Anda di halaman 1dari 26

HEMODINAMIK MONITORING INVASIVE DAN NON INVASIVE

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu:
Ns. Diah Tika Anggraeni, M. Kep
Ns. Gamya Tri Utami, M. Kep
Ns. Rycco Darmareja, M. Kep
Ns. Bejo Utomo, MSc

Disusun Oleh:
Nabila Nasya 1910711003
Ghea Andriani 1910711012
Anita Puji Astuti 1910711013
Lola Shabila Rismayanti 1910711016
Sari Septiningtyas 1910711078
Ramanto Sijabat

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
membuat dan menyelesaikan makalah Keperawatan ini.

Makalah yang berjudul “Hemodinamik Monitoring Invasive dan Non


Invasive” ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Pada
kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada kami
dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu semua, kami memahami bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Jakarta, 20 Agustus 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.2 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 5
BAB II 4
PEMBAHASAN 4
2.1 Pengkajian Status Hemodinamik 4
2.1.1 Pemantauan Hemodinamik Non Invasif 4
2.1.2 Pemantauan Hemodinamik Invasif 7
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curah Jantung 12
2.3 Pemantauan Tekanan Darah 13
2.4 Prinsip Pemantauan CVP dan Kateter Arteri Pulmonalis 16
2.4.1 Pemantauan CVP 16
2.4.2 Pemantauan Kateter Arteri Pulmonalis 19
BAB III 4
PENUTUP 4
3.1 Kesimpulan 4
3.2 Saran 4
Daftar Pustaka 4

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Hemodinamik merupakan aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik
melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi
dalam paru paru). Hemodinamik berfungsi untuk mengalirkan darah bersih
yang banyak mengandung oksigen dan nutrisi untuk menghasilkan energi
yang diperlukan organ-organ vital dan non vital tubuh serta untuk mengangkut
sisa-sisa metabolism ke system pembuluh darah vena. Hemodinamik
dikatakan baik bila volume/ komponen darah cukup, kontraktilitas jantung
baik, dan tahanan pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistancy) baik
sehingga semua organ-organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. (Juliarta,
2014)
Dalam kondisi normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam
kondisi yang fisiologis dengan kontrol neurohormonal. Namun, pada
pasien-pasien kritis mekanisme kontrol tidak melakukan fungsinya secara
normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil. Monitoring
hemodinamik menjadi komponen yang sangat penting dalam perawatan
pasien-pasien kritis karena status hemodinamik yang dapat berubah dengan
sangat cepat. (Daud, 2020)
Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring hemodinamik dibagi
menjadi monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. Meskipun sudah
banyak terjadi kemajuan dalam teknologi kedokteran, pemantauan secara
invasif masih tetap menjadi gold standard monitoring. Variabel yang selalu
diukur dalam monitoring hemodinamik pasien kritis dengan metode invasif
meliputi: tekanan darah arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal.
(Daud, 2020)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengkajian Status Hemodinamik?
2. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Curah Jantung?
3. Bagaimana Pemantauan Tekanan Darah?
4. Apa Saja Prisnip Pemantauan CVP dan Kateter Arteri Pulmonalis?

4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian status hemodinamik.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi curah
jantung.
3. Untuk mengetahui bagaimana pemantauan tekanan darah.
4. Untuk mengetahui apa saja prisnip pemantauan CVP dan kateter arteri
pulmonalis.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian Status Hemodinamik
Pemantauan hemodinamik adalah pengamatan parameter fisiologi dari
sistem kardiovaskular, dibutuhkan untuk pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif karena ketidakstabilan hemodinamik yang menyebabkan
ketidakseimbangan antara pengiriman dan permintaan oksigen (Sirait, 2016).
Adapun tujuan pemantauan hemodinamik menurut (Sirait, 2016) adalah
untuk menilai kecukupan perfusi, khususnya dalam mempertahankan
kecukupan tekanan perfusi dalam penghantaran oksigen ke jaringan, sehingga
didapatkan informasi klinik yang akan memengaruhi pembuatan keputusan
medik, untuk melakukan intervensi sebelum terjadi komplikasi seperti gagal
organ dan kematian. Jadi pemantauan hemodinamik berperan dalam
diagnostik, terapi dan resusitasi.
2.1.1 Pemantauan Hemodinamik Non Invasif
Sebelum adanya tehnik invasif monitoring hemodinamik, evaluasi dan
pengkajian fungsi organ dilakukan pengukuran secara tradisional. Secara
rinci pemantauan hemodinamik non invasif adalah sebagai berikut
(Sirait, 2016):
1) Penilaian perfusi cerebral
Perubahan status mental, Seperti perburukan tingkat kesadaran,
konfusi (bingung), agitasi dan letargi merupakan penentu penting
pada perfusi serebral dan adanya syok. Pusat pengaturan kesadaran
manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis
batang otak (medulla oblongata) sampai ke talamus dan kemudian
dilanjutkan ke formatio activator reticularis yang menghubungkan
talamus dengan korteks serebri. Tingkat kesadaran seseorang dapat
dinilai secara kualitatif (kompos mentis, apatis, somnolen, sopor/
stupor, dan koma) maupun secara kuantitatif dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). Parameter GCS yang dinilai respon
buka mata, bicara (verbal), dan motorik pasien, nilai totalnya

4
adalah 15. Nilai respon buka mata normal 4, respon bicara (verbal)
normal 5, dan respon motorik normal 6.
2) Tekanan darah arterial
Tekanan darah arterial adalah gaya yang ditimbulkan oleh sirkulasi
volume darah pada dinding arteri. Perubahan pada curah jantung
atau resistensi perifer dapat mempengaruhi tekanan darah pasien
dengan curah jantung yang rendah dapat mempertahankan tekanan
darah normalnya melalui vasokonstriksi , sedangkan pasien dengan
vasodilatasi mungkin mengalami hipotensi walaupun curah
jantungnya tinggi, misalnya pada pasien dengan sepsis. Tekanan
arterial rata – rata (Mean Arterial Presure, MAP ) merupakan hasil
bacaan tekanan rata – rata di dalam sistem arterial dan merupakan
indikator bermanfaat karena dapat memperkirakan perfusi menuju
organ – organ yang esensial seperti ginjal.
Rumus Perhitungan MAP

3) Penilaian perfusi kulit


Penurunan Perfusi kulit sering ditandai oleh perifer dingin, bercak
kulit, pucat, sianosis dan perpanjangan waktu pengisian kapiler
(capillary refill time, CRT ). CRT yang memanjang > 2 detik
menunjukkan perfusi perifer yang buruk.
Capillary refill time yang memanjang (lebih dari dua detik) dapat
ditemukan pada keadaan dehidrasi, hipotermia, penyakit pembuluh
darah perifer, syok. CRT yang memanjang dapat juga ditemukan
pada pasien hipervolemia yang mengalami ekstravasasi cairan dan
penurunan curah jantung dan jatuh pada keadaan syok.
4) Denyut Nadi
Denyut nadi merupakan proses berapa kalinya arteri berkontraksi
dalam satumenit yang ditandai sebagai respon detak jantung,
sedangkan pasien dengan curah jantung yang rendah akan

5
menunjukkan detak nadi yang lemah. Denyut nadi diukur dengan
meraba nadi radialis dan brachialis. Denyut nadi harus dihitung
selama 1 menit (untuk mendeteksi apabila ritme tidak teratur) dan
denyut nadi harus dihitung ketika pasien dalam keadaan istirahat.
Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 kali/menit.
5) Frekuensi Pernapasan
Frekuensi napas merupakan indikator utama dari gangguan atau
disfungsi sel, penilaian ini adalah indikator fisiologis yang harus
dipantau dan di monitor secara teratur, jika terjadi frekuensi
kedalaman pernapasan yang pada awalnya meningkat akan
menunjukkan respons terjadinya hipoksia (Hidayati, 2018).
▪ Normal RR (Respiratory Rate) adalah 12 – 20 x/menit.
▪ RR dihitung minimal selama 30 detik
▪ Jika RR pasien berada diluar parameter RR normal, maka RR
pasien akan dihitung selama satu menit penuh untuk
memastikan akurasi dan mengevaluasi irama pernapasan pasien
tsb.
▪ Selain RR, kita juga harus menilai irama napas, amplitude
(kedalaman) napas, serta usaha yang dikeluarkan pasien untuk
bernapas.
6) Saturasi oksigen (SaO2)
Pemantauan SaO2 menggunakan pulse oximetry untuk mengetahui
prosentase saturasi oksigen dari hemoglobin dalam darah arteri.
Pulse oximetry merupakan salah satu alat yang sering dipakai
untuk observasi status oksigenasi pada pasien yang portable, tidak
memerlukan persiapan yang spesifik, tidak membutuhkan kalibrasi
dan non invasif. Nilai normal SaO2 adalah 95-100%.
7) Produksi urin
Walaupun produksi urin sebagian besar menggambarkan
kecukupan perfusi ginjal, namun produksi urin sering juga
digunakan sebagai petunjuk adekuatnya curah jantung. Curah
jantung dipengaruhi oleh tekanan darah, volume darah, tingkat

6
hidrasi dan obat-obatan yang sedang digunakan. Bila perfusi ginjal
cukup, produksi urin akan lebih dari 0,5 ml/ kg BB/ jam. Untuk
menjaga perfusi ginjal tetap adekuat, tekanan arteri rata-rata (Mean
Arterial Pressure = MAP) harus dipertahankan sekitar 70 - 90
mmHg. Produksi urin di monitor dengan memasukkan kateter
Foley ke dalam kandung kemih . Kateter Foley rutin digunakan
pada prosedur operasi-operasi yang rumit dan lama seperti pada
kraniotomi, laparotomi luas, operasi jantung terbuka, dan lain-lain.
Keuntungan lain yang didapat dari penggunaan kateter Foley
adalah alat pendeteksi suhu tubuh termistor dapat dimasukkan
melalui ujung kateter sehingga suhu kandung kemih dapat di
monitor dan hal ini menggambarkan suhu inti tubuh.
8) Pengukuran Suhu tubuh
Peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan pasien kehilangan
cairan dan elektrolit, dehidrasi hipernatremia (peningkatan
natrium) dapat meningkatkan suhu, penurunan suhu tubuh dapat
diakibatkan oleh hipovolemia, pada kekurangan cairan yang berat,
suhu rektal dapat turun sampai 35ºC. Suhu dewasa normal antara
36,5º - 37,5ºC.

2.1.2 Pemantauan Hemodinamik Invasif


Pemantauan parameter hemodinamik invasif dapat dilakukan pada
arteri, vena sentral ataupun arteri pulmonalis. Metode pemeriksaan
tekanan darah langsung di intrarterial adalah mengukur secara aktual
tekanan dalam arteri yang dikanulasi, yang hasilnya tidak dipengaruhi
oleh isi atau kuantitas aliran darah. Kanulasi di vena sentral merupakan
akses vena yang sangat bermanfaat pada pasien kritis yang
membutuhkan infus dalam jumlah besar, nutrisi parenteral dan obat
vasoaktif (Sirait .R.H, 2016).
1) Tekanan darah
Tekanan arteri langsung dapat diukur dengan memasukkan kanul
kedalam arteri Lokasi penusukan dapat dilakukan di arteri radialis,

7
arteri ulnaris, arteri brakialis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis,
arteri tibialis posterior dan arteri aksilaris, Kanula melalui transdusor
dihubungkan ke manometer atau unit pencatat gelombang arteri.
Dengan teknik kanulasi, tekanan arteri dapat diukur secara langsung
dan terus menerus. Bentuk gelombang arteri menggambarkan
pembukaan dini katub aorta diikuti peningkatan tekanan intraarteri
segera sampai puncak tekanan sistolik tercapai ejeksi ventrikel
maksimal.
Bentuk gelombang tekanan arteri dapat digunakan untuk
menghitung:
a) Volume sekuncup dan curah jantung secara kasar (kurva tekanan
arteri sistolik).
b) Kecukupan preload.
c) Sebagai petunjuk tidak langsung kontraktilitas ventrikel (interval
waktu sistolik).
Indikasi Kanulasi Intra Arteri
a) Untuk memantau tekanan darah secara terus menerus,
misalnya:
▪ Penderita krisis hipertensi yang mendapat titrasi obat-obat
vasoaktif/kardiotonik. Pembedahan dengan teknik
hipotensi.
▪ Syok vasokonstriksi/vasodilatasi.
▪ Evaluasi disritmia selama disritmia.
▪ Sepsis dengan sequestrasi cairan berlebihan.
▪ Evaluasi terapi cairan
b) Pemeriksaan analisa gas darah yang dilakukan berulang-ulang.
Komplikasi Kanulasi Intra Arteri:
a) Hematoma, bisa terjadi perdarahan sampai 500 ml dengan
kanula ukuran no. 18 FG.
b) Vasospasme.
c) Trombosis arteri.
d) Emboli udara/ trombus.

8
e) Nekrosis kulit diatas kateter.
f) Kerusakan saraf.
g) Iskemia pada bagian distal kanula.
h) Penyuntikan obat-obat intraarteri.

2) Tekanan vena sentralis (CVP)


Tekanan vena sentralis dapat dipantau dengan menginsersikan
kateter ke dalam vena besar. Penusukan dapat dilakukan melalui
vena jugularis interna, vena subklavia, vena brakhialis dan vena
femoralis sampai posisi ujung kateter diatas pertemuan vena cava
superior dengan atrium kanan.

Gambar 1. Lokasi Pemasangan CVP


Sumber: www.Intensive.hsnet.nsw.gov.au

Karena lokasi ujung kateter terpapar dengan tekanan intratorakal,


pola napas akan mempengaruhi hasil pengukuran, inspirasi dapat
meningkatkan atau menurunkan tekanan vena sentralis. Penilaian
tekanan vena sentralis dapat dilakukan dengan manometer air (cm
H,0) atau dengan transduser elektrik (mmHg). Pengukuran tekanan
vena sentralis lebih baik dilakukan pada saat akhir ekspirasi untuk
mengurangi efek tekanan intratorakal. Bila pasien bernapas spontan,
tekanan vena sentralis akan bergerak turun sewaktu inspirasi dan bila
pasien bernapas dengan ventilasi mekanik tekanan vena sentralis
akan bergerak naik.

9
Tekanan vena sentralis meningkat pada posisi Trendelenburg,
overload, ventilasi mekanik, batuk, muntah, gagal jantung, manuver
valsava serta menurun pada posisi duduk, berdiri tegak, hipovolemia,
takikardia.

3) Kateterisasi arteri pulmonalis


Kateter arteri pulmonalis pertama kali dipergunakan oleh Swan
dan Ganz ke dalam praktek di kamar bedah untuk memonitor
hemodinamik pasien yang tidak stabil dan di unit perawatan intensif
karena keterbatasan jalur vena sentralis menilai perobahan dini gagal
ventrikel kiri.
Pada pasien-pasien tidak stabil, dengan diketahuinya nilai curah
jantung dan tekanan oklusi arteri Pulmonalis hal ini dapat digunakan
memandu terapi hemodinamik untuk memastikan perfusi organ.
Dari pemantauan arteri pulmonalis diperoleh informasi yang
sangat penting mengenai jantung kiri yang sulit didapat dengan cara
lain. Penggunaan kateter arteri Pulmonalis disarankan digunakan
untuk menilai indeks jantung, preload, status volume intravaskuler,
dan kadar oksigen vena campur pasien dengan hemodinamik tidak
stabil. Pada kondisi-kondisi tidak ada penyakit katub mitral, kateter
arteri pulmonalis dapat digunakan menilai tekanan jantung kiri
secara langsung dan relatif lebih aman dibanding jalur atrium melalui
torakotomi.

Gambar 2. Kateter Lumen Arteri

10
Kateter arteri pulmonalis adalah sebuah kateter multi lumen aliran
langsung yang dimasukkan melalui vena sentralis ke jantung kanan
menuju aneri pulmonalis.
Jenis-Jenis Kateter Arteri Pulmonal
Berikut merupakan jenis-jenis kateter arteri pulmonal yang sering
digunakan:
a) Double lumen kateter arteri pulmonal
Bentuk sederhana ukuran 5 Fr, terdiri dari dua lumen, satu
untuk transmisi tekanan dari ujung kateter dalam arteri
pulmonal ke sistem tranduser tekanan, yang lainnya untuk
pengembangan balon.
b) Kateter termodilusi empat lumen yang paling sering digunakan
untuk dewasa tersedia ukuran 5 dan 7 Fr
● Lumen distal
Terletak pada ujung kateter : untuk mengukur PAP dan
PWP, juga untuk pengambilan sampel vena campuran.
obat dan cairan hiperosmotik tidak boleh diberikan
melalui lumen ini karena dapat mengakibatkan reaksi
lokal vaskuler atau jaringan.
● Balon
Terletak kurang dari 1 cm dari ujung kateter. Inflasi balon
dengan volume balon 0.5 – 1 cc dan deflasi secara pasif.
● Lumen proximal (RA)
Terletak pada 30cm dari ujung kateter . Lumen ini di RA
bila ujung arteri terletak pada ujung arteri pulmonal dapat
digunan untuk monitoring tekanan RA, pemberian cairan
intravena, atau elektrolit atau obat-obatan, sampel darah
RA dan menerima cairan injeksi pada pengukuran curah
jantung.
● Termistor
Terletak kira kira 4 – 6 cm dari ujung kateter. Merupakan
kawat yang sensitif terhadap suhu, termistor yang

11
dihubungkan dengan kabel curah 14 jantung akan
menentukan “spot”. Pengukuran curah jantung mengikuti
injeksi dari cairan indikator dingin oleh pengukuran
besarnya suhu tubuh yang berubah setiap saat.
c) Fiber Optik Termodilusi Kateter Arteri Pulmonal
Seperti standar kateter termodilusi, hanya ada tambahan dua
lumen fiber optik. Berfungsi untuk memantau SVO2 secara
terus menerus.
d) Pace Maker Termodilusi Kateter Arteri Pulmonal
Kateter termodilusi ini memiliki lima elektroda : 2 elektrode
intra ventrikuler yang terletak 18.5 dan 19.5 cm dari ujung
kateter dan 3 elektroda intra arterial yang terletak 28,5 - 31 dan
33,5 cm dari ujung kateter, kateter ini dapat digunakan untuk
pacing atrial, ventricular dan atrio-ventrikular sequential.
Indikasi untuk kateter arteri pulmonal pacing ini meliputi: Blok
jantung derajat 2 dan 3, Blok bivasikuler atau trivasikular,
tosixitas digitalis, bradikardia berat, ECG untuk diagnosis
aritmia komplek dan over drive takiaritmia.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curah Jantung


Curah jantung atau cardiac output Adalah jumlah darah yang dipompakan
oleh ventrikel ke dalam sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik dalam waktu
satu menit. Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa curah jantung seseorang
adalah volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup) selama 1
menit (frekuensi jantung).
Pada keadaan istirahat curah jantung rata rata 5 liter per menit. Hal ini
dapat dihitung dari rata rata jumlah denyut jantung permenit sekitar 70 kali
dan stroke volume sekitar 70 ml perdenyutan. Sehingga rata-rata cardiac
output sekitar 4,9 liter permenit atau 5 liter per menit. Setiap menit ventrikel
kanan memompa darah 5 liter ke paru paru dan 5 liter darah dipompakan ke
sirkulasi sistemik.

12
Besarnya curah jantung dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu volume akhir
diastolik ventrikel (preload), beban akhir ventrikel (afterload), dan
kontraktilitas dari jantung.
a) Preload
Preload adalah keadan dimana serat otot ventrikel kiri jantung
memanjang atau meregang sampai akhir diastol. Sesuai dengan hukum
frank starling bahwa semakin besar regangan otot jantung semakin besar
pula kekuatan kontraksinya dan semakin besar pula cardiac output nya.
Pada keadaan preload terjadi pengisian ventrikel, sehingga makin
panjang otot ventrikel meregang makin besar pula volume darah yang
masuk dalam ventrikel.
a) Afterload
Afterload adalah tahanan yang diakibatkan oleh pompa ventrikel kiri,
untuk membuka katup aorta selama sistol dan pada saat memompa darah.
Afterload secara langsung dipengaruhi tekanan darah arteri, ukuran
ventrikel kiri dan karakteristik katup jantung. Jika tekanan darah arteri
tinggi jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah
kesirkulasi. Jika afterload nya meningkat karena vasokonstriksi perifer
maka otot jantung tidak dapat meregang dengan sempurna,lebih pendek
sehingga ejeksinya tidak efektif.
b) Kontraktilitas
Kekuatan kontraksi dari otot jantung sangat berpengaruh terhadap
cardiac output, maka kuat kontraksi otot jantung makin banyak pula
volume darah yang dikeluarkan. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan tekanan ventrikel. Pada keadaan
hipoksemia dan asidosis metabolik akan menurunkan kontraktilitas otot
jantung dan menurunkan stroke volume.

2.3 Pemantauan Tekanan Darah


Metode Pemantauan Tekanan Darah Tidak Langsung (Non Invasif)
1) Metode Palpasi

13
Manset torniket tekanan darah dililitkan dibagian proksimal
esktremitas yang akan diperiksa, biasanya pada 10 lengan atas, manset
dipompa sampai denyut nadi tidak teraba, kemudian manset
dikempeskan secara perlahan-lahan sambil meraba arteri brakhialis
atau arteri radialis Ukuran lebar manset sangat berperan menentukan
hasil pengukuran, lebar manset yang dianjurkan adalah dua pertiga dari
panjang lengan atas atau duapuluh persen lebih besar dari diameter
lengan. Manset yang terlalu kecil akan menghasilkan tekanan darah
yang lebih besar dari nilai sebenarnya dan sebaliknya ukuran manset
yang terlalu lebar akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih
rendah dari nilai sebenarnya. Manometer standard yang digunakan
secara internasional untuk satuan tekanan darah adalah manometer air
raksa, (1 mmHg = 1,36 Cm H20) (Sirait .R.H, 2016).
2) Metode Auskultasi/ Korotkoff
Metode auskultasi hampir sama dengan metode palpasi Palpasi tangan
digantikan dengan steteskop, diletakkan dibagian distal arteri yang
kolaps. Pada pembuluh darah yang dibendung terjadi aliran turbulen
yang menimbulkan suara (kororkofi), denyut nadı pertama kali
terdengar saat manset dikempeskan pelan-pelan menunjukkan tekanan
darah sistolik dan pada saat denyut nadi tidak terdengar/ hilang
menunjukkan tekanan darah diastolik. Suara korotkoff sering sulit
didengar pada keadaan hipotensi berat atau vasokonstriksi perifer berat
(Sirait .R.H, 2016)..
3) Metode Flush
Lengan yang akan diperiksa terlebih dahulu ditinggikan beberapa saat
agar darah turun, kemudian manset dililitkan dan dipompa sampai nadi
tidak teraba Secara perlahan-lahan tangan diturunkan dan manset
dikempeskan sampai lengan kembali berwarna merah seperti semula.
Saat lengan kembali berwarna merah menunjukkan tekanan darah
sistolik sesuai dengan angka yang tertera pada manometer. Pengukuran
tekanan darah dengan cara flush sering dilakukan pada bayi dan anak
(Sirait .R.H, 2016).

14
4) Metode Osilotonometri (NIBP)
Alat pengukur tekanan darah tidak langsung (non invasif) bekerja
secara otomatis. Mengukur getaran pulsasi arteri yang ditekan manset.
Sangat akurat untuk mengukur tekanan darah arteri rata-rata. Tingkat
ketelitian + 15 mmHg (2 kPa) pada 95 % pasien normotensi (Sirait
.R.H, 2016).
5) Metode Pletismograf
Pulsasi arteri sesaat akan meningkatkan volume darah ekstremitas.
Foto pletismograf terdiri dari cahaya dioda dan sel-sel foto elektrik
mampu mendeteksi volume darah jari-jari. Pletismograf tidak baik
digunakan pada penderita dengan perfusi pembuluh darah perifer
buruk atau penderita hipotermi (Sirait .R.H, 2016).
1) Metode Tonometri Arteri
Alat pengukur tekanan darah tidak langsung dari setiap denyutan arteri
superfisial, kontak langsung tranduser pada denyutan arteri dikulit
menggambarkan tekanan intraluminal arteri. Rekaman denyut nadi
secara terus menerus menghasilkan pintasan yang sangat mirip dengan
gelombang tekanan arteri invasif (Sirait .R.H, 2016)..
2) Metode Probe Doppler.
Prinsip kerja Doppler mengubah frekuensi gelombang suara dari
sumber bergerak ke alat pendeteksi. Probe doppler mengirimkan signal
ultarsonik dari sel-sel darah muda yang bergerak dalam pembuluh
darah arteri. Perubahan frekuensi doppler kemudian dideteksi oleh
probe. Perbedaan frekuensi gelombang suara yang dikirim dan yang
diterima direkam oleh monitor seperti suara mendesis menggambarkan
aliran darah. Cukup sensitif digunakan pada pasien-pasien gemuk,
pediatrik dan syok (Sirait .R.H, 2016)..

15
Gambar 3. Metode Probe Doppler
Sumber: Sirait .R.H (2016)
Metode Pemantauan Tekanan Darah Langsung (Invasif):
Pengukuran tekanan darah arteri secara invasif dilakukan dengan
memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah arteri dan disambungkan ke
system transducer. Tekanan intra arteri melalui kateter akan dikonversi
menjadi sinyal elektrik oleh tranducer lalu disebar dan diteruskan pada
osciloskope, kemudian diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang
tertera pada layar monitor.

2.4 Prinsip Pemantauan CVP dan Kateter Arteri Pulmonalis


2.4.1 Pemantauan CVP
Pengukuran CVP (Central Venous Pressure) sering dilakukan untuk
mengkaji fungsi jantung, mengevaluasi status cairan tubuh pasien,
mengevaluasi preload jantung pasien. Pengukuran CVP harus dilakukan
pada zero point yang sama (mid-axila).
Posisi pasien pada saat pengukuran harus berada pada posisi
supine (posisi datar), kecuali pasien dengan indikasi seperti pasien
dengan dyspnea berat, pasien CHF, edema paru, efusi pleura, yang mana
saat pengukuran CVP posisi pasien semi fowler atau fowler. Posisi pada
saat pengukuran dapat menyebabkan hasil ukur CVP kadang lebih tinggi
atau lebih rendah dari hasil ukur sebelumnya. Kelainan pada nilai CVP
biasanya disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi tonus vena,
volume darah atau kontraktilitas ventrikel kanan. Misalnya, pasien
dengan hipovolemik karena dehidrasi atau pendarahan dapat

16
menyebabkan nilai CVP rendah. Sedangkan, nilai CVP tinggi
menunjukan adanya penurunan fungsi ventrikel kanan dalam memompa
darah, sehingga terjadi peningkatan pada tekanan ventrikel kanan.
Kondisi yang mempengaruhi nilai CVP yang tinggi diantaranya
hypervolemia (karena pemberian cairan intravena yang agresif),
vasokontriksi pembuluh darah, dan ventilasi mekanis (pemberian PEEP),
hipertensi pulmonal, dan gagal jantung kanan (iskemia kanan) yang
menyebabkan penumpukan darah di sisi kanan jantung. CVP
mencerminkan aliran darah kembali ke jantung dan tidak mencukupi
kebutuhan tubuh (Mubarak et al., 2021).
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar
thorak yang menggambarkan aliran darah ke jantung. Tekanan vena
sentral merefleksikan tekanan darah di atrium kanan atau vena kava.
Pada umumnya jika venous return turun, CVP turun, dan jika venous
return naik, CVP meningkat.
Indikasi Pemantauan:
1. Mengetahui fungsi jantung
Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan
(RA) dan tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan
susunan jantung dan paru normal, CVP juga berhubungan dengan
tekanan end diastolic ventrikel kiri.
2. Mengetahui fungsi ventrikel kanan
CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik
akhir ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup
tricuspid terbuka yang memungkinkan komunikasi terbuka antara
serambi dengan bilik jantung. Apabila tekanan akhir diastolik sama
dengan yang terjadi pada gambaran tekanan ventrikel kanan, CVP
dapat menggambarkan hubungan antara volume intravascular, tonus
vena, dan fungsi ventrikel kiri.
3. Menentukan fungsi ventrikel kiri

17
Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP
berhubungan dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan
merupakan sarana untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
4. Menentukan dan mengukur status volume intravascular.
Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur
status volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak
ini berhubungan dengan volume venous return.
5. Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L
melalui vena perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan
phlebitis. Hal ini disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif
lambat dan sebagai akibatnya penundaan pengenceran cairan IV.
Akan tetapi, aliran darah pada vena besar cepat dan mengencerkan
segera cairan IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP dapat digunakan
untuk memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit
berkonsentrasi tinggi.
▪ Pemantauan CVP Menggunakan Manometer
Penggunaan sistem manometer memungkinkan pembacaan
intermiten dan kurang akurat dibandingkan sistem transduser, hal ini
disebabkan karena adanya efek meniskus air pada tabung kaca.
Adapun langkah-langkah pemasangan manometer adalah sebagai
berikut :
1) Persiapan alat - alat yang biasanya digunakan untuk melakukan
pengukuran CVP diantaranya manometer, cairan, water pass,
extension tube, threeway, bengkok, plester.
2) Jelaskan tujuan dan prosedur pengukuran CVP kepada pasien.
3) Posisikan pasien dalam kondisi yang nyaman. Pasien bisa
diposisikan semi
4) fowler (45 derajat)
5) Menentukan letak zero point pada pasien. Zero point merupakan
suatu titik yang nantinya dijadikan acuan dalam pengukuran
CVP. Zero point ditentukan dari ICS (intercosta space) ke 4 pada

18
linea midclavicula karena ICS ke 4 tersebut merupakan sejajar
dengan letak atrium kanan. Dari midclavicula ditarik ke lateral
(samping) sampai mid axilla. Di titik mid axilla itulah berikan
tanda
6) Dari tanda tersebut kita sejajarkan dengan titik nol pada
manometer yang ditempelkan pada tiang infus. Caranya adalah
dengan mensejajarkan titik tersebut dengan angka 0 dengan
menggunakan waterpass. Setelah angka 0 pada manometer
sejajar dengan titik ICS ke 4 midaxilla, maka kita plester
manometer pada tiang infus.
7) Setelah berhasil menentukan zero point, aktifkan sistem 1 (satu).
Caranya adalah dengan mengalirkan cairan dari sumber cairan
(infus) kea rah pasien. Jalur threeway dari umber cairan dan ke
arah pasien kita buka, sementara jalur yang ke arah manometer
kita tutup.
8) Setelah aliran cairan dari sumber cairan ke pasien lancar,
lanjutkan dengan mengaktifkan sistem 2 (dua). Caranya adalah
dengan mengalirkan cairan dari sumber cairan ke arah
manometer. Jalur threeway dari sumber cairan dan ke arah
manometer dibuka, sementara yang ke arah pasien di tutup.
Cairan yang masuk ke manometer dipastikan harus sudah
melewati angka maksimal pada manometer tersebut.
▪ Pemantauan Menggunakan Transduser
Pemantauan menggunakan transduser memungkinkan pembacaan
secara kontinu yang ditampilkan di monitor. Adapun
langkah-langkah pemasangan transduser adalah sebagai berikut :
1) Persiapan alat. lat yang biasanya digunakan untuk melakukan
perasangan transduser meliputi heparin, infus set, monitor,
transduser, threeway, kantong tekanan
2) Tempatkan pasien pada posisi supinasi, pastikan posisi ini tidak
diubah, untuk mendapatkan hasil yang akurat

19
3) Sambungkan infus yang berisi larutan saline ke IV line,
kemudian hubungkan ke transduser.
4) Hubungkan transduser ke kateter vena sentral menggunakan
threeway. Pastikan tidak ada udara di dalam selang.
5) Posisikan transduser sejajar dengan kateter vena sentral
6) Kemudian hubungkan transduser ke monitor

2.4.2 Pemantauan Kateter Arteri Pulmonalis


Pemantauan hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena
dengan menggunakan sistem tranduser tekanan yang digunakan untuk
mengetahui tekanan di arteri pulmonal. (Juliarta, 2014)
Indikasi Penggunaan kateter Arteri Pulmonal (Sirait, 2016)
a) Menentukan tekanan arteri pulmonalis dan tekanan oklusi/ desak arteri
pulmonalis.
b) Jalur pemberian cairan dan obat melalui vena sentralis.
c) Mengukur curah jantung dengan teknik termodilusi.
d) Mengukur nilai hemodinamik curah jantung dan tekanan arteri
pulmonalis.
e) Mengukur saturasi O2 vena campur.
f) Mengevaluasi respon penderita terhadap terapi yang dibcrikan.
g) Menegakkan diagnosis defek septum ventrikel.
h) Keadaan darurat dapat digunakan untuk mengatur frekuensi denyut
jantung melalui lumen paceport kateter arteri pulmonalis.

Kontraindiksi . (Juliarta, 2014)


a) Tidak ada ontraindikasi absolute
b) Kontraindikasi relative misalnya dengan gangguan koagulasi, prostetik
jantung kanan, pace maker endocardial, penyakit vascular berat.
Lokasi kateter (Sirait, 2016)
a) Pemasangan kateter dilakukan dengan kanulasi secara perkutan melalui
vena subklavia, batas bila melalui vena subklavia kanan RA 10 cm, RV

20
20 cm, PA 35 cm, PWP 40 cm. Sedangkan melalui vena subklavia kiri,
batas RA 15 cm RV 25 cm, PA 45 cm, PWP 50 cm.5,6
b) Pemasangan melalui vena julgularis interna kanan batas RA 15 cm, RV
25 cm, PA 40 cm, PWP 45 cm. Bila lokasi pemasangn di vena
julgularis interna kiri batas RA 20 cm, RV 30 cm, PA 45 cm, PWP 50
cm.
c) Lokasi pemasangan kateter bisa melalui vena basilica atau vena
brachialis dilakukan secara cutdown.
Komplikasi (Sirait, 2016)
Berikut merupakan komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi:
a) Kateter arteri pulmonal yang terpasang merupakan wadah yang baik
untuk mikroorganisme. Prinsip close sistem dan perawatan area
tusukan serta steril harus diperhatikan.
b) Kerusakan pembuluh darah oleh kateter yang keras, dan pemasangan
yang lama
c) Aritmia : VES atau SVT, migrasi secara spontan
d) Perdarahan saat pemasangan kateter
e) Tromboemboli oleh bekuan darah pada sebagaian atau seluruh kateter
dan bermigrasi ke tempat lain

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Monitoring hemodinamik merupakan hal yang esensial dalam perawatan
pasien-pasien kritis. Monitoring hemodinamik dibagi menjadi secara invasive
dan non invasive. Prinsip pengukuran yang digunakan secara umum hampir
sama yaitu dengan memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah dan
disambungkan ke system tranduser. Tekanan darah akan melaluli kateter dan
akan dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh tranduser yang kemudian akan
diteruskan ke osciloskope dan diubah menjadi gelombang dan nilai digital
yang tertera pada layar monitor. Pemantauan hemodinamik pasien harus
dilakukan secara tepat, cermat, akurat, dan berkesinambungan dengan alat
monitor non invasif bermanfaat digunakan untuk menilai fungsi hemodinamik
dalam mengelola pemberian terapi terhadap pasien. Berbagai macam alat
monitoring invasif dapat digunakan untuk memonitor hemodinamik pasien
yang menjalani operasi-operasi yang rumit dan lama maupun bagi
pasien-pasien kritis yang sedang menjalani perawatan di unit terapi intensif.

Alat-alat pemantau hemodinamik invasif berharga mahal, teknik


pemasangannya rumit, dan memerlukan keterampilan khusus dari seorang
dokter anestesia sehingga penggunaannya harus tepat guna dan sesuai
indikasi. Untuk menilai keadaan klinis pasien yang sesungguhnya hasil
pemantauan hemodinamik non invasif dengan hasil pemantauan hemodinamik
invasif harus selalu dipadukan untuk memperoleh diagnosis yang tepat
sehingga dapat diberikan terapi yang sesuai untuk menolong penderita.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, kita perlu memahami dengan benar tentang
Monitoring Hemodinamik yang biasanya berada pada ruang perawatan
intensif. Oleh karena itu, perlunya materi ini dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari agar lebih mudah dipahami, diingta, dan diharapkan makalah ini
dapat menambah wawasan para pembacanya, tentu penulis menyadari bahwa
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca agar

4
dapat segera kami sesuaikan dengan pedoman serta sumber referensi yang
lebih baik.

5
Daftar Pustaka
Daud I, Sari RN. Pengaruh Terapi Pijat Kaki Terhadap Status Hemodinamik Pada
Pasien Terpasang Ventilator Di Intensive Care Unit (Icu) Rsud Ulin
Banjarmasin. J Nurs Invent. 2020;1(1):56-64.
http://36.91.55.245/ojsjurnal/index.php/JNI/article/view/9
Hidayati, A. N. (2018). Gawat Darurat Medis dan Bedah. Surabaya:Airlangga
Universitty Press (AUP)
Juliarta IG. Monitoring Hemodinamik. Monit Hemodin Invasif. Published online
2014:1-21.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/bf2fc95b09b4650e
227b193675542154.pdf
Loodie Ackly Agu & eka T. Pemantau Hemodinamik dari Invasif menuju Tidak
Invasif Hemodynamic Monitor from invasive to non invasive.
2018;36(6):128-137.
Mubarak, J., Lubis, E., & Dewi, N. A. (2021). Pengaruh Perubahan Posisi
terhadap Hasil Ukur Tekanan Vena Sentral pada Pasien Critical Care di
Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jurnal Ilmu Kesehatan
Dharmas Indonesia, 01(1), 1–5.
http://ejournal.undhari.ac.id/index.php/jikdi/article/view/210/149
Sirait RH. Buku Ajar Pemantauan Hemodinamik Pasien.; 2016.

Anda mungkin juga menyukai