2014
PENGANTAR
HUKUM LINGKUNGAN
OLEH:
ANIS MASHDUROHATUN
FAKULTAS HUKUM
UNISSULA
2010
1
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
2
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
BAB I
PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN
Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckelseorang ahli ilmu hayat
dalam pertengahan dasawarsa 1860-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu
eikos yeng bererti rumah dan logos berarti ilmu. Oleh karena itu, secara harfiah
ekologi berarti ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga
sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup.
Istilah ekologi saat ini semakin populer, karena bila terjadi
kerusakan/pencemaran lingkungan, maka pikiran seketika tertuju kepada persoalan
ekologi. Kerumitan persoalan ekologi saat ini, karena ada kecenderungan manusia
memisahkan masalah lingkungan hidup dengan manusia, masalah manusia bukan
merupakan bagian yang berintegrasi dengan lingkungan. Dengan demikian, menurut
soerjani bahwa:
Ekologi adalah ilmu dasar untuk mempertanyakan, menyelidiki, dan
memahami bagaimana alam bekerja, bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam
sistem kehidupan, apa yang mereka perlukan dari habitatnya untuk dapat
melangsungkan kehidupannya, bagaimana dengn melakukan semuanya itu dengan
komponen lain dan spesies lain, bagaimana individu dalam spesies itu dengan
komponen lain dan spesies lain, bagaimana individu dalam spesies itu beradaptasi,
begaimana makhluk hidup itu menghadapi keterbatasan dan harus toleranterhadap
berbagai perusahaan, bagaimana individu-individudalam spesies itu mengalami
pertumbuhan sebagai bagian dari suatu populasi atau komunikasi. Semuanya ini
berlangsung dalam suatu proses yang mengikuti tatanan, prinsip, dan ketentuan
alam yang rumit, tetapi cukup teratur, yang dengan ekologi kita memahaminya.
Bedasarkan pengertian ekologi di atas, maka ekologi dan ilmu lingkungan
merupakan satu kesatuan yang mempunyai hubungan erat antara keduanya. Ilmu
lingkungan mempelajari tempat dan peranannya itu, sedangkan ekologi mempelajari
susunan serta fungsi seluruh makhluk hidup dan komponen kehidupannya. Jadi, ilmu
ilmu linkungan dapat dikatakan sebagai ekologi terapan (applied ecology), ykni
beberapa menerapkan berbagai prinsip dan ketentuan ekologi itu dalam kehidupan
manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau dalam lingkungan
hiidupnya. Sementara menurut Odum, lazimnya ekologi didefinisikan sebagai ilmu
tentang hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungan
3
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
hidupnya, atu ‘‘ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme hidup dengan
lingkungan hidupnya“. Senada dengan hal tersebut, M.T. Zen mengatkan bahwa
applied ecology adlah berkenaan dengan kegiatan manusia dalam hal penurusan dan
pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka salah satu komponen lingkungan
yang mempunyai hubungan erat dengan ekologi adalah ekosistem. Menurut Otto
Soemarwoto, suatu konsep sentral dalam ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosisyem terbentuk oleh
komponen hidup dan tidak hidup disuatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu
kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi oleh adanya arus antara komponen
dalam ekosistem itu. Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi atau relung.
Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan
baik, keteraturan ekosistem itu pun terjaga.
Soerjani mengatakan bahwa ekosistem dicirikan dengan berfungsinya
pertukaran materi dan transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung di antara
berbagai komponen dalam sistem diluarnya. Kehidupan akan berlangsung dalam
berbagai fenomena kehidupan menurut prinsip, tatanan, dan hukum alam atau
hukum ekologi seperti homoestatis (keseimbangan), kelentingan (resilience atau
kelenturan), kompetisi, toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi hukum minimum,
hukum entropi, dan sebagainya.
Selain pengertian ekologi dan ekosistem di atas, maka lingkungan hidup
mempunyai keterbatasan dalam melakukan proses kehidupannya. Keterbatasan dan
kemempuannya untuk menanggulangi proses keseimbangannya itu, lazim disebut
daya hukum lingkungan. Menurut Otto Soemarwoto, daya hukum terlanjutkan
ditentukan oleh dua faktor, baik faktor biofisik maupun sosial budaya-ekonomi.
Kedua faktor ini saling memengaruhi. Faktor biofisik penting untuk menentukan daya
dukung yang terlanjutkan, yaitu proses ekologi yang merupakan sistem pendukung
kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumber daya gen. Misalny
hutan atau salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan. Hutan
melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen yang kita perlukan untuk
pernafasan kita. Faktor sosial budaya juga mempunyai peranan yang sangat penting,
bahkan menentukan apakah pembangunan akan berjalan terus atau berhenti.
Sementara itu, menurut Grumbine bahwa pengelolaan ekosistem memadukan
pengetahuan ilmiah tentang hubungan ekologis dalam kerangka sosial politik dan
nilai-nilai yang kompleks dengan tujuan umum untuk melindungi keterpaduan
ekosistem dalam jangka panjang.
Salah satu komponen hidup yang memegang kunci dalam ekosistem adalah
manusia. Peranan manusia dalam ekosistem menurut mostadji bahwa sebagaimana
halnya dengan kehidupan manusia dalam suatu masyarakat, ekosistem juga
4
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
dikendalikan oleh hukum alam tentang energi yang disebut dengan hukum
termodinamika. Ada dua hukum alam tentang energi yang perlu mendapat perhatian,
yaitu hukum termodinamika pertama dan hukum termodinamika kedua.
5
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
6
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
BAB II
7
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
8
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
9
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
10
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
11
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
12
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
13
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
14
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP
I. Global Internasional
Kesadaran lingkungan yang bersifat global atau Internasional
merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap beberapa kejadian yang
timbul di beberapa Negara, di anataranya Jepang dan Amerika Serikat sendiri.
Sejak tahun 1950an masalah lingkungan mandapatkan perhatian tidak
hanya para ilmuan, tetapi juga masyarakat umum dan para politisi. Hal ini terjadi
karena dipicu dengan adanya pencemaran oleh limbah industry, pertambangan
dan pestisida.
Kejadian tersebut antara lain :
Pada tahun 1940an dan 1950an terjadi pencemaran oleh air raksa(Hg) dari
limbah industry dan oleh kadmiun (Cd) dari limbah pertambangan seng(Zn).
Pencemaran itu telah menyebabkan penyakit keracunan yang berturut-turut
disebut penyakit minamata dan penyakit iatai-itai.
Pada tahun 1962, di Amerika Serikat terbit sebuah buku yang berjudul
“The Silent Spring” (Musimm Semi yang Sepi ) oleh Rachel Carson. Buku
tersebut berisi tentang adanya penyakit baru yang mengerikan dan kematian
hewan yang disebabkan oleh pencemaran. Musim semipun mulai sunyi.
Akibatnya: menimbulkan pengaruh yang amat besar di kalangan masyarakat
umum. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya telur burung yang tidak dapat
menetas, ikan, burung dan hewan lain yang mengalami kematian, kota Los
Angeles yang dilanda pencemaran udara yang parah dan menggannggu
kesehatan menyebabkan kerusakan pada tumbuhan, air susu ibupun
mengandung residu pestisida. Menurunnya kegunaan pestisida dalam
pemberantasan hama dan vektor penyakit, karena organism hama dan vektor
penyakit menjadi rentan terhadap pestisida yang pakai. Misalnya pestisida DDT
yang semula dianggap sebagai pestisida yang sangat ampuh untuk memberantas
nyamuk malaria, di banyak tempat tidak lagi dapat membunuh nyamuk itu.
Berdasarkan kejadian diatas, masyarakatpun makin vocal dalam
menyuarakan keprihatinannya terhadap masalah lingkungan. Suara vocal mula-
mula berasal dari Negara maju yang mereka merasa bahwa hidupnya yang aman
dan makmur terancam oleh berbagai masalah lingkungan itu. Masyarakat Negara
15
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
16
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
17
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
yang dilakukan oleh Negara Uni Soviet dan Eropa Timur sebagai protes terhadap
ketentuan yang menyebabkan beberapa Negara tidak diundang dengan kedudukan
yang sama dengan peserta lain, seperti Republik Demokratis Jerman.
Pada akhir sidang yaitu tanggal 16 Juni 1972, konferensi mensahkan
hasil-hasilnya berupa :
I. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri dari : preambule dan
26 Asas yang lazim disebut Stockholm Declaration.
II. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia ( Action Plan ) terdiri dari
rekomendasi termasuk di dalamnya 18 Rekomendasi tentang Perencanaan
dan Pengelolaan Permukiman Manusia.
III. Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang
Rencana Aksi di atas, terdiri dari :
a. Dewan Pengurus ( Governing Council ) Program Lingkungan Hidup (
UN Environment Programme = UNEP );
b. Skretariat yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif;
c. Dana Lingkungan Hidup;
d. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup.
Hasil dari konferensi PBB mengenai lingkungan hidup di Swedia pada
tahun 1972, ternyata tidak membawa lingkungan makin baik tapi malahan
lingkungan semakin parah.walaupun kerja keras UNEP telah membawa hasil
yang maksimal, yaitu memacu pembangunan di Negara maju dan Negara
berkmbang, keberhasilan pembangunan tersebut membawa dampak berupa
terancamnya kehidupan manusia dari hujan asam, lautan yang semakin kotor,
udara yang semakin tercemar, tanah yang semakin tandus, dan banyak jenis
binatang dan tumbuh-tumbuhan yang semakin punah. Di satu pihak ada
kemajuan, di lain pihak ditemukan kerusakan lingkungan yang secara serius
mengganggu kehidupan manusia dan kelangsungan pembangunan itu sendiri.
Menyadari semakin parahnya masalah lingkungan hidup di dunia, dan
bertepatan dengan diperingatinya 10 tahun konferensi PBB mengenai lingkungan
hidup, maka dalam pertemuan wakil-wakil pemerintah dalam Government
Council UNEP 1982, mereka perlu melakukan introspeksi, melakukan kajian ulang
bagaimana sebaiknya arah pembangunan ini disempurnakan. Dalam pertemuan
itu pula diusulkan agar dibentuk sebuah Komisi Dunia untuk lingkungan dan
pembangunan WCOED (The World Commission on Environment And
Development ). Usul ini di bawa ke sidang Umum PBB pada bulan desember
tahun 1983 dan disepakati untuk membentuk komisi yang mempelajari
tantangan lingkungan dan pembangunan menjelang tahun 2000 dan cara-cara
menanggulanginya. Pada tahun 1984, Sekjen PBB mengangkat Ny. Gro Harlen
Brundtland Perdana Menteri Norwegia mewakili Negara maju sebagai Ketua
18
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
dan Dr. Mansour Khalid mantan Menlu Sudan mewakili Negara berkembang
sebagai wakil Ketua Komisi.
Dalam menyusun kerangka acuan penanggulangan terhadap kerusakan
lingkungan hidup, komisi ini memiliki acuan sebagai berikut :
a. Mengusulkan strategi lingkungan jangka panjng untuk mencapai
pembangunan terlanjutkan pada tahun 2000 dan sesudahnya;
b. Menyarankan cara agar keprihatinan terhadap lingkungan dapat disalurkan
dalam kerja sama antarnegara berkembang dan antar negara dengan tingkat
tahapan pembangunan ekonomi dan social yang berlainan menuju
tercapainya sasaran besama dan saling mendukung yang memperhitungkan
hubungan antarpenduduk, sumber daya, lingkungan dan pembangunan;
Mengajukan jalan dan cara agar masyarakat dunia dapat menangani lebih
efektif masalah lingkungan dan merumuskan persepsi bersama tentang masalah
lingkungan jangka panjang dan usaha menghadapi masalah proteksi dan
meningkatkan lingkungan, agenda kerja jangka pendek dan panjang untuk
Dasawarsa yang akan dating, dan sasaran aspiratif bagi masyarakat dunia.
III. Deklarasi Rio de Janerio
Deklarasi Rio De Janeiro merupakan konferensi PBB mengenai lingkungan
hidup yang kedua setelah konferensi PBB mengenai lingkungan hidup manusia yang
pertama di Stockholm Swedia tahun 1972. Koferensi Rio De Janeiro dilaksanakan di
Brazil tanggal 3-14 Juni 1992 yang lazim disebut “Konferensi Tingkat Tinggi Bumi”,
telah menghasilkan 5 (lima ) dokumen berikut :
1. Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan dengan 27 asas yang
menetapkan hak dan tanggung jawab bangsa-bangsa dalam memperjuangkan
perkembangan dan kesejahteraan manusia.
2. Agenda 21,sebuah rancangan cara untuk mengupayakan pembangunan yang
berkelanjutan dari segi social, ekonomi dan lingkungan hidup.
3. Pernyataan tentang prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan
pelestarian dan pembangunan semua jenis hutan secara berkelanjutan yang
merupakan unsure mutlak bagi pembangunan ekonomi dan pelestarian segala
bentuk kehidupan.
4. Tujuan kerangka konvensi PBB untuk perubahan iklim ialah menstabilkan gas-
gas rumah kaca dalam atmosfer pada tingkatkan yang tidak mengacaukan iklim
global. Ini mensyaratkan pengurangan emisi gas-gas seperti karbon dioksida,
yaitu hasil sampingan dari pemakaian bahan bakar untuk mendapatkan energy.
5. Konvensi tetang keanekaragaman hayati menghendaki agar Negara-negara
mengerahkan segala daya dan dana untuk melestarikan keragaman spesies-
spesies hidup, dan mengupayakan agar manfaat penggunaan keanekaragaman
hayati itu dirasakan secara merata.
19
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
20
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
21
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
22
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
derajat Celsius. Kalau itu terjadi, bumi akan kehilangan 70% cadangan air bersih
dunia.
Gambaran terjadinya pemanasan global di atas yang dikemukakan
oleh suatu lembaga ilmiah merupakan masukan yang sangat berharga, dan
kenyataan tersebut telah kita rasakan saat ini, dengan adanya perubahan
pemanasan global ini, yang memicu PBB memprakarsai pembicaraan perubahan
iklim yang telah ditandatangani pada tahun 1997 di Kyoto, Jepang. Mengapa
perlu dibicarakan mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), karena
bumi mempunyai keterbatasan dalam mempertahankan ekosistemnya. Menurut
Moestikahadi Soedomo, anggapan tentang kemampuan alam (fleksibilitas )
dalam menanggapi berbagai perubahan serta kestabilan iklim bumi sering kali
keliru. Bumi memang senantiasa mengalami berbagai perubahan. Zaman es
pada sekitar 10.000 tahun yang lalu menunjukkan bahwa kestabilan dan kondisi
tunak (steady state ) bumi pada saat itu lain dengan keadaan yang sekarang kita
jumpai. Perubahan iklim dan bumi kita selama ini disebabkan semata-mata oleh
gejala alam sendiri. Komposisi atmosfer, daratan, lautan, biosfer, serta iklim
yang ada di bumi pada dasarnya cenderung berubah dari waktu ke waktu, dalam
proses yang sangat lama ( ribuan hingga jutaan tahun ). Pada suatu saat bumi
mungkin akan kehilangan esnya dengan meningkatnya temperatur secara alami
akibat antropogenik berinterferensi sehingga dapat mengubah komposisi
atmosfer dengan cepat.
Protokol Kyoto merupakan refleksi dari keinginan masyarakat dunia
untuk mengurangi gas rumah kaca yang terjadi atmosfer, yang setiap hari
semakin meningkat. Peningkatan gas-gas ini telah hamper merata di seluruh
dunia dan dampaknya telah terasa saat ini. Oleh karena itu para pakar
lingkungan, para pengamat, dan para kepala Negara sepakat untuk melakukan
pertemuan secara berkala. Langkah pertama yang dilakukan oleh para kepala
Negara adalah mengadopsi konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan
iklim ( United Nations Framework Convention on Climate Change) di Rio De
Janeiro, Brasil 1992. Konvensi ini merupakan suatu landasan peluncuran yang
lebih kuat untuk tindakan di masa depan. Dengan demikian, tinjauan pertama
dilakukan untuk melihat kembali terhadap komitment Negara-negara maju
sebagaimana disyaratkan dalam siding pertama konferensi para pihak ( first
session of the Conference of Parties , CoPI ) yang diadakan di Berlin, Jerman
tahun 1995.
Salah satu keputusan yang disepakati oleh para pihak bahwa komitmen
Negara-negara maju yang bertujuan untuk mengembalikan emisi ke tingkat
tahun 1990 menjelang tahun 2000, sangat tidak memadai untuk mencapai
23
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
Table
Masalah Dan Kepentingan Berbagai Negara Dan Koalisinya
Koalisi Anggota Masalah dan kepentingan
Annex I (41 ) Austria,Belanda, Menurut Partisipasi
EU (15 ) Belgia,Denmark, Filandia, Non Annex I
Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Privatisasi
Luksemburg, Perancis, Portugal, Efisiensi Energi
Spanyol, Swedia, dan Yunani Mengurangi
ketergantungan
terhadap minyak impor
Jusscanny(7) Jepang, AS, Swiss, Kanada, Privatisasi
Norwegia, dan Selandia Baru Dapat melakukan
penurunan emisi diluar
negeri dengan
pencapaian target tidak
ketat
,
Kelompok payung(9) Jepang, AS, Kanada, Australia, Privatisasi
Norwegia, Selandia Baru, Terus menggunakan
Islandia, Rusia, dan Ukraina BBM
Rusia dan CEIT(14) Rusia, Belarus, Bulgaria, Ceko, Meningkatkan
Slovakia, Estonia, Honggaria, pertumbuhan Ekonomi
latvia,Lituania, Polandia, setelah memasuki era
Rumania, Ukraina, Krosia, ekonomi pasar
Slovania Memperdagangkan
24
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
Hot air
Non Annex I(153) Menuntut Komitmen
Annex I
G 77 + Cina (131) Semua Negara berkembang di Kesetaraan
Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Alih-Teknologi dan
Kepulaun dilautan pasifik, dan pengembangan
Karibia, kecuali Cook Island, kapasitas
Karibati, Nauru, Niue, Palau, dan Pembangunan untuk
tuvalu pertumbuhan ekonomi
OPEC(11) Aljazair, Indonesia,Iran,Irak, Mempertahankan
Kuwait, Libia, Negiria,Qatar, produksi BBM tinggi
Arab Saudi, Uni Emirat Arab,dan Kompensasi untuk
Venezuela. diverifikasi ekonomi
Didominasi oleh Arab
Saudi
GRULAC(33) Antigua dan Barbuda, Argentina, Pembangunan dan
Bahama, Barbadhos, Beliza, pertumbuhan ekonomi
Bolivia, Brasil,Cile, Kostarika, harus dipicu
Dominika, Republik Memanfaatkan CDM
Dominika,Ekuador, El Salvador, untuk kehutanan
Grenada, Meningkatkan bahaya
Guatemala,Guyana,Haiti, kenaikan permukaan
Honduras, Jamaika, kolombia, laut
Kuba, Meksiko, Nikaragua,
Panama, Paraguy, Peru, St.Kitss,
dan Nevis, ST Vincent, dan
Grenadines, Suriname, Trinidad,
dan Tobago, Uruguay, dan
Venezuela
Kel.Afrika(53) Semua Negara di Benua Afrika Kemiskinan dan
beserta Madagasan kar dan kerentanan terhadap
Seychellers perubahan iklim
Rendahnya daya
adaptasi
AOSIS(42) Samoa,Antigua dan Barbuda, Kesetaraan
Bahama, Barbadhos, Pembangunan
Beliza,Cape, Verde, ekonomiyang
Comoro,COOk,Islands,Kuba, berkelanjutan
25
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
26
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
27
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
iklim menurunkan emisi CO2nya sebesar 20% pada tahun 2005. Negara maju
yang mengajukan usulan adalah Jerman pada tahun 1996 dengan target sebesar
10% menjelang 2005 dan 15% menjelang 2010. Jerman telah mendapatkan
persetujuan dari anggota EU (Uni Eropa) lainnya mengenai target waktunya,
tetapi persen penurunnya Jerman sendiri. Setahun kemudian akhirnya EU
menyepakati penurunan emisi tiga macam gas ©2,CH4, dan N20) sebesar 7,5%
pada tahun 2005 sampai tahun 2010 dengan menggunakan tahun 1999 sebagai
tahun awal.
Jepang adalah Negara pertama yang secara konkret mengusulkan
pembedaan target(Differentiated Target) penurunan emisi untuk setiap Negara.
Dengan usul yang dimulai dengan target 5 persen ini dan kemudian disesuaikan
berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan penduduk, ternyata emisi global hanya
akan stabil pada tinggkat emisi pada tahun 1990. Dengan adanya target
penurunan emisi ini, maka sasaran Protokol Kyoto adalah sebagai berikut :
a. Mengikat secara hukum ( legally binding );
b. Adanya periode komitemen ( commitment period );
c. Digunakannya rosot (sink) untuk mencapai target;
d. Adanya jatah emisi (assigned amount ) setiap Annex I;
e. Dimasukkannya enam jenis GRK (basket of gases ).
3. Implikasi Protokol Kyoto bagi Indonesia
Indonesia sebagai salah satu Negara yang termasuk dalam kategori
Negara sedang berkembang secara hukum tidak mempunyai kewajiban untuk
melakukan pengurangan terhadap emisinya, karena dalam ketentuan protokol
Kyoto, Negara berkembang tidak diwajibkan untuk melakukan pengurangan
emisinya. Namun demikian Indonesian sebagai Negara yangntelah masuk
bergabung dalam masyarakat dunia dibawah payung PBB sangat berpengaruh
kalau ikut meratifikasi Protokol Kyoto tersebut. Oleh karena itu, menurut Daniel
Murdiyarso, Protokol Kyoto implikasinya dapat dikelompokkan dalam tiga aspek,
yaitu politik dan hukum, Bisnis dan Kelembagaan.
a. Implikasi pada politik dan hukum
Secara hukum, ratifikasi atau pengesahan suatu konvensi tidak selalu ditindak
lanjuti dengan pengesahan protokolnya. Jika ternyata ada Negara yang
mengesahkan konvensi, tetapi menolak protokolnya, itu adalah hak Negara
tersebut karena menurut pertimbangannya terdapat hal-hal yang merugikan.
Perlu tidaknya pengesahan adalah kedaulatan setiap Negara yang didasari
berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan-pertimbangan politis, hukum
nasional, dan financial serta peluang melakukan pengembangan bisnis.
b. Implikasi Bisnis
28
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
29
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
30
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
(ILO) N0. 182, dan menjabarkan serta melaksanakan standar yang diterima
secara Internasional.
2. Mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan
Salah satu penyebabnya terjadinya perubahan iklim dunia dan terjadinya
degradasi lingkungan adalah pola konsumsi dan produksi di Negara-negara maju
dan berkembang yang tidak terkontrol. Hasil konferensi Pembangunan
Berkelanjutan sepakat menyatakan bahwa perubahan-perubahan mendasar
dalam cara-cara produktif dan konsumsi masyarakt hal yang sangat penting
dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan global.
Berkaitan dengan hal di atas, mendorong dan memajukan pengembangan
kerangka program sepuluh tahunan dalam mendukung memprakarsa nasional
dan regional untuk mempercepat perubahan kearah produksi dan konsumsi yang
berkelanjutan untuk memajukan pembangunanekonomi dan social sesuai dengan
daya dukung ekosistem, dengan menangani dan jika dimungkinkan memutuskan
kaitan pertumbuhan ekonomi dengan degradasi lingkungan melalui pengkatan
efisiensi dan keberlanjutan dalam sumber daya penggunaan sumber daya dan
proses produksi, serta mengurangi degradasi sumber daya, pencemaran, dan
limbah. Semua Negara harus mengambil tindakan didahului oleh Negara maju,
dengan memperhatikan kebutuhan pembangunan dan kemampuan Negara
berkembang melalui mobolisasi, dari semua sumber, bantuan teknis dan
keuangan serta pengembangan kemampuan bagi Negara-negara berkembang.
Hal ini memerlukan tindakan-tindakan pada semua tingkatan untuk :
A. Mengidentifikasi kekuatan khusus, cara kebijakan, langkah dan mekanisme
pengawasan serta pertanian, termasuk jika memungkinkan penggunaan
analisis daur hidup (life-Cycle-analysis)
B. Menerapkan prinsip “pencemar membayar”(Pollunter Pays Principle)
C. Menerapkan pendekatan yang berdasarkan Ilmu Pengetahuan seperti analisis
daur hidup
D. Mengembangkan program peningkatan kesadaran mengenai pentingnya pola
produksi dan konsumsi yang berkelanjutan khususnya dikalangan generasi
muda dan unsure masyarakat terkait diseluruh Negara, khususnya Negara-
negara maju antara lain : pendidikan, penyampaian informasi kepada
masyarakat dan konsumen, melalui media iklan dan lainnya dengan
mempertimbangkan nilai-nilai budaya local,nasional dan regional.
E. Mengembangkan dan mensahkan asas kesukarelaan, sarana informasibagi
konsumen yang efektif, transparan, dapat dipercaya, tidak menyesatkan
dan tidak diskriminatif yang berkaitan dengan pola produksi dan
konsumsi yang berkelanjutan ,termasuk aspek kesehatan dan
keselamatan manusia.
31
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
F. Meningkatkan ekoefisiensi(eco-effisiensy)
Salah satu upaya yang dilakukan oleh semua Negara untuk mengubah
pola konsumsi dari yang boros ke pola hemat adalah dilakukannya ekoefisien.
3. Melindungi dan Mengelola Basis Sumber Daya Alam bagi Pembangunan Ekonomi
dan Sosial.
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa harus
dikelola dengan bijaksana, sumber daya alam mempunyai keterbatasan
penggunaannya.
Peserta KTT Pembangunan Berkelanjutan sepakat untuk membuat suatu
ketentuan bahwa “ kegiatan manusia mempunyai dampak yang semakin
meningkat terhadap integrasi ekosistem yang menyediakan sumber daya dan jasa
penting bagi kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi.
32
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
33
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
34
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
35
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
36
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
37
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
38
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
39
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
5. Usaha lebih bersifat menggerakkan dunia untuk bertindak, dalam arti berupaya
agar dunia bekerja atas kemampuan sendiri.
UNEP ditingkat internasional Pada prinsipnya beroperasi dlm sistem PBB Secara
mandiri dengan organisasi multisinaonal atau transnasional yang berhubungan dengan
pembentukan dan kerjsama ekonomi, perdagangan dan industri,ilmu pengetahuan
dan industri . UNEP ditingkat internasional Berkerjasama dengan pemerintah untuk
membantu menjamin tepatnya keputusan yang diambil mengenai masalah lingkungan
dari negara bersangkutan dan dalam perencanaan pembangunan nasional.
UNEP Pada Grass-roots”, Level Berusaha Memberi Motivasi dan Berkomunikasi
Melalui Kegiatan Penerangan, Melalui Sistem Penerangan PBB, dan Melalui ‘Ngo’s
(non Governmental Organizations) sedunia. Ngo’s dimanfaatkan Untuk Menyebarkan
Tanggung jawab Terhadap Perlindungan Dan Konservasi Lingkungan Kepada seluruh
Lapisan Masyarakat, pengusaha, Pemda,dan Institusi Kedaerahan Lainnya.
• UNEP Menyusun Program Penumbuhan Dan Pengembangan Hukum
Lingkungan Yang Meliputi :
1. Pengembangan dan perluasan tata pengaturan secara hukum lingkungan
internasional tentang tanggung jawab negara terhadap kerusakan-kerusakan
lingkungan berikut ketentuan-ketentuan tentang tanggung gugat dan ganti rugi
kepada korban-korban asing dalam peristiwa keruskan lingkungan, yang
melanda wilayah diluar yurisdiksi nasional meraka masing-masing.
2. Pengembangan Asas-asas hukum lingkungan tentang perlindungan kepentingan
umum berangkat asas-asas yang melandasi usaha negara dalam melakukan
eksploitasi berikut Sumber Daya Alam yang dimiliki oleh lebih dari satu negara.
3. Pengembangan asas-asas dalam tata pengaturan hukum masalah-masalah
lingkungan laut dan perlindungan segala jenis sumber dayanya, disamping
program-program khusus untuk memberikan bantuan teknis kepada negara-
negara berkembang guna mengembangkan sistem hukum lingkungan mereka
masing-masing
Puncak kegiatan UNEP
1. Dilaksanakan pada sidang GoverningCouncil tanggal 20 Mei – 2 Juni 1982 di
Nairobi yang telah menerima Dek.NAEROBI yang terdiri dari 10 butir pokok
pikiran sebagai tindak lanjut dari pertemuan sedunia untuk m emperingati 10
tahun konperensi Stockholm.
2. Peran UNEP begitu besar dalam mendorong dan memajukan upaya untuk
mencegah dan menanggulangi pencemaran Lingkungan Hidup di Dunia termasuk
melalui sarana hukum.
40
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
41
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
BAB IV
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN
Hukum lingkungan adalah sebuah bidang atau cabang hukum yang memiliki
kekhasan yang oleh drupsteen disebut sebagai bidang fungsional (funtioneel
rechtsgebeid) yaitu didalamnya terdapat unsure-unsur hukum administrasi,
hukumpidana danhuum perdata. Oleh sebab itu, penegakan hukum lingkungan
dapat dapat dimaknai sebagai penggunaan atau penerapan instrument-instrumen
dan sangsi-sangsi dalam lapang hukum administrasi, hukum pidana dan hukum
perdata dengan memaksa subjek hukum yang menjadi sasaran mematuhi peraturan
perundang-undangan lingkunan hidup penggunaan instrumen dan sanksi hukum
administrasi dilakukan oleh instansi pemeirintah dan oleh warga atau badan hukum
perdata. Gugatan tata usaha Negara merupakan sarana hukum administrasi Negara
yang dapat digunakan oleh warga atau badan hukum perdata terhadap instansi atau
pejabat pemeritah yang menerbitkan keputusan tata usaha Negara yang secra
formal atau materiel brtentangan peraturan perundang-undangan lingkungan.
Penggunaan sangsi-sangsi hukum pidana hanya dapat dilakukan oleh instansi-
instansi pemerintah. Penggunaan instrument hukum perdata, yaitu gugatan perdata,
dapat dlakukan oleh warga, badan hukum perdata dan juga instansi pemerintah.
Namun, jika dibandingkan diantara ketiga bidang hukum, sebagian besar norma-
norma hukum lingkungan termasuk kedalam wilayah hukum administrasi Negara.
42
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
43
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
44
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
45
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
anggota panitia kerja RUUPPLH mengusulkan agar sanksi uang paksa dihapus
karena dikhawatirkan penerapannya disalahgunakan oleh pejabat yang
berwenang, kekawatiran ini dapat ditiadakan dengan caa pembuatan ketentuan
pelaksanaa dalam RPP tentang sanksi administrasi yang membatasi diskresi bagi
para pejabat penegak hukum lingkungan administrasi. Ketiadaan sanksi uang
paksa patut disayangkan karena uang paksa dapat menjadi alternative bagi
paksaan pemerintah. Uang paksa dapat menjadi inetrumen yang efektif untuk
memaksa pelaku usaha mematuhi ketentuan-ketentuan hukum lingkungan
admiministrasi karena jika tidak mematuhi, mereka akan kehilangan keuntungan
yang diharapkan dengan harus membayar dengan sejumlah uang. Akan tetapi,
pasal 81 UUPPLH memuat ketentuan yang menjadi dasar hukum bagi pejabat
pemberi izin lingkungan atau penegak hukum lingkungan administrasi untuk
menerapkan sanksi denda atas tiap keterlambatan sanksi paksaan pemerintah.
Dengan demikian, UUPPLH menyediakan lima jenis sanksi hukum administrasi
yaitu teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda, pembekuan izin lingkungan
dan pencabutan izin lingkungan.
UUPPLH memuat sanksi teguran tertulis, sedangkan UULH 1997 tidak
mengenal sanksi teguran tertulis. Namun, dalam praktik penegakan hukum
lingkungan administrasi pada masa berlakunya UULH 1997, pejabat penegak
hukum lingkungan administrasi sering kali menggunakan teguran tertulis tentang
telah terjadinya pelanggaran ketentuan hukum lingkungan administrasi, misalkan
pelanggaran atau baku mutu limbah atau baku mutu emisi. Oleh sebab itu,
perancang UUPPLH memformalkan teguran tertulis sebagai salah satu sanksi
hukum administrasi.pasal 80 ayat (2) UU No.41 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa pemegang izin disektor kehutanan dikanai sanksi administrasi jika
melanggar ketentuan pasal 78, tetapi tapa mengatur secara rinci jenis dan
proses penjatuhan sanksi hukum administrasi tersebut. Sanksi administrasi
dibidang kehutanan diatur lebih lanjut dalam PP No.34 tahun 2002 tentang tata
hutan dan penyusunan rencana pengelolan hutan, pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan (LN Th.2002, No.66). pasal 87 PP No.34 Tahun
2002 memberlakukan enam jenis sanksi admnistratif yaitu: penghentian
sementara peleyanan administration, penghentian sementara kegiatan
dilapangan, denda administrative, pengurangan arel kerja dan pencabutan izin.
Sanksi administrasi diberlakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
disebut dalam pasal 88 hingga pasal 97. Sebagian besar pelanggaran yang
diancamdengan sanksi administrasi berkaitan dengan hal-hal teknis usaha
dibidang kehutanan, misalkan tidak melakukan panataan batas areal kerja, tidak
membayar pungutan provisi sumberdaya hutan , tidak menyusun dan
menyampaikan rencana pemenuhan bahan baku industry, tidak mempunyai
46
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
47
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
48
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
49
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
permohonan izin yang baru. Mestinya hal ini perlu ditegaskan dalam
peraturan pemerintah terkait.
50
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
dengan pertimbangan bahwa komisi penilai amdal tidak terikat dengan saran WALHI
dalam membuat keputusan persetujuan Amdal.
Selain itu, gugatan tata usaha negara dapat pula dilihat dari perspektif
kepentingan pelaku usaha. Pelaku usaha jug dapat mengajukan gugatan tata usaha
negara untuk melawan keputusan tata usaha negara di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dianggap merugikan kepentingan usahanya.
Contoh kasus adalah perkara tata usaha negara antara Tjondro Indria Liemonta,
Direktur utama PT Bakti Bangun Era Mulia, dan kawan-kawan melawan menteri
negara lingkungan hidup yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung dengan
nomor putusan 109/K/TUN/2009. Dalam perkara ini penggugat Tjondro indria
Liemonta dkk, menggugat surat keputusan menteri negara lingkungan hidup no.14
tahun 2003 tentang ketidak layakan rencana kegiatan reklamasi dan revitalisasi
pantai utara jakarta. Keputusan ini diterbitkan atas dasar kajian amdal rencana
kegiatan reklamasi dan revitalisasi pantai utara jakarta.
51
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
52
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
dapat merasakan sakit (santient beings), dan segala sesuatu yang terdapat atau
hidup dalam alam.
Dengan demikian, sanksi pidana didalam hukum lingkungan mencakup
dua macam kegiatan, yakni perbuatan mencemarilingkungan dan perbuatan
merusak lingkungan, antara lain, adalah benebangan kayu dihutan lindung,
memburu, menangkap dan pembunuh satwa serta mengambil, merusak dan
memperjualbelikan jenis tumbuhan yang dilindungi. Dalam sistem hukum
indonesia, sanksi-sanksi pidana yang dapat dikenakan pada pelaku perbuatan
mencamari lingkungan dan perbuatan merusak lingkungan terdapat dalam
sebuah undang-undang yaitu: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH), UU No.5 Tahun 1984
tentang perindustrian, dan UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya dan UU No.1 Tahun 1999 tenang kehutanan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang berfungsi sebagai sarana
hukum bagi pelaksanaan konservasi sumberdaya hayati hanya memuat rumusan
pidana yang dikenakan atas perbuatan merusak lingkungan hidup saja, tetapi
dengan perumusan yang terdapat dalam UUPPLH. UU No.5 Tahun 1984, yang
berfungsi mengatur aktivitas dan pengembangan usaha industri, yang membuat
perumusan sanksi pidana untuk perbuatan mencemari lingkungan hidup.
Rumusan delik dalam UU No.41 Tahun 1999 dirumuskan untuk menjangkau
perbuatan yang mengakibatkan perusakan lingkugan hidup, khususnya hutan
dan kawasan hutan.
53
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Oleh sebab itu, adalah sangat
penting sekali untuk menentukan bilamana seseorang dipandang telah melakukan
perbuatanyang mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya
lingkungan hidup. Tegasnya, kapan dapat diatakan telah terjadi perusakan dan
pencemaran lingkungan hidup.
Delik Materil
UUPPLH juga memuat dua jenis delik yaitu delik materil dan delik formil. Bahkan
dibandingkan dengan UULH 1997, UUPPLH memuat jenis delik formil lebih banyak,
tidak saja yang yang ditujukan kepada pelaku usaha, tetapi juga pada pejabat
pemerintah dan orang-orang yang menjadi tenaga penyusun amdal. UUPPLH juga
memuat ancaman sanksi minimal dan maksimal dengan tuuan untuk membatasi
diskresi hakim dalam menjatuhkan hukuman. Pembuat undang-undang
memberlakukan sistem hukuman minimal dan maksimal tampaknya dilatarbelakangi
oleh pertimbangan bahwa masalah-masalah lingkungan hidup dipandang sebagai
masalah yang serius yang dapat mengancam dan merugikan keberadaan dan
kepentingan bangsa indonesia secara kolektif. Oleh karena itu, pembuat undang-
undang merasa perlu untuk membatasi diskresi hakim dalam menjatuhkan putusan.
Selain itu, juga pemberlakuan sanksi minimal bukan suatu kebijakan pemidanaan
yang baru karena telah juga diberlakukan pada tindak pidana lainnya, misalkan
korupsi berdasarkan UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi (LN. Thn 199 No.140).
Ada perbedaan rumusan delik materil terkait dengan pencemaran lingkungan
hidup berdasarkan UULH 1997 dengan rumusan berdasarkan UUPPLH. UULH masih
mengadopsi dalam rumusan UULH 1982, yaitu tetap menggunakan kata
“pencemaran lingkungan hidup” sehingga lebih abstrak dibandingkan dengan
rumusan dalam UUPPLH. UULH 1997memuat pengertian pencemaran dan
perusakan linkungan hidup dan kedua pengertian itu dapat dijadikan acuan untuk
menentukan apakah unsure perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup sudah terpenuhi atau belum dalam suatu kasus.
Pengertian pencemaran lingkungan hidup adalah sebagaimana dirumuskan dalam
pasal 1 ayat 12, yakni:
…masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan/atau
komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Untuk menentukan, bahwa kualitas lingkungan hidup turun, sehingga tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya, maka harus diambil contoh atau sempel
pada tubuh air dalam konteks pencemaran air permukaan dan kandungan zat-zat
dari ruang udara (air basin) dalam konteks pencemaran udara. Sampel air atau
54
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
kandungan zat kemudian dibandingkan dengan adalah baku mutu air atau baku
mutu Ambien yang berlaku. Oleh sebab itu, jika sebuah kegiatan atau sumber
pencemaran didakwa telah mencemari air atau udara, maka jaksa penuntut harus
mampu membuktikan, bahwa baku mutu air atau baku mutu udara Ambien telah
dalam menurunkan akibat buangan dari kegiatan terdakwa. Baku mutu air dapat
dapat dilihat dalam lampiran PP No.20 Tahun 1990, sedangkan baku mutu Ambien
dapat dilihat dalam lampiran PP No.41 Tahun 1999.
Pengertian perusakan lingkungan hidup sebgaimana dirumuskan dalam pasal 1
ayat 14 adalah:
…tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap
sifat fisik dan /atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
Untuk menentukan, bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan hidup harus
dipedomani kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Namun, hingga saat ini
pemerintah belum menentukan kriteria baku kerusakan lingkungan.
Sebaliknya dalam UUPPLH rumusan delik materil terkait dengan pencemaran
lingungan hidup tidak lagi menggunakan kata atau istilah ‘‘pencemaran lingkungan
hidup“ tetapi secara konseptual tidak mengubah makna dan tujuan yang diinginkan.
Rumusan UUPPLH tidak lagi abstrak,tetapi lebih konkret karena menggunakan istilah
‘‘dilampauinya baku mutu Ambien atau baku mutu air“, dengan kata lain,
pencemaran lingkungan hidup terjadi apabila baku mutu udara ambien dalam hal
pencemaran air permukaan dan baku air laut dalam hal pencemaran laut telah
dilampaui. Rumusan delik materil ini dapat ditemukan dalam pasal 98 ayat (1) dan
pasal 99 ayat (1). pasal 98 ayat (1) menyatakan:
Ssetiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000.00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 9 ayat (1) menggunakan rumusan delik materil yang mirip dengan
pasal 98 ayat (1) tersebut. Bedanya terletak pada unsure mental atau ‘’mensrea’’
dari pelaku. Jika rumusan pasal 98 ayat (1) untuk perbuatan yang dilakukan
secara sengaja, pasal 99 ayat (1) perbuatan terjadi akibat kelalaian si pelaku.
Dengan demikian, UUPPLH juga membedakan delik materil atas dasar unsure
kesalahan (mensrea, schuld) pelaku, yaitu kesengajaan sebagaimana dirumuskan
dalam pasal 91 ayat (1) dan kelalaian dirumuskan dalam pasal 99 ayat (1).
Selain itu, UUPPLH juga mengenal delik meteril dengan dua kategori
pemberatan. Pertama, pemberatan terkait dengan ‘‘mengakibatkan orang luka
55
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
56
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
57
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
58
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
59
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
dari asas tiada hukuman tanpa kesalahan yang dianut hukum pidana di
Indonesia. Interpretasi lainnya adalah meski rumusan-rumusan delik formil
dalam UUPPLH tidak mencantumkan secara tegas unsure mensrea atau
kesalahan, secara tersirat dianggap ada karena delik-delik itu umumnya terkait
dengan perbuatan aktif manusia yang pasti didorong oleh kesadaran alam pikiran
si pelaku, misalkan “memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara kesatuan
Republik Indonesia”, “menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi”,
“menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi Amdal, RKL-RPL”.
Sanksi pidana dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 terdapat dalam pasal
40, yang berbunyi sebagai berikut;
(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal
33 ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelangaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33
ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) thun dan
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2)
serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Dari ketentuan pasal 40 tersebut dapat diketahui bahwa sanksi pidana
dapat dikenakan kepada merekayang melaggar, dengan sengaja atau karena
kelalaian, pasal 19 ayat (1), pasal 33 ayat (1), pasal 21 ayat (1) dan ayat (2),
pasal 33 ayat (3). Isi dari ketiga pasal tersebut adalah sebagai berikut;
a. Pasal 19 ayat (1);;
Setiap orang dilarang melakukan kegiaan yang dapat mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
60
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
61
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
62
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dilarang
melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
Ancaman hukuman terhadap pelanggaran ketentuan pasal 50 ayat 1 dan
ayat 2 yang dilakukan secara sengaja adalah pidana penjara maksimal 10
(sepuluh tahun) dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah)
Ketentuan larangan dalam pasal 50 ayat 3 adalah sebagai berikut:
Setiap orang dilarang:
a. Mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan
secara tidak syah;
b. Merambah kawasan hutan;
c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau
jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kri kanan sungai di daerah
rawa;
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan anak sungai;
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai;
6. 130 (sertus tiga puluh) keselisih pasang tertinggi dan pasang dari tepi
pantai.
d. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalamhutan
tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
e. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau atau patut diduga
beasaldari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak syah;
f. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi dan eksploitasi bahan
tambang didalam kawasan hutan tanpa izin menteri;
g. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi
bersama-sama denga surat keterangan sahnya hasil hutan;
h. Mengembalakan ternak dikawasan hutan yang tidak ditunjuk secara kusus
untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
i. Membawa alat-alat berat dan/atau alat lainnya yang patut diduga akan
digunakan untuk memngangkut hasil hutan didalam kawasan hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang;
j. Membawa alat-allat ang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon didalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang
berwenang;
63
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
64
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
Sanksi pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun dan denda paling
banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dijatuhkan
kepada :
a. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan
rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air,
dan/atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud dengan
pasal 24.
b. Setiap oang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam pasal
52.
Pasal 24 menyatakan bahwa setiap orang atau badan usaha dilarang
melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan rusaknya sumber air dan
prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air dan/atau mengakibatkan
pencemaran air. Pasal 52 menyatakan, bahwa setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air. Pengertian daya
rusak air dirumuskan dalam pasal 1 angka 21, yaitu:”daya air yang dapat
merugikan kehidupan”. Dan pengertian ini, banjir merupakan contoh dan daya
rusak air.
Sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dikenakan kepada:
65
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
a. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang
mengakibakan kerugian terhadap orang dan pihak lain dan kerusakan fungsi
sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 32ayat (3).
b. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan
rusaknya prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 64
ayat (7).
Pasal 32 ayat (3) menyatakan bahwa “penggunaan air dan sumber air
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari social, dan pertanian rakyat
dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan lingkungannya atau
prasarana umum yang bersangkutan.” pasal 64 ayat (7) menyatakan bahwa:
“setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumberdaya air.”
Sanksi pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenakan kepada:
a. Setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau memindahtangankan
sebagian atau seluruhnya hak guna air sebagaimana dimaksud dalam pasal 7
ayat (2).
b. Setiap oang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumberdaya air
tanpa air dan pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dengan pasal 45
ayat 3.
c. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma,
standar, pedoman dan manual sebagaimana dimaksud pasal 63 ayat 3.
d. Setiap orang uang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dan pemerintah atau
pemerintah daerah sebagaiman dimaksud dengan pasal 63 ayat 3.
Pasal 7 ayat 2 menyatakan bahwa: “hak guna air tidak dapat disewakan
atau dipindahtangankan sebagian atau seluruhnya.” Pasal 45 ayat 3 menyatakan
bahwa: “pengusahaan sumberdaya air dapat dilakukan oleh perseorangan,
badan usaha, atau kerja sam antar badan usaha berdasarkan izin pengusahaan
pemerinth atu pemerintah daerah.” Pasal 63 ayat 3 menyatakan bahwa “setiap
orang atau badan usaha yang melakukan kegiatn pelaksanaan konstruksi pada
sumber air wajib memperoleh izin dan pemerintah atau pemerintah daerah”.
Sanksi pidana paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dikenakan kepada:
a. Setiap orang yang karena kelalaianya mengakibtkan kerusakan daya air,
dan/atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud pasal 24.
66
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
67
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
68
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
69
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
menurut ketentuan pasal 116 ayat 1 huruf b dikaitkan dengan pasal 118,
pengurus karena jabatannya secara serta merta atau otomatis memikul
pertanggungjaawaban pidana, tidak membutuhkan pembuktian peran para
pengurus secara spesifik dalam sebuah peristiwa pidana lingkungan. Penjelasan
pasal 118 UUPPLH memperkuat interpretasi bahwa jika badan usaha melakukan
pelanggaran pidana lingkungan, tuntutan dan hukuman ‘’dikenakan terhadap
pemimpin badan usaha atas dasar pimpinan perusahaan yang memiliki
kewenangan terhadap pelaku fisik dan menerima tindakan tersebut’’.
Pengertiann ‘’menerima tindakan tersebut’’ adalah ‘’menyetujui, membiarkan
atau tidak cukup melakukan pengawasan terhadap pelaku fisik dan menerima
tindakan tersebut.’’ Dengan demikian, pengurus perusahaan yang mengetahui
dan membiarkan karyawan perusahaan melepas pembuangan limbah tanpa
melalui pengolahan dianggap melakukan tindak pidana atas nama badan usaha,
sehingga dirinya harus bertanggungjawab, rumusan ketentuan dan penjelasan
pasal 118 UUPPLH merupaka sebuah terobosan atau sebuah kemajuan jika ditilik
dari segi upaya mendorong para pengurus perusahaan agar secara sungguh-
sumguh melakukan upaya pencegahan lingkungan manakala pemmpin sebuah
badan usaha. Rumusan ketentuan pasal 118 UUPPLH mirip dengan Vicarious
liability dalam sistem hukum Anglo Saxon yang juga dibahas dalam bagian
berikut buku ini. Selain itu, rumusan pasal 118 UUPPLH juga sejalan dengan
konsep akademik yang dikemukakan oleh Reksodiputro.
Dalam hal direksi dapat dikenai pertanggungjawaban, bagaimanakah
beban pertanggungjawaban itu dikenakan, apakah semua unsur-unsur direksi
memikul pertanggungjawaban sebagai pelaku intelektual atau dapat dipilah-pilah
atau dibedakan di antara mereka mengingat direksi dapat terdiri atas seorang
direktur utama dan direktur-direktur lainnya. Masalah ini juga harus dilihat dari
kasus perkasus. Jika dapat dibuktikan bahwa pelanggaran itu telah secara
berama-sama diketahui oleh para direksi, misalkan telah dibahas dalam sebuah
rapat pimpinan, mereka, para direksi, sepakat untuk membiarkan pelanggaran
terjadi karena alasan demi mencari keuntungan perusahaan, maka para direksi
secara bersama dan seimbangdapat dipandang sebagai pelaku utama
pelanggaran. Tetapi, jika salah satu direksi dapat membuktikan dirinya tidak
hadir dalam rapat pimpinan itu dan tidak pernah mendengar adanya pelanggaran
yang terjadi, ia dapat dibebaskan dari tuntutan atau hukuman. Praktik dan
putusan-putusan pengadilan di Belanda dan Amerika Serikat yang dibahas pada
bagian berikut buku ini dapat memperkaya pengetahuan kita tentang
pertanggungjawaban pidana direksi atau pengurus atau pemimpin perusahaan.
Jika badan usaha terbukti melakukan tindak pidana lingkungan, -jenis
hukuman terhadap badan usaha disebut dalam pasal 119 UUPPLH yaitu :
70
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
71
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
misconduct of the legal entity. He need not necessarily have been aware of facts
which bore a direct relationships with it (conditional intent)… responsibility is
derived from a breach of the duty to take proper care and a kind of culpa in
causa reasoning. Thus, for example, in environmental cases before both the
deen hag court and the Amsterdam court it was accepted that those actually in
charge were responsible because the managing director has exercised
insufficient control over the state affairs within his company; the cuestion
whether he actually knew that criminal offences were being committed in his
company was not considered at all.
Dari uraian itu terungkap bahwa seorang pengurus (managing director)
memikul pertanggungjawaban pidana apabila:
- Secara aktif atau pasif terlibat dalam tindak pidana;
- Mengetahui fakta-fakta yang berhubungan dengan tindak pidana;
- Tidak melaksanakan pengawasan yang memadai tentang jalannya
perusahaan, sehingga perusahaan tidak memenuhi ketentuan UU
lingkungan
- Mengetahui secara nyata (actually knew) tentang terjadinya tindak pidana
bukan suatu prasyarat bagi timbulnya pertanggungjawaban pidana.
Bahwa“mengetahui secara nyata“ bukan prasarat pemindahan terhadap
pengurus berarti telah mempersempit upaya pembelaan diri pengurus dalam hal
terjadinya tindak pencemaran atau perusakan lingkungan oleh badan hukum
atau korporasi, karena pengurus tidak dapat dengan mudah menggunakan
ketidaktahuannya sebagai alasan pembelaan diri. Selanjutnya, untuk memenuhi
kriteria ‘‘memimpin secara nyata atau memberi perintah“, tidak dipersyarat
bahwa hanya orang yang bersangkutanlah dengan mengecualikan orang-orang
lain yang mempunyai kekuasaan ditangannya sendiri. Dalam Nut-arrest (H.R. 16
Juni 1981) Hoge Raad dalam putusannya menyatakan.
Didalam pergaulan, orang yang tidak hanya seorang diri atau hanya untuk
dirinya sendiri, tetapi bersama-sama dalam hubungan organisatoris dan yang
elah menalin persekutuan bersama dalam perkumpulan sesuai dengan apa yang
telah disetujui serta sesuai dengan pembagian tugas mereka bersama, serta
dalam hubungan kerja sama yang sangat erat sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh pengadilan tinggi, telah melaksanakan pemberian pimpinan yang
nyata pada perbuatan yang terlarang dari suatu badan hukum,
dipertanggungjawabkan kepada mereka yang telah memberikan pimpinan nyata.
‘‘tidak ada alasan untuk menyimpang dari pasal 51 ayat 2 butir 2e‘:“ mereka
yang telah memimpin secara nyata perbuatan terlarang tersebut , secara lebih
terbatas.
72
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
73
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
74
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
izin. Arti penting putusan hakim dalam kedua kasus itu diungkapkan oleh
Woodka berikut:
Cases like hayes and Johnson & Tower cannot be underestimated because they
open the door for prosecutions based ann what a director “should have known”
as comparedto what he actually knew, even when in instances where sethe
statute requires intent or knowledge. What each of these casesr unlimately
does is to impose liability an officer or director solely by virtue of his position in
the corporation.
Putusan pengadilan dalam kedua kasus itu juga melahirkan sebuah
konsep bahwa, seorang pengurus dapat memikul pertanggungjawaban pidana
atas dasar pendekatan bahwa, “semestinya telah mengetahui”. Seperti halnya
putusan H.R. di belanda yang menolak criteria “mengetahui secara nyata”
tentang terjadinya tindak pidana dijadikan prasyarat pemindahan terhadap
pengurus badan hukum maka criteria “semestinya telah mengetahui” berdasarkan
putusan dua pengadilan banding Amerika Serikat juga memperlihatkan bahwa
ketidaktahuan pimpinan perusahaan tidak dapat dijadikan alasan pembebasan
pertanggungjawaban pidana.
75
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
76
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
77
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
Maar het privaatreht kan zowel door burgers als door de overheid ook
worden ingezed om de neleving van publiekrechtelijke milieuvoorschriften af te
dwingen. (bahkan hukum perdata dapat digunakan baik oleh warga masyarakkat
maupun peguasa untuk memaksa penaatan persyaratan lingkungan yang bersifat
hukum public).
Namun, pengajuan gugatan perdata sebagai sarana penegakan hukum
oleh penguasa atau pemerintah terbatas pada situasi bilamana penegak hukum
administrasi tidak memadai, sehingga pada kenyataannya pendayagunaan
gugatan perdata sebagai sarana penegakan hukum lingkungan oleh badan
pemerintah di Belanda sangat jarang terjadi.
Di Belanda, gugatan perbuatan melawan hukum dapat digunakan sebagai
sarana penegakan hukum atas norma-norma hukum public, seperti pelanggaran
terhadap ketentuan perizinan maupun ketentuan hukum perdata. Norma-norma
hukum lingkungan termasuk bagian dari norma-norma hukum public.
Penegakana atas norma-norma hukum lingkungan dibedakan atas tiga bidang
yaitu: penegkan lingkungan bersifat larangan dalamperaturan perundang-
undangan lingkungan, penegakan ketentuan-ketentuan atau persyaratan dalam
izin, penegakan terhadap ketetapan sanksi-sanksi.
Tentang makna menegakkan ketentuan bersifat larangan dapat dipahami
dari uraian koeman.
Tal van bepalingen uit milieurechtelijke regelingen verbieden bapaalde
activiteiten. Denk aan...het verbod om met behulp van werk afvalstoffen en
dergelijke oppervlaktewateren te brengen (artikel 1 lid 1, wet verontreiniging
oppervlaktewateren) en dergelijke. Indien in strijd met dergelijke verbods
bepalingen word gehandeld is in beginsel sprake van een onrechtmatige daad
instansi de zin van artikel 1401 BW (art. 6: 162 NBW).
(beberapa peraturan perundang-undangan lingkungan melarang kegiatan-
kegiatan tertentu. Misalnya larangan untuk memasukan bahan berbahaya dan
sejenisnya ke air permukaan (berdasarkan pasal 1 ayat (1) wet verontreining
oppervlaktewateren). Dengan demikian, pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan larangan semacam itu sesungguhnya termasuk dalam pengertian
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam pengertian pasal 1401
B.W. (art. 6: 162 NBW).
Tentang makna dari penegakan persyaratan perizinan dapat dipihami dari
penjelasan Koeman.
Ook handelen in strijid met de voorschriften, die rechsgeldig aan een
milieuvergunning zijn verbonden, is onrechtmating te achten. Dat is door de
hoge raad duidelijk verwoord in het arrest betreffende de houthandel Van Dam
(H.R. 9 january 1981, NJ 1981, 227), waarin de Hoge Raad overwoog: Aan
78
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
79
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
80
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
kabupaten belitung timur yang telah menerbitkan izin pertambangan bagi para
tergugat semestinya melakukan pengawasan guna mastikan kepatuhan para
pemegang izin dengan syarat-syarat izin, antara lain, menambang dalam wilayah
izin penambangan. Namun ternyata pemerintah kabupaten belitung timur
ternyata tidak melaksanakan kewenangannya dengan baik dan terbukti
membiarkan terjadinya kegiatan penambangan di luar wilayah izin penambangan
dan merambah ke kawasan lindung. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh
kementrian negra lingkungan hidup mengajukan ggatan perdata untuk
menghentikan kegiatan penambangan dikawasan lindung. Majelis Hakim dalam
putusannya tanggal 3 februari 2010 (No register: 102/PDT/G/2009/PN.JK.UT)
mengabulkan gugatan kementrian negara lingkungan hidup dengan menyatakan
tergugat I dan II telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum
tergugat I untuk membayar biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp
18.190.720.000 dan tergugat II untuk membayar biaya pemulihan lingkungan
sebesar Rp 8.458.339.000. dalam gugatan ini slain ada unsur penegakan hukum,
yaitu menghnikan perbuatan para tergugat yang melawan hukum, yaitu
menambang dikawasan lindung juga ada unsur pemerintah ganti kerugian
karena akibat kegiatan para tergugat telah terjadi kerugian lingkungan. Dalam
gugatan perdata perdata lingkungan memang dapat saja sekaligus terjadi bahwa
pelitum gugatan selain untuk penegakan hukum juga untuk perolehan ganti
kerugian jika memang telah timbul kerugian lingkungan sebagaimana dalam
perkara tersebut.
Sengketa lingkungan hidup dapat dirumuskan dalam arti luas dan arti sempit.
Dalam pengertian luas sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan kepentingan
antara dua pihak atau lebih yang timbul sehubungan dengan pemanfaatan
sumberdaya alam. Pemanfatan sumber daya alam disamping memberikan manfaat
kepada sekelompok orang, juga dapat menimbulkan kerugian pada kelompok lain,
atau setidaknya meletakkan resiko kerugian kepada kelompok lain sering kali
manfaat dari suatu kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dilihat secara makro,
sementara resiko atau dampak negatif dari kegiatan itu didasarkan oleh sekelompok
kecil orang.
Sengketa lingkungan hidup (environmental disputes) sebenarnya tidak
terbatas pada sengketa-sengketa yang timbul karena peristiwa pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup, tetapi juga meliputi sengketa-sengketa yang terjadi
81
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
82
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
83
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
2. Gugatan Perwakilan
84
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
85
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
tuntutan. Selain hakim menentukan bahwa gugatan itu dapat diajukan atas
dasar class action, hakim kemudian kemerintahkan penggugat atau wakil kelas
untuk membuat pengumuman terbuka (public notice) selama waktu tertentu
melalui masa media cetak, elektronik atau sarana-sarana lain kepada mereka
yang dinyatakan sebagai anggota class. Tujuan dari pengumuman melalui mass
media adalah untuk member kesempatan untuk setiap orang atau anggota class
untuk menyampaikan kenyataan tertulis pada pengadilan bahwa ia tidak ikut
serta (opt out) menjadi anggota klas dari gugatan itu. Jika seseorang
menyatakan tidak ikut serta (opt out) dalam pengejuan gugatan itu, maka
putusan hakim dalam perkara itu tidak mengikat dirinya. Bagi siapa yang tidak
menyampaikan pernyataan tertulis tidak ikut, maka mereka menjadi anggota-
anggota kelas dan terikat dengan putusan pengedilan dalam perkara itu.
Setelah proses pengumuman terbuka dan pernyataan tidak ikut serta
(opt out) dalam pengajuan gugatan dipenuhi, maka barulah hakim memeriksa
pokok perkara. Apabila dalam pemeriksaan pokok perkara, hakim memutuskan,
bahwa tergugat harus bertanggung jawab (liable) atas kerugian yang timbul,
kemudian hakim memanggil para anggota kelas. Hakim kemudian memeriksa
apakah orang-orang yang menghadap ke pengadilandan mengaku sebagai
anggota kelas adalah memang orang yang memenuhi persyaratan sebgai
anggota kelas. Setelah hakim memastikan, bahwa orang yang menghadap
adalah memang angota kelas, maka orang itu layak un tuk menerima ganti
kerugian.
Prosedur gugatan perwaklan kelompok berdasarkan perma No.1 tahun
2002 juga mengadopsi aturan-aturan yang dikenal di Australia dan Amerika
Serikat. Gugatan kelompok merupakan sarana hukum yang tepat untuk
digunakan dalam perkara-perkara lingkungan dan perlindungan konsumen
karena masalah-masalah lingkungan, seperti pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan seringkali mengancam kepntingan banyak orang akibat perbuatan
ateu kegiatan usaha. Misalkan, masalah pencemaran air sungai atau udara
begitu terjadi tidak mudah untuk dilokalisir karena sifat-sifat air dan udara
bergerak dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Menurur perma No.1 tahun
2002 agar sebuah gugatan dapat dilakukan melalui acara gugatan perwakilan
kelompok harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Jumlah anggota kelompok atau orang yang merasa mengalami kerugian
begitu banyak sehingga tidak efektif dn efisien apabila gugatan dilakukan
secara sendiri-sendiri atau secrara bersama dalam suatu gugatan menurut
prosedur biasa.
86
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
2. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang
digunakan bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan
diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.
Kedua syarat ini dapat dipahai maknanya melalui contoh kasus. Jika,
misalkan terjadi pencemaran lingkungan disebabkan oleh satu atau lebih
perusahaan yang merugikan penduduk dibeberapa kabupaten atau kota maupun
dua atau lebih propinsi, masing-masing kelompok yang tinggal di kabupaten atau
kota yang berada mengajukan gugatan di beberapa pengadilan negeri sekaligus,
maka kemungkinan yang terjadi akibat-akibat berikut. Pertama, sumber daya
dan tenaga aparatur negara, kususnya hakim atau pengadilan menjadi boros,
tidak efisien karena beberapa pengadilan memeriksa perkara yang
permasalahannya sama dan tuntutanny sama dengan tergugatnya sama pula.
Kedua, pengadilan negeri yang berbeda itu mungkin sdekali akan menghasilkan
putusan-putusan yang berbeda. Putusan-putusan yang berbeda untuk perkara
yang sejenis atau terdapat persamaan pokok gugatan tidak mencerminkan
adanya kepastian hukum dan juga bertentangan dengan rasa keadilan. Ketiga,
melalui gugatan-gugatan yang berbeda itu dapat mengakibatkan kebangkrutan
tergugat yang telah dihukum bersalah melakukan perbuatan melawan hukum
dan harus mengganti kerugian. Harta kekayaan tergugat mungkin sudah habis
untuk membayar penggugat dari satu gugatan saja, sedangkan penggugat
dalam gugatan di pengadilan lain tidak memperoleh bagian lagi. Hal ini tentu
juga bertentangan dengan rasa keadilan karena ada penggugat yang
memperoleh ganti rugi, tetapi adapula yang tidak mendapatkan ganti kerugian,
meskipun gugatannya dikabulkan. Jika diajukan satu gugatan perwakilan
kelompok, ganti kerugian dapat dibagi secara adil diantara para penggugat yang
jumlahnya banyak. Ooleh sebab itu, alangkah bermanfaatpraktis dan efisien jika
gugatan itu dilakukan melalui gugatan perwakilan yang dapat melindungi
kepentingan hukum ratusan dan ribuan atu jutaan warga yang tingga l
dikabupaten atau provinsi yang berbeda dalam sebuah negara.
Seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, dalam gugatan
perwakilan kelompok terdapat wakil kelompok dan anggota kelompok yang
mungkin anggotanya ratusan, ribuan atau jutaan. Perma No.1 Tahun 2002 tidak
menyebut beberapa jumlah maksimal wakil kelompok. Pasal 1 huruf b perma
No.1 Tahun 2002 hanya menyebutkan wakil kelompok adalah ’’satu orang atau
lebih yang menderita kerugian yng mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili
kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.” Untuk bertindak sebagai wakil
kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan untuk memperoleh surat kuasa
dari anggota-anggota kelompok. Hakim sebelum memutuskan untuk menerima
87
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
88
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
d. Posita dari seluruh kelompok baik wakil maupun anggota kelompok yang
teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas
dan rinci.
e. Dalam suatu surat gugatan kelompok, anggota elompok dapat
dikelompokkan ke dalam dua atau lebih sub kelompok, misalkan kelompok
yang sawahnya tercemar, kelompok yang kesehatannya saja terganggu,
kelompok yang rumahnya saja tercemar, kelompok yang rumah dan
kesehatannya tercemar.
f. Tuntutan dan petitum tentang ganti kerugian harus dikemukakan secara
jelas dan rinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara
pembagian ganti kerugian kepada seluruh anggota kelompok, misalkan
usulan pembentukan panel ahli untuk memperlancar pembagian ganti
kerugian secara adil.
Menurut pasal 5 ayat 2 perma No.1 Tahun 2002, hakim memiliki
kewenangan untuk memberikan nasehat kepada para pihak mengenai
persyaratan gugatan kelompok. Menurut penulis nasihat hakim terutama
diberikan kepada pengugat untuk memperbaiki surat gugatan guna menjamin
hak-hak para anggota kelompok terlindungi.
Tahap Ketiga adalah setelah majelis hakim memastikan bahwa wakil
kelompok memenuhi kualifikasi dan surat ggatan juga memenuhi syarat-syarat
formal, majelis hakim mnerbitkan penetapan bahwa perkara yang bersangkutan
dapat diajukan mellalui gugatan kelompok, sebaliknya jika menurut
pertimbangan hakim, perkara yang bersangkutan tidak syah atau tidak
memenuhi persyaratan untuk diajukan melalui gugatan kelompok, pemeriksaan
perkar dihentikan dengan sebuah putusan hakim . Keempat, majelis hakim
memerintahkan wakil kelompok untuk mengajukan usulan pemberitahuan (public
notification) kepada para anggota kelompok potensial. Menurut pasal 7 ayat 1
pemberitahuan kepada anggota-anggota kelompok potensial dilakukan melalui
media cetak atau elektronik, kantor-kantor pemerintah, seperti kecamatan,
kelurahan/desa, pengadilan. Majelis hakim berwenang menentukan dan
memerintahkan wakil kelompok tentang bagaimana pemberitahuan dilakukan,
yaitu melalui sarana apa misalkan melalui surt kabar, radio atau selebaran
danlama waktu, misalkan satu minggu, atau dua minggu atau satu bulan untuk
memberikan kesempatan para calon anggota kelompok menyampaikan
pernyataan keluarkepada pengadilan negeri yang mengadili. Biaya
pemberitahuan kepada para calon anggota kelompok ini harus lebih dahulu
ditanggung oleh wwakil kelompok. Pemberitahuan ini (public notice) harus
memuat hal-hal berikut:
89
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
90
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
91
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
92
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
93
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
94
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
95
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
96
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
fakta. Perbedaan pokok hanya dapat dilihat antara mediasi dengan arbitrasi.
Dalam proses mediasi, seorang mediator tidak mempunyai kewenangan untuk
membuat suatu keputusan gunamenyelesaikan sengketa. Sebaliknya, dalam
proses arbitrase, seorang arbitrator mempunyai kewenangan untuk membuat
keputusan guna menyelesaikan pokok sengket. Bentuk-bentuk ADR tersebut
diatas sesungguhnya telah dikenal dalam konteks hukum internasional dan
hukum perburuan. Hanya saja ADR, terutama mediasi, baru diterapkan dalam
kontek lingkungan hidup sejak tahun 1973 di Amerika Serikat. Sejak itulah
mediasi lingkungan menjadi bahan studi atau kajian diantara kalangan akademisi
dan profesi hukum. Perhatian kalangan akademisi dan profesi hukum terhadap
mediasi semakin meningkat sejak keberhasilan Cormick dan McCarty berhasil
sebagai mediator penyelesaian sengketa lingkungan. Proses mediasi juga
digunakan untuk menyelesaikan kasus Strom King pada tahun 1980.
Keberhasilan ini telah mendorong semakin populernya penggunaan mediasi
sebagai cra penyelesaian sengketa-sengketa lingkungan sehingga lahirlah istilah
environmental mediation (mediasi lingkungan).
97
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HUKUM LINGKUNGAN
2014
98
HUKUM LINGKUNGA N
FAKULTAS HUKUM UNISSULA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG