PERILAKU KEKERASAN
Dosen pengampu:
Disusun Oleh :
IDA NURJANAH
NIM : 21050
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
( ) ( )
A. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukan dengan perilakuactual
melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai
oran lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Iyus & Titin,
2016).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali
perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai
diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditunjukan
untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada
lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca,
genting, dan semua yang ada dilingkungan (Ah Yusuf dkk, 2015).
B. Tanda dan Gejala
Menurut Iyus Yosef & Titin (2016) perawat dapat mengidentifikasi
dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
g. Perilaku
h. Melempar atau memukul benda/orang lain
i. Menyerang orang lain
j. Melukai diri sendiri/orang lain
k. Merusak lingkungan
l. Amuk/agresif
m. Emosi
n. Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
3. Intelektual
Mendominasi,cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
4. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak pedulidan kasar.
5. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
6. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
C. Tingkatan
Hirarki perilaku kekerasan dari rendah ke tinggi menurut
Nurhalimah (2016) diantaranya :
1. Memperlihatkan permusuhan rendah
2. Keras menuntu
3. Mendekati orang lain dengan ancaman
4. Memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
5. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
6. Memberi kata-kata ancaman dengan rencana melukai
7. Melukai dalam tingkat ringan tanpa membutuhkan perawatan medis
8. Melukai dalam tingkat serius dan memerlukan perawatan medis
D. Rentang Respon
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentan emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respons sangat tidak normal (maladatif) (Iyus & Titin, 2016).
Perilaku PPS :
Kekerasan Halusinasi
Harga Diri
Renda Kronis Isolasi Sosial :
Menarik Diri
Regimen
Terapeutik
Inefektif Berduka Disfungsional
Koping Keluarga Tidak Efektif
H. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping clien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah pertahanan ego seperti displacement (dapat
mengungkapkan kemarahan pada objek yang salah). Proyeksi yaitu
kemarahan di mana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada
orang lain yang dianggap berkaitan. Mekanisme koping lainnya adalah
represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah dan tidak kesal,
ia tidak mencoba menyampaikannya kepada orang terdekat atau ekspresi
feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia
melupakannya
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang
dianggap berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak
berakhir dalam dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga
sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul
dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh
untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko
tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungannya. Selain diakibatkan
oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
untuk menghadapi keadaan klien mempengaruhi perkembangan klien
(koping keluarga tidak efektif) (Iyus & Titin, 2016).
I. Proses Terjadinya Masalah
Amuk adalah respon marah terhadap adanya stres, rasa cemas,
harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan. Respon
marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal
dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan
secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respon marah
dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara
verbal, (2) menekan, dan (3) menantang. Mengekspresikan rasa marah
dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan
kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan
perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat.
Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Ah Yusuf, dkk.,
2015).
Ada pola yang khas bagaimana penganiayaan terjadi. Episode awal
pemukulan atau perilaku-perilaku kekerasan biasanya diikuti oleh periode
ketika penganiaya mengungkapkan penyesalan dan meminta maaf dengan
berjanji bahwa hal tersebut tidak akan berulang. Ia mengatakan cinta
kepada istrinya, bahkan dapat menunjukan perilaku romantis dengan
memberikan hadiah dan bunga. Wanita biasanya ingin mempercayai
bahwa kekerasan yang dialaminya adalah insiden tersendiri. Setelah
periode ini, terjadi fase munculnya ketegangan yang diwarnai oleh
pertengkaran, saling diam, atau suami lebih banyak mengeluh. Ketegangan
tersebut berakhir dengan episode kekerasan lain, setelah itu suami
penganiaya merasa menyesal dan berjanji untuk berubah. Siklus ini terjadi
berulang-ulang (Videbeck, 2015).
Perilaku kekerasan
(ditujukan melalui
tindakan
kekerasan/serangan
penganiayaan)
Symptom Problem
4. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
6. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi.
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan
prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup
tindakan mandiri maupun kolaboratif (Damaiyanti, 2014).
7. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pengumpulan
data subjektif dan objektif yang akan menunjukan apakah tujuan
pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi
membandingkan keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria hasil pada
perencanaan. Evaluasi menggunakan sistem SOAP (Subjektif, Objektif,
Analisis, Planning).
DAFTAR PUSTAKA
Videbeck, Sheila L. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Yosef, Iyus & Titin Sutini, 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.
Yusuf, Ah., dkk, 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika.