MALANG
DISUSUN OLEH :
(20223042)
KEPANJEN MALANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera otak berat (COB) adalah penyakit yang diakibatkan karena adanya
benturan atau pukulan keras pada kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran, cedera otak berat didefenisikan dengan adanya GCS kurang dari
8.(Luluk Maria Ulkhaq et al.,2019). Kondisi pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan pendarahan di otak dapat menyebabkan pasien mengalami masalah
keperawatan penurunan adaptif tekanan intrakranial, penurunan tekanan
intrakranial menyebabkan pasien mengalami gangguan pola nafas sehingga harus
menggunakan alat bantu nafas berupa ETT dan ventilator sehingga pasien
mengalami masalah bersihan jalan nafas tidak efektif karena memungkinkan
adanya sputum pada ETT dan mulut pasien, gangguan imobilisasi fisik dan
penurunan kesadaran menyebabkan pasien mengalami kesulitan menelan
makanan yang berakibat kurangnya asupan nutrisi sehingga pasien mengalami
defisit nutrisi dan pasien dapat juga berindikasi melakukan operasi sehingga
muncul masalah risiko infeksi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Sampai dengan
saat ini asuhan keperawatan terhadap pasien dengan diagnosa medis cedera otak
berat masih diperlukan penelitian lebih intensif.
1.3 Tujuan
Dalam bab 2 penulis akan mejelaskan secara teoritis mengenai konsep dasar
penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien Ny. N dengan diagnosis medis cedera
otak berat. Konsep penyakit akan penulis uraikan dalam definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan penanganan secara medis.
Pada konsep asuhan keperawatan penulis akan menguraikan masalah- masalah
keperawatan dalam menangani cedera otak berat yang dirangkum dalam pengkajian,
analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi.
2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak
1. Definisi otak
a. Otak Depan
Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, thalamus
serta hipotalamus yang berfungsi sebagai menerima dan
mengintegrasikan informasi mengenai kesadaran dan emosi.
b. Otak Tengah
Otak tengah mengkoordinir otot yang berhubungan dengan
penglihatan dan pendengaran.
c. Otak Belakang (Pons)
Bagian otak yang menonjol kebanyakan tersusun dari lapisan
fiber (berserat) dan termasuk sel yang terlibat dalam
pengontrolan pernafasan.
Otak dilindungi oleh oleh beberapa bagian yaitu kulit kepala dan
rambut, tulang tengkorak dan columna vertebral, dan meningen (selaput otak),
lapisan meningeal terdiri pia meter, lapisan araknoid, dan durameter, cairan
serebrospinal. (Setiadi, 2016)
2. Fungsi Otak
Berpasangan kanan dan kiri, bagian atas dari otak yang mengisi
lebih dari setengah dari masa otak. Permukaan berasal dari
bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci)
b. Otak depan (diencephalon)
B. Pelindung Otak
Menurut Setiadi (2016), otak dilindungi oleh beberapa bagian, yaitu
(Setiadi, 2016) :
1. Kulit kepala
2. Tulang kepala dan columna vertebral
3. Meningen (selaput otak), lapisan meningeal terdiri dari pia
meter, araknoid, durameter.
a) Pia Meter adalah lapisan terdalam yang halus dan
tipis, serta melekat erat pada otak.
b) Araknoid adalah bagian yang terletak di bagian
eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh
darah.
c) Durameter adalah lapisan terluar tebal terdiri dari dua
lapisan.
d) Cairan serebropinalis berfungsi menyediakan
keseimbangan sistem saraf, mengakibatkan otak
dikelilingi cairan, mengurangi berat otak,
mempertahankan tekanan intrakranial, melindungi otak
dari goncangan, menghantarkan makan ke sistem saraf
pusat.
B. Klasifikasi COB
C. Etiologi
1. Trauma tajam
Menyebabkan cidera setempat dan menimbulkan cidera lokal.
Kerusakan lokal merupakan: contusion serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma benda tumpul menyebabkan cidera menyeluruh (difusi)
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam bentuk: cidera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragik kecil, multiple pada otak koma terjadi karena cidera
menyebar pada heimisfer, serebral, batang otak, atau kedua-duanya.
(Wijaya, 2012).
Penyebab dari Cidera Otak Berat (COB) itu juga bisa dari:
a) Kecelakaan mobil, motor (kecelakaan lalu lintas)
b) Perkelahian
c) Jatuh
d) Cidera olahraga
e) Trauma tembak/bom
f) Kecelakaan rumah tangga
g) Kecelakaan kerja. Menurut (Ginsberg, 2007).
D. Manifestasi Klinis
1) Pada cidera otak, kesadaran seringkali menurun.
2) Pola nafas menjadi abnormal secara progresif.
3) Respon pupil mungkin tidak ada atau secara progresif
mengalami deteriorasi.
4) Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama
peningkatan tekanan intrakranal.
5) Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial.
6) Perubahan perilaku, kognif, dan fisik pada gerakan motorik dan
berbicara dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara
lambat. Amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini biasa
terjadi (Corwin,2009).
E. PATHWAY
F. Penatalaksanaan Medis COB
Menurut Basmatika (2013), prioritas pertama pada pasien cedera otak
berat adalah menstabilkan cervical spine, membebaskan dan menjaga
airway, memastikan ventilasi yang adekuat (breathing), dan membuat
akses vena untuk jalur resusitasi cairan (circulation). Langkah
selanjutnya adalah menilai level kesadaran dan pemeriksaan pupil
(disability). Langkah tersebut sangat krusial pada pasien cedera kepala
untuk mencegah terjadinya hipoksia dan hipotensi, yang merupakan
sebab utama terjadinya cedera otak berat.
Selanjutnya dilakukan survei sekunder setelah pasien stabil.
Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan neurologis lengkap. Keparahan
cedera berat diklasifikasikan secara klinis dengan GCS skor 3-8.
Prinsip umum penanganan awal cedera otak adalah perfusi serebral
yang stabil danadekuat, oksigenasi yang adekuat, mencegah hiperkapni
dan hipokapni, mencegah hipoglikemi dan hiperglikemia, serta
mencegah cedera istrogenic
b. Breathing (Pernafasan)
1) Observasi adanya pernafasan efektif
2) Periksa warna kulit
3) Identifikasi pola pernafasan tidak normal
4) Observasi adanya penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation (Sirkulasi)
1) Observasi denyut nadi, kualitas dan karakternya
2) Observasi adanya gangguan irama jantung
3) Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan suhu
tubuh
d. Disability (Susunan Saraf Pusat)
1) Tingkat kesadaran pasien menurun
2) Cek respon pupil pasien
3) Observasi sistem neurologi menurun
e. Exprosure (Kontrol Lingkungan)
1) Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang
timbul tetapi cegah hipotermi/kedinginan.
3. Pengkajian Fisik
a. B1 (Breathing)
Saat pemeriksaan sistem pernafasan didapatkan pola
nafas tidak terturatur normalnya 12-24 x/menit, terdapat sumbatan
nafas berupa sputum berlebih, adanya suara nafas tambahan (mengi,
wheezing , atau ronkhi), frekuensi nafas berubah, pada pasien COB
karena pasien diindikasi dengan GCS kurang dari 8 (penurunan
kesadaran) menyebabkan pasien mengalami gangguan pernafasan
sehingga biasanyapasien terpasang alat bantu nafas.
b. B2 (Blood)
Pada pasien cedera otak berat ditemukan penurunan tekanan
intrakranial yang ditandai dengan tekanan darah meningkat (nilai
normal 120/80 mmHg) dengan tekanan nadi (pulse pressure) melebar
(nilai normal 40-60 mmHg). Suhu meningkat, observasi CRT dengan
nilainormal < 2 detik, dan terdapat cedera kepala.
c. B3 (Brain)
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama : 1. Untuk mengetahui frekuensi dan
efektif berhubungan keperawatan selama 1x24 jam irama jalan napas
dengan adanya jalan nafas diharapkan bersihan jalan nafas Pemantauan Respirasi 2. Untuk mengetahui pola napas
Buatan teratasi. pada pasien
Kriteria hasil : (SIKI. I. 01014) 3. Untuk mengetahui ada atau
2. Monitor nadi
3. Monitor pernafasan
– TDD )
Terapeutik :
1. Dokumentasikan hasil
3 Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama 1. Untuk mengetahui status nutrisi
dengan ketidakmampuan asuhan keperawatan selama 1x Manajemen Nutrisi pada pasien
menelan makanan. 24 jam diharapkan tidak terjadi (SIKI. I.03119 HAL.200) 2. Untuk mengidentifikasi
defisit nutrisi. Observasi : kebutuhan nutrisi pasien
Do : -
Kriteria hasil : 3. Untuk mempermudah pemberian
1. Identifikikasi status nutrisi kebutuhan nutrisi
Ds : - Serum albium dalam batas
4. Untuk mengetahui perkembangan
- Berat badan menurun normal 2. Identifikasi kebutuhan kalori
berat badan
- Nilai hemoglobin dalam batas dan jenis nutrient
- Nilai serum albumin
normal 3. Identifikasi perlunya
menurun
- Nilai hemoglobin - Berat badan mambaik penggunaan selang 5. Untuk memperbaiki status nutrisi
menurun nasogastric pasien dengan melakukan
- Indeks masa tubuh (IMT)
- Bising usus hiperaktif 4. Monitor berat badan pemberian terapi NGT
mambaik
Terapeutik : 6. Guna untuk penambahan
- Otot pengunyah lemah - Sariawan berkurang
multivitamin pada pasien
- Otot menelan lemah 1. Berikan makanan tinggi
7. Guna untuk keseimbangan
serat untuk mencegah
- Membrane mukosa pucat kebutuhan nutrisi pasien
(SLKI. L. 03030 hal 121) konstipasi
8. Untuk mempermudah pasien
- Sariawan 2. Berikan suplemen makanan,
dalam pemberian nutrisi
jika perlu
9. Mengetahui status hidrasi
3. Hentikan pemberian makan
(SDKI. D. 0019 hal. 56) melalui selang nasogatrik jika 10. Mengetahui perkembangan berat
asupan oral dapat ditoleransi badan pasien
Edukasi: 11. Mengetahui balance cairan
selama 24 jam
1. Anjurkan posisi semi fowler 12. Untuk memenuhi kebutuhan
cairan pasien
2. Anjurkan diet yang
diprogamkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Intervensi Pendukung
Manajemen Cairan
(SIKI. I.03098 HAL.159)
Observasi :
4. Monitor status
hemodinamik (MAP)
Terapeutik:
1. Kolaborasi pemberian
ranitidine , jika perlu
Tabel 2. 1 Intervensi keperawatan Cedera Otak Berat (COB)
D. Implementasi
E. Evaluasi
TINJAUAN KASUS
Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
gawat darurat dengan Cedera Otak Berat (COB). Penulis melaksanakan pengkajian
pada pasien Ny. N di IGD Rumah Sakit Wava Husada Malang. Pasien Ny. N datang ke
IGD Wava Husada pada tanggal 29 Juni 2023 pukul 13.20 dalam kondisi tidak sadar
setelah mengalami kecelakaan pada tanggal 29 Juni 2023 . Pasien dibonceng jatuh dari
sepeda motor dan saat kejadian pasien tidak menggunakan helm. Di IGD Rumah Sakit
Wava Husada dilakukan pemasangan infus NS 0,9 % , pengambilan sample darah DL,
GDS, SE, foto Thorax, CT Scan Kepala tanpa kontras, terapi injeksi antrain 1gr, inj
ranitidin 50mg, inj ondansentron 8mg, pemasangan cateter no 14 balon 12cc,
pemasangan NGT no 14, dilakukan swab antigen.
ASSESMENT GAWAT DARURAT
3.1 Pengkajian
A. Identitas
Pasien adalah seorang saudari perempuan bernama Ny. N berusia 23
tahun, beragama islam, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa
Indonesia.
B. Keluhan utama
Keluhan utama pasien ny. N tidak terkaji karena pasien datang ke IGD
Rumah Sakit Wava Husada dalam kondisi penurunan kesadaran.
Pasien Ny. N datang ke IGD Rumah Sakit Wava Husada pada tanggal 29 Juni
2023 pukul 13.20 dalam kondisi tidak sadar setelah mengalami kecelakaan,
pasien dibonceng jatuh tidak menggunakan helm. Pasien dilakukan pemasangan
infus NS 0,9%, pengambilan sample darah DL, GDS, SE, foto thorax, CT Scan
Kepala tanpa kontras, terapi injeksi antrain 1gr, inj ranitifin 50 mg, inj
ondansentron 8mg, pemasangan cateter no 14 balon 12cc, pemasangan NGT no
14, dan dilakukan swab antigen.
F. Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak lemah, status kesadaran coma, GCS 112, BB
pasien 50 kg ,TB pasien 155 cm, nadi 110 x/menit, RR 23 x/menit, TD 128/71
mmHg, suhu 36,7 oC
G. Pemeriksaan Penunjang
masuk ke tubuh
OBAT-OBAT INJEKSI
Berlebih
Alfian, L. W., Hunaifi, I., & Rosyidi, R. M. (2021). Manajemen Terkini Amnesia
Pasca Cedera Otak. 10(3), 572–580.
Andriani, A., & Hartono, R. (2017). Saturasi Oksigen Dengen Pulse Oxymetri Dalam
24 jam Pada Pasien Dewasa Terpasang ventilator di Ruang ICU RS. Panti Wilasa
Citarum Semarang. In Saturasi Oksigen dengan Pulse Oximetry dalam 24 Jam
Pada Pasien Dewasa Terpasang Ventilator di Ruang ICU Rumah Sakit Panti
Wilasa Citarum Semarang. https://media.neliti.com/media/publications/243373-
saturasi-oksigen-dengan-pulse-oximetry-d-d46bdd55.pdf
Erny, E., Prasetyo, O., & Prasetyo, D. (2019). Trauma Kepala Pada Anak:
Klasifikasi Hingga Pemantauan Jangka Panjang. Jurnal Ilmiah Kedokteran
Wijaya Kusuma, 8(2), 42–58. https://doi.org/10.30742/jikw.v8i2.620
Hendi, O., Kosasih, C. E., & Mulyati, T. (2019). Tinjauan Sistematis : Analisa
Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Cuff Endotracheal Tube (ETT) Pada
Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik. Jurnal Kesehatan Aeromedika, V(1), 33–
40.
Luluk Maria Ulkhaq, D., Nursanto, D., & Setiawan, I. (n.d.). FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KOMPLIKASI TRAUMATIC BRAIN INJURY
Factors Affecting Complications of Traumatic Brain Injury.
Setiadi. (2016). Dasar - Dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia (Edisi 1).
Indomedia Pustaka.
Teguh, P. H. (2012). Angka Kematian Pasien Kraniotomi Di ICU Dan HCU RSUP
dr. Kariadi.
http://eprints.undip.ac.id/37551/1/Hendra_Teguh_P_G2A008092_LAPORA
N_KTI.pdf
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Wulan, emma setiyo, wiwin nur rohah. (2019). Gambaran Caring Perawat Dalam
Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD
Raa Soewondo Pati. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat Cendekia
Utama, 8(2), 120–198.
http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes