Anda di halaman 1dari 27

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN

COOPERATIVE LEARNING DALAM PENINGKATAN


MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA PADA
PEMBELAJARAN SEJARAH

AMIRAH ZAHRA MUTHI

1407621019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN


SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 3

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 3

1.2. Masalah Penelitian ........................................................................................ 8

1.3. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................... 9

2.1 Kajian Teori .................................................................................................. 9

2.2 Kajian Terdahulu ....................................................................................... 21

2.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 23

3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 23

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................................... 23

3.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 25


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Lembaga pendidikan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang semakin pesat (Sewang, 2015). Banyak perhatian khusus diarahkan
kepada perkembangan dan kemajuan pendidikan guna meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas pula (Mardhiyah, Aldriani, Chitta, & Zulfikar, 2021). Hal ini mendorong
seluruh lapisan masyarakat begitu memperhatikan perkembangan dunia pendidikan.

Kualitas pendidikan dalam suatu bangsa menjadi salah satu penentu kemajuan bangsa
tersebut. Dengan kata lain, kemajuan suatu bangsa atau negara dapat dilihat dari
bagaimana kualitas pendidikan di bangsa dan negara tersebut. Buruknya kualitas
pendidikan yang ada akan membuat bangsa atau negara tersebut mengalami
ketertinggalan. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109
(1999). Sekarang ini, berdasarkan data yang dirilis Worldtop20.org peringkat pendidikan
Indonesia pada 2023 berada diurutan ke 67 dari 203 negara di dunia. Urutan Indonesia
berdampingan dengan Albania di posisi ke-66 dan Serbia di peringkat ke-68.

Perlu di ketahui banyaknya realita di lapangan yang kualitas sumber daya manusia di
Indonesia ini sangat jauh dari harapan. Anies Baswedan pernah menyampaikan pada
silaturahmi dengan dinas jakarta pada tanggal 01 Desember 2014, menyatakan bahwa
pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat (Baharuddin, 2017). Secara
praktis kenyataan ini menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami
banyak tantangan dan masalah. Permasalahan-permasalahan itulah yang membuat
kualitas Pendidikan di Indonesia ini rendah.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia ini cukup beragam mulai dari masalah sarana dan
prasarana, lalu kualitas pengajar atau guru, rendahnya minat baca siswa, kurangnya
motivasi belajar siswa, dan lainnya. Melihat masalah rendahnya sarana dan prasarana
Pendidikan dapat dikatakan bahwa masih sangat banyak sekolah yang kekurangan sarana
dan prasarana. Seperti halnya, gedung sekolah banyak yang rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar sangat rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, laboratorium
tidak standard, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan
masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan,
tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Hal tersebut tentu sangat akan
mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan.

Selanjutnya, masalah rendahnya kualitas guru atau pengajar, keadaan guru di Indonesia
bisa dikatakan amat memprihatinkan. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Masih banyak
guru yang seenaknya dalam menjalankan tugas, seperti terlambat masuk kelas, lebih
banyak bercerita dibanding menjelaskan pelajaran, kurang memahami konsep materi
yang akan diajarkan, kurang memahami karakter siswa bahkan masuk ke dalam kelas
hanya untuk memberikan tugas lalu pergi meninggalkan kelas. Walaupun guru dan
pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga
pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih
rendahnya tingkat kesejahteraan guru. (Purnamasari, 2012) Dengan keadaan yang
demikian itu (rendahnya sarana dan prasarana, kualitas guru, dan kesejahteraan guru),
maka pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.

Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia selanjutnya disebabkan karena


rendahnya minat dan budaya membaca. Rendahnya minat membaca ini tentu saja
menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi di bawah negara-negara lain,
dengan kata lain pendidikan di Indonesia menjadi tertinggal. Pada tahun 2020, menurut
UNESCO Indonesia berada di urutan kedua dari bawah dalam kategori masalah literasi
dunia.

Dikemukakan oleh Soeatminah (dalam Idris & Ramadani, 2015: 31) beberapa faktor yang
menyebabkan rendahnya minat baca diantaranya yaitu diantaranya:

1) Faktor keturunan, biasanya hal ini karena kedua orang tuanya tidak bisa membaca,
hal tersebut tentunya membuat mereka kesulitan dalam mengajari anaknya
membaca.
2) Faktor jenis kelamin, perempuan dan laki-laki memiki sifat dan kodrati yang
berbeda tentunya minat dan seleranya pun juga berbeda. Begitu pula dalam minat
membaca, kebanyakan laki-laki kurang suka membaca dibandingkan perempuan.
3) Faktor tingkat pendidikan, tingkat pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab
rendahnya minat membaca. Hal ini karena kemampuan dalam membaca yang
kurang maksimal.
4) Faktor kebiasaan, kebanyakan generasi sekarang ini lebih meluangkan waktunya
untuk bermain daripada membaca buku. Hal ini juga disebabkan perkembangan
zaman.
5) Faktor lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Orang tua yang malas
mengajarkan anaknya membaca membuat anak menjadi memiliki minat yang
kurang dalam membaca. Sedangkan di sekolah belum tentu anak tersebut belajar
membaca dengan maksimal, hal ini karena fokus guru dalam mengajar tidak
hanya pada satu orang saja. Jadi, seharusnya orang tua melakukan evaluasi di
rumah agar anak dapat belajar dengan maksimal.

Pada kenyataannya, akses untuk membaca pada sekarang ini sudah mudah, karena sudah
adanya internet. Dengan adanya internet ini seharusnya minat membaca para generasi
muda bisa meningkat. Namun, kebanyakan dari mereka lebih menyukai hiburan
dibanding wawasan. Internet yang tadinya berguna untuk mengakses suatu bacaan beralih
menjadi tempat hiburan bagi para generasi muda. Terlebih lagi pada zaman sekarang ini
generasi muda menjadi kurang minat membaca buku, artikel, atau media tertulis lainnya
terutama tentang pelajaran salah satunya mengenai pelajaran sejarah. Baik itu sejarah
Indonesia ataupun dunia, kebanyakan dari mereka lebih menyukai informasi-informasi
tidak terbukti kebenarannya dibanding informasi yang mengandung wawasan.

Melihat rendahnya minat baca tersebut sudah dapat dikatakan bahwa motivasi siswa di
Indonesia dalam belajar juga rendah. Penyebab rendahnya motivasi belajar peserta didik
disebabkan oleh faktor keluarga, lingkungan, dan guru. Faktor keluarga dikarenakan
masalah ekonomi. Masalah ekonomi yang mengakibatkan banyak orang tua lebih
mementingkan pekerjaan, sehingga lupa untuk memperhatikan kebutuhan peserta didik.
Faktor lingkungan disebakan lingkaran pergaulan peserta didik di lingkungan sekolah,
dan masyarakat. Dan faktor guru dapat disebabkan karena dalam kegiatan belajar
mengajar metode guru yang digunakan kurang kreatif. Sehingga peserta didik merasa
jenuh dalam mengikuti kegaiatan pembelajaran.

Tidak jarang banyak siswa yang memilikimotivasi belajar yang kurang terhadap
pembelajaran pembelajaran IPS. IPS merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
peserta didik, karena cakupan materi IPS yang luas dan peserta didik dituntut untuk
mempelajari semuanya, terlebih lagi pada materi Sejarah. Peserta didik menjadi tidak
semangat, merasa jenuh, bosan, dan motivasi belajar peserta didik menjadi rendah. Siswa
yang kurang memiliki motivasi belajar memberikan dampak langsung pada diri,
misalnya, tidak antusias dalam belajar, lebih senang berada di luar kelas atau membolos,
cepat merasa bosan, mengantuk dan pasif. Tentu, rendahnya motivasi belajar tersebut
akan berdampak pada hasil belajar mereka pula. Motivasi belajar rendah tersebut
memberikan dampak terhadap peserta didik yaitu membuat proses belajar menjadi
terganggu sehingga hasil prestasi belajar menjadi menurun, merasa kecewa terhadap diri
sendiri, mengecewakan orang tua, kehadiran menurun.

Pada sekarang ini pemerintah sudah memberikan beberapa solusi agar kualitas
Pendidikan di Indonesia dapat meningkat, beberapa solusi tersebut yakni sebagai berikut:

1) Memberikan bantuan beasiswa kepada tenaga pengajar Indonesia untuk dapat


menempuh pendidikan gratis hingga ke luar negeri. Dengan tujuan yang tentunya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
2) Meningkatkan kualitas dan mutu tenaga pengajar, seperti dibelakukannya PPG
atau pendidikan profesi yang melatih kemampuan guru secara khusus selama
kurang lebih setahun. Saat ini PPG ditetapkan sebagai syarat untuk menjadi guru.
Dengan kehadiran PPG tentu kemampuan dan mutu dari seorang pengajar akan
meningkat.
3) Menyediakan anggaran yang cukup banyak dalam dunia pendidikan seperti BOS,
bantuan operasional sekolah, bantuan bidik misi, bantuan Imbal Swadaya dan
masih banyak lagi.
4) Melakukan revisi dan memperbaiki kurikulum yang dirasa kurang berdampak
pada kemajuan pendidikan. Telah banyak terjadi revisi kurikulum hingga saat ini.
5) Pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan dana bantuan
sertifikasi, bahkan pendapatan guru bias meningkat 2 kali lipat. Selain itu khusus
untuk guru daerah terpencil akan diberikan dana tambahan khusus.
6) Mengirim tenaga pengajar ke daerah, daerah terpencil, agar dapat membantu
ketertinggalan pendidikan di daerah tersebut. Contohnya saja dibentuknya
program Indonesia mengajar dan SM3T.
7) Membangun sarana dan prasarana pendidikan baik itu sarana dalam bidang
teknologi maupun sarana lain yang dapat meningkatkan kenyamanan proses
belajar mengajar.

Melihat adanya solusi dalam peningkatan kualitas guru, tentunya model pembelajaran
pun juga dapat meningkat sehingga motivasi belajar siswa meningkat pula. Di zaman
serba canggih ini model maupun media pembelajaran pun juga semakin banyak
macamnya. Baik dari aspek visual, audi, maupun audio visual. Pada penelitian ini penulis
tertarik untuk mengkaji model pembelajaran kooperatif pada salah satu mata Pelajaran
yakni Sejarah. Penulis ingin meneliti efektivitas model pembelajaran kooperatif tersebut
terhadap motivasi belajar siswa, maka dari itu penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan mengankat judul: “Efektivitas Model Pembelajaran Cooperative
Learning dalam Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMA pada
Pembelajaran Sejarah”
1.2. Masalah Penelitian
Dari latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, penulis akan meneliti beberapa
masalah mengenai bagaimana model pembelajaran yang guru pakai untuk membuat mata
pelajaran Sejarah ini menjadi menarik dimata siswa SMA? dan bagaimana efektivitas
model pembelajaran tersebut dalam meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar
siswa di SMA?

1.3. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik secara teoritis
maupun praktis, diantaranya sabegai berikut:

1. Kegunaan secara Teoritis


a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam
ilmu Pendidikan terutama pada Pelajaran sejarah, yaitu membuat inovasi
model pembelajaran yang menarik minat siswa SMA pada mata Pelajaran
tersebut.
b. Untuk mencoba menafsirkan dampak model pembelajaran kooperatif pada
motivasi belajar dan hasil belajar siswa SMA terutama pada pembelajaran
Sejarah.

2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang berarti
khususnya bagi Lembaga Pendidikan seperti guru Sejarah di SMA.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk para mahasiswa
program studi Pendidikan IPS dan Sejarah, dosen, dan akademisi lainnya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Efektivitas
a. Definisi

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris effective artinya berhasil. Sesuatu yang dilakukan
berhasil dengan baik. Efektivitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu effectiveness yang
berarti efektivitas, keefektifan, kemujaraban, kemanjuran, dan keampuhan. Efektivitas
berasal dari kata dasar efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif
mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah
keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan
tugas dengan sasaran yang dituju.

Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau
senantiasa dikaitkan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara
keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisien lebih
melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan
antara input dan output-nya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan
sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai,
semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan
sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.

b. Aspek-aspek Efektivitas

Berdasarkan pendapat Muasaroh, ada beberapa aspek-aspek efektivitas diantara lain:

1) Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan
tugas atau fungsinya.
2) Aspek rencana atau program, Jika seluruh rencana dapat dilaksanakan maka
rencana atau program dikatakan efektif.
3) Aspek ketentuan dan peraturan Efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari
berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga
berlangsungnya proses kegiatan.
4) Aspek tujuan atau kondisi ideal Suatu program kegiatan dikatakan efektif dari
sudut hasil jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai. Penilaian
aspek ini dapat dilihat dari prestasi yang dicapai.

2. Model Pembelajaran
a. Definisi

Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur


secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model
pembelajaran merupakan suatu rangkaian proses belajar mengajar dari awal hingga akhir,
yang melibatkan bagaimana aktivitas guru dan siswa, dalam desain pembelajaran tertentu
yang berbantuan bahan ajar khusus, serta bagaimana interaksi antara guru siswa bahan
ajar yang terjadi. Umumnya, sebuah model pembelajaran terdiri beberapa tahapan-
tahapan proses pembelajaran yang harus dilakukan. Model pembelajaran sangat erat
kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru
(teaching style), yang keduanya disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning and
Teaching).

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,


termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sedangkan menurut Joyce & Weil
dalam Mulyani Sumantri, dkk model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktifitas belajar mengajar. Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah cara atau teknik penyajian sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang
dan melaksanakan proses belajar mengajar.

b. Fungsi Model Pembelajaran

Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para
guru dalam melaksanakan pembalajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam
pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Menurut Trianto, fungsi
model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru
dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan
yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik.

c. Jenis-jenis Model Pembelajaran

Berkenaan dengan model-model pembelajaran abad 21 yang dipandang potensial untuk


mengintegrasikan teknologi dan luwes diterapkan pada berbagai tingkatan usia, jenjang
pendidikan dan bidang studi, guru dapat menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Model-
model pembelajaran dimaksud antara lain;

1) Discovery learning

Belajar melalui penelusuran, penelitian, penemuan, dan pembuktian. Contoh dalam


pembelajaran guru menugaskan peserta didik untuk menelusuri faktor penyebab
terjadinya banjir di daerah setempat. Peserta didik bekerja secara berkelompok
menelurusi informasi dengan mewawancarai penduduk disertai pelacakan informasi di
internet (bimbingan disesuaikan tingkatan usia) dan kemudian diminta untuk membuat
kesimpulan dilanjutkan presentasi.

2) Pembelajaran berbasis proyek

proyek memiliki target tertentu dalam bentuk produk dan peserta didik merencanakan
cara untuk mencapai target dengan dipandu oleh pertanyaan menantang. Contohnya pada
peserta didik SMK Kewirausahaan diberikan pertanyaan produk kreatif berbahan lokal
seperti apakah yang memiliki nilai tambah secara ekonomis? Peserta didik bisa mengikuti
tahapan pembelajaran seperti eksplorasi ide, mengembangkan gagasan, merealisasikan
gagasan menjadi prototipe produk, melakukan uji coba produk, dan memasarkan produk.
Pada prosesnya peserta didik bisa memanfaatkan teknologi untuk mencari informasi bagi
upaya pengembangan gagasan, membuat sketsa produk menggunakan software tertentu,
menguji produk melalui respon pasar dengan google survey dan sebagainya.

3) Pembelajaran berbasis masalah

belajar berdasarkan masalah dengan solusi “open ended”, melalui penelusuran dan
penyelidikan sehingga dapat ditemukan banyak solusi masalah. Contohnya mengatasi
masalah pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor. Peserta didik bisa
mengeksplorasi lingkungan memanfaatkan sumber-sumber fisik diperkaya sumber-
sumber digital, menggali pengalaman orang lain atau contoh nyata penyelesaian masalah
dari beragam sudut pandang. Peserta didik terlatih untuk menghasilkan gagasan baru,
kreatif, berpikir tingkat tinggi, kritis, berlatih komunikasi, berbagi, lebih terbuka
bersosialisasi dalam konteks pemecahanmasalah.

4) Belajar berdasarkan pengalaman sendiri (Self Directed Learning/SDL)

SDL merupakan proses di mana insiatif belajar dengan/atau tanpa bantuan pihak lain
dilakukan oleh peserta didik sendiri mulai dari mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri,
merumuskan tujuan, mengidentifikasi sumber, memilih dan menjalankan strategi belajar,
dan mengevaluasi belajarnya sendiri. Contoh guru bisa membantu peserta didik
mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik atau mulai dari kemampuan apa yang
ingin dikuasai. Misalnya ingin menguasai cara melukis menggunakan software corel
draw maka guru bisa membantupeserta didik merumuskan tujuan-tujuan penting yang
dapat membantu mencapai tujuannya. Peserta didik belajar mandiri mengeskplorasi
tutorialnya melalui youtube, menerapkan, dan mengevaluasi kemampuannya.

5) Pembelajaran kontekstual (melakukan)


guru mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata peserta didik sehingga
memungkinkan peserta didik menangkap makna dari yang pelajari, mengkaitkan
pengetahuan baru dengan pegetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki. Contoh
dalam pembelajaran bentuk-bentuk tulang daun guru menugaskan kepada peserta didik
secara berkelompok mengeksplorasi melalui internet. Guru menginginkan peserta didik
dapat memperoleh pengalaman bermakna yang mendalam dan dapat mengkaitkan apa
yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Pada PAUD dan sekolah dasar kelas rendah bisa
saja peserta didik belum bisa membedakan secara nyata perbedaan kelenturan dan
kekuatan tulang daun dari setiap bentuk yang berbeda, sehingga diperlukan pengalaman
langsung.

6) Bermain peran dan simulasi

Peserta didik bisa diajak untuk bermain peran dan menirukan adegan,
gerak/model/pola/prosedur tertentu. Misalnya seorang guru menggunakan tayangan
video dari youtube, peserta didik diminta mencermati alur cerita dan peran dari tokoh-
tokoh yang ada kemudian berlatih sesuai tokoh yang diperankan. Pada tataran lebih
kompleks membuat cerita sendiri kemudian memperagakannya dengan bermain peran.

7) Pembelajaran kolaboratif

Merupakan belajar dalam tim dengan tugas yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kolaboratif lebih cocok untuk peserta didik yang sudah menjelang dewasa.
Kolaborasi bisa dilakukan dengan bantuan teknologi misalnya melalui dialog elektronik,
teknologi untuk menengahi dan memonitor interaksi, dimana masing-masing pihak
memegang kendali dirinya dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama.
Fasilitasi bisa diberikan oleh guru, ketua kelompok pelatih online maupun mentor.

8) Diskusi kelompok kecil

Diskusi kelompok kecil diorientasikan untuk berbagai pengetahuan dan pengalaman serta
untuk melatih komunikasi lompok kecil tujuannya agar peserta didik memiliki
ketrampilan memecahkan masalah terkait materi pokok dan persoalan yangihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Diskusi kelompok kecil bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
siswa karena lebih banyak siswa yang dilibatkan. Jumlah kelompok diskusi antara empat
sampai lima orang. Metode diskusi digunakan untuk melatih kecakapan berpikir,
kecakapan berkomunikasi, kemampuan kepemimpinan, debat, dan kompromi.

3. Model Pembelajaran Kooperatif


a. Definisi

Bern & Erickson (2001:5) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan


strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok
belajar kecil dimana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar. Warsono &
Hariyanto (2014:161) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa bekerja sama dan belajar
bersama dengan saling membantu secara interaktif untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang dirumuskan. Menurut Hamdayama (2016:145) pembelajaran kooperatif adalah
kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Riyanto (2010:267) mengatakan
pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang dirancang untuk melatih
kecakapan akademis (academic skills), keterampilan sosial (social skill), serta
interpersonal skill.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif


adalah sebuah model pembelajaran yang melibatkan kelompok belajar di mana terdiri dari
siswa-siswa dengan kemampuannya masing-masing. Hasil yang diharapkan dari
penggunaan metode ini adalah siswa mampu meningkatkan kemampuan akademik,
keterampilan sosial, serta kemampuan interpersonal.

b. Tujuan

Berikut adalah beberapa tujuan dari pelaksanaan kegiatan belajar dengan model
pembelajaran kooperatif. (1) Menciptakan situasi di mana keberhasilan individu
bergantung pada keberhasilan kelompok. (2) Menjadikan teman sebaya sebagai sumber
belajar selain guru dan buku. (3) Menjadikan siswa yang lebih mampu sebagai
narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang
sama. (4) Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman–temannya yang
mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan itu tersebut antara lain perbedaan
suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial. (5) Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti berbagi tugas, aktif bertanya, mengemukakan pendapat
dan lain sebagainya.

c. Jenis-jenis

Terdapat jenis-jenis model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran. Setiap model memiliki karakteristik masing-masing yang bisa disesuaikan
dalam pembelajaran atau situasi tertentu. Pemilihan model pembelajaran ini juga harus
disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi yang akan disampaikan.

1) Jigsaw

Model pembelajaran jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di


mana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa secara
heterogen. Pada pembelajaran jigsaw ini terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli.

Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan dan latar belakang yang beragam. Kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda dan ditugaskan
untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyampaikan tugas-
tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada
kelompok asal.

2) STAD (Student Team Achievement Division)

Student Team Achievement Division (STAD) adalah salah satu jenis kooperatif
yang menekankan adanya aktivitas serta interaksi antara siswa agar saling
memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai
prestasi yang maksimal.

3) TGT (Team game Tournament)

Jenis model pembelajaran kooperatif TGT ini dilakukan dengan menempatkan


siswa ke dalam kelompok belajar dengan adanya permainan pada setiap meja
turnamen. Permainan tersebut akan menggunakan kartu berisi soal dan kunci
jawabannya.

4) GI (Group Investigation)

Group Investigation (GI) adalah model pembelajaran kooperatif yang


kompleks. Model pembelajaran ini memadukan antara prinsip belajar
kooperatif dan pembelajaran berbasis konstruktivisme serta proses
pembelajaran demokrasi.

Model pembelajaran ini juga mengharapkan agar siswa mampu terlibat aktif
dari tahap awal sampai akhir pembelajaran. Pembelajaran kooperatif model ini
menjadikan siswa mampu berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan
produktif.

5) NHT (Number Head Together)

Model pembelajaran kooperatife tipe NHT (kepala bernomor) merupakan


pengembangan dari model kooperatif tipe TGT. Ciri khususnya adalah
pembelajaran kelompok melalui penyelesaian tugas dengan saling membagi
ide. Setiap kelompok harus memastikan bahwa anggotanya memahami dan
menguasai tugas, sehingga semua siswa memahami konsep bersamaan.

6) TPS (Think Pair Share)

Tipe pembelajaran model ini dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981) dan
memungkinkan setiap anggota pasangan siswa mampu berkontemplasi
terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Siswa bersama kelompoknya
diminta untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan. Setelah diskusi
selesai, selanjutnya guru mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas
pertanyaan yang diajukan dari seluruh kelas.

4. Strategi Pembelajaran
a. Definisi
Pada awalnya istilah strategi sering digunakan dalam dunia Militer yang artinya
mengerahkan semua kemampuan untuk memenangkan perang. Strategi (strategos:
bahasa Yunani) merupakan gabungan dari kata stratos (militer) dengan ago (memimpin),
dan sebagai “kata kerja” memiliki asal kata stratego yaitu merencanakan.

Namun, apabila kita memandang strategi dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, ada
beberapa pengertian Strategi. Menurut JR. David sebgaaimana dikutip oleh Wina
Sanjaya, strategi diartikan sebagai plan, method, or series of activities designed to
achieves a particular educational goal. Menurut Suparman, strategi pembelajaran adalah
kombinasi dari urutan kegiatan, cara mengatur mata pelajaran, siswa, peralatan dan
bahan, dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan.

Dasim Budimansyah mengatakan, Strategi merupakan kemampuan guru menciptakan


siasat dalam kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat
kemampuan siswa. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan
tentang rangkaian kegiatan yang dirancang dan dikreasikan guru agar dapat
menghidupkan kelas serta menggali potensi kemampuan siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

b. Jenis

Menurut Rowntree menjelaskan terkait jenis-jenis strategi pembelajaran sebagaimana


dikutip Wina Sanjaya. Rowntree mengelompokkan ke dalam 3 tipe, yaitu: Strategi
Penyampaian Penemuan (exposition-discovery learning), Strategi Pembelajaran
Kelompok (groups learning), dan Strategi Pembelajaran Individual (individual learning).

1) Strategi Penyampaian Penemuan (exposition)

Strategi Pembelajaran Exposition atau sering disebut Ekspositori adalah Strategi


pembelajaran menitikberatkan pada penyampaian materi secara verbal dari guru kepada
sekelompok peserta didik dengan tujuan agar peserta didik dapat menguasai materi secara
optimal.

2) Strategi Pembelajaran Kelompok (groups learning)


Dalam Strategi Pembelajaran Kelompok dilakukan secara berkelompok. Bentuk
pembelajaran dapat dilakukan dalam kelompok besar atau klasikal, atau dalam kelompok
kecil. Strategi pembelajaran ini tidak memperhitungkan kecepatan belajar individu,
semua dianggap sama. Oleh karena itu, dalam pembelajaran kelompok, siswa yang
berkemampuan tinggi akan terhalang oleh siswa yang berkemampuan standar saja.
Sebaliknya siswa yang berkemampuan kurang akan merasa terbebani dengan siswa yang
berkemampuan lebih tinggi.

3) Strategi Pembelajaran Individual (individual learning)

Dalam strategi ini, pembelajaran siswa dikerjakan secara mandiri. Kecepatan,


kelambanan, dan prestasi siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang
terlibat.

5. Sejarah
a. Definisi

Perkataan sejarah mula-mula berasal dari bahasa Arab “syajara”, artinya terjadi,
“syajaratun” (baca: syajarah) artinya pohon kayu. Pohon menggambarkan pertumbuhan
terus-menerus dari bumi ke udara dengan mempunyai cabang, dahan dan daun, kembang
atau bunga serta buahnya. Memang di dalam kata sejarah itu tersimpan makna
pertumbuhan atau kejadian (Yamin, 1958: 4). Begitulah sejarah yang berarti pohon, juga
berarti keturunan, asal-usul atau silsilah.

Kebanyakan buku yang mengungkapkan arti istilah sejarah menyatakan bahwa arti istilah
“sejarah” tergantung pada pemikiran barat. Kata Inggris history (sejarah) berasal dari kata
benda dalam bahasa Yunani Kuno historia (baca: istoria) yang kurang lebih berarti
“belajar" dengan cara “bertanyatanya". Menurut arti yang paling umum, kata historia
berarti sesuatu yang telah terjadi. Bahasa Inggris “history" kini berarti “masa lampau umat
manusia".

Dari penelusuran kata-kata dari arti kata sejarah tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa
kata sejarah dipergunakan sebagai perkataan dalam bahasa kita sehari-hari dan istilah
ilmu pengetahuan. Sejarah berarti cerita atau kejadian atau peristiwa yang benar-benar
terjadi atau berlangsung pada waktu yang lalu.
b. Fungsi
1) Sejarah sebagai peristiwa

Sejarah sebagai peristiwa ialah kejadian, kenyataan, aktualitas, sejarah in concreto atau
an sich yang sebenarnya telah terjadi atau berlangsung pada waktu yang lalu; sejarah
sebagai res gestae atau menurut Mohammad Ali disebut sejarah-serba objek.

Peristiwa atau kejadian ada yang bersifat alamiah, misalnya gunung meletus, banjir,
kemarau panjang, gerhana matahari dan sebagainya. Selain itu ada peristiwa yang bersifat
insaniah, yakni berkaitan dengan manusia, baik angan-angan, gagasan, pikiran, sikap,
perilaku, tindakan dan hasil karya manusia, baik yang bersifat materiil maupun spiritual
yakni kebudayaan. Sejarah sebagai peristiwa menyangkut peran manusia baik sebagai
objek maupun sebagai subjek pelaku dalam peristiwa sejarah dalam dimensi waktu dan
ruang, yakni kurun waktu dan lingkungan alamnya.

Menurut para pakar ilmu pengetahuan, bumi kita ini terjadi atau dijadikan. Demikianlah
pula tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia yang hidup di atas permukaan bumi. Untuk
dapat hidup langsung manusia bergaul dengan sesamanya, membuat perkakas-perkakas,
menjinakkan hewan dan memelihara tumbuh-tumbuhan. Itu semuanya adalah perbuatan
yang harus kita golongkan ke dalam kejadian juga. Kesimpulannya, apa saja yang terjadi
dan terbentuk dalam masa yang lampau adalah kejadian. Semua kejadian terutama yang
menyangkut kehidupan manusia termasuk perbincangan sejarah.

2) Sejarah sebagai kisah

Sejarah sebagai kisah ialah cerita berupa narasi yang disusun dari memori, kesan atau
tafsiran manusia terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi atau berlangsung
pada waktu yang lampau, yaitu sejarah sebagai rerum gestarum atau menurut Moh. Ali
disebut sejarah serba subjek.

Sejarah sebagaimana dikisahkan secara tertulis (history as written) berdasarkan fakta


hasil penelitian. Dengan kata lain, sejarah sebagai kisah adalah rekonstruksi peristiwa
sejarah berdasarkan fakta sejarah mengenai peristiwa penting di masa lampau yang
menyangkut kehidupan manusia secara umum. Ketika menyampaikan sejarah sebagai
kisah, sedikitnya ada dua cara yang bisa ditempuh, yakni sejarah dikisahkan secara
interpretatif dan sejarah dikisahkan secara naratif (rinci).

Pembahasan sejarah secara interpretatif lebih mudah dipahami tetapi kurang bermanfaat,
dibandingkan narasi rinci. Hal ini terjadi karena narasi rinci akan mengemukakan
perisitiwa pokok, sehingga pembaca akan lebih mudah menarik generalisasi mereka
sendiri, atau membantah generalisasi dari pihak lain (Miftakhudin & Anwar Senen,
2020).

Namun begitu, ada pernyataan menarik dari Madjid & J Wahyudhi (2014), bahwa
sejarawan yang menuliskan kisah tidak menarik, maka dalam hal ini ia merupakan
sejarawan yang buruk. Secara profesional ia wajib melukiskan peristiwa dari masa
lampau dengan menggairahkan. Ia harus bisa menghidupkan kembali suasananya, di
samping melukiskan peristiwanya.

3) Sejarah sebagai ilmu

Sejarah sebagai ilmu suatu susunan pengetahuan (a body of knowledge) tentang peristiwa
dan cerita yang terjadi dalam masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara
sistematis dan metodis berdasarkan asas-asas, prosedur dan metode serta teknik ilmiah
yang diakui oleh para pakar sejarah.

Sejarah sebagai ilmu mempelajari sejarah sebagai aktualitas dan mengadakan penelitian
serta pengkajian tentang peristiwa dan cerita sejarah. Sejarah sebagai ilmu ialah suatu
ilmu disiplin cabang pengetahuan tentang masa lalu, yang berusaha menentukan dan
mewariskan pengetahuan mengenai masa lalu suatu masyarakat tertentu. Sejarah selain
mempunyai objek, metode juga mempunyai pokok persoalan serta pengertian tersendiri.

Sejarah sebagai ilmu adalah susunan pengetahuan dalam suatu sistem tertentu (a body
knowledge) yang disusun menurut sistem metode khusus, dengan tujuan untuk
memperoleh kebenaran tentang sesuatu. Karena yang menentukan sesuatu pengetahuan
itu ilmu atau bukan ilmu, ialah terletak pada metode ilmiah yang dipergunakan untuk
mencari kebenaran atau cara untuk mendekatinya sehingga sampai pada suatu kebenaran.
2.2 Kajian Terdahulu
Untuk mendukung permasalahan terhadap bahasan, penyusun berusaha malacak berbagai
literature dan penelitian terdahulu (prior research) yang masih relevan terhadap masalah
yang menjadi obyek penelitian saat ini. Adapun beberapa penelitian terdahulu tersebut
yaitu:

1. Penelitian Analisis Penerapan Model Pembelajaran Lok-R Terhadap Kemampuan


Literasi Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah oleh Syela Joe Dhesita

Penelitian ini memfokuskan untuk mengenalkan model pembelajaran LOK-R sebagai


solusi peningkatan kemampuan literasi sejarah dalam pembelajaran sejarah di sekolah
menengah atas. Sumber: Jurnal Ilmiah UNY

2. Penelitian Model Pembelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah


Melalui Pendekatan Inkuiri. Oleh: Herry Porda Nugroho Putro.

Penelitian ini memfokuskan untuk menghasilkan produk berupa model inkuiri dalam
rangka meningkatkan pemahaman materi dan kesadaran sejarah dalam pembelajaran
sejarah. Sumber: Historical Studies Journal

3. Penelitian Film Sejarah sebagai Media dalam Mengembangkan Literasi di Era


Digital oleh Pamela Ayesma, Kurniawati, dan Nurzengky Ibrahim

Penelitian ini memberikan gambaran tentang film sejarah sebagai media dalam
mengembangkan literasi di era digital. Sumber: Jurnal Pascasarjana UNJ

4. Penelitian Penggunaan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray untuk


Meningkatkan Keaktifan Peserta Didik pada Pembelajaran Sejarah di Kelas XII
MIPA 1 SMAN 2 Pekanbaru. Oleh Yanuar AL Fiqri.

Penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui penggunaan model Two Stay Two
Stray untuk meningkatkan keaktifan peserta didik pada pembelajaran sejarah.
Sumber: Arus Jurnal Pendidikan

5. Penelitian Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips


Berbantuan Media Permainan Bingo Pada Pembelajaran Sejarah Kelas Xi Di Sma
Negeri 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya oleh Nadyatur Rahmi, Nurasiah S.Pd,
dan Muhjam Kamza S.Pd

Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana penerapan model pembelajaran


kooperatif tipe talking chips berbantuan media permainan bingo pada pembelajaran
sejarah kelas XI di SMA Negeri 2 Seunagan Kabupaten Nagan Raya, dan mengetahui
kendala siswa pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips
berbantuan media permainan bingo pada pembelajaran sejarah. Sumber: Education
Journal of History and Humanities

2.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan pada kajian teori dan latar belakang yang telah dipaparkan penelitian
sebelumnya, peneliti dapat menyusun hipotesis tindakan sebagai berikut:

Jika siswa cendrung menyukai model pembelajaran sejarah yang tidak monoton dan tidak
membosankan maka dengan penerapan model pembelajaran kooperatif, motivasi belajar
siswa akan meningkat.

Jika motivasi belajar siswa meningkat karena adanya model pembelajaran kooperatif
pada pembelajaran sejarah maka hasil belajar siswa pun juga akan meningkat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai permasalahan yang diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui model pembelajaran apa yang guru pakai agar pembelajaran
sejarah menarik.
2. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kolaboratif dalam
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah.

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian

Tempat yang peneliti tetapkan untuk melakukan penelitian ini di SMPN 27 Jakarta, yang
terletak di Jl. Komp. Ptb Duren Sawit, Kec. Duren Sawit, Kota Jakarta Timur Prov. D.K.I.
Jakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini, dilaksanakan setelah


mendapatkan izin dari pihak yang bersangkutan sampai waktu yang ditentukan yakni
kurang lebih 6 bulan.

3.3 Metode Penelitian


1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti menerapkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran Kooperatif. Sehubungan dengan hal itu peneliti menyusun skenario
pembelajaran, pembuatan media, dan pembuatan perangkat pembelajaran lainnya. Seperti
halnya rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, LKS, dan soal tes.
Merancang perangkat pembelajaran seperti silabus, rencana pelaksanaan pemebelajaran
(RPP), lembar kerja siswa. Serta menyiapkan berbagai media pembelajaran yang menarik
seperti games.

2. Tindakan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran
Kooperatif. Selama proses pembelajaran siswa dikelompokkan sesuai dengan model
pembelajaran Kooperatif. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh peneliti, dengan
melakukan kolaborasi dengan guru.

3. Observasi

Observasi berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang


diakibatkan oleh tindakan didalam kelas. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengamati
aktivitas siswa maupun guru bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dalam proses
pembelajaran Kooperatif. Hasil observasi merupakan dasar dilakukannya refleksi
sehingga yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya.

4. Refleksi

Refleksi dilakukan setelah tindakan tiap siklus berakhir. Refleksi ini merupakan renungan
bagi guru atau peneliti terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Refleksi merupakan
kegiatan evaluasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh atas data yang
terhimpun sebagai bentuk dampak tindakan yang telah dirancang. Refleksi dilakukan
untuk mengetahui adanya kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada saat pembelajaran
berlangsung. Hasil pemikiran reflektif kemudian digunakan sebagai dasar untuk
menentukan siklus berikutnya apakah tindakan perlu dilakukan modifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiah, S., Isitiyati, S., & Mulyono, D. H. (t.t.). Analisis penyebab rendahnya motivasi
belajar dalam pembelajaran ips pada peserta didik kelas V sekolah dasar.

Cici Mei Lani FAKULTAS KEGURUAN DAN, O. (2016). HUBUNGAN MINAT


MEMBACA BUKU SEJARAH DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN SEJARAH KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEPUTIH AGUNG.

Dhesita, S. J., & Sukoharjo, M. (t.t.). ANALISIS PENERAPAN MODEL


PEMBELAJARAN LOK-R TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SISWA DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH.

Dhesita, S. J., Sukoharjo, M., Porda, H., Putro, N., Difarell, R., Calista, A., Yefterson, R.
B., Alfiah, S., Isitiyati, S., Mulyono, D. H., Wulandari, I., Kunci, K., Verbina
Ginting, E., Renata Ginting, R., Jannah Hasibuan, R., Yani, S. F., Fajri, I., Yanuar,
I. P., Fiqri, A. L., … Sari, C. P. (2022). HUBUNGAN MINAT MEMBACA BUKU
SEJARAH DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
SEJARAH KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEPUTIH AGUNG. Dalam JIM: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah (Vol. 4, Nomor 4). LPPM Unsyiah.
https://doi.org/10.36418/japendi.v3i4.778

Difarell, R., Calista, A., & Yefterson, R. B. (2022). Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di SMA Pembangunan
Bukittinggi. 4(4).

Fajri, I. (t.t.). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA KUALITAS


PENDIDIKAN DI INDONESIA.

Ismaun, H. (t.t.). Pengertian dan Konsep Sejarah.

Konsep Dasar IPS 37. (t.t.).

Martha, Y., Sa, D., Maulana, H., & Warto, W. (2023). Konsep Dasar Sejarah:
Implementasinya Dalam Pembelajaran. 1(4), 164–176.
https://doi.org/10.51903/bersatu.v1i4.285
Paulus, E. S., & Wuwur, O. (2022). Faktor Penghambat Minat Baca Siswa Sekolah Dasar
Factors Inhibiting Interest in Reading for Elementary School Students. Jurnal Sains
dan Teknologi (SAINTEK), 1(2).

Porda, H., & Putro, N. (t.t.). MODEL PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK


MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH MELALUI PENDEKATAN INKUIRI
(Vol. 22, Nomor 2).

Rahmi, N., Pd, N. S., Kamza, M., & Pd, S. (2020). Paramit a: Historic al Studies
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Berbantuan Media
Permainan Bingo Pada Pembelajaran Sejarah Kelas Xi Di Sma Negeri 2 Seunagan
Kabupaten Nagan Raya. Dalam Riwayat: Educational Journal of Histor y and
Humanities (Vol. 30, Nomor 2). http://jurnal.unsyiah.ac.id/sejarah

Sari, C. P. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Membaca Siswa Kelas Iv.
Dalam Basic Education (Vol. 7, Nomor 32).

Verbina Ginting, E., Renata Ginting, R., & Jannah Hasibuan, R. (2022). ANALISIS
FAKTOR TIDAK MERATANYA PENDIDIKAN DI SDN0704 SUNGAI KORANG.
https://doi.org/10.36418/japendi.v3i4.778

Wulandari, I., & Kunci, K. (2022). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student
Teams Achievement Division) dalam Pembelajaran MI. Dalam Jurnal Papeda (Vol.
4, Nomor 1).

Yani, S. F. (2022). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Question Student


Have Berbantuan Media Poster Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Sejarah Di MAN 6 Aceh Besar. JIM: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pendidikan Sejarah, 6(4), 181–190. https://doi.org/10.24815/jimps.v6i4.22255

Yanuar, I. P., Fiqri, A. L., & Indayani, W. (2022). Arus Jurnal Pendidikan (AJUP)
Penggunaan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan
Keaktifan Peserta Didik pada Pembelajaran Sejarah di Kelas XII MIPA 1 SMAN 2
Pekanbaru. 2(1).
http://jurnal.ardenjaya.com/index.php/ajuphttp://jurnal.ardenjaya.com/index.php/aj
up

Anda mungkin juga menyukai