1407621019
2023
DAFTAR ISI
Kualitas pendidikan dalam suatu bangsa menjadi salah satu penentu kemajuan bangsa
tersebut. Dengan kata lain, kemajuan suatu bangsa atau negara dapat dilihat dari
bagaimana kualitas pendidikan di bangsa dan negara tersebut. Buruknya kualitas
pendidikan yang ada akan membuat bangsa atau negara tersebut mengalami
ketertinggalan. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109
(1999). Sekarang ini, berdasarkan data yang dirilis Worldtop20.org peringkat pendidikan
Indonesia pada 2023 berada diurutan ke 67 dari 203 negara di dunia. Urutan Indonesia
berdampingan dengan Albania di posisi ke-66 dan Serbia di peringkat ke-68.
Perlu di ketahui banyaknya realita di lapangan yang kualitas sumber daya manusia di
Indonesia ini sangat jauh dari harapan. Anies Baswedan pernah menyampaikan pada
silaturahmi dengan dinas jakarta pada tanggal 01 Desember 2014, menyatakan bahwa
pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat (Baharuddin, 2017). Secara
praktis kenyataan ini menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami
banyak tantangan dan masalah. Permasalahan-permasalahan itulah yang membuat
kualitas Pendidikan di Indonesia ini rendah.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia ini cukup beragam mulai dari masalah sarana dan
prasarana, lalu kualitas pengajar atau guru, rendahnya minat baca siswa, kurangnya
motivasi belajar siswa, dan lainnya. Melihat masalah rendahnya sarana dan prasarana
Pendidikan dapat dikatakan bahwa masih sangat banyak sekolah yang kekurangan sarana
dan prasarana. Seperti halnya, gedung sekolah banyak yang rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar sangat rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, laboratorium
tidak standard, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan
masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan,
tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Hal tersebut tentu sangat akan
mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan.
Selanjutnya, masalah rendahnya kualitas guru atau pengajar, keadaan guru di Indonesia
bisa dikatakan amat memprihatinkan. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Masih banyak
guru yang seenaknya dalam menjalankan tugas, seperti terlambat masuk kelas, lebih
banyak bercerita dibanding menjelaskan pelajaran, kurang memahami konsep materi
yang akan diajarkan, kurang memahami karakter siswa bahkan masuk ke dalam kelas
hanya untuk memberikan tugas lalu pergi meninggalkan kelas. Walaupun guru dan
pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga
pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih
rendahnya tingkat kesejahteraan guru. (Purnamasari, 2012) Dengan keadaan yang
demikian itu (rendahnya sarana dan prasarana, kualitas guru, dan kesejahteraan guru),
maka pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Dikemukakan oleh Soeatminah (dalam Idris & Ramadani, 2015: 31) beberapa faktor yang
menyebabkan rendahnya minat baca diantaranya yaitu diantaranya:
1) Faktor keturunan, biasanya hal ini karena kedua orang tuanya tidak bisa membaca,
hal tersebut tentunya membuat mereka kesulitan dalam mengajari anaknya
membaca.
2) Faktor jenis kelamin, perempuan dan laki-laki memiki sifat dan kodrati yang
berbeda tentunya minat dan seleranya pun juga berbeda. Begitu pula dalam minat
membaca, kebanyakan laki-laki kurang suka membaca dibandingkan perempuan.
3) Faktor tingkat pendidikan, tingkat pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab
rendahnya minat membaca. Hal ini karena kemampuan dalam membaca yang
kurang maksimal.
4) Faktor kebiasaan, kebanyakan generasi sekarang ini lebih meluangkan waktunya
untuk bermain daripada membaca buku. Hal ini juga disebabkan perkembangan
zaman.
5) Faktor lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Orang tua yang malas
mengajarkan anaknya membaca membuat anak menjadi memiliki minat yang
kurang dalam membaca. Sedangkan di sekolah belum tentu anak tersebut belajar
membaca dengan maksimal, hal ini karena fokus guru dalam mengajar tidak
hanya pada satu orang saja. Jadi, seharusnya orang tua melakukan evaluasi di
rumah agar anak dapat belajar dengan maksimal.
Pada kenyataannya, akses untuk membaca pada sekarang ini sudah mudah, karena sudah
adanya internet. Dengan adanya internet ini seharusnya minat membaca para generasi
muda bisa meningkat. Namun, kebanyakan dari mereka lebih menyukai hiburan
dibanding wawasan. Internet yang tadinya berguna untuk mengakses suatu bacaan beralih
menjadi tempat hiburan bagi para generasi muda. Terlebih lagi pada zaman sekarang ini
generasi muda menjadi kurang minat membaca buku, artikel, atau media tertulis lainnya
terutama tentang pelajaran salah satunya mengenai pelajaran sejarah. Baik itu sejarah
Indonesia ataupun dunia, kebanyakan dari mereka lebih menyukai informasi-informasi
tidak terbukti kebenarannya dibanding informasi yang mengandung wawasan.
Melihat rendahnya minat baca tersebut sudah dapat dikatakan bahwa motivasi siswa di
Indonesia dalam belajar juga rendah. Penyebab rendahnya motivasi belajar peserta didik
disebabkan oleh faktor keluarga, lingkungan, dan guru. Faktor keluarga dikarenakan
masalah ekonomi. Masalah ekonomi yang mengakibatkan banyak orang tua lebih
mementingkan pekerjaan, sehingga lupa untuk memperhatikan kebutuhan peserta didik.
Faktor lingkungan disebakan lingkaran pergaulan peserta didik di lingkungan sekolah,
dan masyarakat. Dan faktor guru dapat disebabkan karena dalam kegiatan belajar
mengajar metode guru yang digunakan kurang kreatif. Sehingga peserta didik merasa
jenuh dalam mengikuti kegaiatan pembelajaran.
Tidak jarang banyak siswa yang memilikimotivasi belajar yang kurang terhadap
pembelajaran pembelajaran IPS. IPS merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
peserta didik, karena cakupan materi IPS yang luas dan peserta didik dituntut untuk
mempelajari semuanya, terlebih lagi pada materi Sejarah. Peserta didik menjadi tidak
semangat, merasa jenuh, bosan, dan motivasi belajar peserta didik menjadi rendah. Siswa
yang kurang memiliki motivasi belajar memberikan dampak langsung pada diri,
misalnya, tidak antusias dalam belajar, lebih senang berada di luar kelas atau membolos,
cepat merasa bosan, mengantuk dan pasif. Tentu, rendahnya motivasi belajar tersebut
akan berdampak pada hasil belajar mereka pula. Motivasi belajar rendah tersebut
memberikan dampak terhadap peserta didik yaitu membuat proses belajar menjadi
terganggu sehingga hasil prestasi belajar menjadi menurun, merasa kecewa terhadap diri
sendiri, mengecewakan orang tua, kehadiran menurun.
Pada sekarang ini pemerintah sudah memberikan beberapa solusi agar kualitas
Pendidikan di Indonesia dapat meningkat, beberapa solusi tersebut yakni sebagai berikut:
Melihat adanya solusi dalam peningkatan kualitas guru, tentunya model pembelajaran
pun juga dapat meningkat sehingga motivasi belajar siswa meningkat pula. Di zaman
serba canggih ini model maupun media pembelajaran pun juga semakin banyak
macamnya. Baik dari aspek visual, audi, maupun audio visual. Pada penelitian ini penulis
tertarik untuk mengkaji model pembelajaran kooperatif pada salah satu mata Pelajaran
yakni Sejarah. Penulis ingin meneliti efektivitas model pembelajaran kooperatif tersebut
terhadap motivasi belajar siswa, maka dari itu penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan mengankat judul: “Efektivitas Model Pembelajaran Cooperative
Learning dalam Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMA pada
Pembelajaran Sejarah”
1.2. Masalah Penelitian
Dari latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, penulis akan meneliti beberapa
masalah mengenai bagaimana model pembelajaran yang guru pakai untuk membuat mata
pelajaran Sejarah ini menjadi menarik dimata siswa SMA? dan bagaimana efektivitas
model pembelajaran tersebut dalam meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar
siswa di SMA?
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang berarti
khususnya bagi Lembaga Pendidikan seperti guru Sejarah di SMA.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk para mahasiswa
program studi Pendidikan IPS dan Sejarah, dosen, dan akademisi lainnya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Efektivitas
a. Definisi
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris effective artinya berhasil. Sesuatu yang dilakukan
berhasil dengan baik. Efektivitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu effectiveness yang
berarti efektivitas, keefektifan, kemujaraban, kemanjuran, dan keampuhan. Efektivitas
berasal dari kata dasar efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif
mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah
keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan
tugas dengan sasaran yang dituju.
Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau
senantiasa dikaitkan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara
keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisien lebih
melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan
antara input dan output-nya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan
sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai,
semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan
sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
b. Aspek-aspek Efektivitas
1) Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan
tugas atau fungsinya.
2) Aspek rencana atau program, Jika seluruh rencana dapat dilaksanakan maka
rencana atau program dikatakan efektif.
3) Aspek ketentuan dan peraturan Efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari
berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga
berlangsungnya proses kegiatan.
4) Aspek tujuan atau kondisi ideal Suatu program kegiatan dikatakan efektif dari
sudut hasil jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai. Penilaian
aspek ini dapat dilihat dari prestasi yang dicapai.
2. Model Pembelajaran
a. Definisi
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para
guru dalam melaksanakan pembalajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Menurut Trianto, fungsi
model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru
dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan
yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik.
1) Discovery learning
proyek memiliki target tertentu dalam bentuk produk dan peserta didik merencanakan
cara untuk mencapai target dengan dipandu oleh pertanyaan menantang. Contohnya pada
peserta didik SMK Kewirausahaan diberikan pertanyaan produk kreatif berbahan lokal
seperti apakah yang memiliki nilai tambah secara ekonomis? Peserta didik bisa mengikuti
tahapan pembelajaran seperti eksplorasi ide, mengembangkan gagasan, merealisasikan
gagasan menjadi prototipe produk, melakukan uji coba produk, dan memasarkan produk.
Pada prosesnya peserta didik bisa memanfaatkan teknologi untuk mencari informasi bagi
upaya pengembangan gagasan, membuat sketsa produk menggunakan software tertentu,
menguji produk melalui respon pasar dengan google survey dan sebagainya.
belajar berdasarkan masalah dengan solusi “open ended”, melalui penelusuran dan
penyelidikan sehingga dapat ditemukan banyak solusi masalah. Contohnya mengatasi
masalah pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor. Peserta didik bisa
mengeksplorasi lingkungan memanfaatkan sumber-sumber fisik diperkaya sumber-
sumber digital, menggali pengalaman orang lain atau contoh nyata penyelesaian masalah
dari beragam sudut pandang. Peserta didik terlatih untuk menghasilkan gagasan baru,
kreatif, berpikir tingkat tinggi, kritis, berlatih komunikasi, berbagi, lebih terbuka
bersosialisasi dalam konteks pemecahanmasalah.
SDL merupakan proses di mana insiatif belajar dengan/atau tanpa bantuan pihak lain
dilakukan oleh peserta didik sendiri mulai dari mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri,
merumuskan tujuan, mengidentifikasi sumber, memilih dan menjalankan strategi belajar,
dan mengevaluasi belajarnya sendiri. Contoh guru bisa membantu peserta didik
mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik atau mulai dari kemampuan apa yang
ingin dikuasai. Misalnya ingin menguasai cara melukis menggunakan software corel
draw maka guru bisa membantupeserta didik merumuskan tujuan-tujuan penting yang
dapat membantu mencapai tujuannya. Peserta didik belajar mandiri mengeskplorasi
tutorialnya melalui youtube, menerapkan, dan mengevaluasi kemampuannya.
Peserta didik bisa diajak untuk bermain peran dan menirukan adegan,
gerak/model/pola/prosedur tertentu. Misalnya seorang guru menggunakan tayangan
video dari youtube, peserta didik diminta mencermati alur cerita dan peran dari tokoh-
tokoh yang ada kemudian berlatih sesuai tokoh yang diperankan. Pada tataran lebih
kompleks membuat cerita sendiri kemudian memperagakannya dengan bermain peran.
7) Pembelajaran kolaboratif
Merupakan belajar dalam tim dengan tugas yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kolaboratif lebih cocok untuk peserta didik yang sudah menjelang dewasa.
Kolaborasi bisa dilakukan dengan bantuan teknologi misalnya melalui dialog elektronik,
teknologi untuk menengahi dan memonitor interaksi, dimana masing-masing pihak
memegang kendali dirinya dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama.
Fasilitasi bisa diberikan oleh guru, ketua kelompok pelatih online maupun mentor.
Diskusi kelompok kecil diorientasikan untuk berbagai pengetahuan dan pengalaman serta
untuk melatih komunikasi lompok kecil tujuannya agar peserta didik memiliki
ketrampilan memecahkan masalah terkait materi pokok dan persoalan yangihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Diskusi kelompok kecil bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
siswa karena lebih banyak siswa yang dilibatkan. Jumlah kelompok diskusi antara empat
sampai lima orang. Metode diskusi digunakan untuk melatih kecakapan berpikir,
kecakapan berkomunikasi, kemampuan kepemimpinan, debat, dan kompromi.
b. Tujuan
Berikut adalah beberapa tujuan dari pelaksanaan kegiatan belajar dengan model
pembelajaran kooperatif. (1) Menciptakan situasi di mana keberhasilan individu
bergantung pada keberhasilan kelompok. (2) Menjadikan teman sebaya sebagai sumber
belajar selain guru dan buku. (3) Menjadikan siswa yang lebih mampu sebagai
narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang
sama. (4) Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman–temannya yang
mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan itu tersebut antara lain perbedaan
suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial. (5) Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti berbagi tugas, aktif bertanya, mengemukakan pendapat
dan lain sebagainya.
c. Jenis-jenis
Terdapat jenis-jenis model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran. Setiap model memiliki karakteristik masing-masing yang bisa disesuaikan
dalam pembelajaran atau situasi tertentu. Pemilihan model pembelajaran ini juga harus
disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi yang akan disampaikan.
1) Jigsaw
Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan dan latar belakang yang beragam. Kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda dan ditugaskan
untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyampaikan tugas-
tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada
kelompok asal.
Student Team Achievement Division (STAD) adalah salah satu jenis kooperatif
yang menekankan adanya aktivitas serta interaksi antara siswa agar saling
memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai
prestasi yang maksimal.
4) GI (Group Investigation)
Model pembelajaran ini juga mengharapkan agar siswa mampu terlibat aktif
dari tahap awal sampai akhir pembelajaran. Pembelajaran kooperatif model ini
menjadikan siswa mampu berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan
produktif.
Tipe pembelajaran model ini dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981) dan
memungkinkan setiap anggota pasangan siswa mampu berkontemplasi
terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Siswa bersama kelompoknya
diminta untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan. Setelah diskusi
selesai, selanjutnya guru mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas
pertanyaan yang diajukan dari seluruh kelas.
4. Strategi Pembelajaran
a. Definisi
Pada awalnya istilah strategi sering digunakan dalam dunia Militer yang artinya
mengerahkan semua kemampuan untuk memenangkan perang. Strategi (strategos:
bahasa Yunani) merupakan gabungan dari kata stratos (militer) dengan ago (memimpin),
dan sebagai “kata kerja” memiliki asal kata stratego yaitu merencanakan.
Namun, apabila kita memandang strategi dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, ada
beberapa pengertian Strategi. Menurut JR. David sebgaaimana dikutip oleh Wina
Sanjaya, strategi diartikan sebagai plan, method, or series of activities designed to
achieves a particular educational goal. Menurut Suparman, strategi pembelajaran adalah
kombinasi dari urutan kegiatan, cara mengatur mata pelajaran, siswa, peralatan dan
bahan, dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan.
b. Jenis
5. Sejarah
a. Definisi
Perkataan sejarah mula-mula berasal dari bahasa Arab “syajara”, artinya terjadi,
“syajaratun” (baca: syajarah) artinya pohon kayu. Pohon menggambarkan pertumbuhan
terus-menerus dari bumi ke udara dengan mempunyai cabang, dahan dan daun, kembang
atau bunga serta buahnya. Memang di dalam kata sejarah itu tersimpan makna
pertumbuhan atau kejadian (Yamin, 1958: 4). Begitulah sejarah yang berarti pohon, juga
berarti keturunan, asal-usul atau silsilah.
Kebanyakan buku yang mengungkapkan arti istilah sejarah menyatakan bahwa arti istilah
“sejarah” tergantung pada pemikiran barat. Kata Inggris history (sejarah) berasal dari kata
benda dalam bahasa Yunani Kuno historia (baca: istoria) yang kurang lebih berarti
“belajar" dengan cara “bertanyatanya". Menurut arti yang paling umum, kata historia
berarti sesuatu yang telah terjadi. Bahasa Inggris “history" kini berarti “masa lampau umat
manusia".
Dari penelusuran kata-kata dari arti kata sejarah tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa
kata sejarah dipergunakan sebagai perkataan dalam bahasa kita sehari-hari dan istilah
ilmu pengetahuan. Sejarah berarti cerita atau kejadian atau peristiwa yang benar-benar
terjadi atau berlangsung pada waktu yang lalu.
b. Fungsi
1) Sejarah sebagai peristiwa
Sejarah sebagai peristiwa ialah kejadian, kenyataan, aktualitas, sejarah in concreto atau
an sich yang sebenarnya telah terjadi atau berlangsung pada waktu yang lalu; sejarah
sebagai res gestae atau menurut Mohammad Ali disebut sejarah-serba objek.
Peristiwa atau kejadian ada yang bersifat alamiah, misalnya gunung meletus, banjir,
kemarau panjang, gerhana matahari dan sebagainya. Selain itu ada peristiwa yang bersifat
insaniah, yakni berkaitan dengan manusia, baik angan-angan, gagasan, pikiran, sikap,
perilaku, tindakan dan hasil karya manusia, baik yang bersifat materiil maupun spiritual
yakni kebudayaan. Sejarah sebagai peristiwa menyangkut peran manusia baik sebagai
objek maupun sebagai subjek pelaku dalam peristiwa sejarah dalam dimensi waktu dan
ruang, yakni kurun waktu dan lingkungan alamnya.
Menurut para pakar ilmu pengetahuan, bumi kita ini terjadi atau dijadikan. Demikianlah
pula tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia yang hidup di atas permukaan bumi. Untuk
dapat hidup langsung manusia bergaul dengan sesamanya, membuat perkakas-perkakas,
menjinakkan hewan dan memelihara tumbuh-tumbuhan. Itu semuanya adalah perbuatan
yang harus kita golongkan ke dalam kejadian juga. Kesimpulannya, apa saja yang terjadi
dan terbentuk dalam masa yang lampau adalah kejadian. Semua kejadian terutama yang
menyangkut kehidupan manusia termasuk perbincangan sejarah.
Sejarah sebagai kisah ialah cerita berupa narasi yang disusun dari memori, kesan atau
tafsiran manusia terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi atau berlangsung
pada waktu yang lampau, yaitu sejarah sebagai rerum gestarum atau menurut Moh. Ali
disebut sejarah serba subjek.
Pembahasan sejarah secara interpretatif lebih mudah dipahami tetapi kurang bermanfaat,
dibandingkan narasi rinci. Hal ini terjadi karena narasi rinci akan mengemukakan
perisitiwa pokok, sehingga pembaca akan lebih mudah menarik generalisasi mereka
sendiri, atau membantah generalisasi dari pihak lain (Miftakhudin & Anwar Senen,
2020).
Namun begitu, ada pernyataan menarik dari Madjid & J Wahyudhi (2014), bahwa
sejarawan yang menuliskan kisah tidak menarik, maka dalam hal ini ia merupakan
sejarawan yang buruk. Secara profesional ia wajib melukiskan peristiwa dari masa
lampau dengan menggairahkan. Ia harus bisa menghidupkan kembali suasananya, di
samping melukiskan peristiwanya.
Sejarah sebagai ilmu suatu susunan pengetahuan (a body of knowledge) tentang peristiwa
dan cerita yang terjadi dalam masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara
sistematis dan metodis berdasarkan asas-asas, prosedur dan metode serta teknik ilmiah
yang diakui oleh para pakar sejarah.
Sejarah sebagai ilmu mempelajari sejarah sebagai aktualitas dan mengadakan penelitian
serta pengkajian tentang peristiwa dan cerita sejarah. Sejarah sebagai ilmu ialah suatu
ilmu disiplin cabang pengetahuan tentang masa lalu, yang berusaha menentukan dan
mewariskan pengetahuan mengenai masa lalu suatu masyarakat tertentu. Sejarah selain
mempunyai objek, metode juga mempunyai pokok persoalan serta pengertian tersendiri.
Sejarah sebagai ilmu adalah susunan pengetahuan dalam suatu sistem tertentu (a body
knowledge) yang disusun menurut sistem metode khusus, dengan tujuan untuk
memperoleh kebenaran tentang sesuatu. Karena yang menentukan sesuatu pengetahuan
itu ilmu atau bukan ilmu, ialah terletak pada metode ilmiah yang dipergunakan untuk
mencari kebenaran atau cara untuk mendekatinya sehingga sampai pada suatu kebenaran.
2.2 Kajian Terdahulu
Untuk mendukung permasalahan terhadap bahasan, penyusun berusaha malacak berbagai
literature dan penelitian terdahulu (prior research) yang masih relevan terhadap masalah
yang menjadi obyek penelitian saat ini. Adapun beberapa penelitian terdahulu tersebut
yaitu:
Penelitian ini memfokuskan untuk menghasilkan produk berupa model inkuiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman materi dan kesadaran sejarah dalam pembelajaran
sejarah. Sumber: Historical Studies Journal
Penelitian ini memberikan gambaran tentang film sejarah sebagai media dalam
mengembangkan literasi di era digital. Sumber: Jurnal Pascasarjana UNJ
Penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui penggunaan model Two Stay Two
Stray untuk meningkatkan keaktifan peserta didik pada pembelajaran sejarah.
Sumber: Arus Jurnal Pendidikan
Jika siswa cendrung menyukai model pembelajaran sejarah yang tidak monoton dan tidak
membosankan maka dengan penerapan model pembelajaran kooperatif, motivasi belajar
siswa akan meningkat.
Jika motivasi belajar siswa meningkat karena adanya model pembelajaran kooperatif
pada pembelajaran sejarah maka hasil belajar siswa pun juga akan meningkat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai permasalahan yang diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui model pembelajaran apa yang guru pakai agar pembelajaran
sejarah menarik.
2. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kolaboratif dalam
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah.
Tempat yang peneliti tetapkan untuk melakukan penelitian ini di SMPN 27 Jakarta, yang
terletak di Jl. Komp. Ptb Duren Sawit, Kec. Duren Sawit, Kota Jakarta Timur Prov. D.K.I.
Jakarta.
2. Waktu Penelitian
Pada tahap ini peneliti menerapkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran Kooperatif. Sehubungan dengan hal itu peneliti menyusun skenario
pembelajaran, pembuatan media, dan pembuatan perangkat pembelajaran lainnya. Seperti
halnya rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, LKS, dan soal tes.
Merancang perangkat pembelajaran seperti silabus, rencana pelaksanaan pemebelajaran
(RPP), lembar kerja siswa. Serta menyiapkan berbagai media pembelajaran yang menarik
seperti games.
2. Tindakan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran
Kooperatif. Selama proses pembelajaran siswa dikelompokkan sesuai dengan model
pembelajaran Kooperatif. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh peneliti, dengan
melakukan kolaborasi dengan guru.
3. Observasi
4. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah tindakan tiap siklus berakhir. Refleksi ini merupakan renungan
bagi guru atau peneliti terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Refleksi merupakan
kegiatan evaluasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh atas data yang
terhimpun sebagai bentuk dampak tindakan yang telah dirancang. Refleksi dilakukan
untuk mengetahui adanya kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada saat pembelajaran
berlangsung. Hasil pemikiran reflektif kemudian digunakan sebagai dasar untuk
menentukan siklus berikutnya apakah tindakan perlu dilakukan modifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alfiah, S., Isitiyati, S., & Mulyono, D. H. (t.t.). Analisis penyebab rendahnya motivasi
belajar dalam pembelajaran ips pada peserta didik kelas V sekolah dasar.
Dhesita, S. J., Sukoharjo, M., Porda, H., Putro, N., Difarell, R., Calista, A., Yefterson, R.
B., Alfiah, S., Isitiyati, S., Mulyono, D. H., Wulandari, I., Kunci, K., Verbina
Ginting, E., Renata Ginting, R., Jannah Hasibuan, R., Yani, S. F., Fajri, I., Yanuar,
I. P., Fiqri, A. L., … Sari, C. P. (2022). HUBUNGAN MINAT MEMBACA BUKU
SEJARAH DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
SEJARAH KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEPUTIH AGUNG. Dalam JIM: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah (Vol. 4, Nomor 4). LPPM Unsyiah.
https://doi.org/10.36418/japendi.v3i4.778
Difarell, R., Calista, A., & Yefterson, R. B. (2022). Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di SMA Pembangunan
Bukittinggi. 4(4).
Martha, Y., Sa, D., Maulana, H., & Warto, W. (2023). Konsep Dasar Sejarah:
Implementasinya Dalam Pembelajaran. 1(4), 164–176.
https://doi.org/10.51903/bersatu.v1i4.285
Paulus, E. S., & Wuwur, O. (2022). Faktor Penghambat Minat Baca Siswa Sekolah Dasar
Factors Inhibiting Interest in Reading for Elementary School Students. Jurnal Sains
dan Teknologi (SAINTEK), 1(2).
Rahmi, N., Pd, N. S., Kamza, M., & Pd, S. (2020). Paramit a: Historic al Studies
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Berbantuan Media
Permainan Bingo Pada Pembelajaran Sejarah Kelas Xi Di Sma Negeri 2 Seunagan
Kabupaten Nagan Raya. Dalam Riwayat: Educational Journal of Histor y and
Humanities (Vol. 30, Nomor 2). http://jurnal.unsyiah.ac.id/sejarah
Sari, C. P. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Membaca Siswa Kelas Iv.
Dalam Basic Education (Vol. 7, Nomor 32).
Verbina Ginting, E., Renata Ginting, R., & Jannah Hasibuan, R. (2022). ANALISIS
FAKTOR TIDAK MERATANYA PENDIDIKAN DI SDN0704 SUNGAI KORANG.
https://doi.org/10.36418/japendi.v3i4.778
Wulandari, I., & Kunci, K. (2022). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student
Teams Achievement Division) dalam Pembelajaran MI. Dalam Jurnal Papeda (Vol.
4, Nomor 1).
Yanuar, I. P., Fiqri, A. L., & Indayani, W. (2022). Arus Jurnal Pendidikan (AJUP)
Penggunaan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan
Keaktifan Peserta Didik pada Pembelajaran Sejarah di Kelas XII MIPA 1 SMAN 2
Pekanbaru. 2(1).
http://jurnal.ardenjaya.com/index.php/ajuphttp://jurnal.ardenjaya.com/index.php/aj
up