Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PERILAKU KEKERASAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas

Jurusan Akademi Keperawatan D III

Dosen pengampu:

Bayu Seto R.A., S.Kep., Ns

Disusun Oleh :

IDA NURJANAH
NIM : 21050

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB PURWOREJO


TAHUN AKADEMIK 2023/2024

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa Perilaku Kekerasan ini disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )
A. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukan dengan perilakuactual
melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai
oran lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Iyus & Titin,
2016).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali
perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai
diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditunjukan
untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada
lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca,
genting, dan semua yang ada dilingkungan (Ah Yusuf dkk, 2015).
B. Tanda dan Gejala
Menurut Iyus Yosef & Titin (2016) perawat dapat mengidentifikasi
dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
g. Perilaku
h. Melempar atau memukul benda/orang lain
i. Menyerang orang lain
j. Melukai diri sendiri/orang lain
k. Merusak lingkungan
l. Amuk/agresif
m. Emosi
n. Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
3. Intelektual
Mendominasi,cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
4. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak pedulidan kasar.
5. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
6. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
C. Tingkatan
Hirarki perilaku kekerasan dari rendah ke tinggi menurut
Nurhalimah (2016) diantaranya :
1. Memperlihatkan permusuhan rendah
2. Keras menuntu
3. Mendekati orang lain dengan ancaman
4. Memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
5. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
6. Memberi kata-kata ancaman dengan rencana melukai
7. Melukai dalam tingkat ringan tanpa membutuhkan perawatan medis
8. Melukai dalam tingkat serius dan memerlukan perawatan medis
D. Rentang Respon
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentan emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respons sangat tidak normal (maladatif) (Iyus & Titin, 2016).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Kien Perasaan


mengungkapk mencapai tidak dapat mengekspresik marah dan
an marah tujuan mengungkapk an secara fisik, bermusuh
tanpa kepuasan/s an tapi masih an yang
menyalahkan aat marah perasaannya, terkontrol, kuat dan
orang lain dan dan tidak tidak berdaya mendorong hilang
memberikan dapat dan menyerah orang lain kontrol,
kelegaan menemuka dengan disertai
n alternatif ancaman amuk,
merusak
lingkunga
n
E. Faktor Predisposisi
1. Biologis
a. Neurologic facto, beragam komponen terdiri dari sistem saraf
seperti synap, neurotrasmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbic sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b. Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo
Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)
agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika testimulasi oleh
faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe Karyotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
c. Cyrcardian Rhytim (irama sirkadilan tubuh) memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
mengalami peningkatan cartisol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13.00. Pada jam tertentu orang
lebih mudah teristimulasi untuk bersikap agresif.
d. Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmitter di otak (epinephrine, norepinephrine, dopamine,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh adanya stimulasi
dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan
akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA
cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
e. Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organic, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensefalitis, epilepsy ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Psikologis
a. Teori psikoanalisa
Agresifitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang (life span history). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara 0-2
tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresof dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri pelaku tindak kekerasan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh,
model dan perilaku yang ditiru dari media. Dalam suatu penelitian
beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan
pada boneka dengan reward positif (makin keras pukulannya akan
diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik
belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c. Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon
ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas
lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhatikan.
3. Faktor Sosial Budaya
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,
sesaji atau kotoran kerbau di keratin, serta ritual-ritual yang cenderung
mengarah pada kemusrykan secara tidak langsung turut memupuk
sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang
rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya
demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul dan pendukunan
(santet, teluh) dalam tayang televisi.
4. Religiusitas
Dalam tinjuan religiustitas, kemarahan dan agresivitas merupakan
dorongan dan bisikan setan yang sangat menyukai kerusakan agar
manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah
bisikan setan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital
manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa
melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego) (Iyus & Titin,
2016).
F. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
(Iyus & Titin, 2016)
G. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku PPS :
Kekerasan Halusinasi

Harga Diri
Renda Kronis Isolasi Sosial :
Menarik Diri
Regimen
Terapeutik
Inefektif Berduka Disfungsional
Koping Keluarga Tidak Efektif

H. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping clien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah pertahanan ego seperti displacement (dapat
mengungkapkan kemarahan pada objek yang salah). Proyeksi yaitu
kemarahan di mana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada
orang lain yang dianggap berkaitan. Mekanisme koping lainnya adalah
represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah dan tidak kesal,
ia tidak mencoba menyampaikannya kepada orang terdekat atau ekspresi
feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia
melupakannya
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang
dianggap berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak
berakhir dalam dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga
sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul
dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh
untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko
tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungannya. Selain diakibatkan
oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
untuk menghadapi keadaan klien mempengaruhi perkembangan klien
(koping keluarga tidak efektif) (Iyus & Titin, 2016).
I. Proses Terjadinya Masalah
Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres, rasa cemas,
harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan. Respon
marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal
dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan
secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respon marah
dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara
verbal, (2) menekan, dan (3) menantang. Mengekspresikan rasa marah
dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan
kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan
perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat.
Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Ah Yusuf, dkk.,
2015).
Ada pola yang khas bagaimana penganiayaan terjadi. Episode awal
pemukulan atau perilaku-perilaku kekerasan biasanya diikuti oleh periode
ketika penganiaya mengungkapkan penyesalan dan meminta maaf dengan
berjanji bahwa hal tersebut tidak akan berulang. Ia mengatakan cinta
kepada istrinya, bahkan dapat menunjukan perilaku romantis dengan
memberikan hadiah dan bunga. Wanita biasanya ingin mempercayai
bahwa kekerasan yang dialaminya adalah insiden tersendiri. Setelah
periode ini, terjadi fase munculnya ketegangan yang diwarnai oleh
pertengkaran, saling diam, atau suami lebih banyak mengeluh. Ketegangan
tersebut berakhir dengan episode kekerasan lain, setelah itu suami
penganiaya merasa menyesal dan berjanji untuk berubah. Siklus ini terjadi
berulang-ulang (Videbeck, 2015).

Perilaku kekerasan
(ditujukan melalui
tindakan
kekerasan/serangan
penganiayaan)

Munculnya ketegangan Periode penyesalan


(tuduhan, pertengkaran, (penganiaya menyesal dan
keluhan, sikap diam) meminta maaf, berjanji
tidak akan mengulanginya
lagi)
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Data Fokus Pengkajian
Data fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan
diantaranya :
a. Pengalaman pasien sebagai pelaku, korban, atau saksi terhadap
aniya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, dan
tindakan kekerasan
b. Aktivitas motorik berupa lesu, gelisah, TIK, tremor, tegang, agitasi,
grimasen, dan komplusif
c. Interaksi selama wawancara berupa bermusuhan, tidak kooperatif,
defensif, mudah tersinggung, kontak mata kurang, dan curiga
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
perilaku kekerasan menurut Iyus Yosef (2016) diantaranya :
a. Perilaku kekerasan
b. Resiko mencedarai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Infektif proses terapi
h. Koping keluarga inefektif
3. Analisa Data

Symptom Problem

a. Data Subjektif : ungkapan Perilaku kekerasan


berupa ancaman, kata-kata
kasar, ingin memukul atau
melukai
b. Data Objektif
1) Wajah memerah dan
tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang
dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit
atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul
benda/orang lain

4. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
5. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Perilaku Pasien mampu Setelah ..x SP 1 Membantu


kekerasan : pertemuan pasien 1. Identifikasi klien dalam
1. Mengidenti mampu : penyebab, mengetahui
fikasi 1. Menyebutkan tanda dan penyebab,
penyebab, penyebab,tand gejala serta tanda dan
tanda a gejala dan akibat dari gejala serta
gejala dan akibat perilaku perilaku akibat dari
akibat kekerasan kekerasan perilaku
perilaku 2. Memperagaka 2. Latih cara kekerasan
kekerasan n cara fisik 1 fisik 1 : agar
2. Menyebutk untuk Tarik nafas mampu
an jenis mengontrol dalam mengendali
perilaku perilaku 3. Masukan kan
kekerasan kekerasan dalam perilaku
yang jadwal tersebut.
pernah harian Melatih
dilakukan pasien tarik nafas
3. Menyebutk untuk
an akibat mereaksika
dari n klien dari
perilaku perasaan
kekerasan marah
yang
dilakukan
4. Menyebutk
an cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
5. Mengontro
l perilaku
kekerasan
secara :
Fisik,
Sosial/verb
al, Terapi
psikofarma
ka(putus
obat)

Setelah ..x SP 2 Membantu


pertemuan pasien klien dalam
1. Evaluasi
mampu : penyaluran
kegiatan
1. Menyebutkan energi
yang lalu
kegiatan yang marah
(SP 1)
sudah dengan
2. Latih cara
dilakukan memukul
fisik 2 :
2. Memperagaka bantal dan
Penyaluran
n cara fisik baik untuk
energi
untuk menghindar
marah
mengontrol i
secara fisik
perilaku penyaluran
dengan
kekerasan energi
memukul
marah pada
bantal
perilaku
3. Masukan
kekerasan
dalam
jadwal
kegiatan
pasien

Setelah ..x SP 3 Mengajarka


pertemuan pasien 1. Evaluasi n kelahian
mampu : kegiatan melakukan
1. Menyebutkan yang lalu latihan
kegiatan yang (SP 1 & SP verbal yang
sudah 2) baik untuk
dilakukan 2. Latiahan membiasak
2. Memperagaka secara an klien
n cara sosial menghindar
sosial/verbal verbal : i perilaku
untuk a. Menola mengancam
mengontrol k dan
perilaku dengan membentuk
kekerasan baik dengan
b. Memint kata-kata
a kasar
dengan
baik
c. Mengu
ngkapk
an
dengan
baik
3. Masukan
dalam
jadwal
kegiatan
pasien

Setelah ..x SP 4 Membantu


pertemuan pasien 1. Evaluasi klien dalam
mampu : kegiatan menurunka
1. Menyebutkan yang lalu n dan
kegiatan yang (SP 1, 2, 3) menghilang
sudah 2. Latih kan
dilakukan secara perilaku
2. Memperagaka spiritual : kekerasan
n cara a. Berdoa dengan
sosial/verbal b. Berwud pendekatan
untuk spiritual hu spiritual
c. Sholat
3. Masukan
dalam
jadwal
kegiatan
pasien

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi.
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan
prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup
tindakan mandiri maupun kolaboratif (Damaiyanti, 2014).
7. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pengumpulan
data subjektif dan objektif yang akan menunjukan apakah tujuan
pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi
membandingkan keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria hasil pada
perencanaan. Evaluasi menggunakan sistem SOAP (Subjektif, Objektif,
Analisis, Planning).
DAFTAR PUSTAKA

Muhith, Abdul, 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori Dan Aplikasi.


Yogyakarta : Penerbit Andi.

Nurhalimah, 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan: Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Videbeck, Sheila L. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Yosef, Iyus & Titin Sutini, 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.

Yusuf, Ah., dkk, 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai