Anda di halaman 1dari 17

MIṠĀQON GHALĪẒAN

(Q.S AN-NISA’ AYAT 21)

MAKALAH

DISUSUN DAN DIPRESENTASIKAN KEPADA DOSEN PENGAMPU DAN REKAN-


REKAN MATA KULIAH STUDI AL-QUR’AN DAN HADITS (A)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

OLEH:

ARRASYIDINSYAH
23203011225

DOSEN PENGAMPU :
DR. H. HAMIM ILYAS, M.AG.

MAGISTER HUKUM ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2023

1
KATA PENGANTAR

Segala Puja dan Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga saya dari Kelompok tujuh dapat membuat makalah dan
saya juga sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini.

Walaupun demikian, saya berusaha dengan semaksimal mungkin demi kesempurnaan


penyusunan makalah ini, maka dari itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
diharapkan oleh penyusun demi kesempurnaan dalam penulisan makalah berikutnya.

Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekali lagi
penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan kalian. Aamiin.

Yogyakarta, 21 November 2023

Penyusun

Arrasyidinsyah

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................ 5
C. Tujuan Makalah ........................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 6
A. Miṡaqan Ghaliẓan Dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat 21...................................................... 6
1. Makna Miṡaqan Ghaliẓan ......................................................................................................... 6
2. Tafsir Makna Ayat ................................................................................................................... 6
B. Fenomena Penyimpangan Terhadap Makna Miṡaqan Ghaliẓan Dalam Pernikahan di Indonesia ... 8
C. Menggapai Hakikat Miṡaqan Ghaliẓan dalam Pernikahan untuk Mewujudkan Kemajuan Bangsa
11
BAB III ................................................................................................................................................ 16
PENUTUP............................................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 16
B. Saran ......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu perikatan yang dibenarkan dan telah disyariatkan dalam
Islam. Hal ini dilaksanakan tidak hanya sebatas pada pemenuhan nafsu biologis atau
pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan
sosial, psikologi dan agama. 1Dimensi ibadah sangat kental dalam pelaksanaan pernikahan,
dimana ini merupakan wujud ketaatan pada perintah Allah dan sunnah Rosul sebagai
manifestasi penghambaan kepada-Nya serta menjaga agar manusia tidak terjerumus ke
dalam lubang perzinaan.
Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau miṡaqan
ghaliẓan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, kemudian
tujuan pernikahan ialah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmat. Tujuan tersebut dapat dijabarkan untuk memenuhi petunjuk agama
dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam
menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera dalam mewujudkan
terciptanya ketenangan lahir dan batin. Keduanya dapat dicapai jika keperluan hidup lahir
dan batinnya dapat terpenuhi dengan baik, sehingga timbullah kebahagiaan yakni kasih
sayang antar anggota keluarga.2
Fakta bahwa angka perceraian yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, serta
masih maraknya fenomena nikah sirih, dan nikah dibawah umur di tengah masyarakat
mengindetifikasikan masih rendahnya kesadaran masyarakat khususnya kaum muslimin
akan pemahaman makna dan tujuan pernikahan.
Bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam haruslah
menjadikan keimanan mereka sebagai fondasi utama dalam membangun bahtera rumah
tangga, karena dengan keyakinan bahwa pernikahan adalah media untuk mendekatkan diri
kepada Allah melalui keimanan yang sempurna, maka tujuan dari pernikahan diatas akan

1
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat alih bahasa, Abdul Majid
Khon, (Jakarta: AMZAH, 2009), hal. 39.
2
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hal. 22.

4
tercapai. Menikah merupakan salah satu ibadah yang sunnah dan sangat penting, suatu
miṡaqan ghaliẓan (perjanjian yang sangat kuat) yang tidak lepas dari unsur ibadah kepada
Allah. Banyak masalah yang harus di jalani oleh setiap pasangan suami istri dalam hidup
berumah tangga, salah satu ujian nya adalah bernama pernikahan. 3 Oleh sebab itu, secara
tidak langsung keyakinan/iman inilah yang akan menyetir dan menggerakkan suami dan
istri untuk selalu berada posisi mereka masing-masing dalam melaksanakan hak dan
kewajiban mereka dalam bahtera rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana makna miṡaqan ghaliẓan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 21 ?
2. Bagaimana fenomena penyimpangan terhadap makna miṡaqan ghaliẓan dalam
pernikahan di Indonesia ?
3. Bagiamana cara menggapai hakikat miṡaqan ghaliẓan dalam pernikahan untuk
mewujudkan hayah ṭayyibah dan kemajuan bangsa ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk menetahui makna miṡaqan ghaliẓan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 21.
2. Untuk mengetahui serta memperkuat analisis Mahasiswa terkait Bagaimana fenomena
penyimpangan terhadap makna miṡaqan ghaliẓan dalam pernikahan di Indonesia.
3. Menambah wawasan keilmuan tentang cara menggapai hakikat miṡaqan ghaliẓan
dalam pernikahan untuk mewujudkan hayah ṭayyibah dan kemajuan bangsa.

3
Salim A. Fillah, Menulis Dari Makna Hingga Daya, No Khalwat Until Akad: Tausiyahku, Cet. Ke-1, (Jakarta
Selatan: PT. Agromedia Pustaka, 2012), hal. 163.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Miṡāqan Ghalīẓan Dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat 21


1. Makna Miṡaqan Ghaliẓan
Secara bahasa miṡāqan ghalīẓan berasal dari 2 kata yaitu mitsaq (‫ )ميثاق‬terambil dari
kata watsaqa (‫ ) وثق‬yang berarti mengikat kemudian Kata ghalizho (‫ )غليظا‬dapat berarti
kokoh, dapat berarti kasar dan keras. Maka dari sini yang dimaksud Mitsaqon Gholidzo
adalah perjanjian yang diikat dengan kokoh. Hal ini sebagaimana ada dalam firman
Allah Surah An-Nisa ayat 21 yang berbunyi;
‫وكيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إلى بعض وأخذن منكم ميثاقا غليظا‬
Bagaimana kamu akan mengambilnya (Kembali), padahal kamu telah bergaul satu
sama lain (sebagaisuami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian
yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu. (Q.S Annisa’ : 21)
Sebagai sebuah perjanjian, maka ibarat perjanjian dalam bentuk apa pun itu bisa
juga dipertahankan, dikoreksi sampai pada batas dibatalkan. Namun perlu diketahui
perjanjian yang masuk dalam kategori miṡāqan ghalīẓan bukanlah sembarang
perjanjian biasa. Artinya pernikahan bukan perjanjian yang bisa dimain-mainkan,
dalam mengucapkan akad ijab Kabul semua pihak baik calon suami-istri dan juga wali
harus benar benar memikirkan konsekuensinya dan mempersiapkan diri sebaik
mungkin baik dari segi kemampuan lahirian dan juga batiniah agar pernikahan bisa
menjadi media untuk dekat dengan sang pencipta bukan malah sebaliknya menjadi
hamba yang paling dibenci-Nya. Sebagaimana Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh
Abu Daud bahwa perceraian (thalaq) merupakan perkara yang dihalalkan tapi sangat
dibeci oleh Allah.
2. Tafsir Makna Ayat
Ayat ini merupakan kelanjutan ayat sebelumnya, yang membahas ‘illat atau alasan
larangan bagi suami mengambil mahar yang telah diberikan kepada istrinya, ketika ia
berkeinginan menikahi wanita lain. Al-Qur’an mengingkari perbuatan suami tersebut
sebagaimana dalam frasa ayat:
‫وكيف تأخذونه وقد أفضى بعضكم إلى بعض‬

6
“Bagaimana kalian mengambil mahar yang telah kalian berikan itu. Sementara
sebagian kalian telah bersetubuh dengan sebagian yang lain.”

Syekh Nawawi Al-Bantani menafsirkan, bagaimana boleh suami mengambil


kembali mahar itu sementara antara ia dan istrinya telah berkumpul dalam satu kain.
Istri telah menyerahkan diri kepadanya untuk menjadi kenikmatan seksual bagi suami
dan telah terjalin kasih sayang yang sempurna di antara keduanya. Maka tidak pantas
bagi suami yang berakal sehat mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada
istrinya.4
Frasa ayat ini juga membawa pemahaman bahwa larangan suami mengambil
mahar yang telah diberikan kepada istri berlaku bila di antara mereka telah terjadi
persetubuhan. Jika belum terjadi persetubuhan dan terjadi perceraian, maka suami
berhak mendapatkan kembalian separuh mahar. Demikian ini pendapat Imam As-
Syafi’i.
Sementara menurut Imam Malik meskipun di antara suami istri belum terjadi
persetubuhan namun sudah terjadi khalwat atau berduaan di tempat sepi yang
memungkinkannya untuk bersetubuh, maka suami tetap tidak berhak mengambil
kembali mahar tersebut.5
Kemudian di akhir ayat Al-Qur’an menyatakan ketidakpantasan suami
mengambil kembali mahar tersebut karena sudah ada perjanjian yang sangat kuat di
antara suami istri, yang ditegaskan dalam frasa ayat:
‫وأخذن منكم ميثاقا غليظا‬
“Para istri telah mengambil janji yang sangat kuat dari kalian?”

4
Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, (Beirut, Darul-Fikr: 1425 H/2006 M), juz
I, hal. 160.
5
Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hāsyiyyatus Shāwi ‘ alā Tafsirīl Jalālain, (Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004
M), juz I, hal. 280.

7
Imam As-Suyuthi menegaskan, maksudnya adalah perjanjian kuat yang Allah
perintahkan untuk mempertahankan wanita sebagai istri secara baik atau mencerainya
secara baik pula. 6
Sementara Syekh Nawawi mengutip pendapat Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu
‘anhuma dan Mujahid yang menyatakan bahwa maksud dari miṡāqan ghalīẓan adalah
akad nikah yang diikat dengan mahar. Akad inilah yang menghalalkan suami mengakses
kebutuhan biologis kepada istri. Rasullullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
َّ ،‫ أن لهن أمانا ً فال يؤذين‬:‫((فاتقوا هللا في النساء فإنكم أخذتموهن بأمان هللا)) أي‬
‫فهن آمنات عندكم بأمان‬
‫هللا‬

“Takutlah kalian kepada Allah dalam urusan para istri. Sebab sungguh kalian
mengambil mereka dengan janji Allah dan kalian halalkan kelamin mereka dengan
kalimat Allah.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mahar seorang wanita tidak memiliki suatu batasan tertentu
sehingga banyak atau sedikitnya mahar merupakan kebijakan atau ketulusan hati calon
suami, mahar yang terlalu mahal akan menyulitkan calon suami sedangkan mahar yang
terlalu murah juga akan menurunkan derajad kemuliaan seorang wanita pada umumnya.
Keempat, sindiran dari Allah SWT kepada hamba-Nya tatkala seorang suami telah
berpuas diri menikmati tubuh istrinya dengan ganjaran mahar, namun ketika mereka
terkena masalah dan ingin berpisah, suami meminta kembali mahar tersebut, tentu hal
ini termasuk suatu perbuatan dzalim yang jelas. 7
B. Fenomena Terhadap Makna Miṡāqan Ghalīẓan Dalam Pernikahan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa pernikahan merupakan ikatan yang kokoh, maka
diharapkan ikatan tersebut tidak akan putus kecuali oleh kematian sebagai takdir
sunnatullah. Setiap orang tentu menghendaki agar perkawinan yang dilaksanakannya itu
tetap utuh sepanjang masa kehidupannya, tetapi tidak sedikit perkawinan yang dibina

6
Jalâluddîn Al-Mahalli dan Jalâluddîn As-Suyûthi, Tafsîrul Jalâlain pada Hâsyiyyatus Shâwi ‘ ala Tafsiril
Jalalain, (Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004 M), juz I, hal. 279.
7
Anam, M. C., Arifin, M., & Arif, M, Dowry. Judging from the Koran Surah al-Baqarah verse 237 and an-
Nisa'verses 20, 21, 24, and 25: Mahar Ditinjau dari al-Quran Surat al-Baqarah ayat 237 dan an-Nisa’ayat 20, 21, 24,
dan 25. Al-Fatih: Jurnal Studi Islam, Vol 11:1, (Tahun 2023), hal. 34-48.

8
dengan susah payah itu harus berakhir dengan suatu perceraian. 8 Putusnya perkawinan dari
tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan alasan penyebab putusnya pernikahan
pun semakin beranekaragam.
Dari data statistik angka perceraian di Indonesia pada tahun 2014 s/d 2016. Pada
tahun 2014 perceraian sebanyak 344.237, pada tahun 2015 angka perceraian sebanyak
347,256, dan pada tahun 2016 mengalami kenaikan lagi yaitu di angka 365,633.9 Pada
tahun 2022, kasus perceraian yang terdata mencapai 516.344. Angka ini meningkat 15,31%
dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Sementara pada tahun 2020,
kasusnya masih di angka 291.677. Data yang dihimpun BPS ini hanya mencakup
perceraian untuk pasangan beragama Islam. Hampir separuh dari seluruh kasus perceraian
di Indonesia disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus menerus. BPS mencatat
ada 284.169 kasus cerai dengan penyebab ini. Penyebab perceraian tertinggi lainnya adalah
faktor ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, dan kekerasan dalam rumah tangga. Tak
sedikit pula yang bercerai karena faktor lain, seperti pasangan dihukum penjara, poligami,
zina, hingga murtad. Dari semua penyebab cerai, cacat badan jadi alasan paling sedikit,
dengan jumlah 309 kasus. 10

8
H.M.A. Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2009), hal. 249.
9
Lihat https://www.bps.go.id/indicator/27/176/1/jumlah-nikah-talak-dan-cerai-serta-rujuk.html diakses
pada tanggal, 21 November 2023.
10
Lihat https://kumparan.com/kumparannews/kasus-perceraian-di-indonesia-naik-77-sejak-2020-paling-
tinggi-di-jawa-barat-20dNKlgwYiA/full diakses pada tanggal, 21 November 2023.

9
10
Dari sini dapat kita lihat perceraian dari tahun ketahun meningkat drastis. Jika
dihadapkan dengan hakikat pernikahan sebagai miṡāqan ghalīẓan maka Pernikahan
membutuhkan komitmen yang kuat dan harus siap menghadapi berbagai persoalan yang
muncul dalam keluarga.
C. Menggapai Esensi Miṡāqan Ghalīẓan dalam Pernikahan untuk Mewujudkan Kehidupan
Hayah Thayyibah
Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, peran keluarga sangat menentukan kualitas
bangsa, ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam
pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian
individu. Kalau di ibaratkan keluarga merupakan sebuah pondasi untuk tumbuh dan
berkembanganya sebuah bangsa. Jika pondasinya kuat dan kokoh, maka bangunan
diatasnya dapat berdiri tegak, awet dan tahan terhadap guncangan. Pondasi yang kuat
haruslah berawal dari keluarga-keluarga yang berkualitas dan tangguh, sehingga tercipta
ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. 11

11
Siswanto, Memahami Makna Mitsaqan Ghalidzan Dalam Al-Qur’an (Respon Terhadap Problematika
Hukum Pernikahan Di Indonesia), https://www.pa-wamena.go.id/ diakses pada tanggal 21 November 2023.

11
Salah satu fungsi lembaga pendidikan dalam keluarga adalah membentuk karakter
luhur anggota keluarganya, khususnya bagi anak-anak yang diasuh keluarga tersebut. Pada
mulanya anak tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga. Dilihat dari besarnya
manfaat yang tercipta dari sebuah keluarga yang harmonis maka bisa disimpulkan
pernikahan merupakan media yang ideal untuk berdakwah dan berjuang tidak hanya dalam
hal agama tapi juga bangsa dan negara. Seorang ayah yang bekerja dengan keras untuk
menghidupi keluarganya dan agar anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik maka itulah jihadnya sebagai seorang ayah. Begitu juga seorang ibu yang selalu
mendukung suami dari rumah mendidik dan merawat anak-anaknya dengan baik itu jihad
yang sesungguhnya dalam menciptakan generasi-generasi yang unggul dan berahlaqul
karimah. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam menciptakan keluarga
yang harmonis dan mengokohkan perkawinan dalam essensi mitsaqon gholidzon yaitu:
a. Mempersiapkan niat, kualitas iman dan menata diri dalam membangun pernikahan
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa pernikahan merupakan perjanjian yang agung
(mitsaqon gholidzon) yang sarat dengan dimensi ibadah dalam menyempurnakan
keimanan, maka tentunya harus didahului dengan niat yang baik yaitu niat untuk
beribadah dan semata-mata hanya mengharap ridhoNya.
Keluarga yang sakinah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi
kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang pertama lagi utama, adalah
menyiapkan kalbu. Sakinah/ketenangan, demikian juga mawaddah dan rahmat,
bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktivitas. 12
Dalam hal ini tentunya kualitas agama seseorang menjadi prioritas dalam
menentukan pasangan sehingga nantinya pasangan tersebut memiliki vis, dan misi
yang sama dalam membangung keluarga yang di ridhoi oleh Allah SWT. Dalam suatu
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berbunyi;

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya
dari Ubaidullah ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id dari
bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi

12
Siswanto, Memahami Makna Mitsaqan Ghalidzan Dalam Al-Qur’an (Respon Terhadap Problematika
Hukum Pernikahan Di Indonesia), https://www.pa-wamena.go.id/ diakses pada tanggal 21 November 2023.

12
wasallam, beliau bersabda: "perempuan itu dinikahi karena empat hal, karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka
pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”
Pemahaman akan pernikahan sebagai mitsaqon gholidzon menghendaki agar
setiap pasangan memiliki persiapan yang matang dan kemampuan baik secara lahiriah
maupun batiniah. Kemampuan yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah
kemampuan secara fisik (biologis), mental (kejiawaan), dan materi meliputi; biaya
proses pernikahan dan juga pemenuhan kebutuhan dalam keluarga.
b. Mengerti dan mampu menempatkan diri sesuai peran dan tanggungjawab masing-
masing.
Dalam sebuah pernikahan secara otomatis akan melahirkan kesadaran bahwa antara
suami dan istri mempunyai tanggung-jawab yang berbeda, perbedaan tersebut
diwujudkan dengan adanya batas pembagian tugas antara keduanya. Seorang istri
bertugas mengurusi dan mengatur rumah tangga, memelihara dan mendidik anak-anak,
menyiapkan suasana sehat bagi suaminya untuk istirahat guna melepas lelah dan
memperoleh kesegaran badan kembali. Sementara suami bekerja dan berusaha
mendapatkan harta dan belanja untuk keperluan rumah tangga. Dengan pembagian yang
adil maka masing-masing menunaikan tugasnya yang alami sesuai dengan keridloan
Ilahi, dihormati oleh umat manusia dan membuahkan hasil yang menguntungkan.
Kemudian menasehati dalam arti membimbing istri agar tidak berbuat nusyuz,
dan terhadap istri yang taat serta melaksanakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga
yang baik, maka sebagai suami sekaligus pemimpin rumah tangga ia harus mencintai,
dengan penuh kasih sayang dan tidak boleh mempersulitnya. Inilah amanah yang harus
dipikul suami sebagai pemimpin rumah tangga terhadap istri dan anak yang ada dalam
tanggungannya dan kelak amanah ini akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah
SWT di akhirat.13
c. Saling membantu dan bekerja-sama terhadap semua masalah rumah tangga
Dalam perjalanan pernikahan yang dibangun oleh suami istri memang tidak selalu
berjalan mulus sebagaimana yang telah diharapkan, berbagai masalah baik karena

13
Siswanto, Memahami Makna Mitsaqan Ghalidzan Dalam Al-Qur’an (Respon Terhadap Problematika
Hukum Pernikahan Di Indonesia), https://www.pa-wamena.go.id/ diakses pada tanggal 21 November 2023.

13
perbedaan pendapat maupun masalah ekonomi muncul menjadi penyebab pertengkaran
dan perselisihan. Dalam hal ini kesadaran akan pemahaman terhadap makna dan tujuan
pernikahan dalam bingkai keimanan dan agama menjadi sangat penting sebagai fondasi
utama agar ikatan perkawinan tetap terjaga. Oleh sebab itulah Islam memandang bahwa
dalam menentukan pasangan hidupnya, yaitu dengan melihat kualitas keimanan dan
pemahaman akan agamanya karena faktor inilah yang akan menentukan kepribadian
seseorang tersebut.
Pernikahan yang didasarkan harta, kecantikan dan nasab mempunyai batas waktu
yang singkat, karena harta, kecantikan dan nasab akan habis pada masanya dan oleh
situasi tertentu jika fondasi pernikahan dibangun oleh ketiga faktor tersebut maka ikatan
pernikahanpun akan terputus seiring dengan hilangnya pondasi yang membentuknya.
Dalam hal kesulitan ekonomi seorang wanita diperbolehkan turun tangan untuk
membantu perekonomian rumah tangganya. Memang dalam realita kehidupan dan
pengaruh perkembangan zaman saat ini, sedikit banyak membuat wanita dengan
kemampuannya mampu menduduki sektor-sektor penting di masyarakat.
Wanita kini bekerja di pabrik-pabrik, pertambangan, dokter, pengacara, bidang
kesusasteraan, jurnalistik, bahkan percaturan politik tingkat tinggi. Tentunya dalam
menentukan siapa yang akan bekerja atau keikutsertaan istri dalam mencari nafkah harus
diperbincangkan dengan matang antara kedua belah pihak.
Beberapa ulama berpendapat bahwa wanita diperbolehkan untuk bekerja dengan
beberapa ketentuan seperti: menutup aurat, menghindari fitnah, mendapat izin dari suami,
tetap menjalankan kewajibannya di rumah dan pekerjaannya tidak menjadi pemimpin
bagi kaum laki-laki. Terhadap istri yang bekerja tanpa izin suami maka suami
berkewajiban untuk mengingatkannya. Akan tetapi jika bekerjanya istri adalah untuk
memenuhi (nafkah) kebutuhan hidup dirinya dan keluarga akibat suami tidak mampu
bekerja mencari nafkah, baik karena sakit, miskin atau karena yang lainnya, maka suami
tidak berhak melarangnya. 14
Hal yang demikian diperbolehkan karena kebutuhan yang bersifat dhorury
(penting/sangat memaksa) maka seorang istri yang membantu perekonomian rumah

14
Siswanto, Memahami Makna Mitsaqan Ghalidzan Dalam Al-Qur’an (Respon Terhadap Problematika
Hukum Pernikahan Di Indonesia), https://www.pa-wamena.go.id/ diakses pada tanggal 21 November 2023.

14
tangga tentunya dengan maksud agar segala kebutuhan rumah tangga serta putra-putrinya
dapat tercukupi dan juga untuk meringankan beban suaminya tanpa meninggalkan
kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga, inilah bagian dari kecintaan
serta ketaatan istri kepada suami dan terhadapnya Allah akan membalas dengan
dibukakan pintu-pintu surga baginya sebagaimana sabda Nabi SAW yaitu;

“Jika seorang wanita menjaga sholat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan
Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-
benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini,
"Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka." (HR. Ahmad).

Perlu diingat bahwa dalam hal istri mencari nafkah sifatnya adalah membantu
suami, tugas dan tanggang jawab untuk menafkahi keluarga adalah melekat pada diri
seorang suami, oleh karenanya suami tidak boleh berdiam diri saja ia harus bias berusaha
dan bekerja untuk memenuhi tanggung jawabanya baik sendiri ataupun bersama-sama.
Karena pada hakekatnya seorang istri adalah tulang rusuk suami bukan tulang punggung.
Demikianlah hubungan cinta antara suami-istri, si pencinta harus sadar bahwa yang
dicintainya sejajar dan setara dengannya. Sebagaimana ia membutuhkan penghormatan,
yang dicintainya pun demikian. Jika unsur ini telah bergabung dalam diri seseorang
terhadap pasangan cintanya, cinta akan tumbuh menjadi mawaddah dan ketika itu yang
bercinta dan dicintai menyatu sehingga masing-masing tidak pernah akan menampung di
dalam hatinya sesuatu yang dianggap buruk pada diri kekasihnya. Di sisi lain, karena
yang mencintai dan yang dicintai telah menyatu, sering kali tidak lagi diperlukan untuk
menanyai pasangan apa yang dia sukai dan tidak dia sukai karena masing-masing telah
menyelam ke dalam lubuk hati pasangannya. Masing-masing telah menggunakan mata
kekasihnya untuk memandang, lidahnya untuk berbicara, telinganya untuk mendengar,
dan seterusnya. Demikian mawaddah yang kemudian membuahkan Sakinah.15

15
Siswanto, Memahami Makna Mitsaqan Ghalidzan Dalam Al-Qur’an (Respon Terhadap Problematika
Hukum Pernikahan Di Indonesia), https://www.pa-wamena.go.id/ diakses pada tanggal 21 November 2023.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan sebagai miṡāqan ghalīẓan, maksudnya pernikahan sebagai perjanjian yang
amat kokoh dan agung bukan perjanjian yang bisa dimain-mainkan. Oleh sebab itu, dalam
mengucapkan akad ijab Kabul semua pihak baik calon suami-istri dan juga wali harus
benar benar memikirkan konsekuensinya dan mempersiapkan diri sebaik mungkin baik
dari segi kemampuan lahirian dan juga batiniah agar pernikahan bisa menjadi media untuk
dekat dengan sang pencipta bukan malah sebaliknya menjadi hamba yang paling dibenci-
Nya.
Demi memenuhi janji yang agung itu, maka pernikahan haruslah dilaksanakan
dengan niat yang baik yaitu hanya bermaksud untuk beribadah kepada Allah dengan
mengedepankan Agama dan Iman dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah. Dengan niat yang baik maka tidak dibenarkan melakukan pernikahan secara
sirri ataupun menikah di usia dini dimana kondisi biologis dan psikologis belum mampu
untuk menghadapi segala konsekuensi dalam berumah tangga.
Dalam upaya mempertahankan rumah tangga sebagai wujud mitsaqon gholidzon,
suami dan istri harus mengerti dan sadar betul peran dan tanggungjawabnya dalam rumah
tangga. Saling menghormati, menjaga komunikasi dan bekerja-sama dalam setiap masalah
yang dihadapi bersama dalam membangun keluarga yang harmonis.
B. Saran
Saya yakin dalam makalah saya masih terbanyak kesalahan baik itu dari segi materi atau
penulisan. Oleh karena itu saya mengharap masukan, saran atau koreksi dari Bapak Hamim
serta teman-teman semua demi kesempurnaan penyusunan makalah kami.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Qur’an
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jawa Barat: CV Penerbit Diponegoro,
2006.
B. Buku
H.M.A. Tihami, dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persad, 2009.
C. Jurnal
Anam, M. C., Arifin, M., & Arif, M, Dowry, 2023. Judging from the Koran Surah al-
Baqarah verse 237 and an-Nisa'verses 20, 21, 24, and 25: Mahar Ditinjau dari al-
Quran Surat al-Baqarah ayat 237 dan an-Nisa’ayat 20, 21, 24, dan 25, Al-Fatih:
Jurnal Studi Islam, Vol 11:1,hal. 34-48.
D. Lain-lain
Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, Beirut, Darul-Fikr:
1425 H/2006 M, juz I.
Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hāsyiyyatus Shāwi ‘ alā Tafsirīl Jalālain, (Beirut,
Darul Fikr: 1424 H/2004 M), juz I.
Jalâluddîn Al-Mahalli dan Jalâluddîn As-Suyûthi, Tafsîrul Jalâlain pada Hâsyiyyatus
Shâwi ‘ ala Tafsiril Jalalain, (Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004 M), juz I.
Siswanto, Memahami Makna Mitsaqan Ghalidzan Dalam Al-Qur’an (Respon Terhadap
Problematika Hukum Pernikahan Di Indonesia), https://www.pa-wamena.go.id/
diakses pada tanggal 21 November 2023.
Lihat https://www.bps.go.id/indicator/27/176/1/jumlah-nikah-talak-dan-cerai-serta-
rujuk.html diakses pada tanggal, 21 November 2023.
Lihat https://kumparan.com/kumparannews/kasus-perceraian-di-indonesia-naik-77-sejak-
2020-paling-tinggi-di-jawa-barat-20dNKlgwYiA/full diakses pada tanggal, 21 November
2023.

17

Anda mungkin juga menyukai