Sejarah Perkembangan Islam
Sejarah Perkembangan Islam
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENUISAN
1. Mengetahui silsilah perjalanan bangsa-bangsa arab dalam menyebaran
agama islam ke indonesia
2. Memberikan gambaran singkat tentang jalur dan tantangan apasaja yang
dihadapi ketika penyebaran islam di indonesia
3. Menciptakan generasi yang dapat menghargai sejarahnya, terutama sejarah
agama nya
4. Memberikan wawasan luas tentang perkembangan islam di indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa
Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat nanti
wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaan Srivijaya. Pada tahun 674
M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, memerintahkan
mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke
Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini
adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam. Pada tahun
718M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton juga masuk
Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).
Setidaknya, ada enam pendapat tentang masuknya Islam ke Indonesia.
Pertama, Islam yang masuk dan berkembang di Indonesia berasal dari Jazirah
Arab atau bahkan dari Makkah pada abad ke-7 M, pada abad pertama Hijriah.
Pendapat ini adalah pendapat Hamka, salah seorang tokoh yang pernah
dimiliki Muhammadiyah dan mantan ketua MUI periode 1977 – 1981.
Hamka yang sebenarnya bernama Haji Abdul Malik bin Abdil Karim
mendasarkan pendapatnya ini pada fakta bahwa mazhab yang berkembang di
Indonesia adalah mazhab Syafii. Menurutnya, mazhab Syafii berkembang
sekaligus dianut oleh penduduk di sekitar Makkah. Selain itu, yang tidak
boleh diabaikan adalah fakta menarik lainnya bahwa orang-orang Arab sudah
berlayar mencapai Cina pada abad ke-7 M dalam rangka berdagang. Hamka
percaya, dalam perjalanan inilah, mereka singgah di kepulauan Nusantara
pada waktu itu.
Kedua, Islam dibawa dan disebarkan di Indonesia oleh orang-orang Cina.
Mereka yang menyebarkan ini bermazhab Hanafi. Pendapat ini disimpulkan
oleh salah seorang pegawai Belanda pada masa pemerintahan kolonial
Belanda dulu, Residen Poortman. Sebelum Indonesia merdeka, orang-orang
Belanda pernah menguasai hampir seluas Indonesia sekarang sebelum
ditaklukkan oleh tentara Jepang pada 1942. Tepatnya pada 1928, Poortman
memulai penelitiannya terhadap naskah Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.
Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan penelitiannya terhadap naskah-naskah
kuno Cina yang tersimpan di klenteng-klenteng Cina di Cirebon dan
4
Semarang. Ia pun sempat mencari naskah-naskah kuno di sebuah klenteng di
Batavia, Jakarta dulu. Hasil penelitiannya itu disimpan dengan keterangan
Uitsluiten voor Dienstgebruik ten Kantore, yang berarti "Sangat Rahasia
Hanya Boleh Digunakan di Kantor." Sekarang disimpan di Gedung Arsip
Negara Belanda di Den Haag, Belanda. Pada 1962, terbit buku
Pongkinangolngolan Sinambela Gelar Tuanku Rao yang ditulis Mangaradja
Onggang Parlindungan. Dalam buku ini dilampirkan juga naskah-naskah kuno
Cina yang pernah diteliti oleh Poortman.
Ketiga, Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-12
M. Islam dibawa dan disebarkan oleh pedagang-pedagang Gujarat yang
singgah di kepulauan Nusantara. Mereka menempuh jalur perdagangan yang
sudah terbentuk antara India dan Nusantara. Pendapat ketiga ini adalah
pendapat Snouck Hurgronje, seorang penasehat di bidang bahasa-bahasa
Timur dan hukum Islam untuk pemerintah kolonial Belanda. Ia mengambil
pendapat ini dari Pijnapel, seorang pakar dari Universitas Leiden, Belanda,
yang sering meneliti artefak-artefak peninggalan Islam di Indonesia. Pendapat
Pijnapel ini juga dibenarkan oleh J.P. Moquette yang pernah meneliti bentuk
nisan kuburan raja-raja Pasai, Aceh. Moquette secara khusus meneliti bentuk
nisan kuburan Sultan Malik Ash-Shalih.
Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, juga
ditelitinya. Dan ternyata sangat mirip dengan nisan-nisan kuburan yang ada di
Cambay, Gujarat. Ternyata pendapat Moquette yang memperkuat pendapat
Pijnapel dan Hurgronje disanggah oleh S.Q. Fatimi. Pendapat Fatimi adalah
nisan-nisan kuburan yang ada di Aceh dan Gresik justru lebih mirip dengan
bentuk nisan-nisan kuburan yang ada di Benggala, sekitar Bangladesh
sekarang.
Lebih jauh lagi, Fatimi percaya, pengaruh-pengaruh Islam di Benggala itu
banyak ditemui dalam Islam yang berkembang di Nusantara dulu. Oleh karena
itu, Islam yang ada di Indonesia ini sebenarnya berasal dari Bangladesh.
Pendapat ini adalah pendapat keempat.
5
Pendapat Moquette juga disanggah oleh G.E. Marrison. Marrison malah
yakin, bahwa Islam yang datang ke Indonesia berasal dari Pantai Coromandel,
India Selatan. Alasannya, pada abad ke-13 M, Gujarat masih menjadi sebuah
kerajaan Hindu, sedang di Pantai Coromandel Islam telah berkembang.
Marrison juga berpendapat, para pembawa dan penyebar Islam yang
pertama ke Indonesia adalah para Sufi India. Mereka menyebarkan Islam di
Indonesia dengan pendekatan tasawwuf pada akhir abad ke-13 M. Waktu itu,
masih terhitung belum lama dari peristiwa penyerbuan Bagdad oleh orang-
orang Mongol. Penyerbuan yang dimaksud memaksa banyak Sufi keluar dari
zawiyah-zawiyah mereka dan melakukan pengembaraan ke luar wilayah Bani
Abbasiyah, seperti ke ujung Persia atau bahkan ke India.
Sebelum Marrison mengemukakan pendapatnya, T.W. Arnold telah
menyakini bahwa Islam di Indonesia juga dibawa atau berasal dari Pantai
Coromandel dan Malabar, India. Karena itu, banyak yang beranggapan bahwa
Marrison memperkuat pendapat Arnold itu.
Setelah kelima pendapat itu, Hoesein Djajadiningrat mengemukakan pendapat
keenam tentang masuknya Islam di Indonesia. Djajadiningrat dikenal sebagai
orang Indonesia pertama yang mempertahankan disertasi di Universitas
Leiden, Belanda, pada 1913. Disertasinya itu berjudul Critische Beschouwing
van de Sadjarah Banten (Pandangan Kritis Mengenai Sejarah Banten).
6
pendapat mereka lebih logis, meskipun bisa menuntut mereka untuk percaya
bahwa Islam pertama kali berkembang di Indonesia pada sekitar abad ke-13
M, lebih belakangan ketimbang agama Hindu dan Buddha.
Berbeda dari pendapat Residen Poortman. Meski berdasarkan catatan-
catatan Cina yang tersimpan bertahun-tahun, masih ada kemungkinan salah
tafsir atas penyataan-pernyataan tertulis yang ada di dalamnya. Dan juga:
masih besar kemungkinan adanya manipulasi data tanpa sepengetahuan para
pembaca.
Pendapat Hamka bahkan lebih mudah lagi untuk terjerumus ke dalam bentuk
syak yang belum tentu bisa dibuktikan kebenarannya. Pendapatnya
berdasarkan perkiraan-perkiraan pribadi. Pendapatnya tidak ditunjang oleh
data sejarah yang kongkret. Sangat kecil kemungkinan pendapatnya untuk
benar. Demikian pula, kiranya, dengan pendapat Djajadiningrat. Bisa jadi
persamaan-persamaan yang dikemukakan dalam pendapatnya itu hanya
kebetulan-kebetulan yang mirip pada objek.
Akan tetapi, hampir setiap pendapat itu memiliki konsekwensi. Jika
seseorang memercayainya suatu pendapat dari pendapat-pendapat itu, maka,
bagaimana pun, ia mesti menerima konsekwensi-konsekwensi yang ada.
Seperti jika percaya pendapat bahwa Islam dibawa masuk dari Persia,
sedikit-banyaknya, akan membuat kita berpikir, para penyebar Islam pertama
kali di Nusantara adalah orang-orang Syiah. Dan karena itu, Syiah adalah
bentuk akidah pertama yang diterima di Indonesia. Baru setelah itu Islam ahlu
Sunnah wal Jamaah yang berkembang.
Apabila kita memercayai Islam yang masuk di Indonesia berasal dari
Jazirah Arab pada abad ke-7 M, berarti orang-orang di Nusantara telah
mengenal dakwah Islam sejak masa para sahabat masih hidup. Artinya, ketika
para tabi'in ramai-ramai menuntut ilmu agama pada para sahabat Nabi,
segelintir orang di Nusantara juga telah mengenal Islam yang sama pada
waktu itu. Hanya jarak yang memisahkan mereka.
Demikian pula, jika kita menerima pendapat bahwa Islam berasal dari
Pantai Coromandel, India Selatan. Jika pendapat ini yang kita terima, maka
bisa dipastikan para pemeluk pemula Islam di Indonesia adalah orang-orang
yang berakidah dengan akidah Sufi atau setidaknya mengenal Islam lewat
kacamata tasawwuf.
7
MEDIA PENYEBARAN ISLAM KE INDONESIA
1. Perdagangan
Jalinan hubungan perdagangan antara Indonesia dengan para pedagang
Islam dari Arab, Persia, dan India telah terjalin sejak abad ke-7 Masehi. Di
samping berdagang, pada pedagang Islam tersebut juga menyampaikan
dan mengajarkan agama dan budaya Islam kepada orang lain, termasuk
kepada orang-orang Indonesia. Kemudian banyak pedagang dari Indonesia
yang memeluk Islam dan mereka turut menyebarkan ajaran agama Islam
kepada masyarakat.
2. Perkawinan
Para pedagang yang melakukan kegiatan perdagangan dalam waktu yang
lama memungkinkan mereka berinteraksi dengan penduduk setempat.
Perkawinan antara putri pribumi dengan ulama atau pedagang Islam,
antara lain pernikahan Sunan Ampel dengan Nyai Manila, pernikahan
Sunan Gunung Jati dengan Putri Kawunganten, dan sebagainya.
Selanjutnya, putra hasil pernikahan tersebut ikut mendukung proses syiar
agama Islam di Kepulauan Nusantara.
3. Kesenian
Penyebaran agama Islam melalui kesenian dilakukan, antara lain melalui
seni wayang kulit, seni tari, seni ukir, dan seni musik. Para penyebar Islam
menciptakan seni kaligrafi, seni sastra, dan lagu-lagu dolanan untuk
menarik minat penduduk agar memeluk agama Islam. Seni gamelan dan
wayang kulit digunakan oleh Sunan Bonang untuk mengumpulkan massa
kemudian mereka diberi nasehat-nasehat agama Islam. Cara ini tidak
membuat masyarakat dipaksa dan mereka secara sadar mempelajari agama
Islam.
4. Politik
Pengaruh kekuasaan seorang raja sangat besar peranannya dalam proses
Islamisasi Nusantara. Ketika seorang raja memeluk Islam, maka rakyatnya
8
akan mengikuti tindakan raja tersebut. Setelah tersosialisasinya agama
Islam, maka kepentingan politik mulai dilaksanakan dengan perluasan
wilayah kerajaan yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
Contohnya Sultan Demak mengirimkan pasukannya untuk menduduki
wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam
di sana.
5. Pendidikan
Peran ulama, guru-guru, ataupun para kyai juga memiliki fungsi yang
cukup penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam. Mereka
mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai sarana penyebaran agama
Islam melalui pendidikan. Contoh pondok pesantren yang digunakan
untuk menyebarkan agama Islam pada masa perkembangan Islam adalah
Pondok Pesantren Ampel Denta di Surabaya yang didirikan oleh Raden
Rahmat (Sunan Ampel) dan Pondok Pesantren di Giri Kedaton yang
didirikan oleh Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur
6. Tasawuf
Salah satu saluran Islamisasi yang tak kalah pentingnya adalah tasawuf.
Tasawuf adalah pengajaran agama Islam yang disesuaikan dengan alam
pikiran masyarakat setempat. Para ahli taswuf hidup dalam kesederhanaan.
Mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakat dan hidup di
tengah-tengah masyarakat. Para ahli tasawuf yang mengajarkan agama
Islam antara lain Hamzah Fansuri dari Aceh dan Sunan Panggung dari
Jawa.
Mudah-mudahan artikel sejarah budaya ini bisa menambah wawasan Anda
mengenai cara penyebaran agama Islam. Mari kita kenali dan lestarikan
kekayaan budaya Nusantara!
9
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau
kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha
seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di
Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama,
sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut
agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam
selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan
kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan
masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit,
kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya
mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam
bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian
hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang
dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul
kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang
yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk
naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di
berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong tangan untuk
pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka dilakukan
upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya, serta
dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan
penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk
agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat
pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu
pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini
seperti ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk
Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula
10
masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu
Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-
istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti
sebenarnya.
B. Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai itu,
datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di
susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan
Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan
hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan
bagi bangsa Indonesia. Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang
ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-
Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di
Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan
di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di
kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi
masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
1. Bidang agama murni atau ibadah;
2. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
3. Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah kolonial memberikan
kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan
yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi
keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam
baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan.
Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
11
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang
Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
C. Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu,
menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin
bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu:
politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik
menjinakan melalui asosiasi.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat
dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit
dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi
dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan
Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi
bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi,
dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam
di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik
baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan
dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang
Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi
tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari
keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya
hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa
dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan
Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan
fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu
dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
12
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak
kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka
berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga
perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah
Jepang yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor
Urusan Pribumi zaman Belanda.
2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia
menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer
untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.
13
ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu
dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab
Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.
14
mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru seperti, kesehatan, bercocok
tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu; Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat,
Sunan Kudus dan Sunan Muria.
15
Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan dasar-dasar pemerintahan
kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama, yang
memerintah tahun 1552 – 1570.
4. Kerajaan Mataram
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah daerah
kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut
diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang
kepada Ki Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang
saudara di Demak yang menjadi latar belakang munculnya kerajaan
Pajang. Kerajaan Mataram mengalami kejayaan pada masa pemerintahan
Raden Rangsang (1613-1645) yang terkenal dengan nama Sultan Agung.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
5. Kerajaan Gowa – Tallo
Islam masuk ke kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1605. Dengan
raja pertama Kerajaan Tallo adalah Karaeng Mattoaya yang bergelar
Sultan Abdullah. Raja Gowa yaitu Daeng Manrabia bergelar Sultan
Alaudin.
6. Kerajaan Ternate – Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan Maluku.
Keadaan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan rimba, maka daerah
Maluku terkenal sebagai penghasil rempah seperti cengkeh dan pala.
7. Kerajaan Aceh
Masa kerajaan Aceh dicapai dalam masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1607-1636). Ia kemudian digantikan oleh menantunya,
Iskandar Tani. Namun ketika Iskandar Tani wafat tahun 1641, kekuasaan
Aceh menjadi menurun. Hal ini terjadi karena perselisihan di kalangan
sendiri dan juga karena Belanda berhasil merebut Malaka dari tangan
Portugis tahun 1941.
8. Kerajaan Malaka
Malaka sebelumnya adalah kota kecil. Namun di bawah
pemerintahan Sultan Mudzafar Syah (1445-1458) Malaka menjadi pusat
16
perdagangan antara timur dan barat. Malaka mencapai puncak
kebesarannya di bawah Sultan Mansyur Syah (1458-1477) dan dilanjutkan
oleh Sultan Alaudin Syah (1477-1488). Malaka mengalami kemunduran
ketika pemerintah Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Kejayaan Malaka
berakhir ketika orang-orang Portugis berhasil mengalahkan Malaka pada
tahun1511.
1. Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid,
makam, istana. Masjid adalah tempat ibadahnya orang Islam. Di Indonesia,
istilah masjid biasanya menunjuk pada tempat untuk menyelenggarakan shalat
jumat. Masjid di Indonesia pada zaman madya biasanya mempunyai cirri khas
tersendiri, diantaranya :
17
3. Biasanya masjid dibuat dekat istana, berada di sebelah utara atau
selatan. Biasanya didirikan di tepi barat alun-alun. Letak masjid ini
melambangkan bersatunya rakyat dan raja sesama makhluk Allah.
Selain di alun-alun, masjid juga dibangun di tempat-tempat keramat,
yaitu makam wali, raja atau ahli agama.
2. Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir
relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan
namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar
didapat keserasian, misalnya ragam hias pada gambar 1.3. ditengah ragam hias
suluran terdapat bentuk kera yang distilir.
18
3. Aksara dan Seni Sastra
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam
adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha
dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari
tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu
(Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang
berkembang pada jaman Hindu.
Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau
tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa).
Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir
Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai
peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad
Cirebon.
Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya
Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
19
Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena
berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan
hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau
Jawa.
4. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan
seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan
dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
5. Sistem Kalender
20
Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan
peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
21
wajib. Umat Islam yang mati dianggap mati syahid yang imbalannya
Surga. Perjuangan mengusir penjajah terus berlanjut sampai kaum
penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia.
Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
Perlawanan terhadap penjajah Portugis
Perlawanan terhadap penjajah Belanda
22
Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia berilmu pengetahuan
tinggi, berbudi luhur dan bertaqwa kepada tuhan YME
Melakukan usaha-usaha dibidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
NU, yang pernah berkifrah dibidang politik dalam perkembangan selanjutnya
NU
bergerak dibidang agama, sosial dan kemasyaraktan. Usaha-usaha NU antara
lain:
Mendirikan madrasah-madrasah
Mendirikan, mengelola, dan mengembangkan pesantren-pesantren
Membantu dan mengurusi anak-anak yatim dan fakir miskin
23
Sealin itu, adapaula lemabaga-lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh
swasta, tapi dibawah pengawasan serta pembinaan Depag, seperti: Bustanul
Athfal, MI, MTs, MA dan perguruan tinggi lainnya. Peranan kelembagaan
Islam dalam pembangunan antara lain:
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai
berikut :
24
2. Hasil karaya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan
sumber pengetahuan.
3. Kita dapat meneladani Wali Songo
4. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al-Qur’an.
5. Mampu membangaun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk
atau arsitektur hingga kee seluruh pelosok Nusantara.
6. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs
peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan
sejarah lainnya.
7. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh islam untuk mempraktikan
tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan
panutan oleh generasi berikutnya.
8. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan
persenjataan yang tidak sebanding.
25
(dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk
dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak
menyukai, hal itu telah sempurna (realisasinya).”Belau menjawab: “Hal itu akan
terealisasi pada saat yang ditentukan oleh Allah.” [Hadits diriwayatkan oleh
Imam Muslim dan Imam-Imam yang lain]
Dari hadits diatas tidak diragukan lagi bahwa kemenangan Islam di masa
depan semata-mata atas izin pertolongan dari Allah Swt, dengan catatan harus
tetap kita perjuangkan. Perjuangan dapat dilakukan dengan cara berjihad.
Namun maksud jihad disini bukanlah peperangan atau pembunuhan massal pada
kaum non muslim. Tapi melainkan dengan cara meningkatkan mutu pendidikan
yang canggih namun tidak keluar dari nilai-nilai ajaran islam.
Sudah menjadi pemahaman bahwa kemenangan yang diraih dunia Barat
dari umat Islam ketika sedang dalam keadaan lemah dan kondisi yang rapuh
seperti saat ini, bukanlah disebabkan oleh kekuatan mereka semata, bukan pula
karena kelemahan umat Islam. Tetapi semua itu disebabkan buruknya pola
berpikir dan rendahnya tingkat pengetahuan umat Islam tentang Dienul Islam itu
sendiri.Masa depan dunia Islam tergantung pada tindakan yang diambil umat
Islam sekarang ini. Jika umat Islam telah terlalu jauh dan berpaling dari agama
mereka maka mereka akan jatuh pada musibah ketertindasan dan keterjajahan.
Oleh karena itu umat Islam harus menyadari bahwa hanya dengan kembali
kepada Islam, umat Islam akan dapat meraih kembali kemuliaan, lepas dari
segala bentuk penjajahan yang selama ini membelenggu. Tiada lain jalan yang
ditempuh selain kembali kepada Islam sesuai pemahaman para Shahabat dan
Salafussholih. Mengikuti apa yang telah dicontohkan Nabi Muhammad dan
Khulafaur Rasyidin dalam melaksanakan syariat Islam baik dalam kehidupan
individu, bermasyarakat dan bernegara.
Seperti yang telah Allah SWT umpamakan dalam surat Ibrahim 14: ayat 24-26
yaitu ;
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap
26
musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim [14]: 24-
26).
Allah telah menjanjikan kejayaan Islam di masa yang akan datang cepat
atau lambat, pilihan umat Islam saat ini adalah apakah ikut turut andil ataukah
tidak? Jika ikut turut andil menuju kejayaan dan kebangkitan peradaban Islam
maka akan menjadi golongan orang-orang yang beruntung, mendapatkan pahala
yang amat besar. Namun sebaliknya, jika hanya diam, duduk manis menonton,
mengikuti arus dunia, individualis, acuh tak acuh terhadap kondisi umat, dan
enggan berjuang di JalanNya karena lebih mencintai dunia dari pada cinta
kepada Allah dan Rasul maka tunggulah keputusan Allah.
Maka dari itu untuk mewujudkan kemenangan peradaban islam di masa
depan yaitu dengan mengerahkan segala bentuk upaya memaksimalkan potensi
yang dimiliki. Di antara potensi yang dimiliki umat yaitu berupa masjid dan
kaum intelektual. Tanpa menafikkan potensi lain, masjid dan kaum intelektual
berperan besar di dalam upaya mewujudkan kemenangan peradaban islam di
masa depan. Inilah yang dicontohkan para ulama, mereka memaksimalkan
potensi dalam membangun peradaban Islam yang jaya.
27
BAB III
KESIMPULAN
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN
Kami yakin dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangannya.
Untuk itu kami mohon kepada para pembaca agar dapat memberikan saran,
kritikan, atau mungkin komentarnya demi kelancaran tugas ini, dan tugas yang
akan datang.
28
DAFTAR PUSTAKA
29