
Setiap korban dalam kegiatan operasi dan latihan militer di darat harus diberikan
rehabilitasi fisik dan mental meliputi fisioterapi, pengobatan sesuai kebutuhan,
pemberian alat bantu sesuai dengan kecacadan dan konseling.
(2) Pemeriksaan purna tugas
Personel yang telah melaksanakan tugas dalam operasi miliiter dilakukan
pemeriksaan kesehatan dilaksanakan dikarantina wilayah.
(3) Evaluasi kegiatan
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan yang telah dicapai hasilnya
untuk perbaikan pelaksanaan selanjutnya baik kualitas maupun kuantitas, baik
personel maupun material.
d) Penyelenggaraan kesehatan pada berbagai operasi dan latihan militer
(1) Operasi Intelijen
Melasanakan pengumpulan keterangan masalah kesehatan yang dapat
berperan dalam perencanaan pengolahan dan penyampaian untuk diguanakan
oleh komando atas. Hasil yang dapat dilaporkan dapat berupa laporan
kedokteran, statistik kesehatan, dan data kesehatan lainnya.
(2) Operasi Pertempuran
Segala tindakan kegiatan dan usaha secara fisik dengan menitik beratkan pada
penggunaan senjata teknologi untuk menghancurkan, melumpuhkan kekuatas

27
fisik lawan dengan tujuan mencegah meluasnya daerah ancaman atau
mementahkan serangan.
(3) Operasi Teritorial
Dilaksanan untuk merebut hati rakyat , dukungan kesehatan dilaksanakan untuk
membantu satuan tempur disesuaikan dengan perkembangan teknologi.
(4) Operasi Gerilya
Dukungan kesehatan diberikan dengan mobilitas tinggi, kenyal dan kerahasiaan
terpelihara, pertolongan dalam waktu cepat dan selekas mungkin
distabilisasikan untuk untuk dievakuasi kedaerah pangkalan atau disamakan
untuk dirawat di rumah sakit umum atau rumah penduduk.
(5) Operasi lawan gerilya
Satuan operasi lawan gerilya yang disusun dalam kelompok-kelompok kecil
dengan mobilitas tinggi perlu didukung dengan pelaksanaan pertolongan
pertama di lapangan dan evakuasi yang cepat untuk memberikan pertolongan
yang lebih definitif di rumah sakit lapangan.
(6) Operasi tempur dalam kota
Pertempuran kota dilaksanakan dalam jarak dekat dengan penggunaan
pasukana-pasukan kecil yang merupakan pertempuran setempat pengendalian
sulit, maka dukungan kesehatan dilaksankan dengan mobilitas yang tinggi baik
evakuasi pertolongan pertama lapangan dan hospitalisasi.
(7) Operasi pertahanan
Pelaksanaan evakuasi dan hospitalisasi lebih sulit oleh karena daerah tugas
langsung dapat menjadi sasaran tembakan musuh. Penyamaran instalasi
kesehatan lapangan sebagai perlindungan terhadap peninjauan dan tembakan
musuh. Dukungan kesehatan diberikan adanya kepadatan evakusi dan
hospitalisasi oleh satuan kesehatan atasan baik evakuasi darat maupun udara.
(8) Operasi Serangan
Serangan merupakan pergeseran timbun korban / penderita kedepan, maka
pelasanaan evakuasi dari depan sangat menentukan. Dukungan kesehatan
dapat diberikan dengan penempatan peleton kesehatan pada lokasi yang tetap.

e) Jalur rujukan

28
Suatu proses didalam penanganan penderita dimana instalasi / fasilitas yang
lebih tinggi.
(1) Daerah tempur depan dilaksanakan oleh satuan kesehatan lapangan setingkat
peleton.
(2) Daerah tempur belakang / perbekalan dilaksanakan oleh satuan kesehatan
lapangan setingkat kompi.
(3) Daerah komunikasi dilaksankan oleh satuan kesehatan lapangan setingkat
rumah sakit lapangan.
(4) Daerah belakang dilaksanakan oleh rumah sakit wilayah atau rumah sakit pusat.
d. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat yaitu mengenai
korban tempur dan non tempur (militer / sipil / masyarakat), angka kesakitan,
pelaksanaan rujukan, distribusi dan penggunaan bekal kesehatan, kodisi
fasilitas kesehatan akibat dari operasi dan latihan militer di darat secara
administrasi. Pelaporan kesehatan dilaksanakan sesuai laporan secara
berjenjang dari tingkat bawah sampai tingkat atas.
e. Pembinaaan dan pengawasan
1) Teknis medis
Pembinaan dan pengawasan kesehatan dalam operasi dan latihan militer di
darat dilaksanakan oleh Kepala Kesehatan Daerah Militer sebagai penanggung
jawab teknis medis di wilayah dalam rangka peningkatan kemampuan personal
kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya.
2) Taktis operasional
Pembinaan dan pengawasan dalam operasi / latihan militer didarat taktis
operasional dilaksanakan mulai dari komandan satuan/ latihan sampai kepada
pejabat yang ditunjuk dalam operasional / latihan militer tersebut.

f. Pemantauan dan evaluasi


Pemantauan dan penilaian dalam operasi / latihan militer di darat secara teknis
medis dilaksanakan oleh atasan pejabat kesehatan yang berwenang secara
taktis operasional dilaksanakan oleh penanggung jawab operasi / latihan untuk
dievakuasi bagaimana pelaksanaannya guna dilakukan perbaikan-perbaikan

29
2.4. Kesehatan untuk pekerja di bawah tambang
Adalah upaya kesehatan matra untuk meningkatkan fisik dan mental
pekerja bawah tanah agar mampu bertahan dalam lingkungan yang berubah
secara bermakna. Kesehatan bawah tanah diselenggarakan mulai dari
persiapan sebelum melakukan kegiatan dan selama kegiatan berlangsung
dibawah tanah.
Kesehatan bawah tanah adalah upaya kesehatan matra guna
meningkatkan fisik dan mental pekerja bawah tanah agar mampu bertahan
dalam lingkungan yang berubah secara bermakna. Kesehatan bawah tanah
diselenggarakan mulai dari persiapan sebelum dan selama melaksanakan
kegiatan berlangsung dibawah tanah. Dilaksanakannya kegiatan dimaksud
untuk mengantisipasi kemungkinan bahaya kesehatan bagi pekerja dan
petugas selama melaksanakan kegiatan bawah tanah.
a. Perencanaan
Untuk memperoleh perencanaan yang baik diperlukan data atau
informasi, dengan melakukan persiapan-persiapan sumber daya tenaga,
sarana, prasarana, logistik, pendanaannya. Perencanaan meliputi
persiapan perencanaan, penyusunan rencana, kebutuhan fasilitas
kesehatan, penyusunan kebutuhan perbekalan kesehatan, penyusunan
rencana pembiayaan.
1) Persiapan perencanaan
Untuk melaksanakan kegiatan persiapan perencanaan perlu tersedia :
a) Data umum pekerja
(1) Umur
(2) Jenis kelamin
(3) Pendidikan
(4) Daerah asal
(5) Agama
b) Data kesehatan pekerja
(1) Kondisi fisik
(2) Penyakit yang pernah atau sedang diderita
(3) Hasil pemeriksaan ulang
(4) Jenis resiko kesehatan matra dilokasi kegiatan

30
(5) Lama bekerja
2) Penyusunan rencana kebutuhan tenaga
a) Jenis tenaga
(1) Dokter
(2) Perawat
(3) Ahli kesehatan dan keselamatan kerja
(4) Ahli gizi
b) Jumlah
Jumlah untuk masing-masing jenis tenaga yang diperlukan
disesuaikan dengan kebutuhan.
3) Penyusunan rencana kebutuhan fasilitas kesehatan
a) Sarana pelayanan kesehatan antara lain RS, poliklinik
b) Ambulance/evakuasi
4) Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan kesehatan
a) Obat-obatan
b) Peralatan medik
c) Peralatan non medik
(1) Pengukuran temperatur
(2) Pengukuran tekanan udara
(3) Pengukuran konsentrasi debu
(4) Pengukuran kondisi ventilasi
(5) Pengukuran kecepatan aliran udara
(6) Pengukuran pencahayaan
(7) Pengukuran kelembaban
(8) Pakaian dan perlindungan kesehatan kerja
5) Rencana pembiayaan
Rencana pembiayaan meliputi:
a) Peralatan medik dan obat-obatran
b) Rujukan/ evakuasi
c) Biaya oprasional petugas
d) Peningkatan sumber daya tenaga kesehatan dan pekerja
e) Biaya peralatan non medik
b. Pengorganisasian

31
Pengorganisasian meliputi struktur organisasi, mekanisme kerja dan
koordinasi
1) Struktur organisasi
Organisasi kesehatan bawah tanah dibuat sedemikian rupa sehingga
memudahkan penanganan kesehatan bawah tanah. Pemilik dan
pengelola kegiatan bawah tanah menjadi penaggung jawab dari
organisasi yang ada.
2) Mekanisme kerja
a) Penanggung jawab
Penanggung jawab upaya kesehatan bawah tanah adalah dinas
kesehatan setempat, dengan pelaksana adalah unit kesehatan
pengelola kegiatan bawah tanah.
b) Peran dan tugas
Penyelenggara kegiatan bawah tanah bertanggung jawab
menyiapakan sarana kesehatan dilokasi, penyediaan tenaga,
termasuk penyediaan peklatihan tenaga kesehatan dan para
pekerja.
3) Koordinasi
Penaggung jawab dan pelaksana upaya kesehatan bawah tanah
secara rutin mengadakan koordinasi dengan instansi terkait.
c. Kegiatan operasional
1) Lingkup kegiatan
Lingkup kegiatan dalam kesehatan bawah tanah meliputi:
a) Pemeriksaan kesehtan awal
b) Pemeriksaan kesehatan periodik
c) Penyuluhan
d) Pelatihan
e) Penatalaksanaan pelayanan medik dan keperawatan
f) Higiene dan sanitasi
g) Pengamatan penyakit
d. Pelaksanaan kegiatan
1) Persiapan

32
Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan tenaga kerja bawah
tanah dan penyiapan perbekalan kesehatan.
a) Penyiapan tenaga pekerja bawah tanah
b) Melakukan pemeriksaan awal terhadap setiap tenaga pekerja baru
c) Memberikan pelatihan mengenai cara pencegahan penyakit dan
kalau terjadi secara tiba-tiba kondisi matra yang berubah secara
bermakna.
2) Penyiapan pembekalan kesehatan
Pengelola usaha kegiatan bawah tanah harus menyiapkan perbekalan
logistik, terutama untuk menghadapi kondisi matra meliputi:
a) Peralatan medik
b) Obat-obatan sesuai kebutuhan
c) Peralatan untuk perlindungan kalau terjadi kondisi matra seperti tanah
longsor, kecelakaan, semburan gas dan sebagainya.
e. Pelayanan kesehatan bawah tanah
1) Tenaga kerja baru
a) Pemeriksaan kesehatan, dilakukan terhadap para pekerja yang
baru.
Pemeriksaan dilakukan terhadap fisik dan penyakit tertentu yang
pernah diderita pekerja dan atau sedang dideritapekerja yang dapat
mengganggu kegiatan bekerja selama dibawah tanah.
b) Penyuluhan kesehatan
c) Pelatihan gladi penaggulangan matra bawah tanah.
2) Tenaga kerja lama
a) Pemeriksaan ulang secara priodik
b) Pengobatan penderita
c) Sanitasi
3) Evakuasi kesehatan bawah tanah dilakukan melalui kegiatan:
a) Pengukuran temperatur udara
b) Kondisi ventilasi
c) Kecepatan aliran udara
d) Ukuran jalan udara
e) Jumlah dan mutu udara

33
f) Lokasi pengukuran aliran udara
g) Laporan pengukuran udara
h) Pengukuran konsentrai debu
i) Perubahan arah atau penyebaran aliran udara
f. Pencatatan dan perlaporan
Seluruh kegiatan kesehatan bawah tanah secara periodik dicatat dan
dilaporkan kepada kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat.
1) Pencatatan
a) Kegiatan pelayanan dan rujukan
b) Kejadian penyakit dan kematian
c) Kegiatan pengamatan penyakit
d) Evaluasi kesehatan bawah tanah (seperti ventilasi, udara dan
debu)
2) Pelaporan
Hasil kegiatan secara periodik dilaporkan keinstansi kesehatan
setempat (Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota)
g. Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan terhadap kesehatan bawah tanah dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / kota setempat
1) Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk :
Meningkatkan kewmampuan dan kemandirian secara teknis dan
operasional pelaksanaan kegiatan kesehatan bawah tanah
a) Terpenuhinya kebutuhan dan meminimalkan kesenjangan
kebutuhan pelayanan kesehatan bawah tanah bagi para pekerja
b) Mekanisme dan tatalaksana kerja dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien sehingga operasionalisasinys berjalan sesuai
dengan perencanaan yang telah ditetapkan
c) Tercapainya keterpaduan seluruh jajaran kerja yang terkait
d) Terselenggaranya koordinasi antara unit yang terkait
2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui :
a) Supervisi dan bimbingan teknis secara terpadu
b) Pemantauan hasil kegiatan secara rutin dan periodik

34
c) Pembinaan oleh unit tterpadu baik instalasi kesehatan maupun
pengelola usaha kegiatan bawah tanah
d) Pelatihan tenaga kesehatan dalam menangani masalah kesehatan
bawah tanah.
h. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi mulai tahap persiapan dan pelakasanaan
kegiatan selama dibawah tanah. Hasil pemantauan dan evaluasi
digunakan oleh unit terkait untuk perbaikan program baik kuantitas
maupun kualitas pelaporan.
Evaluasi kesehatan bawah tanah dilakukan melalui kegiatan
pengukuran udara, kondisi ventilasi, kecepatan aliran udara, ukuran jalan
udara, jumlah dan mutu udara, lokasi pengukuran aliran udara, laporan
pengukuran, pengukuran konsentrasi debu, perubahan arah, atau
penyebaran aliran udara. Pengukuran temperatur udara dilakukan secara
berkala pada tempat bekerja tertentu sesuai ketentuan yang berlaku,
yang pertama 50 meter dari masuknya udara dan tempoat kerja yang
terakhir 50 meter dari ujung keluarnya udara. Hasil pengukuran
temperatur udara dimaksud dipertahankan antara 18 – 24 derajat celcius
dengan kelembaban relatif maksimum 85%. Apabila temperatur efektif
melebihi 24 derajat celcius maka tempat tersebut harus diperiksa setiap
minggu. Kondisi ventilasi harus diukur sekurang-kurangnya setiap 8 jam
selama minimal 15 menit.
Pengukuran kondisi ventilasi untuk rata-rata 8 jam harus
mengahasilkan carbonmonoksida volumenya tidak loebih dari 0,0005%,
methan (CH4) 0,025%, hidrogen sulfida (H2S) 0,001%, dan oksida nitrat
(NO2) 0,0003%. Pengukuran kondisi ventilasi dalam tenggang waktu 15
menit harus menghasilkan karbondioksida (CO) tidak boleh lebih dari
0,004% dan Oksida Nitrat (NO2) tidak boleh lebih dari 0,0005%. Apabila
hasil pengukuran kondisi ventilasi menyimpang dari ketentuan yang
dimaksud harus segera dilakukan perbaikan. Kecepatan udara ventilasi
yang dialirkan ketempat kerja harus sekurang-kurangnya 0,5 m per detik
dan 0,3 m perdetik ditempet lain.

35
Ukuran jalan harus mempunyai ukuran tertentu. Jalan dan mutu udara
yang mengalir pada masing-masing lokasi atau tempat kerja atau sistem
ventilasi harus ditentukan dengan tenggang waktu yang tidak melebihi
satu bulan. Lokasi penyaluran aliran udara meliputi setiap jalan masuk
udara, tempat terbaginya udara ditempat kerja dan lokasi udara keluar.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Upaya kesehatan matra dimasa mendatang menjadi sangat peting karena
dengan perkembangan ilmu dan teknologi akan terjadi interaksi antara manusia
dengan lingkungan yang serba berubah (Matra) yang berdampak terhadap
kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial ini dan
lampirannya merupakan pedoman bagi seluruh pengelolaan kesehatan matra
dan unit terkait agar terdapat keseragaman pemahaman dan tindakan dalam
melaksanakan upaya kesehatan matra.
Dalam pelaksanaan dan pengembangan kesehatan Matra ke depan
Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial ini perlu segera
ditindak lanjuti dengan menyusun pedoman teknis, standar dan implementasi

36
dalam penyiapan sumber daya manusia, peebekalan kesehatan dengan peran
dan tanggung jawab sesuai dengan tingkat administrasi bidang masing-masing
unit terkait.
3.2. Saran
Dalam mengetahui berbagai aspek kesehatan matra darat maka diharapkan
dengan mudah memahami problema bencana yang di hadapi oleh para tim
medis, dan dapat menagulangi bencana dengan upaya – upaya pencegahan
dan pertolongan. Sehingga dapat meminimalisirkan korban dalam suatu
bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Darmareja, R., Fitriani, G. N., Asmarany, N., Tanjung, N. F., & Cahyani, I. (2023).
Perspektif Kesehatan Matra dalam Manajemen Penyakit Tidak Menular pada
Jemaah Haji: Tinjauan Literatur. Jurnal Keperawatan, 15(2), 629–642.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v15i2.890

Huriah, T., & Farida, L. N. (2010). Gambaran Kesiapsiagaan Perawat Puskesmas


dalam Manajemen Bencana di Puskesmas Kasihan I Bantul Yogyakarta The
Description of Community Health Nurses Preparedness on Disaster. Mutiara
Medika, Vol. 10 No, 128–134.

Handayani, R. (2022). Buku Ajar Sistem Pelayanan Kesehatan. CV.Bintang


Semesta.

37
Jasiyah, R. (2022). BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA. Penerbit
Adab.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN


2013 TENTANG KESEHATAN MATRA

38

Anda mungkin juga menyukai