Anda di halaman 1dari 20

Modul 3: Rangkaian DC

Modul 3: Rangkaian DC

Zahran Al Ghifari 13322087, Kelompok: K02-7


Tanggal: 7 September 2023, Asisten: Izma Alhazmi Herdian 13321027
TF 2106 Laboratorium Teknik Fisika I

1. Tujuan Percobaan
1. Mengukur hambatan, tegangan DC, dan arus DC menggunakan multimeter serta
mampu untuk membaca harga resistor dari kode warna.
2. Menganalisis perbedaan dari rangkaian resistor seri dan paralel
3. Menganalisis rangkaian DC berdasarkan hukum Kirchhoff, teorema linearitas,
teorema Thevenin, dan teorema Norton.
4. Mengukur dengan perhitungan ketidakpastian melalui pendekatan statistik.

2. Alat dan Bahan


Table 2.1 Alat dan Bahan

No Nama Banyak Keterangan

1 Komputer/laptop dengan Arduino 1 Disediakan Peserta


IDE

2 Pengupas dan pemotong kabel 1 Disediakan Peserta


(minimal 1 per regu)
3 Obeng minus kecil atau testpen 1

4 Multimeter 1

5 Kit Escope 1 Dari Kit lab

6 Komponen Resistor 8
2 x 180 Ohm
4 x 220 Ohm
1 x 470 Ohm
1 x 1k Ohm

7 Trimpot (multiturn) 100k Ohm 1

8 LED 3

9 Breadboard 1

10 Kabel tunggal, jumper, dan alligator Secukupnya


clip

1
Modul 3: Rangkaian DC
3. Dasar Teori
3.1 Hukum Rangkaian Listrik

Rangkaian listrik merupakan suatu skematik yang dapat diukur besarannya seperti tegangan
(V), arus (A), dan hambatan (Ω). Untuk menghitungnya terdapat berbagai macam
hukum-hukum fisika yang berlaku seperti,

3.1.1 Hukum Ohm

Hukum Ohm adalah prinsip dasar dalam ilmu listrik yang menyatakan bahwa arus listrik
yang mengalir melalui suatu penghantar (biasanya kawat) sebanding secara langsung dengan
tegangan yang diterapkan padanya, asalkan suhu dan kondisi lainnya tetap konstan.
Dalam rumusnya, hukum Ohm dapat diungkapkan sebagai

𝑉 = 𝐼𝑅

di mana I adalah arus listrik, V adalah tegangan, dan R adalah resistansi penghantar.

3.1.2 Hukum Daya Listrik

Hukum Daya Listrik merupakan suatu rumus yang diformulasikan untuk mendapatkan
besaran Energi per satuan waktu maka dapat dirumuskan sebagai

𝑃 = 𝑉𝐼
di mana P adalah daya.

3.1.3 KCL (Kirchoff Current Law)

Hukum Kirchhoff Arus (Kirchhoff's Current Law atau KCL) menyatakan bahwa total arus
yang mengalir ke suatu simpul atau percabangan dalam rangkaian listrik adalah sama dengan
total arus yang keluar dari simpul atau percabangan tersebut. Dengan kata lain, jumlah arus
yang masuk ke suatu titik dalam rangkaian harus sama dengan jumlah arus yang keluar dari
titik tersebut. KCL merupakan prinsip dasar dalam analisis rangkaian listrik, membantu
dalam memahami dan menghitung aliran arus dalam rangkaian yang kompleks.
Dalam rumusnya, Hukum Kirchoff Arus dapat dirumuskan sebagai,

3.1.4 KVL (Kirchoff Voltage Law)

2
Modul 3: Rangkaian DC
Hukum Kirchhoff Tegangan (Kirchhoff's Voltage Law atau KVL) menyatakan bahwa total
penurunan tegangan sepanjang suatu lintasan tertutup dalam rangkaian listrik adalah sama
dengan total tegangan yang diberikan pada lintasan tersebut. Dalam kata lain, jumlah
tegangan yang turun di sepanjang suatu loop (lingkaran) dalam rangkaian harus sama dengan
jumlah tegangan yang disediakan untuk loop tersebut. KVL digunakan dalam analisis
rangkaian listrik untuk memahami dan menghitung distribusi tegangan dalam rangkaian yang
kompleks.
Dalam rumusnya, Hukum Kirchoff Tegangan dapat dirumuskan sebagai,

3.2 Sumber Daya

Sumber daya adalah komponen yang mampu mengalirkan daya listrik (P) ke suatu rangkaian.
Dari jenis arusnya, maka sumber daya dapat dibagi menjadi:

● Sumber daya arus searah (DC, direct current).


● Sumber daya arus bolak-balik (AC, alternating current).

Sumber tegangan adalah komponen dua kutub yang jika dihubungkan ke rangkaian, akan
mampu menjaga agar tegangan (V) di antara kedua kutubnya tetap, berapapun nilai tahanan
(R) pada rangkaian. Dengan demikian, sesuai hukum ohm, arus (I) yang akan mengalir ke
rangkaian bisa berubah-ubah. Meski demikian, sumber daya memiliki batas daya (P = VI)
yang bisa diberikan, sehingga konsekuensinya:

● Makin besar nilai tahanan, maka arus akan makin kecil. Jika tahanan menjadi tak
hingga (putus/open circuit) maka arus akan menjadi nol (tegangan V antara kedua
kutub tetap, dan tetap aman).

● Makin kecil nilai tahanan, maka arus akan makin besar. Jika tahanan menjadi nol
(konslet/short circuit) maka secara teoritis arus akan menjadi tak hingga.
Kenyataannya, sumber daya akan terbebani lebih sehingga bisa rusak. Jika ada
sekring (fuse), maka sekring sebagai pengaman akan putus dan aliran arus listrik pun
ikut putus.

Di sisi lain, komponen sumber arus adalah komponen dua kutub yang jika dihubungkan ke
rangkaian, akan mampu menjaga agar arus (I) ke rangkaian tetap, berapapun nilai tahanan (R)
pada rangkaian. Sesuai Hukum Ohm, maka tegangan (V) di antara kedua kutub bisa
berubah-ubah sejauh kemampuan daya sumber arus. Konsekuensinya:

3
Modul 3: Rangkaian DC
● Makin besar nilai tahanan, maka arus akan berusaha tetap, sementara tegangan naik.
Secara teoritis, jika tahanan tak hingga (putus/open circuit) maka tegangan juga
menjadi sangat tinggi. Namun dalam kenyataan, tegangan hanya naik hingga batas
daya (V = P/I), lalu arus mengecil sampai menjadi nol (tetap aman).

● Makin kecil nilai tahanan, maka arus akan tetap makin besar. Jika tahanan menjadi
sangat kecil, arus akan tetap dan tetap aman.

3.3 Resistor

Resistor adalah komponen untuk memberi hambatan pada suatu jalur listrik. Nilai suatu
resistor tercantum pada komponen tersebut dengan kode cincin berwarna-warni. Kode ini
menyatakan nilai resistor dalam Ohm, dan toleransi kesalahannya dalam %. Dalam hal ini,
perhatikan juga bahwa nilai resistor di pasaran adalah kelipatan 10 dari harga tertentu.
Selain itu, resistor juga memiliki rating daya (watt), yaitu maksimum daya yang dapat
melaluinya. Rating ini tidak nampak pada kode cincin, namun nampak pada ukuran fisiknya.
Jika rating daya ini terlewati, maka resistor akan panas dan bisa terbakar. Untuk itu ingatlah
untuk membatasi tegangan maupun arus yang melewati resistor.

Sementara itu, resistor yang dapat diubah-ubah nilainya disebut resistor variabel dan
potensiometer. Pada Modul 3 ini akan digunakan potensiometer dengan tipe multiturn/trimpot
(Gambar 3-3 kanan). Potensiometer adalah komponen yang memiliki 3 kaki, di mana
resistansi antara kaki 1 dan 3 selalu tetap (maksimum) sesuai nilai yang tertera pada padanya.
Sementara itu hambatan kaki-2 terhadap kaki-1 dapat berubah dari nol hingga maksimum jika
poros aturnya (wiper) diputar. Trimpot yang kita gunakan memiliki nilai maksimum 10x104
Ohm= 100k Ohm. Satu kali putaran searah jarum jam (clockwise) sebesar 180o maka nilai
hambatan naik sebesar kira-kira 1800 Ohm atau satu putaran sebesar 360o naik sebesar
kira-kira 3600 Ohm. Wiper pada trimpot ini dapat diputar menggunakan obeng minus kecil
(obeng kacamata) atau testpen.

3.4 Beban (Load)

Beban (load) dalam konteks elektronika mengacu pada komponen atau perangkat yang
mengkonsumsi daya listrik dari sumber listrik atau generator. Beban adalah salah satu
komponen penting dalam suatu sirkuit elektronika dan dapat berupa berbagai jenis perangkat,
seperti resistor, lampu, motor, speaker, komputer, atau perangkat elektronik lainnya.

Berikut ini beberapa konsep penting terkait dengan beban dalam elektronika:

● Resistansi (Impedansi): Beban dapat memiliki karakteristik resistif atau kompleks


(resistif, induktif, atau kapasitif). Karakteristik ini dinyatakan dalam satuan resistansi,
yang disebut ohm (Ω). Resistansi adalah hambatan yang diberikan oleh beban
terhadap aliran arus listrik.

4
Modul 3: Rangkaian DC

● Daya Aktif (Real Power): Beban mengkonsumsi daya aktif dari sumber listrik, yang
diukur dalam watt (W). Daya aktif adalah komponen daya listrik yang benar-benar
digunakan untuk melakukan pekerjaan oleh beban tersebut, misalnya, pemanasan
pada pemanas listrik atau pencahayaan pada lampu.

● Daya Reaktif (Reactive Power): Beban juga dapat memerlukan daya reaktif, yang
diukur dalam volt-ampere reaktif (VAR). Daya reaktif terkait dengan komponen
induktif atau kapasitif dalam beban dan seringkali diperlukan untuk mengimbangi
efek induktif atau kapasitif dalam sirkuit.

● Faktor Daya (Power Factor): Faktor daya adalah perbandingan antara daya aktif dan
daya apar di beban. Faktor daya yang baik adalah ketika beban mengkonsumsi
sebagian besar daya aktif dibandingkan dengan daya reaktif. Faktor daya yang buruk
dapat mengakibatkan pemborosan energi dan peningkatan beban pada sistem listrik.

● Beban Tunggal dan Beban Paralel: Dalam suatu sirkuit, beban dapat terhubung dalam
rangkaian tunggal atau paralel. Dalam rangkaian tunggal, beban terhubung secara
berurutan, sedangkan dalam rangkaian paralel, beban terhubung secara paralel.
Konfigurasi ini memengaruhi cara arus dan tegangan terdistribusi di antara
beban-beban tersebut.

● Karakteristik Beban Dinamis: Beban elektronika dapat memiliki karakteristik


dinamis, artinya mereka dapat mengubah konsumsi daya mereka seiring waktu.
Misalnya, saat menghidupkan komputer, bebannya mungkin akan meningkat secara
tiba-tiba, lalu berkurang saat komputer dalam keadaan stand-by.

● Proteksi Beban: Beban dalam suatu sirkuit perlu dilindungi dari berbagai risiko
seperti arus berlebih, tegangan berlebih, dan gangguan lainnya. Komponen seperti
pengaman (fuse), pemutus sirkuit (circuit breaker), dan regulator tegangan digunakan
untuk melindungi beban.

Memahami karakteristik dan kebutuhan beban sangat penting dalam merancang, memelihara,
dan mengoperasikan sistem elektronika yang efisien dan andal. Pemahaman ini membantu
dalam memilih komponen yang sesuai, menghitung kapasitas daya yang dibutuhkan, dan
menjaga kualitas daya listrik yang disupply ke beban agar sesuai dengan kebutuhan.

3.5 Rangkaian Pembatas Arus dan Pembagi Tegangan

Walaupun sederhana, manfaat resistor sangat penting, antara lain:


● Untuk membatasi arus yang mengalir pada jalur tersebut.
● Untuk membagi tegangan.

5
Modul 3: Rangkaian DC
Misalkan suatu sumber tegangan ESP32 akan dipakai untuk menyalakan suatu LED. Jika
LED langsung dipasang ke pin AO0 pada EScope, di mana pin tersebut mengeluarkan 3,3
Volt, maka pin AO0 atau LED akan rusak karena hambatan dalam LED sangat kecil,
sehingga arus yang melaluinya akan sangat besar. Gambar dibawah ini menunjukkan
skematik rangkaian LED tanpa dan dengan resistor.

Gambar 3.5-1 Rangkaian Pembatas Arus

Dari spesifikasi LED 5mm standar diketahui bahwa arus maksimum yang diperbolehkan
adalah 20 mA. Oleh karenanya, untuk mengamankan rangkaian ini, maka ditambahkan suatu
resistor di mana harga resistor dihitung dari:
● Tentukan arus yang masih aman melalui rangkaian, namun cukup untuk menyalakan
LED. Dalam hal ini, karena rating arus LED hanya 20mA, maka untuk kemanan
diambil arus hanya 15 mA.
● Dengan asumsi bahwa hambatan dalam LED maupun sumber tegangan sangat kecil,
maka arus yang mengalir pada rangkaian adalah:
𝐼 = 𝑉1 / 𝑅1
● Dari persamaan itu, harga R bisa dihitung sekitar 220 Ohm. Harga resistor di pasaran
yang terdekat adalah 220 Ohm, 330 Ohm, atau 470 Ohm. Dalam hal ini dapat dipilih
220 atau 330 Ohm karena masih aman, dan akan membuat nyala LED lebih terang.

6
Modul 3: Rangkaian DC

Gambar 3.5-2 Rangkaian Pembagi Tegangan

Kemudian misalkan ESP32 akan digunakan untuk memberikan masukan ke Rangkaian X


yang memiliki rentang tegangan 0-3,3V (Gambar 3-6). Untuk memberi masukan yang tepat
ke Rangkaian X, maka bisa dipasang 2 resistor sebagai pembagi tegangan.

Asumsikan bahwa tahanan dalam Rangkaian X adalah sangat besar. Dengan demikian
berlaku hubungan:
𝑅2
𝑉2 = ( 𝑅 + 𝑅2
)𝑉1
1

Terlihat bahwa fungsi R1 dan R2 di sini adalah membagi tegangan V1 menjadi tegangan V2
yang lebih kecil secara proposional.

3.6 Hukum Kirchhoff

Pada suatu rangkaian listrik yang mengandung berbagai hambatan dan interkoneksi, berlaku
dua hukum Kirchhoff yang setara:

● Pada suatu titik koneksi, berlaku Kirchoff Current Law: Σ𝐼𝑖=0


● Pada suatu loop koneksi berlaku Kirchoff Voltage Law: Σ𝑉𝑖=0

3.7 Sifat Linearitas Rangkaian

Suatu sistem memiliki sifat linier jika antara input dan outputnya berlaku :

● Scaling : 𝑦=𝑓(𝑎𝑥)=𝑎𝑓(𝑥);𝑎=𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
● Superposisi : 𝑦=𝑓(𝑥1+...+𝑥𝑛)=𝑓(𝑥1)+...+𝑓(𝑥𝑛)

Sifat ini berlaku pada rangkaian listrik dengan komponen pasif resistor, kapasitor dan
induktor, NAMUN tidak berlaku jika ada komponen seperti dioda atau transistor.

7
Modul 3: Rangkaian DC

3.8 Teorema Thevenin dan Norton

Kedua teori ini saling komplemen, berguna untuk menyederhanakan rangkaian DC yang
rumit. Dinyatakan bahwa suatu rangkaian listrik apapun, dengan sumber daya apapun, dapat
disederhanakan menjadi:

● Satu sumber tegangan yang di-seri dengan sebuah tahanan (teorema Thevenin)
● Satu sumber arus yang di-paralel dengan sebuat tahanan (teorema Norton)

3.9 Teorema Superposisi

Sifat kedua sistem linear dinyatakan sebagai teorema superposisi. Teori ini menyatakan
bahwa jika kondisi pada suatu rangkaian listrik (tegangan atau arus) yang dihasilkan oleh
beberapa sumber daya, akan sama dari kondisi yang dihasilkan oleh masing-masing sumber
daya yang bekerja sendiri. Selama suatu sumber daya bekerja sendiri, maka sumber daya lain
digantikan oleh tahanan dalamnya. Untuk sumber daya ideal:

● Sumber tegangan diganti dengan koneksi tersambung (dihubungsingkatkan,


close/short)
● Sumber arus diganti dengan koneksi terputus (open)

3.10 Escope Berbasis ESP32 Untuk Pengujian Elektronika

ESP32 adalah suatu mikroprosesor yang saat ini sangat popular, karena menyediakan
berbagai fitur untuk antarmuka ke rangkaian elektronika, mudah diprogram, memiliki
kemampuan komunikasi nirkabel (Wi-Fi dan Bluetooth), dan relatif murah.

EScope ini dapat berfungsi sebagai sumber tegangan DC (pengganti catu daya DC),
pembangkit sinyal AC (pengganti signal generator), dan pelacak sinyal (pengganti
oscilloscope).

3.11 Pin Escope Berbasis ESP32

EScope memiliki banyak pin, tetapi dalam praktikum Modul 3 ini, hanya akan digunakan 8
pin khusus, yaitu: GND, 3.3V, AO0, AO1, AI0, AI1, DI2, dan VI-. Tabel 3-6 akan
menunjukkan jenis, fungsi, dan cara menghubungkan pin yang akan digunakan dalam Modul
3 ini. Penting untuk diingat bahwa pin lainnya tidak boleh dihubungkan ke mana pun.

8
Modul 3: Rangkaian DC

Gambar 3.11 Bentuk Fisik EScope ESP32

3.11 Ketidakpastian Pengukuran

Pengukuran adalah kegiatan membandingkan nilai besaran yang diukur dengan besaran lain
sejenis yang telah ditetapkan sebagai satuan. Dalam kegiatan pengukuran, dihasilkan sebuah
nilai yang disebut sebagai hasil pengukuran. Hasil pengukuran sejatinya merupakan
“taksiran” atau “pendekatan” nilai besaran yang diukur. Dengan demikian, hasil pengukuran
dikatakan lengkap apabila disertai dengan pernyataan “ketidakpastian” dari taksiran tersebut.

4. Data dan Analisis

4.1 Membaca dan Mengukur Resistor

Pada percobaan ini akan dilakukan pengukuran dari sebuah resistor yang bermacam-macam
besar nilainya, dengan menggunakan konsep statistika percobaan ini dapat dielaborasi antara
teori dengan keadaan nyata.

9
Modul 3: Rangkaian DC

Gambar 4.1 Pengukuran Resistor

Berikut merupakan hasil dari percobaan membaca dan mengukur resistor dan potensiometer :
Table 4.1 Data Percobaan Membaca dan Mengukur Resistor

Membaca dan Mengukur Resistor

Ukur-
R Warna Ring Nilai Toleransi 1 Ukur-2
Kuning -
Ungu -
Coklat - 470
R11 Emas Ohm 5% 466 466
Coklat -
Hitam -
Merah -
R12 Emas 1k Ohm 1 % 987 983
Coklat - Abu
- Coklat - 180
R21 Emas Ohm 5% 176 176
Coklat - Abu
- Coklat - 180
R22 Emas Ohm 5% 175 175
Merah -
Hitam -
Coklat - 200
R32 Emas Ohm 5% 215 215

10
Modul 3: Rangkaian DC

Potensiometer
Stand
R31 Devia
Posisi R31 Ukur-1 Ukur-2 Rata-Rata si U95%
0 0 0 0 0 0
2x180 0.2 0.6 0.4 0.2 0.4
3x180 0.4 0.6 0.5 0.1 0.2
4x180 198 200 199 1 2
5x180 2170 2180 2175 5 10

Pengukuran resistor adalah metode untuk menentukan nilai resistansi sebuah resistor. Nilai
resistansi ini diukur dalam satuan ohm (Ω). Resistor juga dapat diidentifikasi berdasarkan
kode warna yang tercetak pada tubuhnya. Kode warna ini mengindikasikan nilai resistansi
dan toleransi resistor. Dalam praktikum ini, kita belajar bagaimana membaca kode warna
tersebut untuk menentukan nilai resistansi suatu resistor.

Kesimpulannya, meskipun pembacaan kode warna resistor adalah metode yang cepat dan
berguna untuk mendapatkan perkiraan nilai resistansi, pengukuran menggunakan multimeter
adalah metode yang lebih akurat dan dapat diandalkan untuk mendapatkan nilai resistansi
yang tepat. Sebaiknya pengukuran multimeter digunakan ketika akurasi yang tinggi
diperlukan, terutama dalam aplikasi elektronik yang kritis.

4.2 Rangkaian Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus

Pada percobaan ini akan dilakukan pengujian terhadap gelap terangnya lampu LED pada
suatu rangkaian listrik.

Berikut merupakan hasil percobaan dari rangkaian pembagi tegangan dan pembagi arus:

11
Modul 3: Rangkaian DC

Gambar 4.2 Rangkaian seri (Kiri) dan Rangkaian Paralel (Kanan)

Table 4.2 Data Percobaan Rangkaian Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus

Rangkaian Pembagi Tegangan


Vs = 3.3 V kondisi lampu keterangan

V LED 1 = 2.0 V nyala terang kuning

V LED 2 = 2.5 V redup hijau

V LED 3 = 2.1 V mati merah

Rangkaian Pembagi Arus


Vs kondisi lampu keterangan
V LED terang nya sama merah
V LED karna pembagian kuning
voltage di
rangkaian paralel
V LED sama hijau

Analisis data dari percobaan Rangkaian Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus menunjukkan
bahwa dalam rangkaian pembagi tegangan, tegangan yang diterapkan pada rangkaian dibagi
secara proporsional antara komponen-komponen yang terhubung dalam seri. Dengan kata
lain, ketika dua resistor terhubung secara seri, tegangan akan terbagi antara keduanya sesuai
dengan perbandingan nilai resistansinya, hal tersebut mengakibatkan perbedaan intensitas
cahaya yang dipancarkan oleh masing-masing LED sesuai dengan jalur arus yang dilalui. Di
sisi lain, dalam rangkaian pembagi arus, arus yang mengalir melalui rangkaian dibagi secara
proporsional antara cabang-cabang yang terhubung secara paralel. Ini berarti bahwa ketika
resistor-resistor terhubung secara paralel, arus akan terbagi antara mereka sesuai dengan

12
Modul 3: Rangkaian DC
hukum Ohm, hal tersebut tidak mengakibatkan perbedaan pada intensitas cahaya yang
dipancarkan karena tegangan yang dimiliki oleh LED akan sama besar.

Hasil percobaan ini mengonfirmasi prinsip-prinsip dasar dalam teori rangkaian listrik, yang
meliputi hukum Ohm, hukum Kirchhoff, dan pemahaman tentang pembagi tegangan dan
pembagi arus dalam sirkuit. Dengan memahami konsep ini, kita dapat merancang dan
menganalisis sirkuit-sirkuit dengan lebih baik untuk berbagai aplikasi elektronik.

4.3 Hukum Kirchhoff

Pada percobaan ini akan dilakukan pengaplikasian hukum Kirchhoff untuk mengukur kondisi
seluruh rangkaian DC, ada sejumlah asumsi yaitu:

● Nilai semua resistor telah diketahui (dari percobaan 3.6.1), NAMUN nilai
potensiometer R31 tidak diketahui.
● Titik C adalah ground. Jadi hanya dilakukan pengukuran tegangan pada titik A, B, D.
● Hanya akan dilakukan satu kali pengukuran arus di branch R31.

Gambar 4.3 Pengukuran Rangkaian pada Percobaan Hukum Kirchhoff

Berdasarkan percobaan didapat hasil pengukuran sebagai berikut:


Table 4.3-1 Data Percobaan Hukum Kirchhoff 1

Hukum Kirchhoff
Posisi R31 VA (V) VB(V) VD(V) I31(mA)
0x360 3.3 4.5 2.9 0.7
2x180 3.2 1.29 0.764 0.52
3x180 3.299 1.2 0.746 0.41

13
Modul 3: Rangkaian DC
4x180 3.3 1.27 0.732 0.31
5x180 3.29 1.26 0.723 0.25

Berdasarkan hasil percobaan, rumusan untuk mencari nilai 𝑅31 bisa didapat dengan
menurunkan rumusan rangkaian pembagi tegangan sebagai berikut.
𝑅31
𝑉31 = 𝑅21+ 𝑅31
× 𝑉𝐴𝐷

𝑅31
𝐼31𝑅31 = 𝑅21+ 𝑅31
× (𝑉𝐴 − 𝑉𝐷)

(𝑉𝐴−𝑉𝐷)
𝑅21 + 𝑅31 = 𝐼31

(𝑉𝐴−𝑉𝐷)
𝑅31 = 𝐼31
− 𝑅21

Selain itu, arus pada bagian cabang lain dapat diestimasi dengan mengaplikasikan
prinsip-prinsip hukum Ohm sebagai berikut:
𝑉𝐴𝐵 𝑉𝐴− 𝑉𝐵
𝐼11 = 𝑅11
= 𝑅11

𝐼21 = 𝐼31

𝑉𝐵𝐶 𝑉𝐵
𝐼12 = 𝑅12
= 𝑅12

𝑉𝐵𝐷 𝑉𝐵− 𝑉𝐷
𝐼22 = 𝑅22
= 𝑅22

𝑉𝐷𝐶 𝑉𝐷
𝐼32 = 𝑅32
= 𝑅32

Berdasarkan data dan persamaan diatas maka akan didapat nilai arus di cabang lainnya
sebagai berikut:
Table 4.4-2 Data Percobaan Hukum Kirchhoff 2

R31
Posisi R31 I11 (mA) I21 (mA) I12 (mA) I22 (mA) I32 (mA) (Ohm)

14
Modul 3: Rangkaian DC
0x360 -2.575107296 0.7 4.568527919 9.142857143 13.48837209 0
2x180 4.098712446 0.52 1.30964467 3.005714286 3.553488372 0.4
3x180 4.504291845 0.41 1.218274112 2.594285714 3.469767442 0.5
4x180 4.356223176 0.31 1.289340102 3.074285714 3.404651163 199
5x180 -2.696802575 0.25 1.279187817 3.068571429 3.362790698 2175

4.4 Thevenin - Norton

Pada percobaan ini akan dilakukan pengukuran untuk mencari parameter Thevenin / Norton
memakai cara eksperimental.

Gambar 4.4 Rangkaian pada Percobaan Thevenin Norton

Berdasarkan percobaan didapat hasil sebagai berikut:

Berikut merupakan data perhitungan rangkaian tanpa beban,


Table 4.4-1 Data Percobaan Thevenin Norton Tanpa Beban

ROC RTH/RN
Vs (V) (Ohm) VOC (V) ISC (mA) VTH (V) IN (mA) (Ohm)
Experimental 3.29 573 1.47 2.58 1.47 2.58 569.7674419
562.47435 1.4807692 2.632598 2.6325986
Analitik 3.3 9 31 637 1.480769231 37 562.474359

15
Modul 3: Rangkaian DC
10.525641 0.0107692 0.052598 0.010769230 0.0525986
Delta 0.01 03 3077 63697 77 3697 7.293082886

Berdasarkan hasil percobaan, rumusan untuk mencari nilai 𝑅𝑂𝐶,𝑉𝑂𝐶,𝐼𝑆𝐶 didapat dengan
persamaan sebagai berikut,
𝑅22𝑅32
𝑅𝑂𝐶 = 𝑅11 + 𝑅22+𝑅32

𝑅22
𝑉𝑂𝐶 = 𝑉𝑠 𝑅22+𝑅32

𝑉𝑂𝐶
𝐼𝑆𝐶 = 𝑅
𝑂𝐶

Berdasarkan hasil perhitungan analitik maka terdapat perbedaan dengan hasil eksperimental,
namun selisih yang dihasilkan cukup kecil yang membuktikan bahwa teorema
Thevenin-Norton cukup akurat hasilnya. Perbedaan yang dihasilkan berasal dari faktor
eksternal seperti suhu dalam ruangan.

Berikut merupakan data perhitungan rangkaian dengan menggunakan beban,


Table 4.4-2 Data Percobaan Thevenin Norton dengan Beban

EKSPERIMEN THEVENIN NORTON


ILOAD RLOAD VLOAD ILOAD
POSISI VLOAD (V) (mA) (Ohm) (V) (mA) VLOAD (V) ILOAD (mA)
0.3513811 2.00789249 0.3513811
0 0.3519 2.5 140.76 867 5 867 2.007892495
147.03557 0.3519934 2.00680402 0.3519934
2x180 0.372 2.53 31 253 1 253 2.006804021
153.93700 0.3521463 2.00653208 0.3521463
3x180 0.391 2.54 79 813 7 813 2.006532087
764.20233 0.5913751 1.58121705 0.5913751
4x180 0.982 1.285 46 797 8 797 1.581217058
2395.3488 1.1947942 0.50842309 1.1947942 0.508423096
5x180 1.236 0.516 37 76 61 76 1

Berdasarkan hasil percobaan, rumusan untuk mencari nilai 𝑉𝐿𝑂𝐴𝐷 dan 𝐼𝐿𝑂𝐴𝐷 didapat dengan
persamaan sebagai berikut,

- Thevenin (V di seri dengan RLOAD)


𝑅𝐿𝑂𝐴𝐷
𝑉𝐿𝑂𝐴𝐷 = 𝑉𝑂𝐶 𝑅𝐿𝑂𝐴𝐷+𝑅𝑂𝐶

16
Modul 3: Rangkaian DC
𝑉𝑂𝐶
𝐼𝐿𝑂𝐴𝐷 = 𝑅 + 𝑅
𝑂𝐶 𝐿𝑂𝐴𝐷

- Norton (I di paralel dengan RLOAD)


𝐼𝑆𝐶
𝑉𝐿𝑂𝐴𝐷 = 𝑅𝐿𝑂𝐴𝐷
1+ 𝑅𝑂𝐶

𝑉𝐿𝑂𝐴𝐷
𝐼𝐿𝑂𝐴𝐷 = 𝑅𝐿𝑂𝐴𝐷

Berdasarkan hasil perhitungan analitik maka terdapat perbedaan dengan hasil eksperimental,
namun selisih yang dihasilkan cukup kecil yang membuktikan bahwa teorema
Thevenin-Norton cukup akurat hasilnya. Perbedaan yang dihasilkan berasal dari faktor
eksternal seperti suhu dalam ruangan.

Kesimpulan dari percobaan ini adalah bahwa dengan menemukan nilai-nilai Thevenin dan
Norton ekivalen, Anda dapat menyederhanakan sirkuit yang kompleks menjadi sirkuit yang
lebih mudah dianalisis dan menghitung kinerjanya dalam berbagai situasi.

4.5 Linearitas

Pada percobaan ini kita akan membuktikan berlakunya sifat linearitas pada rangkaian DC
dengan memvariasikan nilai sumber daya. Pada percobaan ini sumber daya bukan dari pin
3.3V Escope namun dari pin AO0 dan AO1 EScope sehingga bisa kita atur nilai tegangan
yang diinput ke rangkaian.

Berdasarkan percobaan didapat hasil pengukuran sebagai berikut:


Table 4.5-1 Data Percobaan Linearitas 1

INPUT TEGANGAN DI NODE A, NODE INPUT TEGANGAN DI NODE D, NODE


AO0 D-C SHORT A-C SHORT
VA (V) VD (V) VB (V) I12 (mA) VA (V) VD (V) VB (V) I12 (mA)
OP 20 1.100 0.116 0.277 0.2 0.116 1.113 0.813 0.72
OP 40 1.595 0.116 0.395 0.3 0.116 1.592 1.161 1.04
OP 60 2.100 0.116 0.520 0.5 0.116 2.110 1.539 1.37
OP 80 2.591 0.116 0.637 0.6 0.116 2.589 1.887 1.68

Table 4.5-2 Data Percobaan Linearitas 2

Superposisi
AO0 VA (V) VD (V) VB (V) I12 (mA)
OP 20 1.216 0.232 1.090 0.92
OP 40 1.711 0.232 1.556 1.34

17
Modul 3: Rangkaian DC
OP 60 2.216 0.232 2.059 1.87
OP 80 2.707 0.232 2.524 2.28

Pada tabel diatas dapat dianalisis bahwa VA pada OP 20 dengan VA pada OP 40 merupakan
suatu kelipatan k yaitu,
𝑉𝐴2 = 𝑘𝑉𝐴1
𝑉𝐴2
𝑘 = 𝑉𝐴1
𝑘 = 1. 4
Jika prinsip linearitas berlaku maka seharusnya terdapat konstanta (k) yang mempengaruhi
hasil dari tegangan disekitarnya dan berlaku juga pada arus yang berarti,
𝑉𝐵2 = 𝑘𝑉𝐵1
𝑉𝐵2 = 1. 526 𝑉 ≈ 1. 556 𝑉
𝐼2 = 𝑘𝐼1
𝐼2 = 1. 288 𝐴 ≈ 1. 34 𝐴
Terdapat perbedaan dalam pengukuran secara eksperimen, namun perbedaan yang dihasilkan
tidak begitu signifikan karena terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi besaran-besaran
seperti resistor. Kesimpulannya yaitu rangkaian tersebut memenuhi prinsip linearitas.

4.6 Superposisi

Pada percobaan sebelumnya, sudah diamati efek individual dari sumber tegangan pada
masing-masing node A dan node D. Sekarang akan diamati efek kombinasi tegangan pada
kedua node A dan node D, di mana kita akan gunakan dua sumber tegangan dari EScope (pin
AO0 dan AO1) yang tegangannya dapat kita ubah-ubah.

Berdasarkan percobaan didapat hasil pengukuran sebagai berikut:


Table 4.6-1 Data Percobaan Superposisi

AO0 AO1 VA (V) VB (V) VD (V) I12 (mA)


OP 20 OP 20 1.100 0.895 0.894 22.12
OP 40 OP 40 1.600 0.895 0.895 22.13
OP 60 OP 60 2.100 0.895 0.895 22.09
OP 80 OP 80 2.600 0.895 0.859 22.14
SUM 7.400 3.580 3.543
AVG 1.850 0.895 0.88575

Berdasarkan hasil percobaan, untuk membuktikan apakah rangkaian tersebut dapat dianalisis
menggunakan teorema superposisi, maka haruslah dipenuhi salah satu syarat berikut,

𝑉𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = 𝑉𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡

𝑉𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = 𝑉𝐵 + 𝑉𝐷

18
Modul 3: Rangkaian DC
𝑉𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = 𝑉𝐵 + 𝑉𝐷

𝑉𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = 1. 780 𝑉 ≈ 1. 850 𝑉

Terdapat perbedaan dalam pengukuran secara eksperimen, namun perbedaan yang dihasilkan
tidak begitu signifikan karena terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi besaran-besaran
seperti resistor. Kesimpulannya yaitu rangkaian tersebut memenuhi teorema superposisi.

5. Kesimpulan
1. Hasil pengukuran hambatan, tegangan DC, dan arus DC menggunakan multimeter
adalah informasi dasar yang digunakan dalam analisis sirkuit. Kemampuan
membaca nilai resistor dari kode warna sangat penting dalam identifikasi komponen
sirkuit. Meskipun pembacaan kode warna resistor cepat, multimeter lebih akurat dan
dapat diandalkan untuk nilai resistansi yang tepat, khususnya dalam aplikasi
elektronik kritis.

2. Pemahaman tentang cara rangkaian resistor seri dan paralel memengaruhi hambatan
total dan arus sangat penting dalam desain sirkuit yang menggabungkan LED atau
komponen elektronik lainnya. Pemilihan rangkaian harus mempertimbangkan
kebutuhan untuk menjaga LED tetap menyala atau mengendalikan intensitas cahaya
LED sesuai dengan tujuan sirkuit.

3. Berdasarkan hukum-hukum dan teorema yang berlaku seperti Hukum Kirchhoff,


Teorema Linearitas, Thevenin, dan Norton terdapat perbedaan antara hasil
perhitungan secara analitik dengan hasil dari pengukuran alat instrument namun
sangat kecil perbedaannya dan hal itu dapat terjadi dikarenakan oleh efek dari
toleransi komponen dan faktor eksternal. Keempat metode tersebut menjelaskan
bagaimana untuk menganalisis sirkuit dan menggambarkan hasil analisis untuk
sirkuit tertentu.

4. Pengukuran dan perhitungan ketidakpastian adalah langkah penting dalam


eksperimen yang membantu memastikan hasil yang akurat, diandalkan, dan dapat
digunakan secara efektif dalam berbagai konteks ilmiah, teknis, dan praktis.

6. Daftar Pustaka
Alexander, Charles K; Sadiku, Matthew N.O. (2009). Fundamentals of Electric
Circuits.
Modul Laboratorium Teknik Fisika I (2023). Rangkaian DC.

19
Modul 3: Rangkaian DC
7. Lampiran
1. Spreadsheet data praktikum
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1Gj_ynedekDLo6iT4FTK6v5mZk2wQxnfM3ZOf_li
eMcc/edit#gid=1541034776

20

Anda mungkin juga menyukai