Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, puja dan puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT atas
semua limpahan nikmat dan karunia-Nya dan Shalawat serta salam tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, manusia istimewa yang seluruh prilakunya layak diteladani,
yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya adalah kebaikan.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dan diajukan dalam rangka memenuhi tugas kelompok. Banyak
kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam membuat makalah ini tetapi dengan
semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis
mampu menyelesaikan Makalah dengan judul “Teori Gujarat dan Teori Tiongkok” Makalah
ini di buat sebagai tugas kelompok yang akan dipresentasikan oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membatu
penyusunan makalah ini.
Penulis menyimpulkan bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan makalah ini dan bermanfaat bagi
Penulis dan Pembaca pada umumnya.

Tangerang, 26 November 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah Negara di Asia Tenggara ini disebut dengan populasi muslim
tertinggi. Presentase muslim Indonesia mencapai hingga 12,7 persen dari populasi dunia.
Dari 205 uta penduduk Indonesia, dilaporkan sedikitnya 88,1 persen beragama islam.
Indonesia menempati urutan pertama dari sekian banyak Negara Islam di dunia
dengan populasi muslim terbesar, padahal Indonesia bukanlah Negara berbasis islam.
Urutan kedua adalah; Pakistan, India, Bangladesh, Mesir, Ngeria, Iran, Turki, Algeria,
dan urutan kesepuluh adalah Maroko.
Perkembangan Islam di Indonesia yang begitu pesat tidak bisa lepas dari catatan
sejarah. Sejarah telah memotret dan merekam semua yang telah terjadi di masa silam.
Para ahli sejarah meorediksi bahwa agama Islam mulai masuk ke Nusantara ini sejak
abad ke- 7 sampai dengan abad ke- 13.
Beragam jenis teori mengenai masuknya Islam ke Indonesia ini perlu kita ketahui
agar kita semua tidak pernah melupakan sejarah awal masuknya Islam ke Nusantara ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja teori tentang masuknya Islam ke Nusantara ?
2. Bagaimana saluran dan cara- cara Islamisasi di Indonesia ?
3. Bagaimana Fase dan Tahapan Islamisasi ?
4. Apa saja sebab- sebab Islamisasi cepat berkembang di Indonesia ?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagaimana berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja teori tentang masuknya Islam ke Nusantara.
2. Untuk mengetahui Bagaimana saluran dan cara- cara Islamisasi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Fase dan Tahapan Islamisasi.
4. Untuk mengetahui Apa saja sebab-sebab Islamisasi cepat berkembang di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Teori Masuknya Islam di Nusantara


Masuknya Islam ke Nusantara atau Indonesia belum diketahui secara pasti Banyak
yang berpendapat masuknya Islam di Nusantara tidak lepas adanya jalur perdagangan di Selat
Malaka. Banyak kapal-kapal dagang muslim yang datang dan singgah di Nusantara. Adanya
interaksi antar pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas tinggi, memunculkan beragam
teori mengenai proses masuknya Islam ke Nusantara.
1. Teori Gujarat
Teori Gujuarat ini dikemukakan G.WJ. Drewes dan dikembangkan pula oleh
Snouck Hurgronje. Teori ini mengatakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia itu berasal
dari sebuah daerah di anak benua India, yaitu Gujarat.
Kemudian menurut Drewes mengenai pendapat tersebut itu didasarkan oleh
kesamaan masyarakat Muslim yang bermadzhab Syafi’i dan pada saat itu menetap di
Gujarat dengan orang-orang Gujarat tersebut yang datang lalu menetap di Indonesia.
Kalau menurut Snouck Hurgronje, ketika masyarakat muslim di Gujarat sudah kuat
serta mengakar, maka sebagian dari mereka mulai melebar sayap ke wilayah-wilayah di
sekitarnya, termasuk ke Indonesia tercinta.
Proses masuknya agama Islam ini ke Nusantara itu melalu jalur perdagangan yang
dilakukan oleh para keturunan Nabi. Maka dari itu para pendakwah dari Gujarat banyak
yang dipanggil dengan gelar Syarif atau Sayyid, itu merupakan panggilan untuk orang
terhormat yang masih mempunyai garis keturunan Nabi Muhammad SAW.
Jadi para pedagang dari Gujarat tersebut masuk ke Nusantara dengan berlayar
melalui selat Malaka pada abad ke-13, melalui kontak kerajaan Samudra Pasai dan
pedagang yang menguasai selat Malaka waktu itu. Pada teori ini diperkuat dengan adanya
batu nisan di makam Sultan Malik Al-Shaleh yang merupakan Sultan Samudera Pasai
pada tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Selain itu, Marcopolo mengatakan bahwa di
Perlak waktu itu banyak sekali pedagang Muslim India yang ditemui. Meski seperti itu,
teori ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari teori gujarat ini adalah masyarakat
Muslim di Samudera Pasai pada saat itu menganut madzhab Syafi’i. Kalau masyarakat
Muslim di Gujarat lebih banyak menganut madzhab Hanafi, ketika terjadi Islamisasi di
Samudera Pasai, Gujarat masih merupakan Kerajaan Hindu.
Sebelum mengenal adanya sebuah agama, penduduk yang tinggal di tanah
Nusantara menganut kepercayaan animisme dan dinamisme atau bisa dikatakan belum
percaya akan adanya Tuhan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Nusantara mulai
didatangi oleh ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha.
Ajaran agama dan kebudayaan tersebut datang dari pernduduk yang berasal dari
India, tetapi ada teori yang mengatakan bahwa yang menyebarkan ajaran agama dan
kebudayaan Hindu Buddha adalah penduduk lokal yang kembali dari India setelah
mempelahari agama dan kebudayaa Hindu Buddha. Hingga saat ini, belum ada teori pasti
yang mengungkapkan kebenaran tentang masuknya agama dan kebudayaan Hindu
Buddha.
Seiring berjalannya waktu dan zaman yang terus berkembang, agama dan
kebudayaan yang masuk ke Indonesia bukan hanya Hindu Buddha, tetapi ada ajaran
agama dan kebudayaan Islam yang mulai masuk dan berkembang di tanah Nusantara
(Indonesia). Sama halnya dengan masuknya ajaran agama dan kebudayaan Hindu
Buddha, ajaran agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia juga masih dalam
perdebatan, hingga melahirkan beberapa teori tentang masuknya ajaran agama dan
kebudayaan Islam.
Salah satu teori masuknya agama Islam ke tanah Nusantara (Indonesia)
mengatakan bahwa agama dan kebudayaan Islam masuk ke Nusantara (Indonesia)
melalui para pedagang. Banyaknya pedagang yang masuk ke Indonesia karena letak
geografis Indonesia sangat strategis. Pedagang-pedagang yang masuk ke Indonesia ada
yang berasal dari bangsa Gujarat (India), Arab, Persia, dan lain-lain. Mereka masuk ke
Indonesia dengan membawa agama dan kebudayaan Islam. Dengan hadirnya yang
dibawa oleh para pedagang membuat penyebaran ajaran agama dan kebudayaan agama
Islam berkembang pesat.
Teori yang menjelaskan masuknya agama Islam masuk ke Nusantara (Indonesia)
disebut dengan teori Gujarat. Mengapa bisa dinamakan teori Gujarat? dan siapa
penemunya? Temukan jawabannya dengan membaca artikel ini. Jadi, selamat membaca.
Teori Gujarat ini adalah teori masuknya ajaran agama dan kebudayaan Islam ke
Nusantara (Indonesia) melalui para pedagang yang berasal dari Gujarat.

Gujarat itu sendiri adalah salah daerah atau wilayah yang letaknya ada di India
bagian Barat. Selain itu, Daerah Gujarat letaknya juga dekat dengan Laut Arab. Oleh
sebab itu, nama dari teori ini adalah “Gujarat” karena Islam dibawa masuk oleh para
pedagang yang berasal dari Gujarat, India.
Teori Gujarat ini pertama kali dicetuskan atau ditemukan oleh seorang sarjana yang
bernama J. Pijnapel pada abad ke-19. Ia adalah seorang sarjana yang berasal dari
Universitas Leiden, Belanda. J.Pijnapel berpendapat bahwa pada awal Hijriyyah atau
pada abad ke-7 masehi banyak sekali orang Arab yang tinggal atau menetap di Gujarat
dan Malabar. Meskipun orang-orang Arab itu menetap di Gujarat, tetapi mereka bukanlah
kelompok yang membawa masuk atau menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Islam
ke Indonesia. Jalur air yang mereka lewati untuk masuk ke Indonesia adalah Selat
Malaka.
Menurut J.Pijnapel yang membawa masuk Islam ke Indonesia adalah orang-orang
Gujarat asli yang sudah memeluk agama Islam. Mereka (para pedagang Gujarat) mulai
melakukan transaksi dagang ke dunia bagian Timur, termasuk Indonesia. Masuknya para
pedagang Gujarat ke tanah Nusantara (Indonesia) dengan membawa agama dan
kebudayaan Islam diperkirakan para abad ke-13 Masehi.
Banyak pedagang Gujarat yang menetap di Indonesia dengan alasan menunggu
datangnya angin musim. Pada saat menetap itulah para pedagang Gujarat mulai
melakukan interaksi sosial dengan penduduk lokal atau pedagang lokal. Dari situlah
mulai terjadi asimilasi budaya yang terjadi melalui perkawinan. Dengan perkawinan
tersebut, penyebaran ajaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara masuk ke dalam
sebuah keluarga.
Semakin banyaknya para pedagang yang melakukan perkawinan dengan penduduk
lokal, maka penyebaran agama dan kebudayaan Islam semakin cepat. Setelah sudah
banyak penduduk yang memeluk agama Islam, terciptalah sebuah perkampungan bagi
para pedagang Islam yang letaknya ada di daerah pesisir.
Bukan hanya perkampungan saja yang dibangun, mereka para pedagang Gujarat
mulai mendirikan sebuah Kesultanan Samudera Pasai. Kesultanan Samudera Pasai adalah
kerajaan Islam pertama di Nusantara (Indonesia) yang letaknya berada di Aceh.
Dengan lahirnya kerajaan Islam pertama, maka kelahiran-kelahiran kerajaan Islam
lainnya semakin tumbuh dengan cepat, sehingga penyebaran Islam tumbuh dengan cepat
juga. Bahkan, seiring dengan perkembangannya, kerajaan Islam bukan hanya ada di
Aceh, tetapi ada di beberapa pulau di Indonesia, salah satunya adalah pulau Jawa.
a) Pengembangan Teori Gujarat
Munculnya teori Gujarat yang dicetuskan oleh J. Pijnapel ternyata
mendapatkan sambutan baik dari seseorang orientalis ternama yang berasal dari
Belanda dan ia bernama Snouck Hurgronje. Snouck Hurgronje mulai tertarik untuk
mengembangkan teori Gujarat ini ketika di beberapa kota pelabuhan Anak Benua
India agama Islamnya mulai kokoh.
Snouck Hurgronje berpendapat bahwa orang-orang asli Gujarat (para
pedagang) sudah lebih dulu melakukan transaksi dagang dengan penduduk Nusantara
(Indonesia) daripada dengan orang-orang Arab (para pedagang). Beliau juga
berpendapat bahwa orang-orang Arab (para pedagang) baru datang ke Nusantara
(Indonesia) di masa berikutnya. Selain itu, orang-orang Arab yang datang ke tanah
Nusantara mayoritas merupakan orang-orang yang berasal dari keturunan Nabi
Muhammad S.A.W. Hal itu ditunjukkan dengan adanya gelar “sayid” atau “syarif”
yang disematkan di depan nama orang-orang Arab.
Teori Gujarat yang dicetuskan oleh J. Pijnapel ternyata dikembangkan lagi oleh
J.P. Moquette pada tahun 1912. J.P Moquetta menyatakan pendapat bahwa teori
Gujarat ini memang benar bisa dibuktikan. Salah satu bukti itu ada pada batu nisan
dari Sultan Malik Al-Saleh yang ada di Pasai, Aceh memiliki kesamaan dengan batu
nisan Maulana Malik Ibrahim yang makamnya ada di Gresik, Jawa Timur.
Sultan Malik Al-Saleh wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 Hijriah atau 1297
Masehi. Sementara itu, Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 Masehi.
Berangkat dari adanya kesamaan atau kemiripan pada batu nisan Sultan Malik Al-
Saleh dan Maulana Malik Ibrahim, maka J.P Moquetta membuat kesimpulan bahwa
batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, India. Terlebih lagi, kaligrafi pada batu nisan
tersebut adalah kaligrafi khas Gujarat.
Penemu dari teori Gujarat adalah seorang sarjana dari Universitas Leiden,
Belanda. Beliau lahir pada tahun 1822. Kecerdasan yang dimiliki oleh J. Pijnapel tak
perlu diragukan lagi, hal ini dibuktikan dengan gelar profesor yang dimilikinya. Ia
menjadi profesor bahasa Melayu pertama yang berhasil menyelesaikan studinya di
Universitas Leiden.
Beliau sangat tertarik pada dunia sejarah Indonesia terutama sejarah masuknya
ajaran agama dan kebudayan Islam ke tanah Nusantara (Indonesia). Karena
ketertarikannya terhadap dunia sejarah masuknya Islam ke Nusantara dan kecerdasan
yang ia miliki, maka lahirlah atau muncul teori masuknya ajaran agama dan
kebudayaan Islam ke Nusantara (Indonesia). Teori itu hingga saat ini masih
digunakan dalam materi masuknya Islam ke Indonesia dan teori itu dikenal dengan
nama teori Gujarat.
Bukan hanya itu, beliau juga tertarik dalam dunia kepenulisan. J. Pijnapel
menerbitkan sebuah buku yang bercerita tentang perjalanan Abdullah. Buku yang
ditulisnya itu berjudul Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan.

2. Teori China
Teori China ini dikemukakan oleh Slamet Mulyana serta Sumanto Al Qurtuby.
Pendapat dari teori ini, masuknya Islam ke Indonesia itu dibawa oleh seorang perantau
muslim China yang datang ke Indonesia. Kalau dasar dari teori ini yaitu terjadinya
perpindahan orang muslim China dari kanton ke Asia Tenggara, terkhusus Palembang di
tahun 879 M.
Selain daripada itu juga terdapat catatan China yang mengatakan bahwa
pelabuhan-pelabuhan di Nusantara pertama kali ditempati oleh para pedagang yang
berasal dari China. Untuk bukti lainnya menurut pendapat teori ini yaitu adanya masjid
yang tua berarsitektur bangunan China di Jawa. Raja pertama Demak yaitu Raden Patah
yang berasal dari keturunan China, dan gelar para raja-raja Demak yang ditulis memakai
istilah China.
Asal mula masuknya agama Islam ke Indonesia sendiri dapat kita temukan
diberbagai kajian teori. Salah satunya adalah teori cina dimana menurut teori tersebut
dinyatakan agama Islam masuk ke Indonesia melalui Cina yang dibawa oleh para
saudagar Cina yang sejak dulu sudah dikenal sebagai pedagang di Indonesia.
Alasan lain mengenai teori ini juga karena relatif dekatnya jarak antara daratan
Cina dengan Indonesia. Menurut kalangan ilmuwan Cina, terutama para ilmuwan Cina
muslim menganggap bahwa Cina sudah sangat akrab dengan kota Mekkah serta Madinah.
Pelajari lebih jauh mengenai teori Cina yang menjadi awal mula masuknya agama
Islam di Nusantara melalui artikel serta informasi yang ada di bawah ini.
Asal mula sejarah masuknya agama Islam ke Nusantara yang berasal dari Cina
merupakan inti dari kajian teori Cina yang ada. Agama Islam sendiri berkembang di
negara Cina sejak tahun 618 hingga 905 Masehi tepatnya pada masa Dinasti Tang.
Masuknya agama Islam ke Cina sendiri dikatakan dibawa oleh seorang panglima
Muslim yang memiliki nama Saad bin Waqash yang berasal dari kota Madinah tepatnya
pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan. Selain itu, salah satu kota di Cina pada masa
tersebut pernah menjadi pusat dakwah muslim di Cina tepatnya pada kota Kanton.
Menurut Jean A. Berlie pada tahun 2004 pada bukunya Islam in Cina membahas
mengenai relasi antara berbagai umat Islam dari Arab dengan berbagai orang yang ada di
negara Cina terjadi pada tahun 713 Masehi.
Masuknya agama Islam ke Indonesia juga dipercaya bertepatan dengan banyaknya
migrasi orang negara Cina muslim ke negara Asia Tenggara terutama wilayah nusantara
yang pada umumnya kebanyakan memasuki daerah Sumatera bagian selatan yang terjadi
pada abad ke sembilan Masehi atau pada tahun 879 Masehi.
Terdapat pula bukti lain yang mendukung teori cina yang ada yaitu, banyaknya
jumlah pendakwah yang berasal dari keturunan Cina dan memiliki pengaruh yang besar
pada masa kerajaan Demak.
Kerajaan Demak sendiri merupakan kerajaan Islam pertama yang ada di pulau
Jawa, sehingga hal tersebut menjadi faktor besar dalam teori ini. Terdapat pula penjelasan
mengenai kesultanan Demak yang didirikan oleh Raden Patah yang merupakan putra dari
Majapahit Islam yang dibahas pada buku sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna.
Banyak orang juga yang meyakini bahwa agama Islam pertama kali masuk ke
Indonesia tepatnya pada tahun 700 Masehi atau pada abad ke tujuh, dimana
ditemukannya catatan Cina kuno yang menerangkan bahwa pada masa tersebut terdapat
perkampungan atau pemukiman Arab yang berlokasi di daerah pesisir barat pulau
Sumatera sampai ke sekitar selat Malaka.
Selain melalui kegiatan perdagangan, terdapat pula penyebar agama Islam yang
memang murni atau memiliki tujuan serta niat untuk menyebarkan agama Islam melalui
cara berdakwah. Seperti salah satu tokoh penyebar agama Islam yang ada di nusantara
yang hingga saat ini juga sangat terkenal adalah para walisongo.
Para walisongo tersebut bukan hanya menyebarkan agama Islam melalui
berdakwah saja namun juga mengajarkan masyarakat nusantara mengenai ajaran agama
Islam yang ada dengan cara mendekati para masyarakat pribumi serta berbaur dan
mengikuti berbagai adat istiadat dan kehidupan sosial budaya yang berlaku di daerah
tersebut.
Islam Nusantara sebagai gerakan moderasi beragam yang berkelanjutan dan terus
bergerak menuju bentuk terbaiknya bagi setiap zaman dapat Grameds pelajari melalui
buku Islam Nusantara: Jalan Panjang Moderasi Beragama Di Indonesia.
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan Islam Nusantara? Untuk memulai
memahami Islam Nusantara, kita harus membedakan antara Islam di Nusantara dan Islam
Nusantara. Islam di Nusantara konotasinya penggambaran existing Islam di wilayah
Nusantara, termasuk di dalamnya sejarah perkembangan, populasi, dan ciri khas Islam di
kawasan Nusantara. Sedangkan Islam Nusantara lebih kepada keunikan sifat dan
karakteristik Islam di kawasan Nusantara. Dengan demikian, orang yang ahli tentang
Islam di wilayah Nusantara belum tentu memahami konsep Islam Nusantara itu sendiri.
Islam Nusantara melibatkan berbagai disiplin keilmuan, seperti ushul fikih, dan
penafsiran terhadap nash atau teks agama. Islam Nusantara lebih banyak berhubungan
dengan fenomena Islam “as the Islam” ketimbang Islam “as an Islam”. Hampir setiap
Negara yang berpenduduk mayoritas muslim memiliki istilah khusus untuk mencirikan
kekhususan umat Islam di negerinya. Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Muhammad,
pernah memperkenalkan Islam Hadharah, Pak SBY sering menyebut Islam Rahmatan lil
Alamin, Mantan PM Benazir Bhutto memperkenalkan Islam inklusif. Maka, istilah Islam
Nusantara juga merujuk pada pola keberagamaan muslim Indonesia yang hidup
berdampingan dalam keberagaman berbangsa dan bernegara. Islam memiliki ajaran dasar
dan non-dasar. Ajaran dasar bersifat absolut, universal, dan eternal, seperti seperti rukun
iman dan rukun Islam. Sedangkan ajaran non-dasar bersifat fleksibel, kontemporer, dan
umumnya berbicara tentang hal-hal yang bersifat cabang (furu’iyyah). Wacana Islam
Nusantara berada di dalam ranah ajaran non-dasar. Selama Islam Nusantara masih tetap
di dalam wacana ajaran non-dasar maka tidak perlu dikhawatirkan akan adanya
kerancuan ajaran, karena Islam sebagai agama akhir zaman selalu membuka diri untuk
menerima dan diterima oleh nilai-nilai lokal, sepanjang masih sejalan atau tidak
bertentangan dengan ajaran dasarnya. Islam Nusantara merupakan gerakan moderasi
beragama yang berkelanjutan, terus bergerak menuju bentuk terbaiknya bagi setiap
zaman. Untuk setiap zaman dengan ragam tantangan dan problematikanya, Islam
Nusantara bergerak menempatkan agama sebagai panduan untuk mengkreasi model
kehidupan berbangsa yang penuh dengan nilai-nilai toleransi, gotong royong dan rukun
sejahtera.
a. Kontroversi Teori Cina
Terdapat pernyataan Nabi: Uthlub al-’ilm wa alu bi al-Shin yang memiliki arti
tuntutlah ilmu walau sampai di tanah Cina yang seringkali dijadikan bukti akan
kedekatan antara Cina dengan kota Mekkah serta Madinah.
Dengan adanya pernyataan tersebut, banyak orang mengatakan bagaimana
Nabi Muhammad Saw dapat mengetahui tentang Cina jika beliau tidak memiliki
wawasan tentang Ccina yang sudah berkembang di kawasan tersebut jauh
sebelumnya. Dimana seperti yang kita ketahui, Cina merupakan salah satu peradaban
tertua yang ada di dunia juga.
Namun, terdapat pula kontroversi terkait kata shin yang ada di dalam hadis di
atas tersebut. Banyak ilmuwan India yang menyimpulkan atau mengklaim bahwa
yang dimaksud di dalam hadis tersebut bukan negara Cina yang mat jauh dari tanah
Arab tersebut. Namun, sebuah kota yang termasuk ke dalam wilayah India, yaitu kota
Sindu atau Sind.
Menurut para ilmuwan India tersebut, klaim yang mereka ungkapkan lebih
masuk akal jika dibandingkan dengan pengertian yang beredar. Hal ini dikarenakan
India dengan Arab masih dapat ditempuh dengan perjalanan darat, dan lagi pula
hubungan dagang serta budaya yang dimiliki antara Arab dengan India sudah terjalin
cukup lama.
Namun, anggapan atau klaim tersebut dibantah oleh kalangan ahli sejarah yang
ada di Timur Tengah, hal tersebut dikarenakan peradaban China pada zaman tersebut
berada di bawah Dinasti Shang sudah tersebar melintang jauh di kawasan Timur
Tengah. Bahkan, menurut para ahli tersebut sejumlah keramik yang ditemukan,
termasuk keramik yang ada da menempel di dalam Masjid Nabi juga berasal dari
negara Cina.
Penemuan kertas yang ada dalam ukuran modern pada zaman tersebut juga
sudah mampu dibuat dan diproduksi di Cina yang membuat salah satu barang
dagangan Cina ke kawasan tersebut adalah kertas.
b. Teori Cina menurut Ilmuwan Indonesia
Teori Cina yang ada juga pernah diungkapkan oleh beberapa ilmuwan
Indonesia yang ada di Tanah Air, seperti halnya Slamet Mulyana serta Sumanto Al
Qurtuby. Namun, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan tersebut sangat
disayangkan tidak dapat mereka lanjutkan dalam membuktikan asumsinya agar dapat
dipertimbangkan sebagai suatu kebenaran akademik yang mampu
dipertanggungjawabkan.
Faktor lainnya juga dikarenakan teori yang ada tersebut sebenarnya sudah
sangat masuk akal dengan berbagai pertimbangan yang ada. Seperti halnya
ditemukannya sahabat Nabi yang ada di Cina yang secara jelas lebih jauh dari
Indonesia.
Para pelaut Arab yang berlayar juga tentu membutuhkan air bersih atau tawar
serta bahan makanan dalam melanjutkan perjalanannya menuju ke Cina. Oleh sebab
itu, secara logika seharusnya agama Islam sudah terlebih dahulu masuk ke Indonesia,
dan kemudian baru negara Cina jika dilihat dari jalur sutra perkembangan Islam yang
ada di negara Asia.
Teori Cina ini juga dapat dipertimbangkan sebagai kenyataan sejarah mobilitas
para orang Cina muslim menuju Asia Tenggara, secara spesifik Sumatera di bagian
Selatan seperti kota Palembang dan Bengkulu yang ada sekarang.
Bukti fisik biologis, dimana para orang Sumatera yang ada di bagian Selatan
memiliki pertautan genetik yang membuat postur tubuh serta muka yang mereka
miliki terdapat kemiripan antara satu sama lain. Belum lagi, persamaan budaya serta
pengaruh budaya negara Cina yang ada di dalam tradisi kesenian Sumatera khususnya
bagian Selatan yang sangat kuat akan budaya atau pengaruh negara Cina.
Terdapat pula bukti historis yang dapat menguatkan kajian atau teori ini yaitu,
penyeberangan Cina muslim menuju Pulau Jawa seperti halnya Kerajaan Demak yang
pernah memiliki keturunan darah Cina yaitu Raden Patah.
Hal yang serupa juga dapat dilacak melalui sejumlah ulama agama Islam yang
memiliki darah atau berasal dari keturunan Cina. Seperti salah satu contoh tokoh
terkenal yaitu Gus Dur yang mengklaim dirinya berasal atau memiliki darah
keturunan Cina. Selain itu juga terdapat kisah nyata yang populer yaitu Laksamana
Cheng Ho. Namun, mengenai persoalan apakah agama Islam yang masuk pertama
kali di Indonesia berasal dari daratan Cina maupun darat lain tersebut, masih perlu
untuk dilakukan pembuktian atau penelitian lebih lanjut untuk menemukan
kebenarannya.
Sejarah mencatat, kelahiran Agama Islam tidaklah terjadi di Indonesia, namun,
anehnya di negeri inilah Islam berkembang secara pesat dan masif. Alhasil, penduduk
muslim terbesar di dunia berasal dari Indonesia, bukan dari arab saudi yang sejatinya
justru merupakan asal muasal Islam. Lantar, bagaimana Islam masuk ke Indonesia,
yang pada masa dahulu lebih dikenal dengan nama nusantara. Dan bagaimana pula
islam berkembang menjadi Agama paling populer.
c. Saluran Masuk Agama Islam ke Indonesia
Teori Cina yang membahas mengenai penyebaran agama Islam yang bermula
dari Cina ini juga telah dibahas oleh SQ Fatimi yang mendasarkan teori yang ada
tersebut kepada perpindahan para umat Islam dari Canton menuju Asia Tenggara
yang terjadi pada sekitar tahun 876.
Menurutnya, teori tersebut dapat dilihat melalui adanya perpindahan yang
dikarenakan adanya pemberontakan yang mengorbankan hingga ratusan ribu muslim.
Menurut Syekh Naquib Alatas, tumpuan perpindahan tersebut adalah kota Kedah
serta Palembang.
Dengan terjadi perpindahan tersebut atau hijrah yang dilakukan ke Asia
Tenggara telah menjadi salah satu faktor yang membantu dalam perkembangan agama
Islam di kawasan tersebut. Di luar kota Palembang serta Kedah, beberapa dari mereka
juga memilih untuk menetap di Campa, Brunei, pesisir time tanah melayu seperti
Patani, Kelantan, Terengganu serta Pahang, dan juga Jawa Timur.
Di samping hal tersebut, ada pula pendapat atau argumen lainnya yang
menyatakan bahwa banyak orang Cina yang telah menjalin hubungan dengan
masyarakat Indonesia jauh sebelum masuk dan dikenalnya agama Islam ke Indonesia.
Hal tersebut dimulai pada masa kerajaan Hindu dan Buddha, dimana etnis Cina
maupun Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia lainnya, terutama
dikarenakan adanya kontak dagang. Hal ini juga didukung dengan adanya ajaran
agama Islam yang telah sampai di Cina pada abad ke tujuh Masehi, dimana agama
Islam pada saat itu baru berkembang.
Dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa, Sumanto Al Qurtuby menyatakan
menurut kornik di masa Dinasti Tang yang ada pada tahun 618 hingga 960 tepatnya di
daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dan pesisir Cina yang ada di bagian selatan,
terdapat sejumlah pemukiman umat Islam.
Teori Cina yang ada sendiri jika dilihat melalui beberapa sumber luar negeri
yaitu kronik serta sumber lokal yaitu babad serta hikayat, mampu diterima. Dimana
menurut sejumlah sumber lokal juga disebutkan bahwa raja Islam pertama yang ada di
Jawa yaitu Raden Patah yang berasal dari Bintoro Demak juga merupakan keturunan
Cina.
Dalam kajian tersebut, disebutkan bahwa ibunya berasal dari Campa yang
merupakan bagian selatan dari Cina yang saat ini sudah masuk ke dalam Vietnam.
Berdasarkan Sejarah Banten serta Hikayat Hasanuddin, nama serta gelar para raja
Demak serta leluhurnya juga ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti
beberapa contoh sebagai berikut “Cek Ban Cun”, “Jin Bun”, “Cun Ceh”, “Cek Ko
Po”, serta “Cu-cu”. Berbagai nama lainnya seperti Munggul serta Moe Choel juga
ditafsirkan merupakan kata lain yang berasal dari Mongol yang merupakan sebuah
wilayah di utara Cina yang saling berbatasan dengan Rusia.
Dalam proses penyebaran Islam di Indonesia sendiri, terdapat berbagai tokoh
yang berperan di dalamnya. Di Indonesia, setidaknya ada tiga orang yang pernah
menjadi imam Masjidil Haram yang dapat Grameds pelajari pada buku Ulama-Ulama
Nusantara Yang Mempengaruhi Dunia.
Tan Ta Sen, sinolog dan pakar tokoj Zheng He atau Cheng Ho meneguhkan
teori “Gelombang Ketiga” dalam sejarah penyebaran Islam di kawasan Asia
Tenggara. Didalam buku ini Dipaparkan bagaimana kontak budaya yang bersifat
damai tidak saja mendorong terjadinya penularan, perpindahan dan peralihan agama
dengan melibatkan umat Islam dari daratan China, Yunnan, Champa, Jawa, Melayu.
Arab dan India, tetapi juga memungkinkan bajyak orang China di tanah Melayu tetap
dapat memelihara ciri-ciri budaya non-Muslim mereka. Inilah karya tulis pertama
tentang ejarah penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara dan Nusantara yang
didasarkan naskah-naskah kuno dan sumber-sumber sejarah penting lain yang ada di
daratan China. Sebuah buku yang kehadirannya sudah lama ditunggu-tunggu para
pakar sejarah penyebaran Islam.
d. Bukti Penyebaran Islam
Berbagai bukti yang menunjukkan penyebaran ajaran Islam yang dimulai dari
Cina adalah dengan ditemukannya batu nisan syekh Abdul Kadir bin Husin syah
Alam yang berlokasi di Langgar, Kedah bertahun 903 M, batu yang bertuliskan Phan-
rang yang berlokasi di Kamboja bertahun 1025 M, ditemukan pula batu nisan di
Pahang yang bertahun 1028 M, batu nisan puteri dari Islam Brunei bertahun 1048 M,
batu bersurat Trengganu bertahun 1303 M serta batu nisa Fathimah binti Maimun
yang berlokasi di Jawa Timur bertahun 1082 M.
Berbagai bukti lainnya seperti berbagai masjid tua yang memiliki nilai
arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina yang berlokasi di berbagai
tempat terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke lima belas
yaitu Gresik juga menurut berbagai catatan Cina telah diduduki oleh para pelaut serta
pedagang Cina terlebih dahulu.
Dalam proses masuk dan berkembangnya agama dan ajaran Islam ke Indonesia,
terdapat beberapa cara maupun saluran yang berkembang yang dapat dibedakan
menjadi lima, sebagai berikut.
1) Perdagangan
Cara atau saluran yang pertama berkembangnya ajaran Islam di Indonesia
adalah melalui perdagangan. Dimana para pedagang Islam yang berasal dari Arab,
Persia, serta Gujarat seringkali bersinggah berbulan-bulan di Malaka serta
berbagai pelabuhan lainnya di Indonesia.
2) Perkawinan
Cara atau saluran yang kedua berkembangnya ajaran Islam di Indonesia
adalah melalui perkawinan. Dimana di antara para pedagang yang berasal dari
Arab, Persia, serta Gujarat yang telah tinggal dan menetap lama di Indonesia
seringkali menjalin hubungan dan menikah dengan para wanita di Indonesia.
Dengan adanya hubungan perkawinan tersebut, terbentuklah ikatan
kekerabatan besar agama Islam yang menjadi salah satu faktor awal terbentuknya
masyarakat Islam di Indonesia.
3) Pendidikan di Pondok Pesantren
Cara atau saluran yang ketiga berkembangnya ajaran Islam di Indonesia
adalah melalui pendidikan di pondok pesantren. Di dalam pondok pesantren
sendiri, para santri yang berasal dari berbagai daerah mendapatkan pendidikan
mengenai agama Islam secara mendalam. Hal tersebut yang membuat setelah
mereka lulus atau tamat dari proses pembelajaran mereka, memiliki kewajiban
untuk menyebarkan agama serta ajaran Islam di sekitar lingkungan mereka.
4) Seni Budaya
Cara atau saluran yang keempat berkembangnya ajaran Islam di Indonesia
adalah melalui seni budaya. Dimana seni budaya dapat berupa seni musik
tradisional pada saat itu yaitu gamelan dan juga seni pertunjukan yaitu wayang.
Dengan adanya pertunjukan seni tersebut, masyarakat sekitar diajak untuk
berkumpul dan pada saat itulah dilakukannya dakwah mengenai agama atau ajaran
Islam.
5) Ajaran Tasawuf
Cara atau saluran yang kelima berkembangnya ajaran Islam di Indonesia
adalah melalui ajaran Tasawuf. Tasawuf yang ada pada agama Islam sendiri
mengajarkan umat Islam untuk selalu membersihkan jiwanya serta mendekatkan
diri mereka dengan Tuhan.
Hal tersebut sesuai dengan keadaan masyarakat yang ada pada saat itu,
dimana banyak dari masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai ajaran serta
budaya kerajaan Hindu dan Buddha yang berhubungan dengan memelihara hidup
kebatinan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan Islam di Indonesia yang begitu pesat tidak bisa lepas dari catatan
sejarah. Sejarah telah memotret dan merekam semua yang telah terjadi di masa silam.
Para ahli sejarah meorediksi bahwa agama Islam mulai masuk ke Nusantara ini sejak
abad ke- 7 sampai dengan abad ke- 13.
Masuknya Islam ke Nusantara atau Indonesia belum diketahui secara pasti Banyak
yang berpendapat masuknya Islam di Nusantara tidak lepas adanya jalur perdagangan di
Selat Malaka. Banyak kapal-kapal dagang muslim yang datang dan singgah di Nusantara.
Adanya interaksi antar pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas tinggi,
memunculkan beragam teori mengenai proses masuknya Islam ke Nusantara,
diantaranya ; Teori Benggal(Bangladesh atau Benggali), Teori Gujarat, Teori Malabar,
Teori Persia, Teori Arab atau Makkah, Teori China, Teori Maritim.

B. Saran
Demikian pembahasan makalah kami mengenai “Teori Gujarat dan Terori
Tiongkok”. Penulis menyadari dalam penyusunan makalah masih ada kesalahan dalam
penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk menyempurkan
makalah ini. Dan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai