Anda di halaman 1dari 86

MAKALAH

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI ASEAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas makalah Hukum Perlindungan Konsumen
Dan Sertifikasi Halal

Dosen Pengampu : MUSA TAKLIMA,M.H

Disusun oleh:

Eliya Mambaul 20020211010


Alfaradisa Fridyachili Putri 200202110073
Almi
Mahardini Eka Safitri 2002021100

KELAS C

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PELAKSANAAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI ASEAN”
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Bapak Musa Taklima,M.H pada mata
kuliah Hukum Perlindungan Konsumen Dan Sertifikasi Halal di Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang materi Pelaksanaan Perlindungan Konsumen
di berbagai Negara ASEAN..
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Musa Taklima., M.H, selaku dosen
mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen Dan Sertifikasi Halal . Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Tiada gading yang tak retak, begitulah pepatah mengatakan. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, dan
penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Malang, 20 Mei 2023

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................. 5
A. Sejarah ASEAN ................................................................................................................... 5
B. Hak dan kewajiban dalam perlindungan Konsumen ........................................................... 7
C. Hukum Perlindungan Konsumen ....................................................................................... 10
D. Kerangka Regional Hukum Perlindungan Konsumen Di ASEAN .................................... 15
E. Latar Belakang Dibentuknya ASEAN Committee on Consummer Protection (ACCP) .... 18
F. ASEAN on Consumer Protection (ACCP) ........................................................................ 21
G. Mekanisme ASEAN on Consumer Protection (ACCP) ..................................................... 22
H. Best Practice Pelakasanaan Perlindungan Konsumen di Negara Anggota ASEAN .......... 30
1. Indonesia ........................................................................................................................ 35
b. Ruang Lingkup dan Cakupan ......................................................................................... 36
2. Malaysia: ........................................................................................................................ 46
3. Thailand.......................................................................................................................... 57
4. Singapore........................................................................................................................ 68
BAB III ......................................................................................................................................... 78
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 78
B. Saran .................................................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 81

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan komunikasi memberikan dampak yang nyata
terbukanya ruang dan peluang baru dalam perdagangan internasional, Kegiatan
ekspor-impor barang dan jasa tidak dapat dipungkiri lagi sejak itu pelaksanaan Asean
Economic Community (AEC). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah integritas
ekonomi negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk mengurangi hambatan
regional Asia Tenggara dalam perdagangan barang dan jasa, negara-negara yang
termasuk dalam Anggota ASEAN adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, Filipina, Thailand, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Mengingat pemahaman
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa Komunitas Ekonomi Asean (MEA) adalah
pengaturan pasar bebas antara warga negara negara anggota ASEAN yang
menghilangkan pajak dan bea cukai serta kemampuan negara untuk secara bebas
mengekspor komoditasnya ke negara lain. Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Membentuk komunitas ekonomi tingkat ASEAN, khususnya di antara negara-
negara anggota ASEAN, sebagai wadah integrasi ekonomi kawasan ASEAN
yang memiliki tingkat kemakmuran dan daya saing ekonomi yang tinggi.
2. Mempromosikan perkembangan budaya tertentu, kemajuan sosial, dan
kemakmuran ekonomi di kawasan ASEAN.
Prasyarat pertama untuk kegiatan ekonomi yang paling krusial, jual beli, adalah
adanya pelanggan. Karena mereka adalah pihak yang kebutuhannya selalu dipenuhi
oleh produsen, maka konsumen memiliki tempat yang krusial dalam dunia
perdagangan. Pelanggan sangat penting untuk proses pembelian dan penjualan,
sehingga berbagai upaya selalu dilakukan untuk memastikan kepuasan mereka. Ketika
teknologi dan sistem informasi berkembang dan upaya untuk memuaskan pelanggan
tumbuh, perdagangan memasuki era baru yang disebut sebagai "era digital". Aspek
terpenting dari kegiatan ekonomi, jual beli, bergantung pada keberadaan pelanggan.
Peran konsumen sangat menentukan dalam dunia perdagangan karena merupakan
pihak yang kebutuhannya selalu dipenuhi oleh produsen. Karena pentingnya pelanggan
dalam proses pembelian dan penjualan, upaya berkelanjutan dilakukan dengan
berbagai cara untuk memastikan kepuasan mereka. Perdagangan memasuki era baru
yang dikenal dengan era digital sebagai upaya untuk memuaskan pelanggan
berkembang dengan peningkatan teknologi dan sistem informasi.
Semua kalangan baik konsumen, produsen, pemilik modal, maupun investor
telah merasakan kemudahan dalam menjalankan proses ekonomi. Di internet (online),
berbagai data, berita, dan informasi barang, bisnis, dan situasi politik di negara-negara
ASEAN telah dipublikasikan secara lengkap dan bebas. Mudah bagi pengguna, baik

1
2

produsen maupun konsumen, berkat peningkatan e-commerce seiring dengan


pertumbuhan Internet di berbagai negara ASEAN. Konsumen merasa mudah untuk
memenuhi keinginan mereka akan informasi, barang, dan jasa tanpa melakukan
perjalanan ke negara tujuan utama. Di sisi lain, produsen tidak perlu khawatir dengan
pengeluaran operasional seperti iklan, keamanan, sewa, dll karena mereka dapat
dengan bebas mengiklankan barangnya di berbagai pasar.
ASEAN, sebuah organisasi regional di Asia Tenggara, berupaya membuat
rencana unik untuk menghadapi kemajuan TIK, perkembangan yang berpengaruh pada
dinamika ekonomi digital, khususnya perkembangan e-commerce, secara langsung
maupun tidak langsung. Rencana ini didasarkan pada empat (empat) pilar Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang dituangkan dalam Cetak Biru MEA (Cetak Biru MEA 2015,
2025). Meningkatnya prevalensi dan aksesibilitas internet merupakan salah satu
elemen kunci yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi digital di ASEAN. Saat ini,
konektivitas internet tersedia untuk lebih dari setengah populasi ASEAN, kebanyakan
melalui ponsel. Akibatnya, terdapat pasar yang besar bagi bisnis digital dan startup
untuk mengembangkan dan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan
permintaan pelanggan ASEAN. Selain itu, program regional seperti e-ASEAN Action
Plan dan ASEAN Economic Community (AEC) telah mendorong kerja sama antar
negara dalam pengembangan ekonomi digital. ASEAN ingin membangun basis
manufaktur terintegrasi dan pasar tunggal di kawasan melalui MEA. Hal ini
memberikan peluang bisnis untuk beroperasi lebih mudah di ASEAN dan untuk
meningkatkan e-commerce internasional.
Untuk memperkuat perlindungan konsumen di seluruh kawasan, Perhimpunan
Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah membuat kemajuan yang signifikan.
Negara-negara anggota ASEAN telah membentuk Komite Perlindungan Konsumen di
tingkat nasional dan regional dalam upaya mencapai tujuan integrasi ekonomi dan
sosial yang lebih besar. Komite Perlindungan Konsumen bekerja untuk menegakkan
praktik bisnis yang etis di kawasan ASEAN dan melindungi hak-hak konsumen.
Seiring dengan ekspansi ekonomi dan perdagangan yang lebih besar di antara negara-
negara anggota, perlindungan konsumen menjadi semakin penting di kawasan
ASEAN. Sebagai kawasan dengan populasi gabungan lebih dari 650 juta, ASEAN
menghasilkan pasar yang sangat besar untuk barang dan jasa. Oleh karena itu,
mempertahankan kepercayaan konsumen dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan di daerah bergantung pada perlindungan konsumen yang efektif.
Kerangka peraturan dan perundang-undangan terpadu untuk perlindungan
konsumen di seluruh kawasan sedang dikembangkan dengan bantuan Komite
Perlindungan Konsumen ASEAN. Komite ini berupaya menetapkan standar yang adil
bagi hak-hak konsumen, termasuk hak atas informasi yang jelas dan akurat, hak atas
jaminan barang dan jasa yang aman dan berkualitas tinggi, serta hak atas ganti rugi
yang wajar jika hak-hak konsumen dilanggar atau dilanggar. secara tidak adil. Selain
itu, Komite Perlindungan Konsumen ASEAN berfungsi sebagai tempat bagi negara-
3

negara anggota untuk bertukar praktik terbaik, informasi, dan pengalaman dalam
perlindungan konsumen. Negara-negara anggota dapat belajar dari satu sama lain dan
menerapkan kebijakan yang secara efektif melindungi konsumen mereka berkat
pembagian informasi ini.
Implementasi perlindungan konsumen yang memadai di kawasan ASEAN
masih menghadapi kesulitan, meskipun telah dilakukan upaya oleh komite yang
bertanggung jawab untuk itu. Kesenjangan hukum dan peraturan perlindungan
konsumen di seluruh anggota ASEAN merupakan salah satu kendala utama. Hal ini
dapat mengakibatkan perbedaan tingkat perlindungan yang ditawarkan kepada
pelanggan dan membuatnya lebih sulit untuk mengelola situasi yang melibatkan bisnis
dan klien dari berbagai negara. Selain itu, ekonomi digital dan kemajuan teknologi
telah melahirkan tantangan baru bagi perlindungan konsumen ASEAN. Transaksi
online dan perdagangan elektronik yang berkembang menghadirkan ancaman
keamanan, privasi, dan penipuan yang membutuhkan manajemen yang kompeten.
Untuk melindungi konsumen di lingkungan digital, Komite Perlindungan Konsumen
harus mengikuti kemajuan teknis dan memastikan undang-undang yang diperlukan
sudah ada.
Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran dan literasi konsumen
di kawasan ASEAN. Peningkatan literasi konsumen dapat membantu konsumen dalam
memahami hak-hak mereka, membuat keputusan yang bijak dalam bertransaksi, dan
melaporkan pelanggaran perlindungan konsumen. Kampanye edukasi yang melibatkan
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat memberikan informasi yang
relevan dan mudah diakses tentang hak-hak konsumen, tata cara pengaduan, serta
langkah-langkah yang dapat diambil jika terjadi pelanggaran. Dengan meningkatkan
literasi konsumen, masyarakat di kawasan ASEAN akan menjadi lebih sadar akan hak-
hak mereka dan dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga keadilan dan kesetaraan
dalam transaksi bisnis.
Untuk memahami kesulitan yang dihadapi dan menilai keefektifan langkah-
langkah yang diterapkan dalam situasi ini, studi tentang fungsi dan kesulitan yang
dialami oleh Komite Perlindungan Konsumen di kawasan ASEAN sangat penting. Esai
ini akan mengkaji kerja Komite Perlindungan Konsumen ASEAN, menyoroti masalah,
dan menawarkan saran untuk meningkatkan perlindungan konsumen di wilayah
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan konsumen di negara-negara
ASEAN?
2. Apa saja kebijakan yang diterapkan untuk melindungi hak-hak konsumen
di negara-negara ASEAN?
3. Apa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan konsumen
di ASEAN?
4

4. Bagaimana cara meningkatkan efektivitas perlindungan konsumen di


wilayah ASEAN?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pelaksanaan perlindungan konsumen di negara-negara
ASEAN.
2. Menganalisis kebijakan yang diterapkan untuk melindungi hak-hak
konsumen di negara-negara ASEAN.
3. Mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
perlindungan konsumen di ASEAN.
4. Memberikan saran untuk meningkatkan efektivitas perlindungan
konsumen di wilayah ASEAN.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah ASEAN
Negara adidaya termasuk Inggris, Amerika Serikat, Prancis, dan Spanyol
pernah menjajah dan menduduki kawasan Asia Tenggara. Pada fase awal menjelang
Perang Dunia II, negara-negara di Asia Tenggara tidak diakui sebagai suatu kawasan;
sebaliknya, mereka hanya dikenal dengan namanya sendiri dan tidak dianggap berasal
dari daerah tertentu. Burma, Malaya, atau Sumatra, di antara tempat-tempat lain,
muncul di benak Anda. Namun, negara-negara yang diduduki oleh negara adidaya
(Allied Forces) di kawasan ini dikenal sebagai Asia Tenggara untuk pertama kalinya
dalam sejarah tepat sebelum Perang Dunia II. Pada Konferensi Quebec pada Agustus
1943, pihak sekutu menetapkan Malaya, Sumatra, Thailand, dan Burma sebagai Asia
Tenggara1. Kemudian, Pada akhir tahun 1950-an dan 1960-an, kawasan Asia Tenggara
terdiri dari negara-negara yang sangat muda dalam hal pembangunan atau
pembangunan bangsa. Tun Dr. Mahathir pernah mengatakan bahwa:
“Security is not just a matter of military capability. National Security is
inseparable from political stability, economic success and social harmony.
Without these all the guns in the world cannot prevent a country from being
overcome by its enemies, whose ambition can be fulfilled sometimes without
firing a single shot.”
Yang berarti :
“Keamanan bukan hanya masalah kemampuan militer. Keamanan Nasional
tidak dapat dipisahkan dari politik stabilitas, keberhasilan ekonomi dan
harmoni sosial. Tanpa ini semua senjata di dunia tidak dapat mencegah sebuah
negara dari dikalahkan oleh musuh-musuhnya, yang ambisinya kadang-
kadang dapat dipenuhi tanpa menembakkan satu tembakan.”2
Ini berkaitan dengan seberapa mampu negara-negara ini menjalankan
negara dan membangun persatuan di negara-negara Asia Tenggara atau south
east asia (SEA). Karena sebagian besar negara-negara Asia Tenggara

1
C. M Turnbull, Regionalism and Nationalism. In Nicholas Tarling (Edt), The Cambridge History of
Southeast Asia.
(Cambridge University Press, 1999), 258–259.
2
Abdul Razak and Abdullah Baginda, National Security Issues in Malaysian Foreign Policy. In
Mohamad Azhari Karim, Lewellyn D. Howell and Grace Okuda (Eds.), Malaysian Foreign Policy,
Issues and Perspective. (Institut Tadbiran Awam Negara, 1990), 39.

5
6

memperoleh kemerdekaan pada tahun 1950-an dan 1960-an, mereka masih


dianggap masih dalam masa pertumbuhan. Oleh karena itu, negara-negara Asia
Tenggara lebih fokus pada peningkatan keamanan internal dan pertumbuhan
ekonomi.
Beberapa perjanjian bilateral dan multilateral menjadi landasan bagi
gagasan terbentuknya ASEAN. Selain itu, kunjungan resmi Tunku Abdul
Rahman ke Filipina pada Januari 1959, menjadi awal mual Perjanjian
Persahabatan dan Ekonomi Asia Tenggara atau Southeast Asia Friendship and
Economic Treaty (SEAFET)3. Meskipun SEAFET adalah organisasi yang agak
terbatas, dengan fokus hanya pada perdagangan, ekonomi, dan pendidikan,
gagasan di balik pendiriannya berfungsi sebagai pendorong pembentukan
ASEAN.
Menyusul bubarnya Association of Southeast Asia (ASA),
MAPHILINDO—sebuah organisasi regional yang terdiri dari Malaysia,
Filipina, dan Indonesia—didirikan. Untuk membina kerja sama di bidang
ekonomi, budaya, dan ilmu sosial, didirikanlah MAPHILINDO. Selain itu,
organisasi ini berfungsi sebagai sarana penyelesaian konflik antara Indonesia,
Filipina, dan Malaysia, khususnya yang berkaitan dengan masalah teritorial.
Namun, MAPHILINDO juga gagal ketika masing-masing negara fokus pada
kepentingan nasionalnya sendiri. Kepentingan daerah tidak sepenting
kepentingan SEA selama ini seperti kepentingan nasional. Proses penguatan,
pembangunan, dan penciptaan stabilitas politik internal masing-masing negara
mendapat perhatian lebih dari SEA. Kepentingan daerah telah diabaikan oleh
kebijakan-kebijakan tersebut. Akibatnya, hal tersebut menempatkan SEA
dalam situasi tegang, menyebabkan hubungan regional untuk memecahkan dan
menciptakan konflik antara negara-negara anggota.45
Konferensi Bangkok yang menjadi awal pembetukan ASEAN saat itu
diwakili oleh Tun Abdul Razak (Malaysia, Wakil Menteri), Adam Malik
(Indonesia, Menteri Luar Negeri), Thanat Khoman (Thailand, Menteri Luar
Negeri), Narciso Ramos (Filipina, Menteri Luar Negeri) dan S. Rajaratnam
(Singapura, Menteri Luar Negeri) Menteri). Pada tahap awal, ASEAN memiliki
lima anggota dari Asia Tenggara, termasuk Thailand, Malaysia, Singapura,

3
K.S Nathan, Malaysia: Reinventing the Nation. In Muttiah Alagappa (Edt.). Asian Security Practice:
Material and Ideational Influences (Stanford University Press, 1988), 515.
4
Mohamad Faisol Keling et al., “The Development of ASEAN from Historical Approach,” Asian Social
Science 7, no.
5
(2011): 171.
7

Indonesia, dan Filipina.6 Keanggotaannya meningkat dengan penambahan


Brunei, Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar antara tahun 1980-an dan 1990-
an. Brunei memasuki ASEAN pada tahun 1984 setelah kemerdekaannya dari
Inggris. Selama Perang Dingin, negara-negara Indochina seperti Vietnam,
Kamboja, dan Laos tidak dapat bergabung dengan ASEAN karena persaingan
kekuasaan dan masalah internal, seperti perang saudara dan konflik internal.
Menyusul keberhasilan penyelesaian beberapa masalah regional, negara-negara
Indochina merasa cukup percaya diri untuk bergabung dengan ASEAN.
Masuknya negara-negara komunis dari Indochina meningkatkan keanggotaan
ASEAN setelah berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991. Keputusan
Vietnam untuk bergabung dengan ASEAN pada tanggal 23 Juli 1995,
mendorong negara-negara Indochina lainnya untuk mengikutinya. Laos
bergabung pada tahun 1997, diikuti oleh Myanmar dan Kamboja pada tahun
1999.7
B. Hak dan kewajiban dalam perlindungan Konsumen
Hak-hak konsumen internasional ditunjukkan dalam Piagam PBB,
Pedoman PBB untuk Perlindungan Konsumen: UNCGP, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Piagam
Masyarakat Ekonomi ASEAN dan ASAPCP. Meskipun UNCGP telah
mendefinisikan delapan hak, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya ada
sembilan hak konsumen internasional. Sembilan hak-hak tersebut adalah :
1. Hak atas informasi;
2. Hak untuk membuat keputusan;
3. Hak untuk didengar;
4. Hak untuk hak atas ganti rugi;
5. Hak atas pendidikan atau edukasi konsumen;
6. Hak atas lingkungan yang sehat dan lestari;
7. Hak atas akses layanan publik.
Ini adalah awal dari kajian tentang konsumen di negara-negara
anggota ASEAN.8 Kajian legislasi nasional yang mencerminkan hak-hak
konsumen di negara-negara ASEAN dapat ditemukan dalam konstitusi

6
Russell H. Fified, “National and Regional Interest in ASEAN Competition and Cooperation in
International Politics.,” Occasional Paper 57 (1979): 7.
7
Nasrudin Mohammed, “ASEAN and Administration, Regional Threats,” Pemikir 41 (2005): 103.
8
Sareeya Galasintu, Apicha Chutipongpisit, and Chanakant Loveera, “Consumer Rights in ASEAN,”
Kasetsart Journal of Social Sciences 43, no. 3 (2022): 662–663.
8

mereka, undang-undang perlindungan konsumen utama dan undangundang


khusus yang dijelaskan oleh negara dalam urutan abjad setelah Kerajaan
Thailand. Untuk menjelaskan kesembilan hak tersebut, hak pertama atas
pemenuhan kebutuhan dasar diakui secara luas dalam standar internasional
di atas9. Semua undang-undang yang diperiksa dapat memberikan
perlindungan langsung, seperti pendidikan atau hak suara di bawah
Konstitusi, atau perlindungan undang- undang dalam UndangUndang
Perlindungan Konsumen Utama. Jika tidak, hak dapat tercermin secara
tidak langsung, misalnya undang-undang medis mengatur produsen obat
untuk memproduksi dan mendistribusikan obat secara aman sambil
memberikan perlindungan yang memadai kepada konsumen. Mengenai
mekanisme kompensasi, Komisi Perlindungan Konsumen ASEAN [ACCP]
dibentuk untuk mendorong anggotanya mengembangkan situs web
kompensasi konsumen lintas batas untuk memberikan perlindungan
konsumen ASEAN di kawasan.10
Perundang-undangan Kerajaan Thailand telah menyediakan semua
9 hak konsumen melalui berbagai undang-undang. Pada dasarnya hak
konsumen harus dilindungi menurut UU tahun 2017. Juga, hak akses
layanan kesehatan tanpa biaya, yang merupakan salah satu bagian dari hak
pemenuhan kebutuhan dasar, hak atas lingkungan yang sehat & lestari, hak
akses layanan publik dan hak pendidikan disediakan. OCPB (office of
consumr protection borad) sebagai otoritas utama juga memiliki tugas
dalam mendukung edukasi konsumen. Secara rinci, undang-undang pokok
UU Perlindungan Konsumen 1979 dengan amandemennya memberikan
lima hak; hak atas keselamatan. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hak untuk diberitahu;
2. Hak untuk memilih;
3. Hak untuk didengarkan;
4. Hak untuk mendapatkan ganti rugi.
Hak-hak yang disebutkan terakhir juga dilindungi oleh, setidaknya,
Undang-Undang Prosedur Kasus Konsumen 2008. Undang-undang khusus
memberikan perlindungan untuk hakhak perlindungan konsumen lainnya.
Pertama-tama, adalah hak untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam
Undang-Undang Kedokteran 1967, dan Undang-Undang Pangan 1979
masing-masing untuk perlindungan obat dan makanan. Tempat tinggal

9
ASEAN Secretariat, “Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations.,” 2018.
10
Galasintu, Chutipongpisit, and Loveera, “Consumer Rights in ASEAN,” 663.
9

diatur oleh Otoritas Perumahan Nasional yang menyediakan berbagai jenis


perumahan untuk orang-orang, dan pakaian diatur oleh Kementerian Dalam
Negeri. Meskipun semua hak dilindungi, masih ada hal-hal yang perlu
dibenahi.11
Kesembilan hak konsumen dilindungi oleh hukum Brunei
Darussalam. Konstitusi Brunei Darussalam tahun 1959, sebagaimana telah
diubah sebelum tahun 2006, memberikan hak atas layanan publik dan hak
atas pendidikan konsumen. Mereka juga dilatarbelakangi oleh rencana
induk pengembangan Bandar Seri Begawan pada tahun 2035 dan CCAD
(Community and Corporate Affairs Department) sebagai otoritas kompeten
utama dalam UU Perlindungan Konsumen UU 15 Tahun 2008 memberikan
hak untuk memilih, hak untuk didengar dan hak untuk mendapatkan
kompensasi. Untuk tujuan penggantian Otoritas Pusat; Kementerian
Perencanaan dan Pembangunan Perekonomian telah membentuk Pusat
Pengaduan/Penanganan Konsumen. Legislasi khusus tentang hak atas
kebutuhan dasar adalah Health Plan 2000-2010 dan UU Kesehatan
Masyarakat (Bab 182) tentang Pelayanan Kesehatan. Selain itu, sistem
perumahan nasional membangun rumah bagi masyarakat dan menyediakan
sandang bagi masyarakat miskin melalui rencana aksi pengentasan
kemiskinan. Hak atas keamanan dan hak atas informasi diungkapkan
sekurang-kurangnya Peraturan Obat 2007 untuk Keamanan Obat, Hak atas
lingkungan yang sehat dan berkelanjutan diabadikan dalam kebijakan dan
strategi lingkungan serta rencana pembangunan negara. Meskipun semua
hak dilindungi undang-undang dan negara ini memiliki salah satu layanan
kesehatan terbaik dengan produk domestik bruto BNR 11,401 miliar pada
tahun 2016, masih ada hal hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan
perbaikan. Diantaranya Kemiskinan, khususnya di Brunei, menyebabkan
masalah putus sekolah, orang-orang tersebut tidak dapat mencari nafkah
secara efektif dan menjadi gelandangan.12
Langkah pertama dalam mengevaluasi suatu kebijakan sistem
adalah menentukan objek evaluasi, standar evaluasi, dan bagaimana objek
evaluasi akan dievaluasi. Pokok evaluasi selanjutnya dijabarkan menjadi
tiga bagian, yaitu output, result, dan efek. Jelas bahwa sistem ACCP sendiri
sedang ditinjau, dan Strategi Perlindungan Konsumen ASEAN 2016-2025

11
Consumers International, Road Mapping Capacity Building Needs in Consumer Protection in ASEAN:
Regional Report (Final), 2011.
12
A Walsh, “Home: Poverty in Brunei” (2016), https://borgenproject.org/poverty-in-brunei/.
10

(ASAPCP) adalah kebijakan yang merupakan hasil dari serangkaian


tinjauan yang ditargetkan. Kriteria dasar untuk mengevaluasi sistem pada
tahap akhir adalah kekuatan seperangkat aturan dan tingkat kerja sama yang
ada.13
C. Hukum Perlindungan Konsumen
Perserikatan bangsa-bangsa atau PBB telah menerbitkan sebuah
aturan yang berkaitan dengan perlindungan konsemen sebagai salah satu
bentuk perhatian kepada kebutuhan negaranegara anggota PBB. Peraturan
perlindungan konsumen tersebut kemudian disebut dengan “United
Nations Guidelines for Consumer Protection”. Tujuan dari diterbitkannya
guideline tersebut adalah sebagia berikut:13
1. Untuk membantu negara-negara mencapai atau mempertahankan
perlindungan konsumen yang memadai bagi penduduknya;
2. Memfasilitasi model produksi dan distribusi yang memuaskan
kebutuhan dan keinginan konsumen;
3. Mempromosikan standar perilaku etis yang tinggi di antara mereka yang
terlibat dalam produksi dan distribusi barang dan jasa kepada
konsumen;
4. Membantu negara-negara dalam membatasi pelanggaran oleh semua
perusahaan di tingkat nasional dan internasional yang merugikan
konsumen;
5. Memfasilitasi pengembangan kelompok konsumen yang mandiri;
6. Meningkatkan kerjasama internasional di bidang perlindungan
konsumen;
7. Mendorong perkembangan kondisi pasar yang menawarkan lebih
banyak pilihan kepada konsumen dengan harga yang lebih murah;
8. Mempromosikan konsumsi berkelanjutan.
Berdasarkan tujuan-tujuan di atas, setiap negara yang tergabung
PBB harus memiliki peraturan yang melindungi konsumen dengan
standar14 :
1. Perilaku Bisnis Yang Etis

13
Primadiana Yunita, “The Effectiveness of ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP) to
Achieve ASEAN Economic Community Based on People Oriented,” no. Acir 2018 (2021): 3. 13
“United Nations Guidelines for Consumer Protection” (n.d.): 6. 14 Ibid., 10–11.
11

Informasi yang akurat dan tepat waktu yang memungkinkan baik


konsumen maupun badan pengatur dan penegak hukum untuk dengan
mudah mengidentifikasi dan menemukan bisnis. Ini beraarti sebuah
perusahaan harus memasukkan detail seperti nama perusahaan, nama resmi,
dan nama dagang, serta alamat fisik utama perusahaan, situs web, alamat
email, atau sarana kontak lainnya, nomor telepon, dan nomor registrasi atau
lisensi pemerintah. Informasi yang akurat dan tepat waktu tentang produk
atau layanan yang disediakan oleh perusahaan, serta persyaratan kontrak
dan transaksi yang relevan. Prosedur transparan untuk konfirmasi,
pembatalan, pengembalian, dan pengembalian dana transaksi. Syarat-syarat
kontrak yang jelas, ringkas, dan mudah dipahami yang adil:
a) Metode pembayaran yang aman
b) Mekanisme pembayaran yang aman
c) Penyelesaian dan pemulihan sengketa yang adil, murah, dan cepat.
d) Privasi konsumen dan keamanan data.
e) Pendidikan konsumen dan bisnis.
Negara-negara Anggota harus bekerja untuk memastikan bahwa
badan-badan yang menegakkan undang-undang perlindungan konsumen
memiliki sumber daya manusia dan keuangan yang diperlukan untuk
mendorong kepatuhan yang efektif dan untuk mengamankan atau
memfasilitasi ganti rugi bagi konsumen dalam situasi yang sesuai.
Makna dari "perlindungan konsumen" adalah pelaksanaan tindakan
untuk melindungi kesehatan, hak milik, hak hukum, dan kepentingan moral
konsumen sebagai akibat dari konsumsi barang dan jasa seperti makanan,
obat-obatan, kosmetik, dan layanan kesehatan, serta penyelesaian sengketa
yang mungkin timbul antara konsumen dan pemasok sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.14
Sistem perlindungan konsumen dapat mencakup sejumlah
komponen, seperti, namun tidak terbatas pada, undang-undang konsumen
utama, undang-undang, aturan, dan peraturan khusus industri tambahan
yang melindungi kepentingan konsumen di bidang tertentu, kerangka
kelembagaan untuk menegakkan undang-undang, dan adanya lembaga
swadaya masyarakat yang bekerja untuk melindungi kepentingan
konsumen.15

14
ASEAN, “Law Consumer Protection,” n.d., 5.
15
“ASEAN Guidelines on Consumer Association Consumer Associations Guidelines” (n.d.): 3.
12

Perlindungan konsumen sangat penting karena konsumen dalam


ekonomi pasar modern mana pun sering dihadapkan pada
ketidaksinambungan informasi dan perbedaan daya tawar mereka terhadap
pemasok dan produsen barang dan jasa. Produsen dan penjual harus
memperluas basis pelanggan dan/atau penjualan mereka di pasar yang
sangat kompetitif dengan menanggapi kebutuhan konsumen. Untuk
memastikan agar konsumen tidak beralih ke produsen atau pemasok lain,
hal ini dilakukan dengan memperluas pilihan dan melakukan penawaran
yang murah.16
Perlindungan konsumsi sendiri dibagi menjadi 2 kategori :
a) Perlindungan konsumsi barang
b) Perlindungan konsumsi jasa.
Perlindungan konsumsi barang mengacu pada tindakan yang
memungkinkan konsumen untuk menggunakan produk berkualitas dan
standar, yang ditentukan oleh organisasi terkait, tanpa efek berbahaya pada
kehidupan, kesehatan, properti, hak, dan kepentingan sah konsumen atau
lingkungan. Sedangkan penggunaan tindakan yang memungkinkan
konsumen mendapatkan layanan yang adil dan wajar dengan kualitas tinggi
dan standar industri dikenal sebagai perlindungan terhadap konsumsi
layanan atau layanan.17
Selain itu, terdapat Unsur-unsur yang dapat dimasukkan dalam
kerangka hukum yang komprehensif untuk perlindungan konsumen.
Meskipun bukan menjadi dasar hukum, akan tetapi unsur-unsur ini dapat
menjadi pedoman dalam perlindungan konsumen. Unsur-unsur tersebut
adalah sebagai berikut :
a) Hak hukum konsumen, termasuk hak atas keamanan, pilihan, informasi,
pendidikan, harga wajar, representasi dan pemulihan, termasuk hak-hak
tersebut di atas, namun tidak terbatas pada;
b) Pedoman dasar atau pedoman umum tentang perlindungan konsumen;
c) Klarifikasi istilah "konsumen";
d) Ruang lingkup bisnis konsumen dan penyediaan barang dan jasa
konsumen, yang terkadang dapat mencakup layanan profesional
(dokter, dokter gigi, pengacara, insinyur, arsitek, dll.);

16
Ibid.
17
ASEAN, “Law Consumer Protection,” 7.
13

e) Memaksakan persyaratan pengungkapan pra-kontrak untuk barang atau


jasa yang dijual, termasuk harga dan tarif serta ketentuan kontrak
f) Pengecualian klausul kontrak konsumen yang tidak adil dan kontrak
standar serta syarat dan ketentuan umum;
g) Larangan iklan palsu, menyesatkan atau menipu dan metode
komunikasi komersial lainnya yang dipertanyakan;
h) Membatasi atau melarang praktik bisnis apa pun yang dianggap tidak
bermoral, curang, agresif, atau tidak adil;
i) Membentuk badan penasihat, yang mungkin bersifat antar-kementerian
dan mencakup perwakilan pemerintah, bisnis, konsumen, dan
pemangku kepentingan terkait lainnya, untuk secara proaktif menangani
kekhawatiran konsumen yang meluas dan merekomendasikan undang-
undang dan tindakan perlindungan konsumen lainnya;
j) Masalah terkait standardisasi layanan dan produk, pemberitahuan
produk berbahaya dan penarikan produk rusak.
Perlindungan konsumen penting dalam ekonomi pasar modern di
mana Konsumen sering mengalami asimetri dan ketidakseimbangan
informasi Kekuatan tawar-menawar yang signifikan oleh produsen dan
penjual produk dan layanan. Dalam pasar yang kompetitif, produsen dan
penjual harus menghasilkan uang Penjualan baru, pelanggan baru
memuaskan kebutuhan konsumen Memperluas jangkauan pilihan yang
tersedia, karena jika Konsumen tidak menyukai tawaran produsen/penjual,
mereka dapat beralih ke hal lain. Itu karena Ketersediaan barang yang dapat
dipertukarkan dengan harga yang wajar untuk dapat diterima di pasar yang
kompetitif yang memungkinkan konsumen Pertukaran kesepakatan yang
mendorong semua orang Produsen/penjual mencoba menanggapi preferensi
konsumen. Namun, produsen/penjual tidak selalu berhasil bersaing dan
sangat sering menggunakan metode yang sama tidak adil, misalnya dengan
menawarkan produk yang berkualitas mendorong harga yang lebih rendah
sambil menyesatkan konsumen percaya bahwa produk yang ditawarkan
berkualitas baik. Ini mempengaruhi minat konsumen. Bukan hanya
konsumen mendapatkan uang mereka, tapi kesehatan dan produk juga dapat
mempengaruhi keamanannya layanan yang tidak aman atau tidak
memadai.18

18
The ASEAN Secretariat, “Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations” (2021):
2–3, http://asean.org/storage/2018/05/Handbook-on-ASEAN-Consumer-Protection-Laws-and-
Regulation.pdf.
14

Dalam buku yang sama juga dijelaskan beberapa kewajiban dan hak
konsumen yang harus dilaksanakan dan dilindungi. berikut ini adalah hak-
hak konsumen yang perlu dilindungi:19
a) Hak atas kebutuhan dasar - akses ke barang dan jasa dasar,makanan
yang memadai, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan,
pendidikan, pelayanan publik, air dan sanitasi;
b) Hak atas keselamatan - dilindungi dari produk, proses produksi, dan
layanan yang berbahaya bagi kesehatan atau jiwa;
c) Hak atas informasi - untuk mendapatkan informasi yang Anda butuhkan
untuk membuat keputusan yang tepat dan untuk melindungi diri Anda
dari iklan dan pelabelan yang tidak jujur atau menyesatkan;
d) Hak untuk memilih - Kemampuan untuk memilih dari berbagai macam
produk dan layanan yang ditawarkan dengan harga yang kompetitif dan
kualitas yang memuaskan;
e) Hak untuk didengar – Kepentingan konsumen terwakili dalam
perumusan dan implementasi kebijakan pemerintah dan dalam
pengembangan produk dan layanan;
f) Hak atas Kompensasi - untuk mendapatkan penyelesaian yang adil atas
klaim yang masuk akal, termasuk kompensasi atas pernyataan yang
keliru, produk yang cacat, atau layanan yang tidak memuaskan;
g) Hak atas Pendidikan Konsumen - Memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang
terinformasi dan percaya diri tentang barang dan jasa, mengetahui dan
mengamati hak dan tanggung jawab dasar konsumen;
h) Hak atas lingkungan yang sehat - Hidup dan bekerja di lingkungan yang
tidak membahayakan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang;
Selain hak, konsumen juga memiliki tanggung jawab yang perlu
diperhatikan. Tanggung jawab dari konsumen yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
a) Kesadaran Kritis
Tanggung jawab untuk lebih menyadari dan mempelajari
penggunaan, harga dan kualitas barang dan jasa yang kita gunakan.
b) Aksi

19
Ibid., 5–8.
15

Tanggung jawab untuk angkat bicara dan mengambil tindakan untuk


memastikan kita mendapatkan perdagangan yang adil. Selama kita tetap
menjadi konsumen pasif, kita akan terus dieksploitasi.
c) Perhatian Sosial
Kewajiban untuk menyadari dampak konsumsi terhadap warga
negara lain, terutama kelompok yang kurang beruntung atau tidak berdaya
di komunitas lokal, nasional atau internasional.
d) Kesadaran Lingkungan
Tanggung jawab untuk memahami dampak lingkungan dari
konsumsi. Kita harus menyadari tanggung jawab pribadi dan sosial kita
untuk melestarikan sumber daya alam dan melindungi bumi untuk generasi
mendatang.
e) Solidaritas
Kewajiban untuk bekerja sama sebagai konsumen untuk
mengembangkan kekuatan dan pengaruh guna memajukan dan melindungi
kepentingan kita.
D. Kerangka Regional Hukum Perlindungan Konsumen Di ASEAN
Proses integrasi ekonomi dan sosial ASEAN telah lama diakui
sangat bergantung pada perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen
telah mengambil posisi penting dalam agenda pembuatan kebijakan
regional karena Negara Anggota ASEAN (AMS) berintegrasi lebih dalam,
orang lebih sering bepergian lintas batas, bisnis memperluas operasi bisnis
mereka melampaui batas geografis, mempermudah penyediaan barang dan
jasa kepada pelanggan yang berbasis di negara lain, dan digitalisasi kegiatan
sosial dan ekonomi berkembang dengan kecepatan yang tidak pernah
terdengar sebelumnya.20
Di sisi lain, ASEAN adalah pasar yang signifikan untuk bisnis,
dengan pasar lebih dari 600 juta konsumen, daya beli yang meningkat, dan
profil demografis yang muda. Oleh karena itu, undang-undang
perlindungan konsumen merupakan pelengkap penting untuk memastikan
bahwa pelanggan melakukan pembelian dengan percaya diri dan bahwa
perusahaan tidak terlibat dalam praktik bisnis yang tidak jujur. Selain itu,

20
Ibid., 13.
16

kebijakan konsumen harus cukup fleksibel untuk beradaptasi dengan


peluang dan tantangan baru dan berkembang di ASEAN. Ini termasuk
ecommerce internasional dan teknik perdagangan baru lainnya yang dibawa
oleh globalisasi dan perkembangan teknologi, yang membutuhkan solusi
kreatif dari pemerintah untuk menjaga dan memajukan kepentingan
konsumen.
Perilaku bisnis dan konsumen Negara Anggota ASEAN (AMS)
secara signifikan dipengaruhi oleh meningkatnya globalisasi, belanja lintas
batas, pergeseran demografi konsumen, dan inovasi teknologi. Karena
perkembangan ini, lebih banyak pekerjaan perlu dilakukan untuk
memajukan agenda kompetitif ASEAN Blueprint 2025, yang mencakup
perlindungan konsumen. Rencana Aksi Strategis ASEAN untuk
Perlindungan Konsumen (ASAPCP) 2025 dibuat dalam konteks ini, dengan
mempertimbangkan tren ini, untuk memberikan detail tambahan tentang
langkah-langkah strategis perlindungan konsumen di bawah Cetak Biru
MEA 2025, dalam hal tujuan strategis, inisiatif, dan hasil. ASAPCP 2025
kemudian disahkan pada Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN ke-48 pada
3 Agustus 2016 di Vientiane, Laos. ASAPCP 2025 akan dilaksanakan oleh
Komite Perlindungan Konsumen ASEAN (ACCP). 21
Meskipun sebuah penelitian menyajikan sebuah data yang
menjelaskan bahwa perubahan demografis yang signifikan sedang terjadi di
Asia Timur dan Tenggara. Populasi Asia Timur dan Tenggara tumbuh jauh
lebih cepat daripada wilayah lain pada 1960-an dan 1970-an, dengan tingkat
pertumbuhan tertinggi terjadi pada akhir 1960-an, menurut tren populasi
regional dalam Prospek Populasi Dunia PBB 2019. Populasi diperkirakan
akan menurun sebesar 2040, yang lebih awal dari daerah lain, sebagai akibat
dari penurunan tingkat pertumbuhan sejak saat itu (Gambar 1). Negara-
negara Asia Timur dan Asia Tenggara lainnya, kecuali Jepang, mengalami
pertumbuhan populasi berlebih sebesar 2% pada tahun 1960-an, setelah itu
tingkat pertumbuhan secara bertahap menurun. Jepang adalah negara
pertama yang mengalami pertumbuhan populasi negatif pada tahun 2010-
an. Namun demikian, diantisipasi bahwa populasi Korea Selatan akan mulai
menurun pada tahun 2020-an, Taiwan, Thailand, dan China pada tahun
2030-an, serta Hong Kong dan Singapura pada tahun 2040-an. Afrika,
Amerika Latin, dan negara-negara Asia lainnya terus berkembang,

21
ACCP, “Regional Cooperation in ASEAN,” https://aseanconsumer.org/cterms-regional-cooperation-
in-asean.
17

sedangkan Amerika Utara dan Eropa terus menurun jika melihat jumlah
penduduk berdasarkan wilayah. Namun, populasi di Asia Timur dan
Tenggara meningkat dari tahun 1960 hingga akhir 1980-an, setelah itu
mulai menurun. Akibatnya, pada tahun 2056–2060, bagian tersebut
diantisipasi menjadi sekitar 70% dari tingkat puncaknya (Gambar 3).
Akibatnya, selama 100 tahun mulai tahun 1960, total populasi Asia Timur
dan Tenggara akan mengalami perubahan dramatis yang tidak akan dialami
oleh wilayah lain mana pun di dunia, pertama tumbuh dengan cepat dan
kemudian menurun lebih awal dari wilayah lain mana pun.22
Akan tetapi, sebuah peneilitian menunjukkan juga menunjukkan
harapan hidup rata-rata telah meningkat secara signifikan di Asia Timur dan
Tenggara. Berkat kebiasaan makan yang lebih baik, kemajuan dalam
sanitasi dan teknik pencegahan penyakit, fasilitas dan layanan medis yang
lebih baik, peningkatan sistem perawatan kesehatan dan asuransi kesehatan,
dan penyebaran praktik higienis. Perubahan demografis yang signifikan
telah disebabkan oleh meningkatnya harapan hidup dan penurunan tingkat
kesuburan yang cepat di daerah-daerah tersebut. Dengan peningkatan 18,9
tahun selama periode 50 tahun, harapan hidup rata-rata kawasan ini, yaitu
59,8 tahun pada 1960–1965, naik menjadi 78,7 tahun pada 2015–2020,
melampaui Eropa, Amerika Utara, dan Oseania. Akibatnya, Asia Timur dan
Tenggara mencatat angka harapan hidup tertinggi di dunia. Menurut
prediksi PBB, harapan hidup wilayah ini akan meningkat menjadi 85,2
tahun. Pada tahun 2055–2060, harapan hidup rata-rata di negara-negara ini
diperkirakan akan semakin meningkat; khususnya, diperkirakan akan
mendekati 90 tahun di empat negara tersebut.23
Selain itu, Pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Tenggara juga
cukup baik dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia percaya bahwa Asia
Tenggara tetap menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global yang penting.
Keyakinan tersebut ditunjukkan Indonesia sebagai ketua ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) pada tahun 2023 dengan memilih
tema “ASEAN Affairs” Pada pertemuan ASEAN Finance Ministers and
Central Bank Governors (AFMGM) pada 31 Maret 2023 di Nusa Dua, Bali,
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, menjelaskan pentingnya
tema tahun ini tentang Keketuaan ASEAN . ASEAN Affairs berarti ASEAN

22
Maiko Kajimura, “Changes in the Demographic Structure and Economic Growth in East and
Southeast Asia” (2020): 5.
23
Ibid., 11.
18

masih penting, strategis dan relevan. Episentrum pertumbuhan berarti


bahwa Indonesia bertujuan menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi regional dan global. Sri Mulyani, Mentri keuangan Indonesia
percaya bahwa ASEAN akan selalu menjadi titik terang dalam
perekonomian dunia. Menurutnya, Asia Tenggara menawarkan prospek
ekonomi yang menjanjikan. Perekonomian negara-negara ASEAN 5
(Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand) tumbuh sebesar 5,3
persen tahun lalu. Tahun ini pertumbuhannya diperkirakan 4,6 persen dan
pada 2024 sebesar 5,6 persen. Diperlukan kerja sama dan kolaborasi
ASEAN yang kuat agar ASEAN dapat bertahan dari berbagai risiko yang
mengancam perekonomian kawasan.24
Para Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) membentuk Komite
Perlindungan Konsumen ASEAN (ACCP) pada tahun 2007. Komite ini
terdiri dari perwakilan dari sepuluh (10) organisasi perlindungan konsumen
Negara Anggota ASEAN. Titik fokus Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC)
dalam ACCP untuk menerapkan dan mengawasi perjanjian dan mekanisme
regional untuk mempromosikan perlindungan konsumen. Hal tersebt,
merupakan tanggung jawab ACCP untuk memastikan bahwa langkah-
langkah perlindungan konsumen, seperti undang-undang, peraturan, dan
kebijakan, ada di semua AMS, bahwa konsumen memiliki akses yang lebih
baik ke informasi, bahwa ada mekanisme untuk ganti rugi konsumen dan
produk. ingat, dan bahwa kapasitas kelembagaan diperkuat. Ini tercermin
dalam inisiatif yang lebih mendalam di bawah ASAPCP 2025 dan
pendekatan strategis yang diadopsi di ASAPCP 2015–2025.25
E. Latar Belakang Dibentuknya ASEAN Committee on Consummer Protection
(ACCP)
Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara membentuk ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations). ASEAN merupakan sebuah
kelompok kerja sama regional antar negara. Negara-negara tersebut diantaranya
yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam semuanya telah tergabung menjadi
anggota ASEAN secara resmi. Tujuan didirikan ASEAN yakni untuk
mendorong kerja sama politik, keamanan, dan ekonomi yang lebih besar di

24
Reni Saptati D.I., “Asean Diyakini Jadi Pusat Pertumbuhan Dunia Ini Alasannya,” last modified 2023,
https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/asean-diyakini-jadi-pusat-pertumbuhan-dunia-
inialasannya.
25
The ASEAN Secretariat, “Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations,” 13.
19

antara para anggotanya. Sejak awal berdirinya, ASEAN telah berperan aktif
dalam membina perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran salah satunya sektor
perekonomian dikawasan Asia Tenggara. Selain itu, ASEAN telah
meningkatkan hubungan dengan negara-negara di luar kawasan dan muncul
sebagai pemain penting dalam kerja sama regional dan internasional.
Ranah politik, sosial budaya, dan ekonomi merupakan ruang lingkup
kerja sama yang dimiliki ASEAN sebagai organisasi regional. Karena ketiga
sektor tersebut merupakan pilar utama dan krusial bagi kepentingan masing-
masing negara anggota ASEAN, maka ketiga sektor tersebut menjadi
penekanan dari apa yang akan dilakukan ASEAN. Era baru kerjasama ASEAN,
khususnya di bidang ekonomi, dimulai dengan diadakannya KTT ASEAN ke-
13 di Singapura pada tahun 2007. Kepala negara kawasan ASEAN meresmikan
Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN dalam KTT tersebut, dan deklarasi
ini akan berfungsi sebagai peta jalan bagi seluruh anggota ASEAN untuk
mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 201526.
Salah satu dari tiga pilar Visi ASEAN 2020 (kemudian dimajukan
menjadi 2015) adalah cetak biru, yang sangat penting untuk pilar Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Akibatnya, dapat diklaim bahwa Cetak Biru Masyarakat
Ekonomi ASEAN mengatur setiap aspek integrasi regional ke arah pasar bebas
di mana semua hambatan (tarif dan non-tarif) telah dihilangkan atau dikurangi.
Rencana Masyarakat Ekonomi ASEAN juga telah mengatur inisiatif untuk
menjamin perlindungan konsumen di daerah dalam hal ini. Hal ini disebabkan
kesadaran konsumen merupakan pihak yang sangat signifikan dan berpengaruh,
terutama dalam menghadapi persaingan regional yang semakin kompleks, yang
ditandai dengan pasar yang semakin terbuka dan menuntut jaminan
kenyamanan dan keamanan konsumen yang lebih terjamin.
“Dengan populasi gabungan lebih dari 650 juta jiwa dan pembangunan
ekonomi yang stabil di seluruh anggotanya, ASEAN memiliki potensi pasar
yang sangat besar” ungkap Airlangga Hartanto (Menko Perekonomian).27 Pasar

26
Intan Yanuar Pratiwi, “THE EFFORTS OF CONSUMER PROTECTION BY ASEAN COMMITTEE ON
CONSUMER PROTECTION (ACCP) ON TRADE DIGITAL ERA IN SOUTHEAST ASIA,” Digital
Repository Universitas Jember, 2018,
https://repository.unej.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/88873/INTAN%20YANUAR
%20PERTIWI%20-%20130910101005.pdf?sequence=1. Halaman 42
27
Humas Kementrian Pendayaguanaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi, “ASEAN akan
Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Dunia,” 16 Maret 2023,
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/asean-akan-menjadi-pusat-
pertumbuhan-ekonomi-dunia . (Diakses pada 12 Mei 2023, pukul 13.16 WIB)
20

ini memiliki potensi besar di bidang ekonomi. Bagi pelaku bisnis, keadaan ini
merupakan peluang investasi yang bagus. Kerja sama yang kuat antara negara-
negara ASEAN diperlukan untuk menarik investor internasional di luar Asia,
khususnya di lingkungan ekonomi global yang semakin kejam. Karena
ukurannya dan prospek yang ditawarkannya untuk pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, ASEAN menawarkan pasar tunggal (MEA) yang
berbasis produksi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang didasarkan pada
persetujuan kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam
dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan
garis waktu yang jelas. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini merupakan
realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi sebagaimana dianut dalam Visi
2020. Pembentukan MEA dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas
ekonomi di kawasan ASEAN dan diharapkan mampu menyelesaikan
permasalahan antar negara ASEAN di bidang ekonomi.
Dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat
implementasi inisiatif ekonomi baru saat ini, mempercepat integrasi regional di
sektor-sektor prioritas, dan memfasilitasi pergerakan bisnis dan tenaga kerja
terampil. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadikan ASEAN
sebagai pasar tunggal dan basis produksi demi mewujudkan ASEAN lebih
dinamis dan kompetitif. Maksudnya, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
akan menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi,
mendorong integrasi regional di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi bisnis,
tenaga kerja terampil, dan pergerakan bakat, serta memperkuat mekanisme
kelembagaan ASEAN.28
Meskipun ASEAN memiliki pasar yang cukup besar, namun masih ada
isu-isu tertentu yang mempengaruhi bagaimana konsumen diperlakukan di
sana. Sebagai contoh yaitu masih banyak konsumen ASEAN yang kurang
mendapatkan perlindungan hak-hak konsumen yang masih rentan terganggu
dengan beberapa masalah sehingga sulit bagi mereka untuk percaya terhadap
regulasi yang telah dibuat oleh ASEAN. Walaupun beberapa negara ASEAN
memiliki undang-undang dan peraturan perlindungan konsumen, tetapi banyak

28
Desi Yuniarti, “GLOBALISASI EKONOMI DAN MONETER SYARIAH DI REGIONAL ASEAN:
PERSPEKTIF POLITIK EKONOMI,” Journal IAISAMBAS 04, no. 01 (Juni 2021),
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/Cross-Border/article/download/925/736/.
Halaman 615
21

yang belum menerapkannya.29 Konsumen dapat kehilangan haknya sebagai


akibat dari hal ini, atau bahkan menjadi korban penipuan atau bahkan bisa
menyebabkan konsumen dalam keadaan berbahaya.
Dalam tatanan regional pula ekonomi global saat ini sedang bertransisi
menuju era yang dikenal dengan regionalisasi, dan dalam sistem yang lebih
global. Kemampuan berbisnis kapan saja dan dari lokasi mana saja berkat
internet tentunya akan mempermudah proses jual beli. Meskipun kemudahan
ini tidak diragukan lagi sangat menguntungkan baik bagi konsumen maupun
produsen, namun perlu diingat bahwa bahaya kriminalitas atau penipuan dalam
transaksi jual beli juga lebih tinggi. Perlindungan konsumen juga menjadi
semakin diperlukan sebagai hasilnya.
Kedua contoh diatas telah memberikan gambaran bahwa perlindungan
konsumen merupakan masalah yang signifikan di ASEAN dan upaya sedang
dilakukan untuk meningkatkan undang-undang dan prosedur perlindungan
konsumen di sana. Strategi utama untuk mengembangkan sumber daya manusia
ASEAN yang berfokus pada perlindungan konsumen. Karena Masyarakat
Ekonomi ASEAN akan membangun pasar tunggal berbasis produksi, di mana
konsumen memegang peranan penting bagi keberhasilan negara-negara
ASEAN, maka kepentingan dan kesejahteraan konsumen harus diperhatikan
dalam semua upaya untuk menciptakan kawasan ekonomi yang terintegrasi.
Oleh karena hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan keberadaan Komite
Koordinasi Perlindungan Konsumen ASEAN (ASEAN Committee on
Consumer Protection) sebagai komite yang menangani perlindungan
konsumen. Rencana tersebut memberikan sedikit cakupan masalah
perlindungan konsumen, sementara memiliki inisiatif perlindungan konsumen
yang terkendali. Untuk itu, Komite Perlindungan Konsumen Asean (ACCP)
dibentuk pada tahun yang sama untuk mengatur dan memberikan perlindungan
konsumen di kawasan Asia Tenggara.
F. ASEAN on Consumer Protection (ACCP)
Komite Perlindungan Konsumen ASEAN (ASEAN Committee on
Consumen Protection) didirikan pada tahun 2007 untuk memfasilitasi
pemberitahuan dan berbagi informasi, mengatasi masalah yang melibatkan

29
Ridha Aditya Nugraha dan Lalin Kovudhikulrungsri, “AVIATION LEGAL ISSUES IN INDONESIA
AND THAILAND: TOWARDS BETTER PASSENGERS’ RIGHTS IN ASEAN,” Indonesia Law Review 7,
no. 1 (30 April 2017), https://doi.org/10.15742/ilrev.v7n1.290. halaman 42
22

konsumen lintas batas, dan memperkuat komunitas ASEAN. 30 Tujuan utama


Komite Perlindungan Konsumen ASEAN adalah sebagai berikut:
1. Tujuan dari komite ini adalah untuk memungkinkan pemberitahuan dan
pembagian informasi antara negara-negara anggota ASEAN mengenai
undang-undang, aturan, dan praktik perlindungan konsumen. Hal ini
mendorong negara-negara anggota untuk berbagi pengetahuan dan
menerapkan kebijakan perlindungan konsumen terbaik.
2. Di wilayah ASEAN misalnya, Komite dapat membantu menyelesaikan
masalah jika pelanggan memiliki masalah dengan barang atau jasa yang
mereka beli dari negara anggota ASEAN lainnya melalui kerja sama antar
anggota.
3. Dengan bekerja sama untuk melindungi konsumen, Komite ini dapat
membantu kawasan ASEAN secara keseluruhan. Peningkatan perlindungan
konsumen di kawasan ASEAN diperkirakan akan meningkatkan
kepercayaan konsumen di pasar regional dan mendorong perdagangan yang
etis dan berkelanjutan di antara negara-negara anggota.
Khususnya di era perdagangan digital dan Masyarakat Ekonomi
ASEAN, ASEAN Committee on Consumen Protection berupaya menjaga hak
dan kesejahteraan konsumen di kawasan ASEAN. Setiap negara anggota
ASEAN Committee on Consumen Protection memiliki perwakilan yang
bertanggung jawab untuk membantu mengkoordinasikan kegiatan dan proyek
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di kawasan ASEAN.
Perwakilan dari negara-negara anggota bertugas untuk mengawasi pelaksanaan
undang-undang dan kebijakan perlindungan konsumen di negara masing-
masing dan membantu memastikan bahwa undang-undang dan praktik
perlindungan konsumen konsisten dengan norma-norma internasional yang
relevan di seluruh kawasan ASEAN. Sering kali, perwakilan dari negara-negara
anggota ASEAN mengadakan rapat untuk membahas hal-hal yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen di kawasan ASEAN dan bekerja sama untuk
mengembangkan kebijakan dan inisiatif yang mendukung perlindungan
konsumen yang lebih baik di kawasan tersebut.
G. Mekanisme ASEAN on Consumer Protection (ACCP)

30
Agustinus Joko Purwoko, R. Benny Riyanto, dan Bambang Eko Turisno, “Future of Indonesian
Archipelago Consumer Protection Law in the Era of ASEAN Economic Community,” IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science 175 (24 Juli 2018): 012156,
https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012156.
23

Untuk menciptakan komunitas ASEAN yang menghargai warga


negaranya, perlindungan konsumen menjadi sangat penting. ASEAN semakin
sadar akan perlunya mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan
konsumen dalam semua inisiatif yang diambil untuk menciptakan zona
ekonomi tunggal. Komite Perlindungan Konsumen ASEAN terdiri dari tiga
kelompok kerja diantaranya yaitu yang mempromosikan pembangunan
berkelanjutan, perlindungan konsumen, dan implementasi serta pertumbuhan
perjanjian dan proses regional. ACCP telah menetapkan pendekatan strategis
untuk perlindungan konsumen untuk mengarahkan implementasi tujuan dan
janji berdasarkan Cetak Biru MEA. Kerangka Acuan Kerja (TOR) dan rencana
kerja dari ketiga kelompok kerja ACCP diperiksa, dipertimbangkan, dan
diadopsi oleh ACCP selama pertemuan keduanya di bulan Agustus 2009.
Kelompok kerja ketiga terdiri dari program kerja ini, yang berfungsi sebagai
kerangka kerja untuk seluruh rencana kerja ACCP dan sekaligus berfungsi
sebagai mekanisme ACCP.31 Kelompok kerja ketiga tersebut meliputi:
Pengembangan Mekanisme Notifikasi dan Pertukaran Informasi
(Sistem Siaga Cepat dan Pertukaran Informasi) ASEAN telah mengembangkan
Sistem Siaga Cepat. Suatu negara akan memberi tahu anggota ASEAN lainnya
melalui Sistem Siaga Cepat. Pemberitahuan ini mungkin berisi perincian
tentang produk, potensi bahaya, aktivitas yang telah dilakukan oleh negara yang
memberi tahu, dan tindakan yang disarankan untuk diambil oleh negara lain
sehubungan dengan produk tersebut. Selain itu, ASEAN juga memfasilitasi
anggotanya untuk bertukar data tentang kebijakan dan praktik terbaik masing-
masing, penerapan undang-undang perlindungan konsumen, pengalaman
penyelesaian sengketa konsumen, dan kemajuan terbaru dalam perlindungan
konsumen.
Pada kenyataannya inisiatif berfokus pada pertukaran informasi
ASEAN tentang penarikan produk berbahaya secara resmi yang dinyatakan
oleh negara anggota ASEAN dan meningkatkan kesadaran konsumen tentang
barang-barang berbahaya di negara-negara anggota ASEAN. Dalam
kapasitasnya sebagai ketua kelompok kerja Sistem Siaga Cepat dan Pertukaran
Informasi, Indonesia telah mengirimkan draf arahan kepada ACCP untuk
pemberitahuan barang-barang yang dilarang dan saat ini sedang menyusun
umpan balik dari anggota ASEAN. Draf akhir pedoman akan disetujui pada
pertemuan ACCP berikutnya pada bulan Juni 2011.

31
Intan Yanuar Pratiwi, “THE EFFORTS OF CONSUMER PROTECTION BY ASEAN COMMITTEE ON
CONSUMER PROTECTION (ACCP) ON TRADE DIGITAL ERA IN SOUTHEAST ASIA.”halaman 45
24

Pengembangan Website Ganti Rugi Lintas Batas Konsumen (Cross Border


Consumer Compensation) Malaysia telah menciptakan sebuah website
fungsional tentang kontribusi konsumen lintas batas ke kawasan ASEAN. Yang
mana Malaysia sebagai ketua kelompok kerja untuk kompensasi konsumen
lintas batas. Situs web ini berfungsi sebagai sumber utama untuk informasi
tentang topik yang berkaitan dengan pemulihan konsumen, termasuk:
Pelaporan tentang proses penyesuaian lintas batas yang mendasar.
Sangat penting untuk menawarkan pelaporan menyeluruh tentang
prosedur penyesuaian lintas batas dasar saat membuat situs web untuk ganti
rugi konsumen lintas batas. Pelaporan ini meningkatkan transparansi proses
dan membantu pelanggan dalam memahami bagaimana prosedur
penyelesaian sengketa beroperasi. Langkah-langkah dalam proses
penyelesaian sengketa dapat diuraikan secara mendalam, disertai dengan
prasyarat dan dokumen pendukung yang harus disediakan. Hasilnya, situs
web ini dapat mempermudah konsumen untuk mengakses prosedur
penyelesaian sengketa tanpa harus dipersulit.
Pelaporan tentang inisiatif pemulihan konsumen di masing-masing
negara anggota ASEAN
Sebagai sebuah organisasi regional, ASEAN (Association of
Southeast Asian Nations) telah melakukan upaya dalam mengembangkan
inisiatif pemulihan konsumen di negara-negara anggotanya. Ada beberapa
informasi yang dapat digunakan sebagai isi dari situs web tersebut untuk
kompensasi lintas batas bagi pelanggan. seperti dengan menyatakan bahwa
setiap negara memiliki undang-undang yang melindungi konsumen dan
badan penyelesaian sengketa konsumen.
Negara Undang-Undang Pelindungan Konsumen
Brunei Darusallam Perlindungan Konsumen (Adil
pesanan perdagangan 2011)
Kamboja Sedang disusun
Indonesia UU Perlindungan Konsumen
No 8/1999
Laos UU tentang Konsumen
Perlindungan 2010
Malaysia UU Perlindungan Konsumen
1999
Myanmar Konsumen
UU perlindungan
no.11 tahun 2014
Filiphina UU Republik
25

No.7394-Konsumen
UU tahun 1992
Singapore Perlindungan Konsumen (Adil
Perdagangan) UU 2009
Thailand UU Perlindungan Konsumen 1979
Vietnam Ordonansi dari
Perlindungan terhadap
Minat Konsumen 1999

Pelaporan aksesibilitas online terhadap skema kompensasi lintas batas


Akses ke informasi untuk konsumen yang terlibat dalam sengketa
lintas batas adalah salah satu keuntungan utama pembuatan situs web untuk
kompensasi konsumen lintas batas. Konsumen dapat dengan cepat dan
mudah mendapatkan informasi tentang hak-haknya, proses klaim, dan
berbagai saluran penyelesaian sengketa melalui situs web ini. Konsumen
akan lebih memahami hak-hak mereka dan prosedur yang diperlukan untuk
memulai proses penyelesaian sengketa jika informasi diberikan secara jelas
dan terkini.
Pelaporan menyeluruh tentang ACCP
Roadmap pengembangan dan implementasi pengembangan
kapasitas Pembentukan roadmap peningkatan kapasitas untuk melindungi
konsumen dari negara anggota ASEAN merupakan subyek dari proposal
proyek untuk program kerjasama pembangunan ASEAN-Australia Tahap II
yang diprakarsai oleh Sekretariat ASEAN pada Agustus 2009. Proyek ini
kemudian disetujui pada Oktober 2009. dan saat ini hampir selesai. Road
mapping kebutuhan peningkatan kapasitas dalam perlindungan konsumen
ASEAN adalah sebuah proyek yang bertujuan untuk secara signifikan
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan negara-negara
anggota ASEAN, anggota ACCP, dan staf ASEC baik dari segi masalah
perlindungan konsumen yang substantif maupun praktis.32
Peran Komite ASEAN tentang Perlindungan Konsumen
Di dalam ASEAN, peran ACCP adalah untuk memastikan bahwa
setiap negara anggota memiliki langkah-langkah perlindungan konsumen
yang memadai, seperti undang-undang, peraturan, dan kebijakan yang

32
Intan Yanuar Pratiwi.halaman 47
26

mematuhi standar global. Meningkatkan akses konsumen terhadap


informasi, khususnya informasi tentang hak-hak mereka sebagai konsumen
dan saluran yang tersedia untuk mengajukan klaim kompensasi atau
penarikan kembali produk yang bermasalah, merupakan salah satu tujuan
utama ACCP.33
Selain itu, ACCP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
kelembagaan sehingga negara-negara anggota ASEAN dapat secara efektif
menangani masalah perlindungan konsumen. Hal ini melibatkan dukungan
terhadap pengembangan dan penggunaan teknologi yang dapat membantu
meningkatkan perlindungan konsumen, memperkuat organisasi nasional
yang menanganinya, serta melatih dan mengembangkan sumber daya
manusia yang kompeten di bidang tersebut.
Rencana Aksi Strategis ASEAN tentang Perlindungan Konsumen
(ASAPCP) tahun 2016-2025
Rencana aksi untuk meningkatkan perlindungan konsumen di
seluruh negara anggota ASEAN disebut ASEAN Strategic Action on
Consumer Protection (ASAPCP) 2016–2025. Sebagai bagian dari inisiatif
ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP) untuk memajukan
hak-hak konsumen di seluruh kawasan ASEAN, ASAPCP didirikan pada
tahun 2016. ASAPCP dimaksudkan untuk meningkatkan akses konsumen
terhadap informasi dan prosedur penyelesaian sengketa sekaligus
memperkuat kerangka hukum dan peraturan ASEAN untuk perlindungan
konsumen. Selain itu, ASAPCP berupaya meningkatkan kapasitas
kelembagaan dan organisasi untuk perlindungan konsumen ASEAN
melalui penggunaan sumber daya manusia dan teknologi.
Meningkatkan kerja sama regional dalam perlindungan konsumen,
mengembangkan kerangka kebijakan terpadu, dan meningkatkan kesadaran
konsumen dan akses informasi adalah tiga area fokus utama ASAPCP.
ASAPCP berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk
pemerintah, komunitas bisnis, dan masyarakat sipil, untuk meningkatkan
perlindungan konsumen di ASEAN. Sejak didirikan pada tahun 2016,
ASAPCP telah menghasilkan sejumlah inisiatif dan kegiatan,

33
Primadiana Yunita, “The Effectiveness of ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP)
to Achieve ASEAN Economic Community Based on People Oriented:,” dalam Proceedings of
Airlangga Conference on International Relations (Airlangga Conference on International
Relations, Surabaya, Indonesia: SCITEPRESS - Science and Technology Publications, 2018), 34–
37, https://doi.org/10.5220/0010272700340037. halaman 36
27

meningkatkan kerja sama antar negara anggota ASEAN dalam bertukar


pengetahuan dan keahlian di bidang perlindungan konsumen, menciptakan
kerangka kerja kebijakan yang terintegrasi, serta meluncurkan sejumlah
inisiatif dan program untuk meningkatkan kesadaran konsumen. dan
aksesibilitas informasi tentang hak-hak mereka.34
Dalam rangka meningkatkan kerja kelembagaan kerangka untuk
secara efektif menegakkan ketentuan hukum tentang perlindungan
konsumen, meningkatkan kesadaran konsumen dan bisnis, memperkuat
kerjasama regional untuk menangani masalah konsumen lintas batas, dan
mengintegrasikan ketentuan perlindungan konsumen ke dalam rencana
kerja badan sektoral ASEAN lainnya, the ASAPCP 2016–2025 telah
mengubah dan memperdalam prioritasnya untuk menyentuh isu-isu yang
lebih mendesak.
ASAPCP 2025 bertujuan untuk memastikan kerangka pengaman
yang akan memungkinkan konsumen ASEAN untuk menerima
perlindungan yang relevan dengan situasi mereka dan perlakuan yang adil,
sekaligus mengurangi kesenjangan dalam penerapan perlindungan
konsumen di seluruh kawasan ASEAN dan meningkatkan keterampilan
teknis para pejabat, khususnya di yurisdiksi yang lebih muda . Berbagai
upaya yang tercakup dalam rencana ASAPCP 2025 yang diberikan akan
membantu ASEAN memiliki sistem perlindungan konsumen yang kuat
yang sesuai dengan standar dan regulasi global serta kemajuan teknologi
saat ini.35
Prinsip Tingkat Tinggi ASEAN tentang Perlindungan Konsumen
Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen Adil, Konsisten, Efektif, dan
Proporsional
Konsep ini meminta penerapan undang-undang perlindungan
konsumen saat ini, komprehensif, dan dapat diadaptasi di semua AMS, yang
harus mengatasi masalah apa pun yang mungkin dimiliki konsumen saat ini
dan calon konsumen. AMS harus memastikan bahwa Lembaga
Perlindungan Konsumen memiliki kewenangan berdasarkan hukum,

34
Agustinus Joko Purwoko, R. Benny Riyanto, dan Bambang Eko Turisno, “Future of Indonesian
Archipelago Consumer Protection Law in the Era of ASEAN Economic Community,” IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science 175 (24 Juli 2018): 012156,
https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012156. Halaman 4
35
Purwoko, Benny Riyanto, dan Turisno., “Future of Indonesian Archipelago Consumer
Protection Law in the Era of ASEAN Economic Community,” Halaman 4
28

keterampilan yang diperlukan, dan kapasitas untuk melaksanakan


persyaratan hukum sesuai dengan standar praktik terbaik. Untuk
mengalokasikan sumber daya di tempat yang paling berdampak, lembaga
perlindungan yang melayani kepentingan terbaik konsumen harus
menggunakan model berbasis risiko.
Konsumen Dilengkapi dengan Keterampilan, Pengetahuan, Informasi dan
keyakinan untuk menggunakan hak-hak mereka
Seiring dengan memastikan bahwa konsumen menerima informasi
produk yang menyeluruh, akurat, dan relevan, penting untuk meningkatkan
upaya advokasi pemangku kepentingan utama sambil meningkatkan
kesadaran konsumen akan hak-hak mereka berdasarkan undang-undang
konsumen saat ini. Selain itu, organisasi dan kelompok konsumen yang
relevan harus mengajarkan konsumen selengkap mungkin tentang
kewajiban dan hak mereka serta pilihan mereka untuk mengejar
kompensasi.
Konsumen Terlindungi dari Barang dan Layanan Berbahaya
Pemerintah, industri, dan pelanggan semuanya harus bekerja sama
untuk menjamin akses konsumen ke barang dan layanan yang aman. Untuk
menjamin produk tersebut aman untuk dikonsumsi dan digunakan,
pemerintah harus menerapkan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk
persyaratan hukum, aturan, dan peraturan yang mengatur keamanan.
Standar nasional dan internasional harus diterapkan secara aktif oleh
pemerintah dan perusahaan untuk menjamin keamanan konsumen saat
menggunakan produk. Pemerintah dan perusahaan harus proaktif dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi konsumen
dan mengeluarkan produk yang tidak aman dari pasar. Konsumen harus
dididik tentang produk baru yang berpotensi tidak aman sebelum mereka
membelinya.
Konsumen Memiliki Akses ke Sumber Petunjuk dan Ganti Rugi yang Tepat
dan Nyaman termasuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)
Pelanggan harus memiliki akses mudah ke opsi penyelesaian
sengketa yang murah dan nyaman serta informasi yang dapat mereka
gunakan untuk membuat keputusan yang terdidik. Prinsip ini
mengharuskan AMS untuk menyiapkan sistem pengaduan dan kompensasi
internal untuk bisnis, pusat pengaduan konsumen nasional yang dijalankan
oleh asosiasi konsumen, pengadilan untuk klaim kecil, dan mekanisme
penyelesaian sengketa online (ODR), antara lain. Hal ini juga mensyaratkan
AMS untuk memberikan administrasi hukuman yang memadai sebagai
pencegahan terhadap pelanggaran hukum perlindungan konsumen.
29

Konsumen Memahami Dampak Keputusan Konsumsi terhadap


Lingkungan Bersama
Faktor kunci dalam meningkatkan konsumsi yang berkelanjutan
secara ekologis, layak secara ekonomi, dan bermanfaat secara sosial adalah
pengaruh konsumen yang terinformasi dalam pemilihan produsen. Melalui
pembuatan dan penerapan kebijakan untuk konsumsi berkelanjutan dan
integrasi kebijakan dengan kebijakan publik lainnya, AMS harus
menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang implikasi tersebut.
Selain itu, pemerintah AMS harus mengambil tindakan proaktif untuk
melindungi konsumen dari informasi palsu dan membantu mereka
memahami dampak lingkungan dari tindakan dan pembelian mereka.
Advokasi Konsumen yang Kuat Ditingkatkan
Pemerintah harus mendengar suara pelanggan, dan representasi
konsumen yang baik sangat penting. Sebelum mengambil keputusan yang
berkaitan dengan masalah kebijakan industri, perdagangan, dan sosial yang
signifikan, pemerintah harus mempertimbangkan perspektif konsumen.
Mereka harus memastikan bahwa perumusan kebijakan konsumen
didukung oleh fakta yang kuat, dan mereka harus menggunakan sumber
daya yang lebih besar dalam penelitian mereka dan secara aktif
mengumpulkan umpan balik pelanggan.
Kerjasama Tingkat Tinggi antar Berbagai Tingkat Pemerintahan yang
berbeda dan dengan Pelaku Usaha serta Pemangku Kepentingan Lainnya
Menurut gagasan ini, AMS harus menerapkan kebijakan dan strategi
perlindungan dan perencanaan konsumen yang luas di tingkat federal. Ini
kemudian dapat digunakan sebagai landasan untuk perencanaan tingkat
organisasi sehingga setiap komponen sistem—perlindungan konsumen—
memahami fungsinya dan apa yang dapat disumbangkannya secara
keseluruhan. Satu-satunya cara untuk berkomunikasi secara langsung,
dalam artian dengan lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha, serta
dengan mitra di kawasan ASEAN, adalah dengan pendekatan yang lebih
“terintegrasi” di dalam pemerintahan.
Konsumen dalam E-commerce Dilindungi
Prinsip ini mengharuskan AMS untuk melakukan tinjauan rutin
terhadap undang-undang dan prosedur perlindungan konsumen saat ini
untuk mengidentifikasi revisi atau aturan tambahan yang harus diterapkan
untuk memberikan perlindungan yang tepat kepada konsumen dalam
perdagangan elektronik. Konsumen harus diberi tahu tentang risiko
keamanan dan potensi masalah privasi yang mungkin mereka hadapi dalam
30

m-commerce dan e-commerce, serta prosedur yang dapat diambil untuk


mengurangi risiko. Untuk mengelola transaksi lintas batas dan memberikan
hasil yang adil kepada pelanggan, proses penyelesaian sengketa yang unik,
termasuk metode online, harus dibangun.36

H. Best Practice Pelakasanaan Perlindungan Konsumen di Negara


Anggota ASEAN
Sampai sejauh mana ada hukum konsumen internasional? Jika kita
mengambil model sederhana dari sebuah sistem hukum – yaitu keberadaan
norma-norma hukum konsumen internasional yang dikembangkan oleh
badan legislatif internasional dan ditegakkan oleh badan-badan internasional
– maka jawabannya adalah bahwa sistem seperti itu tidak ada. Namun, ada
beberapa dokumen soft law yang penting, seperti Pedoman PBB tentang
Perlindungan Konsumen, yang telah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
pendekatan negara berkembang terhadap perlindungan konsumen. Ada kode
internasional seperti Kode Pemasaran Menyusui untuk Anak, dan kode
perdagangan yang adil. Meskipun tidak ada badan penegakan internasional
dalam hukum konsumen, ada peningkatan kerjasama lintas batas antar
badan, kadang-kadang diamanatkan oleh undang-undang. Peraturan
2006/2004 dari Komisi Eropa mensyaratkan pertukaran informasi yang
substansial dan kerja sama antar lembaga publik di dalam UE. Ini harus
diatur dalam konteks jaringan penegak internasional seperti Jaringan
Perlindungan dan Penegakan Konsumen Internasional (ICPEN) - jaringan
lembaga penegak hukum dari lebih dari 30 negara yang didirikan pada tahun
1992. Jaringan ini berfungsi sebagai informasi sumber pada isu-isu yang
muncul dan mengembangkan praktik terbaik dalam penegakan. Ada juga
forum yang menghubungkan regulator dan pembuat keputusan UE dan AS
seperti Dialog Konsumen Transatlantik.37
Ada peningkatan keterlibatan aktor internasional dalam kebijakan
konsumen. Institusi seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional
(IMF) dapat mempengaruhi bentuk undang-undang perlindungan konsumen
di bidang-bidang seperti kredit dan keuangan dan meskipun pekerjaan
Komisi PBB untuk Hukum Perdagangan Internasional (UNCITRAL) tidak

36
“HANDBOOK ASEAN CP_FINAL.pdf,” t.t.
37
Geraint Howells, Lain Ramsay and Thomas Wilhelmsson with David Kraft, “Handbook of
Research on International Consumer Law” USA: Edward Elgar Publishing, Inc, 2010. Hlm. 13.
31

secara langsung berkaitan dengan konsumen , inisiatifnya, misalnya di


bidang perdagangan elektronik, memengaruhi konsumen. Komite OECD
tentang Kebijakan Konsumen telah menerbitkan. pedoman internasional
yang berpengaruh pada beberapa masalah konsumen (perdagangan
elektronik, penyelesaian sengketa). Tujuannya meliputi pengembangan
'prinsip-prinsip yang mengarah pada pasar yang adil dan transparan'. Komite
OECD melibatkan negara-negara non-anggota, kelompok konsumen, bisnis,
dan akademisi dalam dialog konstruktif tentang cara terbaik merancang
rezim konsumen untuk efisiensi ekonomi global dan kesejahteraan
konsumen yang lebih besar'. Ini menyediakan forum untuk membandingkan
pengalaman kebijakan, mempertimbangkan pengembangan praktik terbaik
dan melakukan penilaian efektivitas rezim negara. Ini adalah tuan rumah dan
katalisator jaringan trans-pemerintah. Masing-masing negara dapat melihat
Komite sebagai peluang untuk mempromosikan model kebijakan konsumen
mereka. Mungkin ada keuntungan bagi suatu negara atau wilayah jika
pendekatannya terhadap kebijakan konsumen menjadi global. Dengan
demikian AS telah memimpin upaya dalam OECD untuk memajukan
pendekatan berbasis ekonomi terhadap kebijakan konsumen dalam OECD. 38
Pekerjaan WTO dalam menyerang hambatan perdagangan
internasional seringkali berfokus pada standar produk nasional sebagai
hambatan perdagangan non-tarif. Pendukung perdagangan bebas mencurigai
standar nasional mencerminkan kepentingan pribadi, sementara perwakilan
perlindungan konsumen mencela implikasi deregulasi dari kebijakan
perdagangan bebas. Isu mengenai proses pengambilan keputusan sangat
penting di sini karena mungkin ada ketegangan antara pengambilan
keputusan ahli dan demokratis, antara otoritas ilmu pengetahuan dan
kepentingan umum. Misalnya, haruskah konsumen nasional berhak
menuntut pelabelan produk transgenik meskipun pendapat ilmiah tidak
memandang produk tersebut sebagai risiko kesehatan39.
Kepentingan konsumen diwakili di tingkat transnasional dan
internasional oleh berbagai kelompok. Yang paling terkenal adalah
Consumers International, payung kelompok konsumen, yang dibiayai oleh
kelompok konsumen di negara maju. Mengambil pendekatan yang luas
untuk kepentingan konsumen, telah mengkampanyekan isu-isu seperti
teknologi informasi dan hak kekayaan intelektual. hak atas air dan kebutuhan

38
Ibid, hlm. 14.
39
Ibid, hlm. 14.
32

dasar, tanggung jawab sosial perusahaan, konsumsi berkelanjutan dan


penetapan standar internasional. Ini menyatukan politik kebutuhan dan
politik kemakmuran dalam kebijakan konsumen. Juga bertindak sebagai
perwakilan konsumen di banyak komite internasional. Ada argumen-
argumen terkenal mengenai kesulitan representasi konsumen di tingkat
nasional, mengingat sifat kepentingan konsumen yang tersebar dan
terfragmentasi. Orang mungkin berharap hal ini akan diperparah di tingkat
internasional di mana banyak tata kelola beroperasi melalui komite ahli dan
modal multinasional cenderung terorganisir dengan baik. Namun, konsumen
mungkin melalui penyatuan sumber daya dapat mencapai lebih banyak di
tingkat internasional dan mungkin ada kemungkinan lebih besar untuk
aliansi strategis dengan kelompok lain. Organisasi non-pemerintah (LSM)
internasional sekarang menghadapi masalah legitimasi dan akuntabilitas.
Consumers International menghadapi kesulitan untuk mewakili kepentingan
konsumen dari negara-negara berkembang dan maju dan memastikan
tanggap terhadap kepentingan akar rumput.40
Jalan lain ke sistem hukum nasional mungkin tidak banyak
membantu banyak konsumen dengan masalah lintas batas, betapapun
menguntungkan atau disederhanakannya yurisdiksi dan pilihan aturan
hukum. Perkembangan tindakan kelas internasional dan penyelesaian
sengketa online dapat mengurangi masalah ganti rugi. Perspektif
transnasional menarik perhatian pada sifat pluralistik hukum dan peran
bentuk-bentuk alternatif peraturan. Regulasi pembelian melalui internet
menggambarkan spektrum bentuk regulasi spontan 'bottom up' serta metode
top-down untuk memastikan perlindungan konsumen. Situs internet seperti
eBay telah mengembangkan standar kontrak, mekanisme reputasi, dan
forum penyelesaian sengketa yang mewakili regulasi pasar spontan.
Beberapa orang berpendapat bahwa ini merupakan cikal bakal lex
mercatoria bagi konsumen, tetapi perlu dibingkai dalam standar
internasional (seperti Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR)).
Yang lain lebih skeptis terhadap efek reputasi peringkat online di situs seperti
eBay atau legitimasi mekanisme online ini. Ada juga pengembangan tanda
kepercayaan internasional dan perantara kredit dapat memainkan peran
penting dalam ganti rugi konsumen lintas batas dan bertindak sebagai
penjaga gerbang ke pasar.41

40
Ibid, hlm 15.
41
Ibid, hlm. 15.
33

Dalam menetapkan aturan dasar hukum konsumen dari pasar


bersama, mungkin ada ketegangan antara visi hukum konsumen yang
berbeda: di satu sisi, visi hukum konsumen yang berorientasi pasar di mana
hukum konsumen terbatas untuk menanggapi kegagalan informasi,
pemolisian penipuan dan di mana negara memainkan peran kecil dalam
membentuk norma-norma pasar. Di sisi lain adalah visi hukum konsumen
yang menganut norma keadilan dan kerugian serta penyebaran risiko. Di
tingkat regional dalam UE, ketegangan ini muncul dalam topik tertentu,
seperti standar penipuan dalam periklanan yang dibahas di atas. Beberapa
komentator berpendapat bahwa UE telah mengembangkan agenda neo-
liberal dalam beberapa tahun terakhir yang menaruh banyak kepercayaan
pada informasi dan kepercayaan konsumen sebagai metode utama
perlindungan konsumen. Ini secara paradoks bertepatan dengan
meningkatnya skeptisisme oleh banyak orang tentang efektivitas rezim
pengungkapan yang ada. Oleh karena itu, kebijakan konsumen di UE
mencerminkan ketegangan umum antara neoliberalisme dan pasar sosial
dalam konstitusi dan regulasi pasar internal.42
Hukum konsumen transnasional menciptakan peluang untuk
eksperimen baru dalam pemerintahan. Keamanan konsumen di UE mewakili
eksperimen semacam itu. Ini mencoba untuk memanfaatkan badan
penetapan standar swasta dan insentif pasar, sambil memastikan bahwa
proses ini sah dan bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan.
Ketegangan antara pengambilan keputusan teknokratis dan demokratis
dalam proses ini tercermin dalam perdebatan yang terus berlanjut tentang
keefektifan partisipasi konsumen dalam penetapan standar di dalam UE. UE
telah berkontribusi untuk mendanai partisipasi konsumen melalui ANEC,
yang memberikan keahlian dan saran melalui jaringan sekitar 200
perwakilan konsumen di seluruh Eropa. Namun masih ada kekhawatiran
bahwa 'beban perwakilan konsumen' pada badan standardisasi dipikul oleh
sejumlah kecil negara Uni Eropa. Masalah partisipasi konsumen sama
akutnya di tingkat internasional - sekitar 40 persen standar UE didasarkan
pada standar internasional. Consumers International berpendapat bahwa
perwakilan konsumen tidak memadai pada badan standardisasi internasional
seperti ISO, di mana perwakilan adalah oleh delegasi nasional dengan
konsekuensi pengenceran pengaruh konsumen langsung.43

42
Ibid, hlm. 15.
43
Ibid, hlm. 16.
34

Di dunia dengan jalur pasokan yang panjang, sejauh mana konsumen


di negara maju menjadi agen perubahan sosial? Prakarsa 'Perdagangan yang
Adil' mencakup skema sertifikasi dan pelabelan, jaringan perdagangan
alternatif, dan kampanye politik. Perdagangan yang adil mewakili spektrum
dari arus utama ke bentuk konsumerisme alternatif dan kita melihat di sini
tumpang tindih dan ketegangan antara 'konsumen pembeli' dan 'konsumen
warga' - sebuah konsep konsumen yang bertanggung jawab yang tidak murni
mementingkan diri sendiri. Ada perbedaan pandangan tentang potensi
inisiatif perdagangan yang adil. Manfaatnya termasuk bagi produsen di
negara-negara Selatan dan kontribusinya terhadap peningkatan kapasitas di
negara-negara tersebut. Kritik terhadap program sertifikasi dan pelabelan
yang dirancang untuk memastikan praktik ketenagakerjaan yang adil
menunjukkan bahwa konsumen di negara maju seringkali tidak mengetahui
dengan baik tentang sifat praktik ketenagakerjaan di negara-negara Selatan
dan bahwa tindakan mereka merupakan bentuk imperialisme yang dapat
membuat pekerja menjadi lebih buruk. . Sertifikasi dan pelabelan hanya akan
mempengaruhi industri ekspor dan ada biaya untuk memantau proses
sertifikasi. Ada juga bahaya bahwa inisiatif perdagangan yang adil mungkin
lebih populer selama kondisi ekonomi yang baik di negara maju dan bahwa
kesejahteraan pekerja negara berkembang seharusnya tidak bergantung pada
preferensi konsumen yang berubah di negara maju.44
Meskipun mungkin ada tingkat konvergensi yang dangkal dalam
prinsip-prinsip hukum konsumen, tetap ada perbedaan yang signifikan
antara UE dan AS dalam hukum konsumen. Contohnya termasuk pengaturan
istilah yang tidak adil, konsumen regulasi kredit dan keamanan produk. Ada
juga perbedaan dalam UE dalam pendekatan perlindungan konsumen dan
penegakannya, dan seperti yang ditunjukkan sebelumnya, negara
berkembang mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang kebijakan
konsumen. Kami telah menyarankan bahwa hukum konsumen mungkin
responsif terhadap konteks budaya yang berbeda. Oleh karena itu, hukum
konsumen berbeda dengan kebijakan persaingan. di mana tampaknya ada
konsensus internasional di antara para pembuat kebijakan tentang perannya.
Perbedaan dalam undang-undang konsumen mungkin disebabkan perbedaan
budaya, tingkat pembangunan ekonomi atau pengaruh kelompok
kepentingan politik. 45

44
Hlm. 16.
45
Ibid, hlm. 17.
35

Hukum konsumen dimulai pada 1960-an dengan pidato Presiden


John F. Kennedy yang menguraikan empat hak konsumen dasar yang
mendukung perlindungan konsumen, dan sekarang semakin dibahas sebagai
generasi baru hak asasi manusia internasional. Kesadaran awal akan hak-hak
konsumen muncul sebagai tanggapan terhadap skandal kesehatan dan mulai
mengenali keberadaan karakter kelompok konsumen yang berbeda dengan
kepentingan kolektif yang membutuhkan representasi vis-à-vis pasar.
Selama 40 tahun terakhir hukum konsumen telah berkembang pesat melalui
pertumbuhan internasionalisasi perdagangan dan teknologi baru. Sebagai
akibat dari fenomena baru ini, lebih banyak peraturan telah diadopsi untuk
menyeimbangkan kekuatan yang lebih besar dari perusahaan atas kehidupan
pribadi individu, membuat pengenalan status hak asasi manusia dari hukum
konsumen diinginkan. Lalu bagaimana, kita mungkin bertanya, hak
konsumen harus berkembang menjadi hak asasi manusia dan apa
keuntungan dari pengakuan internasional seperti itu bagi konsumen
Indonesia46.
1. Indonesia
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen atau sering disebut UUPK mengatur
perundang-undangan perlindungan konsumen di Indonesia. Undang-
undang tersebut mulai berlaku pada tanggal 20 April 2000.47 UURI No. 8
Tahun 1999 tentang proteksi Konsumen menyampaikan perlindungan
kepada konsumen dan pula keseimbangan kepentingan usaha pada pasar
persaingan yg baik buat ekonomi yg berkelanjutan. Ini menyampaikan
empat aspek perlindungan: kontrak, label, iklan dan praktik persaingan
tidak sehat. Sejalan dengan undang-undang induk tersebut, Indonesia juga
memberlakukan UU No. 5 Tahun 1999 wacana hukum persaingan. Selain
itu, Indonesia juga memasukkan hukuman administratif. Otoritas yg
bertanggung jawab ialah Badan proteksi Konsumen Nasional. Selain itu,
forum perlindungan Konsumen nonpemerintah berperan penting dan
mendukung. Tantangannya adalah kesulitan pada menyediakan layanan

46
Ibid., hlm. 19.
47
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations.
hlm.25.
36

melalui wilayah geografis, rentang kemiskinan yg luas dan amandemen


buat mematuhi Cetak Biru ASEAN secara rinci.48
UU Perlindungan Konsumen Indonesia No. 8 (Republik Indonesia
1999), Bab X (Penyelesaian Sengketa), Bagian Kesatu (Umum), Pasal.
45(1) mengatur bahwa setiap konsumen dapat mengajukan tuntutan
terhadap pelaku usaha melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau
melalui pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Selain itu,
Seni. 49(1) undang-undang tersebut mengatur bahwa pemerintah
membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di wilayah
administrasi Tingkat II untuk menyelesaikan sengketa konsumen. Menurut
Pasal 52, salah satu tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa
konsumen adalah menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen
melalui mediasi, arbitrase, atau konsiliasi. Selain itu, secara umum ADR
dimaknai sebagai alternatif litigasi pengadilan sebagaimana tercermin
dalam judul Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa No. 30 (Pemerintah Indonesia 1999). yang memisahkan ADR di
Indonesia (Program Bantuan Pemerintah Australia, 2011b). Badan
Arbitrase Nasional Indonesia, Lembaga Transformasi Konflik Indonesia,
dan Pusat Mediasi Nasional termasuk dalam kategori ini (Program Bantuan
Pemerintah Australia, 2011b).49
a. Definisi
1) Konsumen
Konsumen adalah individu yang menggunakan barang dan jasa untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain.
Konsumen tidak memperdagangkan barang dan jasa yang mereka beli untuk
menghasilkan uang50.
b. Ruang Lingkup dan Cakupan
Pembentukan UU No. 8/1999 difokuskan untuk mewujudkan
perlindungan hak serta peningkatan sumber daya bagai para pengguna
barang/jasa di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, hak dan kewajiban dari

48
Galasintu and Loveera, “The Comparative Study on Consumer Protection Laws in Asean.”
Hlm. 806.
49
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In ASEAN," New York:
Routledge, 2019.
50
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and
Regulations,hlm. 25.
37

konsumen/pengusaha, pelarangan perbuatan kontraktor, pencantuman


klausul baku dalam kontrak, membentuk Badan Nasion Perlindungan
Konsumen (BNPK), peran yayasan konsumen yang bukan dari pemerintah,
tata cara penyelesaian sengketa, klarifikasi konsumen serta hukuman
terhadap pelanggaran ini di kesemuanya dijelaskan secara terpirinci dalam
peraturan tersebut.51
UU Perlindungan Konsumen secara teoritis dapat diterapkan baik
pada produk dan/atau jasa. Semua objek yang dapat dijual, digunakan, atau
dieksploitasi oleh pelanggan yang bersifat fisik, tidak berwujud, bergerak,
tidak bergerak, dapat dikonsumsi, dan tidak dapat dikonsumsi dianggap
sebagai barang. Setiap operasi atau kegiatan yang disediakan sebagai
layanan kepada masyarakat umum untuk memberi manfaat kepada
konsumen.52
c. Hak dan Tanggungjawab Konsumen
Hak-hak konsumen berikut diakui dan dilindungi oleh UU No. 8
Tahun 1999: (1) Kebutuhan rasa aman. (2) Kebebasan untuk memilih
barang dan/atau jasa yang memberikan tingkat dan keadaan konversi yang
menggembirakan. (3) Memperoleh informasi yang akurat, jujur, dan
transparan tentang ketentuan dan jaminan produk dan/atau layanan (right to
rumor). (4) Hak untuk didengarkan pada saat menyampaikan komentar dan
keluhan atas produk dan/atau jasa yang digunakan atau dikonsumsi. (5)
memperoleh perwakilan, tindakan hukum, dan penyelesaian sengketa yang
tepat untuk sengketa konsumen. (6) Mendapatkan pembinaan dan
pendidikan konsumen (right to education). (7) hak atas kompensasi; (8) dan
kemampuan untuk melaksanakan hak-hak mereka yang dijamin secara
konstitusional. Selain itu, undang-undang tentang konsumsi secara khusus
mendefinisikan kewajiban konsumen sebagai berikut: Baca atau perhatikan
petunjuk dalam informasi beritikad baik dalam melakukan pembelian
produk dan/atau jasa, membayar harga sesuai dengan nilai dialog yang
disepakati, dan mengikuti prosedur hukum yang sesuai untuk penyelesaian
masalah perlindungan konsumen. 53
1) Keamanan dan Tanggung Jawab Produk

51
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and
Regulations,hlm. 25.
52
Consumer Protection in Asia. 英国: Bloomsbury Publishing, 2022, hlm. 90.
53
Ibid, hlm. 25
38

Produsen dan pemasok produk memiliki tanggung jawab yang telah


diatur dalam UU No.8 / 1999 dimana memiliki keharusan untuk membayar
klaim pelanggan atau mengganti rugi bilamana produk yang dijual bertolak
belakang dengan kualitas serta susunan bahan yang disajikan pada sebelumnya.
Konsumen yang merasa rugi akan transaksi yang ada dapat mengambil
tindakan hukum. Tindakan hukum diambil melalui Badan Penyelesaian
Persaingan Konsumen (BPSK) atau dapat pula mengambil mellaui proses
hukum di pengadilan daerah. Hal tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi
individu, namun juga untuk kelompok tertentu yang merasa dirugikan serta
merasa memiliki kepentingan yang sama. Adapun beban pembuktian tidak
dibebankan kepada konsumen. Selain adanya UU No.8/1999 terdapat pual UU
No. 8 Tahun 2012 tentang keamanan pagan, mutu, dan gizi, serta persyaratan
label dan iklan produk di Indonesia.54
2) Standar Keamanan Produk
Setiap produk yang beredar memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang diterapkan secara sukarela dan sekarang telah terhitung hingga 11.670.
SNI wajib memperhatikan pertimbangan keselamatan, keamanan, kesehatan
lingkungan, ekonomi. Dari perhatian tersebut maka pemerintah bisa
menerapkannya baik sebagian ataupun seluruhnya dari spesifikasi teknis terkait
parameter SNI yang berkepentingan.55
Praktik Tidak Adil dan Iklan yang Menyesatkan Meliputi:56
Memproduksi barang ataupun menyediakan jasa yang : (i) bertolak belakang
dari ketentuan SNI atau peraturan UU, label, pengukuran aktual, kualitas yang
dijelaskan atau dijamin, komposisi (susunan), potensi berupa deskripsi atau
manfaatnya; (ii) tidak menunjukkan tanggal kadaluwarsa penggunaan barang;
(iii) faktanya non halal; (iv) tidak adanya informasi esklusif tentang produknya;
(v) tidak ada penjelasan untuk barang yang rusak atau cacat fisik dan
sebagainya. Menampilkan, meminta, secara melawan hukum: (i) menerima
atau menerima hadiah, hadiah, atau fitur, sponsor, manfaat eksklusif, atau tugas
atau keuntungan pekerjaan tertentu; (ii) tersedia, tidak memiliki cacat
tersembunyi, melengkapi barang lain atau lebih rendah dari barang lain; (iii)
tidak membahayakan atau tidak memiliki efek samping atau menjanjikan
pengecualian padahal sebenarnya tidak.

54
Ibid, hlm. 25-26.
55
Ibid, hlm. 26.
56
Ibid, hlm. 26.
39

Menampilkan, mengiklankan, dan mempromosikan tentang: (i) harga


atau penggunaan nyata atau syarat/manfaat yang terkait dengan barang atau
layanan eksklusif apa pun. Berbohong atau menyesatkan konsumen dalam
penjualan atau lelang dengan (i) menyatakan bahwa barang atau jasa yang
disediakan memenuhi standar kualitas tertentu atau bebas dari cacat
tersembunyi; (ii) menyatakan bahwa penjual bermaksud untuk menjual barang
atau jasa lain daripada yang ditawarkan; dan (iii) menaikkan harga atau
pelabuhan sebelum penjualan. Menawarkan, mempromosikan, atau
mempromosikan produk atau layanan: (i) dengan menyarankan bahwa mereka
memiliki standar kualitas yang luar biasa atau bebas dari cacat tersembunyi; (ii)
dengan menawarkan hadiah gratis jika produk tidak dikirimkan seperti yang
dijanjikan. Selain kegiatan-kegiatan yang dilarang di atas, UU No. 8 juga
melarang atau mengatur kegiatan-kegiatan tertentu yang berkaitan dengan
bidang-bidang berikut:57 biro iklan yang menyesatkan, palsu, atau
pendayagunaan; Menawarkan, mengiklankan, mempromosikan penawar,
Vitamin makanan, alat kesehatan, layanan medis apa pun dengan janji imbalan
khusus; Representasi barang atau jasa untuk transaksi kemenangan lotre;
penyediaan barang atau jasa dengan pesanan terlebih dahulu; dan Desakan atau
cara penjualan lainnya yang dapat membuat konsumen tidak nyaman.
3) Ketentuan Kontrak yang Tidak Adil
Klausul baku di larang untuk dipraktekkan dalam transaksi karena itu
dibebankan secara sepihak kepada konsumen yang mana ditaruh oleh
ketentuan-ketentuan yang khusus atau upaya guna pengalihan tanggungjawab
pengusaha. Adapun bilamana menggunakan klausul baku, harus dicetak dengan
tulisan yang jelas serta dapat dibaca dan mudah dipahami oleh para peminat
produk. Aturan terkait kestandaran yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan perlu adanya perubahan tanpa mengubah tenggat
waktunya.58 Isu Sektoral Telepon, Layanan Internet dan E-Commerce UU
Telekomunikasi No. 36/1999 dan UU informasi dan Transaksi elektronik No.
11/2008. Indonesia jua mempunyai pedoman proteksi Konsumen TIK yang
mengatur bahwa:59 Iklan dan penagihan harus diungkapkan secara terang-
terangan, mencolok, akurat dari mana tarif berasal yang berlaku tersebut. Selain
itu juga termasuk syarat yang mencakup ketentuan bagi setiap pelayanan dalam
permohonan, tagihan seluruh biaya dicantumkan secara singkat padat dan jelas.

57
Ibid, hlm. 26.
58
Ibid, hlm. 27.
59
Ibid, hlm. 27.
40

Konsumen berhak buat menentukan penyedia serta layanan mereka, bila


ada banyak pilihan. Ketika ada banyak pilihan Terkait persediaan dan
pelayanan bagi konsumen. Tingkat keprivasian konsumen harus lah di hormati
sesuai dengan peraturan tersebut. Isu yang terkait tersebut cukup eksklusif
dengan pola panggilan mereka sendiri. Adapun lembaga yang
melaksanakannya ialah Kementerian Komunikasi serta Informatika dan Badan
Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
Terkait e-commerce, Transaksi e-commerce diatur dalam UU 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE, sebagaimana telah
diubah dengan UU 19 Tahun 2016)." dan PP 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. UU ITE mendefinisikan
kontrak elektronik sebagai kontrak yang dibuat dengan menggunakan sistem
elektronik (Pasal 1(17)), dan dengan demikian, harus mencakup semua elemen
biasa dari kontrak berdasarkan hukum Indonesia (Pasal 47(2) Peraturan
Pemerintah 82 Tahun 2012). Dokumen elektronik adalah sah, asalkan informasi
yang terkandung di dalamnya dapat diakses, dapat ditampilkan, dapat dijamin
kelengkapannya, dan dapat dipertanggung jawabkan (dapat dipertanggung
jawabkan) (Pasal 5 dan 6 KUHP). Transaksi elektronik yang dijelaskan dalam
kontrak elektronik mengikat kedua belah pihak (Pasal 18(1)). Para pihak dalam
kontrak elektronik internasional memiliki wewenang untuk memilih sistem
hukum dan forum arbitrase mana yang akan diterapkan dan, jika tidak, prinsip-
prinsip hukum perdata internasional akan berlaku (Pasal 18(2)-(5)). Kontrak
elektronik dimulai ketika penawaran diterima dan disetujui, dan itu harus
dibuktikan dengan pernyataan elektronik (Pasal 20).
Pasal 9 mengatur bahwa pedagang yang menawarkan produk secara
online harus memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai
ketentuan kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Pedagang dan pihak
lain yang memfasilitasi transaksi online harus meningkatkan keamanan
transaksi online, termasuk akses tanda tangan elektronik (Pasal 12). Tanda
tangan elektronik diatur lebih lanjut dalam Pasal 11 UU ITE dan Pasal 53-58
Peraturan Pemerintah tentang Sistem dan Transaksi Elektronik. UU ITE
memberikan kewenangan penyidikan kepada PNS yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang teknologi informasi dan transaksi
elektronik (Pasal 43(1)). Sanksi pidana, termasuk hukuman penjara, berlaku
untuk pelanggaran berdasarkan Undang-Undang (Pasal 45-52). Pelanggaran
meliputi: secara tidak sah mencegat atau mengakses transaksi elektronik (Pasal
30 dan 31); mengubah, mentransmisikan, memindahkan, menghapus, merusak,
menyembunyikan, atau memperlihatkan informasi elektronik (Pasal 32), dan
41

membuat, memanipulasi, mengubah, menghapus, atau merusak informasi atau


dokumen elektronik dengan maksud agar tampak asli (Pasal 33).60
4) Kredit Konsumen dan Perbankan
Dalam bidang perbankan serta sektor keungan negara yang menjadi
regulator utamanya adalah Kementerian Keuangan serta Bank Indonesia.
Mereka merupakan lembaga yang diperuntukkan penuntutan ganti rugi yang
dialami oleh konsumen.61 Layanan Kesehatan Konsumen di Indonesia
memiliki hak-hak sebagai berikut berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan: Informasi; menyediakan formulir persetujuan; kerahasiaan dan
perlindungan data; dan satu pernyataan lagi. Peningkatan Kesehatan UU No.
36 Tahun 2009 Beberapa faktor yang terkait dengan hak kesehatan seseorang
atau warga negara, antara lain akses terhadap pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau diatur dalam UU No. 23 Tahun 1992. Informasi,
Pelayanan dan Lingkungan Sehat Undang-undang Rumah Sakit 44 tahun 2009
menetapkan sejumlah undang-undang yang mengatur hak dan tanggung jawab
pasien, administrator rumah sakit dan staf medis, serta hukuman pidana dan
perdata. Selain penelitian dan pengembangan, monitoring dan evaluasi,
kebijakan obat nasional dicanangkan pada tahun 2006 untuk menjamin
ketersediaan, biaya dan keamanan obat, khususnya obat esensial. Arahan
tersebut mencakup ketentuan tentang pembiayaan, ketersediaan dan distribusi
obat-obatan, biaya dan pemilihan obat-obatan yang diperlukan, dan
perlindungan konsumen terhadap kecanduan narkoba. Organisasi utama
pengelola bidang kesehatan Indonesia dan pelayanan kesehatan tertentu adalah
Kementerian Kesehatan (http://www.kemkes.go.id). Salah satu organisasi
penegakan peraturan makanan dan obat yang paling penting adalah Food and
Drug Administration.62
Pasien dilindungi dan diatur dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Landasan teori penulisan naskah ini diawali dengan teori
perlindungan konsumen yang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen di Indonesia. Hak konsumen
diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak-

60
Simon Butt and Tim Lindsey, "Indonesian Law,"United Kingdom: Oxford University Press,
2018., hlm. 320.
61
Ibid, hlm. 27.
62
Ibid, hlm. 27.
42

hak konsumen yang salah satunya menjadi dasar penulisan naskah ini yaitu
Pasal 4 Huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “hak untuk didengar pendapat
dan pengaduannya atas barang atau jasa yang digunakan”. Pasal 4 Huruf d
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen merupakan salah satu dasar hukum yang digunakan
untuk mengatur terpenuhi atau tidaknya seluruh hak konsumen melalui
penulisan naskah ini. Terhadap pengaduan dan pendapat yang harus didengar
dari konsumen, konsumen juga berhak mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara tepat
sebagaimana tertulis dalam Pasal 4 huruf e Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.63
5) Jasa Profesioanal Dibagi menjadi:64
a) Jasa medis
Undang-Undang Praktik Kedokteran Indonesia No. 29
Tahun 2004 yang mengatur tentang praktik kedokteran dan
pelayanannya serta hak dan kewajiban khusus pasien dan dokter,
telah disahkan oleh Majelis Kehormatan Ilmu Kedokteran
Indonesia. Harapan konsumen terhadap dokter profesional antara
lain: (i) Keandalan: Dokter harus melakukan layanan yang
dijelaskan secara efisien dan memuaskan. (ii) Kewajiban: Dokter
harus memberikan hadiah dan layanan tanpa bias, terlepas dari ras,
agama, atau status ekonomi. (iii) Garansi: kualitas, keamanan dan
perlindungan. (iv) Empati: Dokter harus mampu berkomunikasi dan
memahami kebutuhan konsumen.
b) Jasa Notaris untuk perumahan dan tanah
UU 2003 Bagian 18 Pembelaan Resmi Terdakwa adalah
undang-undang pertama yang disahkan di Indonesia yang mengatur
kualifikasi dan praktik pengacara. Pengacara Indonesia juga tunduk
pada berbagai kode etik dan memiliki kewajiban etika dan hukum
yang penting kepada kliennya. Tugas pengacara untuk klien
meliputi: (i) Secara diam-diam menginformasikan penyelesaian
masalah apa pun yang ditetapkan oleh klien sebagai rahasia, bahkan

63
Fibry Jati Nugroho, “MIC 2021: Proceedings of the 1st Multidiscipline International
Conference,” Jakarta: Research Meets Innovation, 2021, hlm. 670.
64
Ibid, hlm. 28.
43

setelah pemutusan hubungan resmi pengacara-klien. ii) wajib


memeriksa perkara yang tidak ada dasar hukumnya; (iii) gagal
memberikan informasi yang diharapkan kepada Pelanggan tentang
Acara tersebut. (iv) tidak memberikan jaminan kepada pelanggan
atas hasil yang sukses. (v) Pelanggan tidak akan dibebani dengan
biaya dan pengeluaran yang tidak perlu.
6) Layanan hukum
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di
https://www.kemenkumham.go.id merupakan otoritas utama yang menangani
segala hal yang berkaitan dengan pelayanan hukum di Indonesia sedangkan
Kementerian Kesehatan merupakan otoritas utama. semua hal yang berkaitan
dengan profesi kedokteran.
7) Jasa Transportasi
Penerbangan sipil di Indonesia diatur oleh undang-undang khusus
sektor eksklusif, Undang-Undang Penerbangan Sipil Indonesia (UU No. 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan Sipil). Namun, hukum perdata Indonesia,
khususnya hukum yang melarang kegiatan ilegal, juga berlaku untuk klaim
tertentu terhadap perusahaan penerbangan. Menurut ketentuan undang-undang
ini, pemilik penumpang atau barang yang diangkut dengan pesawat udara
berhak mendapat ganti rugi atas kerusakan yang disebabkan oleh: (i)
penumpang yang meninggal dalam angkutan udara; ii) kematian penumpang
saat naik atau turun di bandara; iii) cedera permanen akibat kecelakaan pesawat
terbang; iv) cedera dan rawat inap akibat kecelakaan pesawat terbang; (v)
bagasi hilang, rusak atau hilang; dan (vi) kargo yang hilang atau hancur.
Menteri Perhubungan baru-baru ini menerbitkan Peraturan Nomor 89 Tahun
2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan Unit Usaha Maskapai
Niaga Berjadwal Indonesia. Undang-undang memperkenalkan persyaratan
baru bagi maskapai penerbangan untuk mengangkut sembilan orang di atas
biaya saat penerbangan ditunda. Pemberitahuan ini harus diberikan selambat-
lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan atau segera setelah pihak
maskapai mengetahui bahwa penundaan tersebut mungkin disebabkan oleh
kondisi cuaca, misalnya.65
8) Produk Halal

65
Ibid, hlm. 28.
44

Menurut UUPK, Peran utama Lembaga Kliring Profesi Halal adalah


memantau produk yang dihasilkan oleh produsen. BPOM menerbitkan label
Halal pada produk berdasarkan sertifikat Halal dari produsen atau operator.
Dengan label halal yang tercetak pada kemasan produk, memudahkan
konsumen yang ingin membeli produk untuk melihat dan mengetahui bahwa
kandungan dalam produk tersebut halal, sehingga konsumen tidak perlu
khawatir menggunakan komposisinya. terkandung pada produk apakah halal
atau tidak. BPOM (Badan Pengawas Pangan, Obat, dan Kosmetika) serta MUI
(Majelis Ulama Indonesia) merupakan satu-satunya lembaga yang berhak
menerbitkan sertifikat halal pada Indonesia. Data BPOM menunjukkan bahwa
pada antara industri obat, industri kuliner, industri minuman, serta kosmetik
Indonesia yg terdaftar, hanya 59% yang telah memiliki sertifikat halal. Sisanya
41% belum tersertifikasi, serta ini perlu ditegaskan pulang di tingkat
implementasi. Selain itu juga, Undang-Undang angka 33 Tahun 2014 wacana
jaminan Produk Halal, pada Pasal 4 mengungkapkan bahwa produk yang
masuk, tersebar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia harus bersertifikat
halal.66
d. Badan Perlindungan Konsumen
Direktorat Promosi Konsumen yang merupakan bagian dari
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Kepatuhan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dibentuk berdasarkan UU
No. 8. Departemen ini bertanggung jawab atas perumusan kebijakan,
penegakan hukum, penyadaran meningkatkan konsumen dan menangani
keluhan konsumen.67
e. Organisasi dan Asosiasi Konsumen
Undang-undang No. Pasal 8 mengakui dana perlindungan
konsumen non-pemerintah atas kontribusi mereka dalam mempromosikan
pendidikan dan kesadaran konsumen, memberikan nasihat konsumen,
menerima keluhan konsumen dan secara umum bekerja sama dengan
lembaga pemerintah untuk melindungi konsumen Indonesia. Tiga
kelompok konsumen yang terdaftar secara sah di Indonesia juga menjadi
anggota Serikat Konsumen Internasional: (i) Serikat Konsumen Indonesia
(ULKI), tersedia online di https: //ylki.or.id/ (ii) Lembaga Pengembangan

66
Agus Hermawan, “Consumer Protection Perception of Halal Food Products in Indonesia,”
KnE Social Sciences 2020 (2020): 235–246.hlm. 241.
67
Ibid, hlm. 29.
45

dan Perlindungan Konsumen (LP2K) tersedia online di


https://siswaspk.kemendag.go.id/lpksm/41. Lembaga Konsumen
Yogyakarta (LKY) tersedia online di Consumer Institute.org.68
1) Ganti Rugi
UU No. 8, pelanggan yang dirugikan atau sekelompok
konsumen yang memiliki kepentingan yang sama dapat mengajukan
pengaduan terhadap pengusaha kepada instansi yang berwenang
untuk penyelesaian sengketa antara konsumen dan pengusaha atau
kepada pengadilan yang berwenang. Apabila para pihak mencapai
kesepakatan tentang jenis dan besarnya ganti rugi yang harus
dibayar, serta tentang tindakan yang harus diambil agar konsumen
tidak mengalami kerugian yang sama lagi, dapat timbul perselisihan
antara konsumen dan pengusaha. diselesaikan di luar pengadilan. Di
pengadilan, perselisihan harus diselesaikan sesuai dengan aturan
pengadilan. Undang-undang mewajibkan pemerintah untuk
membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
tingkat kabupaten untuk menyelesaikan masalah konsumen tanpa
harus pergi ke pengadilan. Pengadilan negeri yang berwenang
terhadap konsumen yang dirugikan dapat melaksanakan putusan
BPSK karena mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Demikian
pula, putusan ini dapat diajukan banding ke pengadilan negeri yang
bersangkutan, yang pada akhirnya akan mengadili kasus tersebut di
hadapan Mahkamah Agung Indonesia. Selain itu, BPSK
menetapkan untuk mengenakan sanksi administratif kepada pemilik
usaha yang melanggar ketentuan hukum.69
Berikut Struktut Lembaga Peradilan di Indonesia:70

68
Ibid, hlm. 29.
69
Ibid, hlm. 29.
70
Consumer Protection in Asia. 英国, hlm.94.
46

2. Malaysia:
a. Definisi konsumen
Orang yang membeli lalu menggunakan suatu jenis barang/jasa,
baik untuk konsumsi pribadi, rumah tangga ataupun tempat tinggal
disebut sebagai konsumen menurut CPA. Individu yang menggunakan
barang/jasa dengan tujuan menyetok usahanya atau memakan selama
proses pembuatan, atau perbaikan, penjagaan tidak diklasifikasikan
sebagai barang habis.71
1) Hukum dan Peraturan
Hukum primer buat proteksi konsumen pada Malaysia ialah
Undang-Undang proteksi Konsumen (CPA) 1999. Ada di undang-
undang penting lainnya yang mungkin tidak memberikan perlindungan
yang memadai bagi konsumen. Malaysia mempunyai undang-undang
utama Consumer Protection Act 1999 (CPA), yang memberikan empat
aspek proteksi; (1) sikap menyesatkan termasuk iklan (dua) baku
keamanan barang serta jasa (tiga) jaminan serta (4) tanggung jawab
produk stigma. tentang praktik perdagangan yang tak adil, terdapat
undang-undang persaingan aktif tahun 2010. buat ganti rugi, Pengadilan
buat Klaim Konsumen Malaysia: TCCM, akan menangani klaim tidak
lebih asal 25.000 ringgit, yang pula tersedia pada e-tribunal spesifik
buat wisatawan (Kementerian Koperasi dan Konsumerisme
Perdagangan Domestik [MDTCC], 2021) .Otoritas penanggung jawab
adalah Kementerian Perdagangan dalam Negeri dan Konsumerisme:
MDTCC. Tantangannya merupakan pengembangan penyelesaian

71
Ibid, hlm. 33.
47

sengketa secara online melalui pedoman aplikasi Hak Ganti Rugi


Konsumen.72
b. Ruang lingkup dan cakupan
CPA telah dilakukan perubahan-perubahan demi melindungi
konsumen. CPA ini berlaku untuk semua transaksi konsumen. Adapun
aspek perlindungan yang dimaksud dari hal-hal akibat dari penipuan
dan penyesatan yang tidak adil, keamanan barang/jasa ialah ketentuan
kontrak, kewajiban produk, pembentukan struktur serta pengoperasian
dewan penasehat konsumen nasional, biaya, pengadilan pengaduan dari
konsumen.73
c. Hak dan Tanggungjawab Konsumen
Hak-hak konsumen di Malaysia menurut CPA, meliputi: hak
atas selamat dari marabahaya, hak gas info, hak atas memilih, hak atas
ganti kerugian.74
1) Keamanan dan Tanggungjawab Produk75
Pasal 67(1) Undang-Undang CPA mendefinisikan "cacat"
seperti saat keamanan produk tidak sesuai dengan harapan konsumen
pada umumnya. Tetapi CPA menyangkal tanggung jawab atas siapa pun
yang terkait dengan barang yang rusak. Produsen, pemilik merek, dan
importir sepenuhnya bertanggung jawab atas segala kerusakan yang
diakibatkan oleh degradasi produk, baik yang sepenuhnya atau sebagian
bertanggung jawab. Untuk membuktikan tanggung jawab produk,
penggugat hanya perlu menunjukkan hubungan sebab akibat antara
cacat dan kematian, cedera, atau kerusakan properti yang disebabkan
oleh produk yang cacat.
UU lain ada Food Act 1983 dan Dietary Regulations 1985 yang
merupakan milik Departemen Kesehatan guna melindungi konsumen
Malaysia dari makanan yang tidak Aman. Selain itu adapula UU Racun
1952 yang mengatur terkait impor, jasa pengangkutan, penyimpanan,

72
Sareeya Galasintu and Chanakant Loveera, “The Comparative Study on Consumer Protection
Laws in Asean,”, hlm. 807.
73
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations,
hlm. 33.
74
Ibid, hlm. 33.
75
Ibid, hlm. 33.
48

serta label racun guna penggunaan industri pertanian serta larangan


penyimpanan zat beracun di rak dekat makanan. Peraturan label ada di
Pasal 12.
Kemajuan bioteknologi modern, termasuk organisme hasil
rekayasa genetika, dan potensi dampaknya terhadap keselamatan
kesehatan konsumen dan lingkungan juga diatur melalui Biosafety Act
2007 di bawah Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi (MOSTI).
2) Praktek yang Tidak Adil dan Ketentuan Yang Tidak Adil
CPA menyebutkan praktik yang tidak pantas tetapi tidak
memberikan penjelasan yang jelas. Di sisi lain, CPA mendefinisikan
istilah kontrak tidak adil yang tepat sebagai ekspresi dalam kontrak
konsumen yang dalam hal apa pun menciptakan konflik yang signifikan
antara hak dan kewajiban kontraktual para pihak, yang merugikan
pihak-pihak terkait. . (Pasal 24a(c)) Konsumen. Selain itu, kontrak atau
syarat-syaratnya secara prosedural tidak adil jika kontrak tersebut
menciptakan keuntungan yang tidak dapat dibenarkan bagi pemasok
atau kerugian yang tidak dapat dibenarkan bagi pembeli sebagai akibat
dari tindakan pembeli atau penyusunan atau penerimaan kontrak atau
syarat-syaratnya. Konsumen. dan jurnalis. Jika Perjanjian atau
ketentuan Perjanjian secara inheren keras, menindas atau tidak masuk
akal, mengecualikan atau membatasi tanggung jawab atas
kebangkrutan, atau mengecualikan atau membatasi tanggung jawab atas
pelanggaran ketentuan Perjanjian tertulis atau tersirat tanpa penjelasan
yang memadai, maka akan dianggap sebagai tidak masuk akal secara
substansi. Penyedia Layanan mengandalkan penafian atau
pengungkapan tersebut untuk membuktikan bahwa hal itu dibenarkan
jika Perjanjian atau ketentuan Perjanjian mengecualikan atau
membatasi tanggung jawab atau mengecualikan hak, tugas dan
kewajiban. Jika pengadilan menemukan bahwa kontrak atau syarat-
syaratnya secara prosedural atau substantif tidak masuk akal,
pengadilan dapat membatalkan kontrak atau syarat-syaratnya.76
3) Perilaku Menyesatkan dan Menipu, Representasi Palsu
Konsumen yang berada dalam keadaan menyesatkan akibat dari
penipuan, menurut CPA itu tindakan yang salah dan menipu. Sehingga,

76
Ibid, hlm. 34.
49

dilarang pernyataan yang menyesatkan dengen membuat kepalsuan.


Sepertinya halnya pernyataan palsu terkait penggunaan laha, harga,
iklan, dan sebagainya.77
4) Isu Sektoral Telepon, Layanan dan Ecommerce78
Untuk sektor ini, undang-undang yang signifikan mencakup
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Undang-Undang Tanda
Tangan Digital tahun 1997, Undang-Undang Kejahatan Komputer
tahun 1997, Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia tahun 1998,
dan Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia. Misalnya, Undang-
Undang Komunikasi dan Multimedia (CMA) 1998 berisi ketentuan
tentang topik yang berkaitan dengan kode konsumen, termasuk model
prosedur untuk memenuhi persyaratan pelanggan secara adil,
penanganan keluhan dan keluhan pelanggan, termasuk proses arbitrase
dengan harga wajar selain pengadilan, dan prosedur tentang cara
memberikan perlindungan bagi pelanggan jika terjadi pelanggaran kode
etik konsumen, serta melindungi informasi konsumen. Undang-Undang
Perlindungan Data Pribadi tahun 2009 mengatur pemrosesan data
pribadi untuk tujuan komersial.
Mengizinkan dan memfasilitasi transaksi bisnis dengan
menggunakan cara elektronik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, dan Undang-Undang Perdagangan Elektronik tahun 2006
menetapkan pengakuan hukum atas transmisi elektronik untuk
melindungi konsumen dari transaksi e-commerce yang curang. Badan-
badan yang bertanggung jawab menjalankan undang-undang ini adalah
Komisi Komunikasi Multimedia Malaysia, Kementerian Informasi,
Komunikasi, dan Kebudayaan, serta Kementerian Perdagangan,
Koperasi, dan Konsumerisme Dalam Negeri. Kunjungi situs web
masing-masing di kkmm.gov.my, kpdnkk.gov.my, dan mcmc.gov.my
untuk informasi tambahan.
5) Kredit Konsumen dan Perbankan79
Seluruh bank serta lembaga keuangan pada Malaysia wajib
memiliki lisensi pada bawah Undang-Undang Perbankan dan lembaga
Keuangan 1989, yg menetapkan ketentuan ihwal perizinan serta

77
Ibid, hlm. 34.
78
Ibid, hlm. 35.
79
Ibid, hlm. 35.
50

regulasi bank dan forum keuangan. Ombudsman artinya Jasa keuangan


yg mulai beroperas pada tahun 2005 dengan nama sebelumnya Biro
Mediasi keuangan serta artinya mekanisme ganti rugi eksternal primer
bagi konsumen pada bidang keuangan. di 1 Oktober 2016 berubah
menjadi Operator Skema Ombudsman (FOS) buat memberikan jalan
yang adildan efisien bagi konsumen keuangan buat merampungkan
perselisihan dengan penyedia jasa keuangan dilisensikan oleh Bank
Snetral. Beroperasi sesuai menggunakan prinsip independensi, keadilan
serta ketidakberhakan, aksesibilitas, akuntabilitas, transparasi dan
efektivitas. Ombudsman ini mampu diakses secara gratis sang
masyarakat.80
Rezim perlindungan konsumen keuangan di Malaysia
menekankan pada perlakuan yang adil terhadap konsumen keuangan
yang meliputi: transaksi yg adil; sikap usaha yg bertanggung jawab oleh
penyedia jasa keuangan(FSP), menaikkan partisipasi terinformasi
dalam sistem keuangan konsumen; menaikkan tranparansi; serta
mempertahankan keyakinan serta kepercayaan publik terhadap sistem
keuangan.81
Undang-Undang Pembayaran Angsuran 1967 mengatur
pembayaran tahunan, pembayaran berkala, biaya dan pembayaran gagal
bayar, termasuk implikasi bahwa barang tersebut berkualitas komersial.
Undang-undang juga menyatakan bahwa "pemasaran" tidak boleh
dipahami sebagai konsumen yang telah memeriksa barang dan
menemukan bahwa barang tersebut. Mortgage Brokers Act tahun 1951
mengatur, mengontrol, dan melindungi orang yang mangkir hipotek dari
menjalankan bisnis.
The Pawnbrokers Act 1972 mengatur dan mengontrol bisnis
pegadaian dan melindungi barang berharga penumpang dalam
pertempuran ini. Badan-badan yang bertanggung jawab atas kredit
konsumen dan hal-hal terkait perbankan di Malaysia adalah Bank
Negara Malaysia, Kementerian Kesejahteraan dan Perumahan
Perkotaan (KKPP) dan Pemda.

80
Research Handbook on Asian Financial Law. 英国: Edward Elgar Publishing, 2020, hlm. 218.
81
Emerging Issues in Islamic Finance Law and Practice in Malaysia. 英国: Emerald Publishing
Limited, 2019, hlm. 94.
51

6) Layanan Kesehatan82
Secara umum, Malaysia juga telah mengesahkan sejumlah
undang-undang dan peraturan untuk mengontrol sektor kesehatannya,
seperti berikut ini: (i) Undang-Undang Obat-obatan (Advertising and
Sales 1956); (ii) UU Rumah Sakit Swasta 1971; (iii) UU Telemedicine
1997 (UU 564); (iv) Undang-Undang Fasilitas dan Layanan Kesehatan
Swasta 1998; (v) Peraturan Fasilitas dan Layanan Kesehatan Swasta
(Klinik Medis Swasta atau Klinik Gigi Swasta) 2006; dan (vi) Narkoba
dan
Dewan Medis Malaysia, Badan Regulasi Farmasi Nasional, Biro
Kontrol Farmasi Nasional (NPCB), dan Unit Layanan Medis di bawah
Kementerian Kesehatan adalah organisasi yang bertugas menjalankan
undang-undang dan peraturan ini dan membela kepentingan konsumen
di kesehatan Malaysia.
7) Layanan Profesional
Dewan Medis Malaysia (MMC) didirikan untuk menjaga
kepentingan pasien dan mengedepankan kode etik bagi para profesional
medis. Undang-Undang Medis tahun 1971 mengatur profesi medis di
Malaysia. Semua praktisi terdaftar tunduk pada otoritas disipliner MMC
di bawah Undang-Undang ini, dan MMC juga dapat menggunakan
otoritas tersebut terhadap setiap orang terdaftar yang dinyatakan
bersalah atas kejahatan yang melibatkan penipuan atau penipuan di
Malaysia atau di luar negeri. Ada empat bentuk dasar "Perilaku
Terkemuka" yang dapat menimbulkan keluhan terhadap dokter
berlisensi: Penyalahgunaan hak istimewa dan kemampuan profesional,
melakukan tindakan yang merusak reputasi komunitas medis, dan
periklanan, penyiaran, dan pelanggaran profesional terkait lainnya. .
Profesional medis didesak untuk membebankan harga yang wajar dalam
hal biaya.83
8) Layanan Transportasi84
Undang-Undang Penerbangan Sipil 1969, suplemen yang dibuat
di sana (Peraturan Penerbangan Sipil 2016), Undang-Undang Komisi

82
Ibid, hlm. 35.
83
Ibid, hlm. 35.
84
Ibid, hlm. 35.
52

Penerbangan Malaysia 2015 (MACA), yang akan mulai berlaku pada 1


Maret 2016, dan Undang-Undang Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia
2017 adalah bagian utama dari undang-undang yang berkaitan dengan
penerbangan sipil di Malaysia. Sejak pembentukan Komisi
Penerbangan Malaysia (MAVCOM) (https://www.mavcom.my/), yang
diawasi oleh Kementerian Perhubungan, pesawat penerbangan sipil kini
diawasi bersama oleh MAVCOM dan Departemen Sipil Penerbangan
(DCA ) ). Menurut Bagian 17 MACA, tugas MAVCOM antara lain
mengatur masalah ekonomi yang berkaitan dengan penerbangan sipil
dan menawarkan mekanisme perlindungan konsumen.
9) Produk Halal
Pada antara undang-undang di Malaysia yg mengatur distribusi
barang yang memberikan proteksi terhadap hak-hak konsumen ialah
Contract Act 1950, Sales of Goods Act (SGA) 1957, dan Consumer
Protection Act 1999. Contract Act contohnya hanya menegaskan adanya
suatu kontrak, klausul melarikan diri serta pemulihan tanpa analisis
rinci perihal isi kontrak. Sales of Goods Act (SGA) didesain untuk
melawan dan memperbaiki celah. Sayangnya, SGA hanya berlaku buat
negara bagian pada Semenanjung Malaysia. buat negara bagian Sabah
dan Sarawak, sebagian akbar putusan perkara yang berkaitan dengan
perdagangan diadili menggunakan penerapan Pasal 5(2) Undang-
Undang hukum Perdata 1956 yg antara lain menyatakan bahwa undang-
undang penjualan barang berlaku di Malaysia Timur “…mustidak sama
dengan apa yg dikelola pada Inggris pada hal serupa pada waktu seolah-
olah dilema tadi diangkat atau wajib diputuskan pada Inggris… 85
Pemerintah bersungguh-sungguh pada menyusun formulasi baru buat
meningkatkan upaya perlindungan hak-hak konsumen. Hal ini
tercermin melalui pembentukan Undang-Undang perlindungan
Konsumen 1999 (UU 599) yg menyampaikan kerangka hukum
tambahan buat memantau hak-hak konsumen pada persoalan pasokan
barang terhadap pemasok atau pembuat barang yang bersangkutan. UU
599 berisi 14 bagian yang melibatkan 150 ketentuan hukum buat
perlindungan konsumen, pembentukan Dewan Penasihat Konsumen
Nasional dan Pengadilan Klaim Konsumen. Selain itu, pada bawah UU

85
Mustafa ‘Afifi bin Ab. Halim et al., “Consumer Protection of Halal Products in Malaysia: A
Literature Highlight,” Procedia - Social and Behavioral Sciences 121, no. September 2012
(2014): 68–78, http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1109. hlm. 74.
53

599, penggunaan kata baru – jaminan35 disisipkan buat menyoroti


keseriusan wanprestasi penjaminan dalam penyediaan dan pembuatan
barang pada konsumen antara lain, merinci tingkat wanprestasi
penjaminan sebagai wanprestasi minor yang dapat diperbaiki, atau
melibatkan wanprestasi substansial.86
Penetapan Standard Halal Malaysia, penerapan ISO/IEC Guide
65 pedoman, serta Manual mekanisme tunjangan profesi Halal
Malaysia, merupakan bukti komitmen Malaysia di penanganan dan
pengelolaanhalalproduk. baku, panduan, serta manual ini berpotensi
buat digunakan menjadi kerangka acuan oleh negara lain. standar halal
pada Malaysia dikembangkan melalui konsensus oleh komite yang
terdiri berasal representasi seimbang antara penghasil, pengguna,
konsumen, dan lainnya menggunakan kepentingan yg relevan.
Persetujuan suatu standar sebagai standar Malaysia diatur oleh
Standards of Malaysian Act 1996.87
Dalam pengurusan tunjangan profesi Halal JAKIM dan JAIN
berlaku berbagai undang-undang serta undang-undang pada bawah
ini:88 Undang-Undang Uraian Dagang (TDA) 2011, rapikan Uraian
Dagang (Definisi Halal) 2011, dan Uraian Dagang (sertifikasi serta
Penandaan Halal) Order 2011 menyatakan definisi halal serta penyiapan
makanan halal sesuai dengansyariahhukum bersama dengan
pelanggaran pemalsuan bahan standar dan dokumentasi halal yang
ditegakkan sang Kementerian Perdagangan dalam Negeri, Koperasi
serta Konsumerisme (MDTCC); Food Act 1983 dan Food Regulations
1985 ihwal pelabelan, praktik higienis, serta kuliner keamanan
ditegakkan oleh Departemen Kesehatan (MOH);
Undang-Undang binatang 1953 (Revisi 2006), Undang-Undang
rumah pangkas hewan (Privatisasi) 1993, serta hukum binatang 1962,
Perintah hewan (Impor) 1962 perihal pemeliharaan hewan dan
pengendalian penyakit oleh Departemen Layanan Veteriner (DVS);
Customs Act 1967, Customs (larangan Impor) Order 1998, perihal
impor barang daging halal sang Bea Cukai Kerajaan Malaysia. Undang-
Undang Tindak Pidana Syariah (wilayah Federal) 1997 – Pelabelan
kuliner halal sang Departemen Islam Negara; Undang-Undang

86
Ibid.
87
Ibid, hlm. 75.
88
Ibid, hlm. 75-76.
54

Pemerintah Daerah 1976 dan anggaran tempat tinggal Tangga pemda;


dan Trade Marks Act 1976 sang MDTCC.
d. Badan Perlindungan Konsumen
Kementerian Perdagangan Domestik, Koperasi, dan
Konsumerisme (MDTCC), yang dapat ditemukan online di
https://www.kpdnkk.gov.my, adalah badan pemerintah utama yang
bertugas merumuskan kebijakan dan menegakkan undang-undang yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen di Malaysia. Dewan
Penasihat Konsumen Nasional (NCAC), sebuah organisasi yang
dibentuk oleh Kementerian Perdagangan Domestik untuk
menasihatinya tentang masalah konsumen terkait dan penerapan CPA,
adalah sekretariat MDTCC dan juga menerima keluhan konsumen.89
e. Organisasi dan Asosiasi Konsumen
Federation of Malaysian Consumers Associations (FOMCA),
yang dapat ditemukan secara online di http://www.fomca.org.my,
mungkin merupakan organisasi non-pemerintah paling terkenal di
Malaysia untuk perlindungan konsumen. Ini telah menjadi anggota
Consumers International sejak tahun 1975 dan berfungsi sebagai
organisasi yang mengatur 13 organisasi konsumen di Malaysia.
Mayoritas kelompok dan asosiasi konsumen di Malaysia menawarkan
penelitian, pendidikan, dan peningkatan kesadaran konsumen umum,
serta kegiatan advokasi, kampanye, dan layanan penyelesaian sengketa
(melalui mediasi, dan arbitrase) untuk anggota dan non-anggota
mereka.90
1) Ganti Rugi
Keluhan dari konsumen, biasanya sebagai pelanggan,
merupakan sumber informasi penting yang dapat memicu penyelidikan
hukum persaingan administratif. Seorang pembeli, dalam beberapa
kasus, berada di tempat terbaik untuk pertama kali memperhatikan efek
dari perilaku antipersaingan. Tetapi dalam banyak hal lain mereka
kurang diperlengkapi untuk berbuat banyak tentang hal itu. Mereka
mungkin juga menghadapi kesulitan besar dalam membedakan antara
perilaku yang diadopsi oleh pemasok mereka yang bertentangan dengan

89
Ibid, hlm. 36.
90
Ibid, hlm. 36.
55

undang-undang persaingan dan perilaku yang hanya merupakan


adaptasi normal terhadap kondisi pasar.65 Juga benar bahwa pelanggan
mungkin juga segan untuk mengambil tindakan terhadap pemasok
mereka. karena takut membahayakan hubungan komersial yang
penting, terutama jika mereka berurusan dengan perusahaan dominan
yang sebenarnya merupakan mitra dagang yang tidak dapat dihindari
Sebagian besar otoritas persaingan mendorong pelaku pasar untuk
mengajukan keluhan jika mereka merasa tunduk pada perilaku
antipersaingan. Salah satu manfaat utama yang dirasakan dari membuat
keluhan semacam itu, dibandingkan dengan solusi swadaya lainnya,
adalah biayanya murah dan, yang terpenting, anonim. Meskipun
pelanggan mungkin merasakan efek dari perilaku antipersaingan,
mereka mungkin kesulitan untuk mengategorikannya dengan benar
sebagai melanggar hukum. Jika perilaku yang berpotensi anti-
persaingan terbuka, kemungkinan akan berada di area abu-abu di mana
setiap pandangan tentang keabsahannya akan memerlukan informasi
pasar yang terperinci dan analisis ekonomi yang kompleks. Itu akan
sering melampaui semua kecuali sumber daya yang paling baik
pelanggan. Jika perilaku dilarang dengan lebih jelas, kemungkinan
besar perusahaan yang terlibat akan melakukan yang terbaik untuk
menyembunyikan atau menyamarkan perilaku tersebut dari pelanggan
dan pihak berwenang. Dalam kasus tersebut, sering kali pesaing
perusahaanlah yang paling tepat untuk menyampaikan masalah
tersebut. menjadi perhatian pihak berwenang. Dalam kasus sebelumnya,
keluhan pelanggan, mungkin, lebih mungkin memainkan peran yang
lebih besar. Meskipun satu keluhan mungkin memiliki dampak yang
kecil, ada kemungkinan sejumlah besar keluhan dari sejumlah pemain
di pasar dapat mendorong lembaga penegak hukum untuk mengerahkan
sumber dayanya yang cukup besar untuk mengatasi masalah tertentu.
Badan tersebut kemudian dapat menggunakan kekuatan paksaannya
untuk mendapatkan akses ke informasi rahasia di seluruh sektor dan
memanfaatkan keahlian mereka untuk memahami informasi tersebut.91
Sebelum Pengadilan Tuntutan Konsumen (TCC) didirikan,
semua keluhan antara pelanggan dan pemasok dan/atau produsen harus
dibawa ke pengadilan sipil, yang seringkali mahal dan memakan waktu.
mengkonsumsi. Pengadilan Tuntutan Konsumen dibentuk oleh CPA

91
Geraint Howells, Iain Ramsy, dan Thomas Wilhelmsson, “Handbook Of Research On
International Consumer Law,” USA: Edward Elgar Publishing, 2018. Hlm. 78.
56

dengan tujuan utama untuk mendengar dan menyelesaikan klaim yang


diajukan oleh konsumen di bawah CPA. Pengadilan berwenang untuk
mempertimbangkan klaim apa pun sehubungan dengan subjek apa pun
dalam yurisdiksinya yang diatur oleh CPA, selama jumlah total yang
diminta tidak melebihi 25.000 ringgit. Oleh karena itu, pelanggan dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mencari ganti rugi atas
kerugian haknya sebagai konsumen yang disebabkan oleh janji yang
tersirat. pernyataan atau tindakan yang tidak adil. Pelanggan juga dapat
mengunjungi Pusat Manajemen Keluhan Konsumen (CCMC) atau
menghubungi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi dan
Konsumerisme (MDTCC) untuk mengajukan keluhan. Pusat
Pengaduan Konsumen Nasional (NCCC) adalah organisasi ketiga yang
disebutkan dalam konteks ini. Pengaduan nasional dan internasional
ditangani secara gratis oleh NCCC. Di Malaysia, ada sistem
penyelesaian sengketa alternatif tersendiri. Keluhan konsumen diterima
oleh NCCC melalui berbagai metode, termasuk telepon, walk-in, e-
mail, layanan pesan, e-complaint, surat, dan faks. DNPI sekarang
mendapat pengaduan dari lebih dari 25 sektor industri yang berbeda.
Untuk substansi pengaduan, pengadu harus mengikuti struktur tertentu.
Keluhan online disarankan karena mencatat detail penting tentang
pengadu.92
UU Perlindungan Konsumen Malaysia No. 599 (Pemerintah
Malaysia 1999), Bagian XI (Dewan Penasihat Konsumen Nasional).
Seni. 73(1) (Pembentukan Dewan Penasihat Konsumen Nasional)
menetapkan bahwa menteri dapat membentuk dewan tersebut untuk
menasihatinya untuk implementasi tindakan ini dan untuk perlindungan
konsumen antara lain. Selain itu, Pasal 85 undang-undang tersebut
mensyaratkan bahwa sebuah pengadilan yang dikenal sebagai
Pengadilan untuk Tuntutan Konsumen harus dibentuk untuk mendengar
dan memutuskan > tuntutan konsumen tidak melebihi RM25.000. Tidak
disebutkan ADR, seperti mediasi atau konsiliasi, ditemukan dalam
undang-undang tersebut. Mekanisme ganti rugi yang tersedia bagi
konsumen di Malaysia untuk menyelesaikan sengketa meliputi (i)
sistem pengadilan, (ii) Pengadilan untuk Klaim Konsumen, (iii)
Pengadilan untuk Klaim Pembeli Rumah, dan (iv) ADR (Program
Bantuan Pemerintah Australia, 2011c ). Institusi ADR terkemuka utama
di Malaysia adalah (i) Pusat Pengaduan Konsumen Nasional, (ii) Biro

92
Ibid, hlm. 36.
57

Mediasi Keuangan, (iii) Biro Mediasi Perbankan," (iv) Pusat Mediasi


Malaysia. dan (v) Biro Mediasi Asuransi (Pemerintah Australia
Program Bantuan, 2011c).93
3. Thailand
a. Pengertian konsumen
Pelanggan menurut CPA adalah setiap orang yang melakukan
pembelian dari pelaku usaha atau menerima undangan jasa dari pelaku
usaha, termasuk mereka yang seharusnya memanfaatkan produk atau
jasa yang disediakan. klien yang harus dilayani oleh pengusaha
meskipun dia bukan orang yang membayar biayanya.94
1) Hukum dan Peraturan
Setelah Kerajaan Thailand (saat itu Siam) menandatangani
Perjanjian Bowring dengan Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara
pada tahun 1855, ekonominya menjadi terkait dengan ekonomi dunia.
Beras menjadi komoditas terpenting Thailand dan ekspornya ke
berbagai negara membawa devisa ke Thailand. Daerah interior tengah
Thailand, seperti Provinsi Ayutthaya, Angthong, dan Singhaburi,
menjadi daerah penanaman padi terpenting, dan tanah menjadi faktor
produksi yang lebih penting daripada tenaga kerja. Karena pentingnya
tanah tumbuh, Thailand harus memberikan kepemilikan tanah kepada
warga negara. Survei tanah dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan
akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan untuk warga negara, pertama
sehubungan dengan tanah di ibu kota lama, sekarang Provinsi
Ayutthaya,' dan secara bertahap diikuti di provinsi lain di pusat
perkebunan padi pedalaman. daerah. Pengakuan kepemilikan tanah
warga negara merupakan langkah penting bagi Thailand karena, sampai
saat itu, semua tanah di Thailand adalah milik Raja.95
Keterkaitan ekonomi Thailand dengan ekonomi dunia
menghasilkan ikatan bisnis yang lebih dekat antara Thailand dan
negara-negara industri di 'Barat. Thailand menyadari perlunya

93
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In ASEAN," New York:
Routledge, 2019.
94
Ibid, hlm. 51.
95
Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer, “Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK:
Oxford University Press, 2020. Hlm. 430.
58

mereformasi pemerintahan dan sistem hukumnya seperti yang telah


dilakukan oleh negara-negara industri 'Barat'. Salah satu isu penting
yang dihadapi Thailand adalah apakah negara tersebut harus
mengadopsi sistem hukum umum, seperti Inggris, atau sistem hukum
sipil, seperti Perancis atau Jerman. Setelah mencari diskusi, Raja Rama
V memilih yang terakhir. Hukum Perdata dan Komersial Thailand tahun
1925 ('CCC') pada umumnya mengikuti hukum Jepang,* dengan
beberapa ketentuan dari Hukum Perdata Prancis dan Swiss
ditambahkan. Bab pertama CCC disahkan pada 1 Januari 1925.96
Aturan primer buat perlindungan konsumen di Thailand adalah
Undang-Undang perlindungan Konsumen 1979 (CPA). CPA telah
direvisi berkali-kali buat menyampaikan proteksi yg paling
komprehensif bagi konsumen di Thailand, terakhir di tahun 2013.
Undang-undang lain yang paling relevan dengan perlindungan
konsumen di Thailand meliputi: Undang-Undang Pertanggungjawaban
Produk 2008; UU prosedur kasus Konsumen 2008; serta Undang-
Undang Penjualan langsung dan Pemasaran eksklusif 2002
(sebagaimana diubah di tahun 2017).97 Ada sumber yang mengatakan
pula, bahwa UU Perlindungan Konsumen 1979 (CPA 1979) adalah
Undang-Undang pelrindungan konsumen pertama yang diberlakukan
dalam Thailand. Sehingga, itu mendahului UNGCP asli tahun 1985.
Sejak itu telah diubah tiga kali; pada tahun 1998, 2013 dan 2019. Setiap
amandemen berfungsi untuk lebih memperkuat perlindungan konsumen
dan menjaga agar UU tetap sesuai untuk tujuan ini. Analisis ini mengacu
pada CPA 1979 sebagaimana telah diubah.98
b. Ruang lingkup dan cakupan
Secara teori, CPA membela konsumen dalam tiga konteks yang
berbeda, termasuk kontrak, label, dan iklan. Ini juga mencakup
deskripsi tentang "konsumen", daftar hak dasar, informasi tentang
pembentukan, wewenang, dan tugas Kantor Dewan Perlindungan
Konsumen (OCPB), aturan untuk mengajukan sengketa konsumen, dan
denda terkait.99

96
Ibid, hlm. 430.
97
Ibid, hlm. 51.
98
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), “Voluntary Peer Review
of Consumer Protection Law and Policy: Thailand”. Suiza: UN, 2022.
99
Ibid, hlm. 51.
59

Bagian 4 dari CPA 1979 menyatakan hak-hak konsumen sebagai


berikut:100
a. Hak atas informasi termasuk uraian yang benar dan memadai tentang
kualias barang atau jasa.
b. Hak untuk menikmati kebebasan dalam memilih barang atau jasa.
c. Hak untuk diberikan keamanan dalam penggunaan barang atau jasa.
d. Hak atas keadilan dalam membuat kontrak.
e. Hak atas cedera yang dipertimbangkan dan dikompensasi.
c. Hak dan tanggung jawab konsumen
Semua konsumen Thailand memiliki hak dasar berikut, yang diakui
oleh CPA: hak atas informasi dan deskripsi yang benar dan memadai
tentang kualitas barang atau jasa; hak atas kebebasan memilih; hak untuk
mengharapkan keamanan dalam penggunaan barang atau jasa; hak untuk
menerima kontrak yang adil; dan hak atas pertimbangan dan kompensasi
atas kerugian tersebut.101
1) Keamanan dan kewajiban produk
Untuk memastikan keamanan produk, Bagian 36(1) dari CPA
mengubah OCPB untuk mewajibkan pengujian produk yang diubah
yang dapat membahayakan konsumen dan, bila perlu, melarang
penjualan produk apa pun. Akibatnya, CPA secara tidak langsung
mendukung kontrol kualitas untuk ribuan item di seluruh Thailand.
Selain CPA, Thailand memiliki aturan keamanan produk khusus yang
signifikan yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari
konsumen. Contohnya termasuk: Undang-Undang Obat tahun 1967
disahkan dengan tujuan untuk mengatur pembuatan, distribusi, dan
impor obat-obatan untuk dijual di Thailand serta apoteker yang
bertanggung jawab untuk melakukannya. Food Act of 1979, yang
berupaya meningkatkan keamanan konsumen melalui jaminan dan
standar kualitas makanan, kemasan. Product Liability Act, yang mulai
berlaku pada Februari 2009, memberikan kewajiban yang kuat kepada
pelaku korporasi yang terlibat dalam produksi dan/atau penjualan
produk dalam upaya melindungi pelanggan yang mengalami kerugian
akibat barang rusak atau tidak aman. Ini berkaitan dengan cacat

100
Voluntary Peer Review of Consumer Protection Law and Policy: Thailand. Suiza: UN, 2022,
hlm. 6.
101
Ibid, hlm. 51.
60

produksi, cacat desain, dan cacat peringatan (atau kegagalan untuk


menyesuaikan). Undang-undang menetapkan persyaratan tanggung
jawab yang ketat.102
Implementasi strategi industrialisasi yang mendorong ekspor
memungkinkan beberapa produk dan jasa industri Thailand
memperoleh pangsa besar di pasar global. Barang-barang ini termasuk
tuna kaleng dan truk pick-up ringan, yang diproduksi secara massal
untuk konsumsi domestik dan ekspor. Setelah Product Liability Law of
Japan mulai berlaku pada tahun 1995, Mitsubishi Shoji-perusahaan
perdagangan internasional terbesar di Jepang dan salah satu perusahaan
Mitsubishi Group, serta importir utama tuna kaleng dari Thailand-
membutuhkan perusahaan manufaktur tuna kaleng terkemuka di
Thailand untuk mengambil pertanggungan asuransi untuk setiap
kerusakan yang disebabkan oleh dan setiap cacat pada tuna kaleng
mereka yang menyebabkan kematian, cedera fisik, atau gangguan
kesehatan, sehingga membebaskan Mitsubishi Shoji, sebagai importir,
dari tanggung jawab dalam hal tersebut. Contoh lain terkait sejumlah
perusahaan di Australia yang mengimpor truk light-duty pick-up dari
Thailand. Importir Australia mengkampanyekan pemberlakuan dan
penegakan Undang-Undang Tanggung Jawab Produk Thailand untuk
meningkatkan keamanan truk yang dirakit di Thailand dan
meningkatkan ketergantungan importir bahwa truk yang diimpor dari
Thailand tidak akan rusak atau dapat menyebabkan kematian dan cedera
fisik pada konsumen di Australia. Ini membawanya pulang ke Institut
Standar Industri Thailand (TISI) dan Kementerian Perindustrian bahwa
ekonomi Thailand telah memasuki era produksi massal dan konsumsi
massal. Kecuali Undang-Undang Pertanggungjawaban Produk
semacam itu disahkan, konsumen yang tidak beruntung yang menderita
kerugian (kematian, cedera fisik, kerusakan kesehatan atau harta benda)
sebagai akibat dari konsumsi atau penggunaan produk yang tidak aman
mungkin tidak menerima kompensasi karena, dalam beberapa kasus,
undang-undang tersebut tort dan kontrak tidak akan memberikan
pemulihan apa pun bagi pihak yang dirugikan. TISI pertama-tama
bertanggung jawab untuk menyusun Undang-Undang
Pertanggungjawaban Produk tetapi kemudian, menyadari bahwa
Undang-undang tersebut adalah salah satu undang-undang
perlindungan konsumen yang berada dalam lingkup kewenangan

102
Ibid, hlm. 52.
61

Dewan Perlindungan Konsumen, mengalihkan tugas tersebut kepada


Dewan yang menyusun Undang-Undang dan mengarahkan melalui
proses parlementer. Parlemen menyetujui dan meloloskan UU tersebut
pada tanggal 20 September Ex 2550 (AD 2007). Undang-undang yang
berjudul "Liability for Unsafe Products Act of BE 2551 (AD 2007),
diterbitkan dalam Royal Gazette pada tanggal 20 Februari B 2552 (AD
2008) dan mulai berlaku pada tanggal 20 Februari BE 2552 (AD 2009),"
Itu membuat pelaku usaha bertanggung jawab penuh atas kerusakan
yang disebabkan oleh barang yang tidak aman. Klausul 9 mengatur
bahwa pelaku usaha tidak dapat mengandalkan perjanjian atau
pemberitahuan/pengumuman yang membebaskan atau membatasi
tanggung jawabnya.103
2) Praktik tidak adil/iklan104
Kondisi jelek yang diakibatkan dari adanya praktik yang tidak
adil bagi konsumen maka itu dilarang oleh CPA. Adapun kriterianya
dimulai dari asal, kondisi, kualitas ataupun deskripsinya, pengiriman,
tata cara penggunaan. Berikut contoh kalimat yang menunjukkan
praktek tidak adil, seperti pernyataan yang mengandung hiperbola,
pernyataan yang menimbulkan kesalahpahaman di lingkup unsur utama
produksi pernyataan pribadi yang mendorong ke ranah perbuatan
melawan hukum, bahkan asusila yang akan merugikan kebudayaan
negara, terkahir pernyataan yang menyebabkan perpecahan kesatuan
rakyat.
UU lain yaitu UU tentang Harga Barang serta Jasa 1999 yang
dilaksanakan oleh Dewan Pusat. Berwenang buat menentukan
barang/jasa sesuai UU, menetapkan harga yang telah dikuasai,
memastikan tersedianya pasokan dengan cukup guna memenuhi
kebutuhan negara, mempertimbangkan keluhan akan kesulitan bahkan
kerusakan. Sehingga mereka memiliki wewenang sebagai pengatur
pembayaran imbalan dan uang serta menentukan dasar awal, prosedur,
serta ketentuan tentang tampilan harga barang/jasa.
3) Ketentuan kontrak yang tidak adil105

103
Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer, “Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK:
Oxford University Press, 2020. Hlm. 433.
104
Ibid, hlm. 53.
105
Ibid, hlm. 53.
62

CPA dan Unfair Contract Terms Act 1997 adalah dua undang-
undang Thailand yang menangani ketentuan kontrak yang tidak adil
bagi konsumen. Dewan Perlindungan Konsumen menunjuk Komite
Kontrak, yang dibentuk oleh CPA untuk mengevaluasi legalitas setiap
perusahaan yang menggunakan kontrak tertulis. "dikendalikan oleh
kontrak" Persyaratan berikut harus dipenuhi oleh apa yang disebut
"kontrak yang dikendalikan" di mana konsumen dan pelaku korporasi
adalah para pihak: (i) Penetapan Komite atas ketentuan-ketentuan
penting, yang tanpanya konsumen mungkin berada dalam posisi yang
kurang menguntungkan dibandingkan dengan pelaku korporasi ; (ii)
Larangan membebankan konsumen pada kondisi yang tidak adil.
mempengaruhi Tanpa syarat-syarat lain dari kontrak, ketentuan
tidak adil yang ditunjuk akan dianggap batal dan tidak sah jika Komite
menentukan bahwa ketentuan(-ketentuan) penting atau tidak adil dalam
kontrak yang diatur harus dihilangkan tetapi tetap ada. Prinsip utama
Undang-Undang Ketentuan Kontrak yang Tidak Adil tahun 1997 adalah
bahwa Pengadilan akan mengevaluasi ketentuan kontrak sambil
mempertimbangkan itikad baik masing-masing pihak, tindakan mereka,
dan kemungkinan kerugian bagi mereka. Selain itu, klausul apa pun
dalam perjanjian antara para pihak yang berusaha untuk menyangkal
atau membatasi tanggung jawab sebelum terjadinya suatu hasil adalah
cacat dan tidak dapat dilaksanakan.
Setiap orang yang masuk ke dalam kontrak sebagai pembeli,
penyewa, penyewa, peminjam, penanggung, atau pihak dari jenis
kontrak lainnya untuk memperoleh properti, layanan, atau kepentingan
lain atas dasar keadilan, sepanjang transaksi tersebut BUKAN untuk
komersial tujuan, disebut sebagai "konsumen" berdasarkan Unfair
Contract Term Act.
Pengaturan Ketentuan Tidak Adil dan Perlindungan Konsumen
Tahun 1925 s/d 1998. Bahwa, dalam perekonomian yang berorientasi
pasar, mekanisme pasar boleh dibilang tidak dapat berjalan tanpa
adanya pranata hukum dalam hukum perdata, termasuk pengakuan
status seseorang yang memiliki hak dan kewajiban; pengakuan hak atas
milik orang pribadi; dan pengakuan atas kebebasan transaksi ekonomi.
Dalam hal itu, Negara harus memastikan bahwa perjanjian dapat
ditegakkan. Hukum privat dalam ekonomi berorientasi pasar harus
mengakui status orang perseorangan sehingga orang perseorangan itu
dapat menjadi pelaku ekonomi (seorang 'pelaku ekonomi' adalah setiap
orang atau sekelompok orang yang membuat keputusan ekonomi; ini
dapat berupa individu , bisnis, atau pemerintah). Hukum juga harus
mengakui status badan hukum agar badan tersebut dapat menjadi pelaku
63

ekonomi. Hukum yang berkaitan dengan harta benda adalah pengakuan


oleh Negara terhadap hak milik seseorang, sehingga orang pribadi
tersebut akan terdorong untuk menggunakan atau mempertukarkan
harta yang dimilikinya secara maksimal. Hukum kontrak harus
memberi individu dan bisnis kebebasan untuk menggunakan atau
menukar properti dalam bentuk apa pun. Misalnya, Bab 3 dari CCC
menyediakan 23 bentuk penggunaan dan pertukaran." Ia juga mengakui
'penggunaan dan pertukaran' dalam bentuk lain: di Thailand, ini disebut
"kontrak di luar Bab 3" atau "kontrak tanpa nama khusus, innominate.
kontrak seperti kontrak sewa yang mensyaratkan penyewa untuk
membangun bangunan komersial dan, setelah menggunakan bangunan
tersebut selama 20 tahun, untuk mengalihkan kepemilikan bangunan
tersebut kepada penyewa.106
Pengaturan Ketentuan Tidak Adil dan Perlindungan Konsumen
Dari 1998 Dan Seterusnya. Bagian I dengan jelas menunjukkan bahwa
kontrol undang-undang dan kontrol yudisial tidak langsung atas
ketentuan yang tidak adil tidak dapat mengontrol ketidakadilan terhadap
konsumen. Petani kehilangan tanah mereka karena pemberi pinjaman,
dan karyawan harus menerima kontrak yang tidak adil karena pihak
dengan kekuatan tawar yang lebih besar telah menggunakan
pengetahuan, keahlian, dan pengetahuannya tentang hukum—termasuk
kebebasan berkontrak—untuk mengambil keuntungan dari pihak yang
lebih lemah. Thailand telah mengatasi masalah ini dengan
memberlakukan tiga undang-undang: Undang-Undang Ketentuan
Kontrak yang Tidak Adil BE 2540 (AD 1997), Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (No 2) BE 2541 (AD 1998), dan Undang-
Undang Pertanggungjawaban atas Produk yang Tidak Aman BE 2551 (
2008 M). Mengenai kontrol yudisial, pemberlakuan Undang-Undang
Prosedur Kasus Konsumen BE 2551 (AD 2008) memberi konsumen
akses siap ke sistem peradilan dengan biaya minimal, dan memberikan
lebih banyak kekuatan ke pengadilan dalam proses hukum. 107

4) Isu Sektoral

106
Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer, “Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK:
Oxford University Press, 2020. Hlm. 434.
107
Ibid, hlm. 434.
64

Telepon, Layanan Internet dan E-Commerce108 Layanan


berkualitas yang disediakan oleh penyedia layanan telepon dan Internet
di Thailand dimodernisasi oleh Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi
2001. Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional (NBTC) adalah
otoritas yang memikul tanggung jawab untuk sektor ini.
Penyedia layanan telekomunikasi dan Internet diwajibkan oleh
NBTC untuk menyediakan layanan yang mematuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh NBTC. Masalah teknis, perjanjian layanan, tarif, biaya
layanan, dan perlindungan hak konsumen di bidang data pribadi,
privasi, dan kebebasan komunikasi melalui jaringan telekomunikasi
semuanya tercakup dalam standar ini. Pedoman tersebut dirancang
untuk menawarkan tingkat layanan yang adil kepada pemegang lisensi
dan konsumen. NBTC (atau pendahulunya) menerbitkan sejumlah
pemberitahuan tentang perlindungan pengguna yang diterbitkan
layanan di Lembaran Negara Thailand untuk berlaku di bawah sejumlah
undang-undang selama pelaksanaan standar ini. Ini terdiri dari protokol
untuk menerima dan mempertimbangkan keluhan pengguna,
pembentukan Biro Perlindungan Konsumen Telekomunikasi (TCP)
(http://tcp.nbtc.go.th/), dan penerapan Pusat Panggilan 1200, yang telah
dilakukan untuk melindungi hak-hak pelanggan.
Selain itu, NBTC mengamanatkan pembentukan pusat kontak
terpisah untuk telekomunikasi dan penyedia layanan Internet untuk
menyelesaikan perselisihan dan mengatasi masalah konsumen tanpa
biaya tambahan. Operator yang menawarkan layanan telepon tetap,
telepon seluler, internet, dan telepon umum memasang fasilitas ini. Oleh
karena itu, konsumen layanan kini dapat meminta bantuan dengan cara
ini jika mereka mengalami masalah tarif palsu, harga yang tidak sesuai
dengan konsumsi nyata, layanan yang tidak sesuai dengan pemasaran,
atau mereka yang ingin mengakhiri kontrak karena kualitas layanan di
bawah standar. atau perlakuan 'tidak adil'.
5) Kredit Konsumen dan Perbankan109
Ada 3 UU yang menjadi pengatur pembayaran konsumen,
simpanan serta pinjaman di Thailand yang ada di UU Forum Keuangan
2008 (FIA), UU Bank Thailand 1915 (BOTA), serta aturan Perdata

108
Ibid, hlm. 53.
109
Ibid, hlm. 54.
65

Komersial (CCC). FIA dan BOTA ini aturan anak perusahaan yang telah
dikeluarkan oleh bawahbya. CCC sebagai pengatur hubungan antara
konsumen dengan penyedia layanan sehubungan dari layanan yang
disediakan. BOTA sebagai pengawas serta pemilik lembaga keuangan.
Selain itu, mengeluarkan peringatan, menuntut kepatuhan,
pemerintahan penuntutan lembaga yang mana hal-hal tersebut berada di
dalam forum keuangan yang melanggar ataupun gagal dalam mematuhi
FIA. BOTA di Januari 2012 telah mendirikan Financial Consumer
Protection Center (FCC). FCC ini mempermudah konsumen yang ingin
mengeluhkan keluhannya, FCC aman meneruskan keluhan konsumen
tersebut ke departemen yang terkait, sehingga BOTA akan membuat
pertimbangan. FCC memang dipergunakan untuk menyelesaikan
masalah, penyedia layanan, mengkoordinasikan, serta melacak yang
akan terjadi di dalam pengaduan.
6) Produk Halal
Di bagian lain Asia Tenggara, CICOT didirikan di tahun 1997
dan diakui oleh Undang-Undang Administrasi Organisasi Islam BE
2540. Organisasi ini menaungi seluruh gosip terkait Islam pada
Thailand, khususnya hadiah sertifikat Halal. Sebelumnya, Pemerintah
Thailand mengakui Dewan Islam menyampaikan sertifikat Halal buat
rumah potong unggas, terutama buat daerah selatan yg lebih banyak
didominasi penduduknya beragama Islam. CICOT sudah mengeluarkan
tiga peraturan ihwal produk Halal. Pertama, panduan awam Produk
Halal THS 24000:2552 berfungsi menjadi panduan primer buat
beberapa sarana krusial buat menerapkan dan mengelola industri
produk Halal. Ini dikeluarkan di tahun 2011 untuk menyesuaikan baku
nasional menjadi standarisasi internasional. dirancang bekerja sama
menggunakan Dewan kenaikan pangkat dan Pengembangan usaha
Halal Thailand, peraturan ini berfungsi menjadi standar Halal Nasional
buat menaikkan agama konsumen Muslim domestik serta asing dan
mempromosikan produk kuliner lokal ke taraf global. ke 2, Proses
tunjangan profesi baku Produk Halal terdiri dari prosedur serta tahapan
penerapan sertifikat Halal bagi perusahaan. Ketiga, Regulasi Central
Islamic Committee of Thailand tentang Penyelenggaraan Halal Affair
BE CICOT mempunyai Departemen Urusan Halal buat melaksanakan
fungsi administrasi tunjangan profesi Halal. Departemen ini
menyampaikan sertifikasi Halal buat 5 kategori, yaitu konsumsi atau
komoditas, daging serta mutilasi atau pabrik pengolahan, produk
66

kuliner serta minuman termasuk dapur, daging dan produk berbasis


daging yang diimpor, dan produk buat ekspor ke negara lain.110
OCPB adalah badan pemerintah di Thailand yang terutama dan
langsung bertugas mengawasi perlindungan konsumen, termasuk
menerima pengaduan, menyelesaikan perselisihan, dan menuntut kasus
atas nama konsumen di pengadilan. OCPB mengoperasikan situs web
yang menyebarkan informasi tentang perlindungan konsumen,
termasuk hal-hal spesifik tentang beberapa barang berbahaya.111
d. Badan Perlindungan Konsumen
OCPB adalah badan pemerintah di Thailand yang terutama dan
langsung bertugas mengawasi perlindungan konsumen, termasuk
menerima pengaduan, menyelesaikan perselisihan, dan menuntut kasus
atas nama konsumen di pengadilan. Mengoperasikan situs web yang
menyebarkan informasi tentang perlindungan konsumen, termasuk hal-
hal spesifik tentang beberapa barang berbahaya.112
e. Organisasi dan Asosiasi Konsumen
FFC adalah organisasi nirlaba nonpemerintah yang bekerja sama
dengan konsumen untuk mengadvokasi kebijakan di Thailand. Itu
didirikan pada tahun 1994. FFC awalnya dimulai sebagai Komite
Koordinasi Perawatan Kesehatan Primer untuk mengatur organisasi
kesehatan dalam skala nasional (1983). Sekarang menjadi kelompok
konsumen teratas Thailand. Konfederasi Organisasi Konsumen
(CCOT), jaringan 17 organisasi dan kelompok konsumen yang berfokus
pada masalah yang terkait dengan hak kesehatan, gender, pertanian, dan
tenaga kerja, juga didirikan dengan bantuannya. Dengan lebih dari
12.000 pelanggan, publikasi konsumen FFC Smart Buyer Magazine
adalah publikasi dua bulanan yang terkenal. Seiring dengan terbitnya
berkala.113

110
Suharko Suharko et al., “Institutional Conformance of Halal Certification Organisation in
Halal Tourism Industry: The Cases of Indonesia and Thailand,” Tourism 66, no. 3 (2018): 334–
348. Hlm. 342.
111
A Nurdiansyah, “Halal Certification and Its Impact on Tourism in Southeast Asia: A Case
Study Halal Tourism in Thailand,” KnE Social Sciences 3, no. 5 (2018): 26. Hlm. 181.
112
Ibid, hlm. 54.
113
Ibid, hlm. 54.
67

1) Ganti Rugi
Konsumen yang ingin menggugat karena dalam keadaan merugi
atau bermasalah maka dapat menuju ke Pengadilan Negeri yang
berkedudukan sebagai Pengadilan Konsumen. Hal tersebut sesuai
dengan UU aturan acara masalah Konsumen 2008. Dalam UU itu
dijelaskan secara terperinci penjelasannya dengan alasan supaya
mempermudah ataupun memudahkan aspek proseduralnya dalam
pengajuan somasi Konsumen. Selain itu juga, sebagai bentuk
pengurangan beban bagi pihak si konsumen. Seperti dalam kondisi
konsumen saat ini dapat mengajukan klaim secara lisan dengan mulut
atau bahkan bisa dengan tertulis. Konsumen pulan bebas dari porto
pengadilan serta biaya yang ditanggung lainnya, seperti agar masalah
cepat selesai maka pengadilan menarik pembiayaan secara inkuisisi
agresif. Pengadilan di sini memiliki potensi untuk mengeluarkan
pengaturan yang bersifat memproteksi. UU ini juga menjelaskan akan
adanya pembalikan beban hukum pembuktian yang awalnya tanggung
jawab konsumen menjadi dibebankan pada pelaku usaha.114
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Thailand, B.E. 2522
(1979), Bab 1 (Dewan Perlindungan Konsumen), Bagian 9-10
menetapkan bahwa pemerintah harus membentuk Dewan Perlindungan
Konsumen untuk (1) mempertimbangkan keluhan dari konsumen, (ii)
memberikan rekomendasi dan nasihat kepada komite ad hoc dan
memutuskan banding terhadap perintah komite ad hoc, dan (iii)
melakukan proses hukum terkait pelanggaran hak konsumen
sebagaimana dianggap tepat oleh Dewan atau ketika ada permintaan
dari konsumen (Pemerintah Thailand, 1979). Seseorang yang tidak puas
dengan perintah yang dikeluarkan oleh komite ad hoc berhak
mengajukan banding kepada Dewan (Pasal 43), dan keputusan Dewan
bersifat final (Pasal 44) sesuai dengan undang-undang. Tidak ada
penyebutan ADR dalam undang-undang tersebut. Namun, ADR telah
didorong sejak Konstitusi baru diumumkan pada tahun 1997, dan
Kantor Arbitrase, Kementerian Kehakiman (sekarang disebut Institut
Arbitrase Thailand) adalah pusat arbitrase yang paling lama berjalan

114
Ibid, hlm. 54.
68

dan paling sukses. Lembaga arbitrase lain hanya ada dalam tahap
embrio mereka (Program Bantuan Pemerintah Australia, 2011).115
4. Singapore
a. Definisi Konsumen
Seorang individu yang wajib secara hukum untuk
menyelesaikan pembayaran harga produk kepada pemasok baik
barang/jasa itu disebut dengan konsumen. Akan tetapi, ketika
menjalankan bisnis secara ekslusif serta menerima barang/jasa dari
pemasok itu bukanlah disebut sebagai konsumen.116
a) Hukum dan Peraturan
CPFTA saat ini merupakan undang-undang di Republik
Singapura memiliki Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(Perdagangan yang Adil) (Bab 52A) sebagai undang-undang utama
yang memberikan tiga bidang perlindungan: (1) praktik tidak adil
(2) konsumsi barang dan jasa dan (3) kontrak. Mengikuti bidang
pertama, undang-undang persaingan telah diberlakukan sejak tahun
2004. Mekanisme ganti rugi juga disediakan oleh undang-undang
utama dan undang-undang selanjutnya dari gugatan Pengadilan
Klaim Kecil yang tidak melebihi 20.000 dolar Singapura. Mirip
dengan delapan negara yang disebutkan di atas, undang-undang
perlindungan konsumen memiliki kedua sudut pandang tersebut.
Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (CCCS) adalah badan
pengelola CPFTA (CCCS, 2019), di mana Konsumen Association
of Singapore (CASE) adalah organisasi opsional yang membantu
konsumen di seluruh negeri (Sekretariat ASEAN, 2018). Tantangan
akan menjadi mekanisme penanganan klaim kecil konsumen
termasuk kasus-kasus yang berada di luar yurisdiksi pengadilan dan
pengembangan sistem pengaduan online.117
Peraturan Perlindungan Konsumen (Produk dan Layanan
Keuangan yang Diatur) 2009 terkait dengan produk dan layanan

115
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In ASEAN," New York:
Routledge, 2019.
116
Ibid, hlm. 46.
117
Sareeya Galasintu dan Chanakant Loveera, "The Comparative study on consumer protection
lawas in ASEAN," hlm. 807.
69

keuangan yang diatur oleh Otoritas Moneter Singapura atau di


bawah Undang-Undang Perdagangan Komoditi (Cap. 48A), yang
diawasi oleh Kementerian Perdagangan dan Industri terkait masalah
kebijakan dengan CPFTA, adalah undang-undang lain yang
berkaitan dengan penerapan CPFTA. Selanjutnya, Kontrak
penjualan langsung, kontrak produk untuk liburan jangka panjang,
kontrak pembagian waktu, atau kontrak yang terkait dengan
pembagian waktu berdasarkan Peraturan Perlindungan Konsumen
(Pembatalan Kontrak) tahun 2009. Ada lagi Peraturan Perlindungan
Konsumen (Simpanan Dealer Kendaraan Bermotor) Tahun 2009,
yang mengatur tentang uang muka pembelian kendaraan bermotor.
Selain itu, Peraturan Perlindungan Konsumen (Perdagangan yang
Adil) (Praktik Memilih Keluar) 2009 mengatur praktik memilih
keluar untuk produk dan layanan (seperti item yang terus disediakan
atau uji coba gratis). Terakhir, Peraturan Perlindungan Konsumen
(Perdagangan yang Adil) (Kejadian yang Dapat Diketahui) 2016,
yang membahas kejadian yang dapat dilaporkan untuk bisnis yang
tunduk pada perintah pengadilan terkait CPFTA untuk praktik yang
tidak adil.118
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Perdagangan
yang Adil) (Cap. 52A) bertujuan untuk melindungi konsumen, tanpa
menambah beban berat bagi pelaku usaha terhadap praktik-praktik
yang tidak adil dan untuk meningkatkan hak-hak konsumen.
Undang-undang tersebut memberikan kerangka kerja legislatif
untuk memungkinkan konsumen dirugikan oleh praktik yang tidak
adil untuk meminta bantuan perdata di depan pengadilan. Ini juga
menyediakan periode pendinginan untuk penjualan langsung dan
kontrak pembagian waktu, dan memungkinkan badan-badan
tertentu untuk memasuki perjanjian kepatuhan sukarela dengan,
atau mengajukan perintah perintah terhadap pedagang yang
bersalah.119
2) Definisi secara terperinci terkait praktik yang tidak adil.

118
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations,
hlm. 46.
119
IMF Country Report, "Singapore: Detailed Assessment Of Implementation-IOSCO
Objectives and Principles Of Securities Regulation, Washington: International Monetary
Funda, 2013, hlm. 18.
70

Hak konsumen untuk menuntut atas ketidakadilan dalam


praktiknya. Berhak atas Yurisdiksi serta kekuasaan pengadilan. Hak
dalam boleh membatalkan kontrak tertentu dalam periode
pembatalan. Hak konsumen tambahan akibat produk yang tidak
sama. Kekuatan investigasi dari Standar, Dewan Produktivitas dan
Inovasi dengan nama lain SPRING Singapore.
b. Ruang Lingkup dan Cakupan120
Tidak semua transaksi konsumen itu diatur dalam CPFTA hanya
sebagian saja. Seperti, tidak untuk transaksi penjualan tanah serta
rumah, kontrak dalam kerja, ataupun penggadaian. Intinya terjadi
transaksi antara konsumen dengan pemasok. Di mana pemasok akan
memasukkan barang atau jasa ke konsumen dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh keduanya. Tujuan adanya CPFTA ini adalah guna
melindungi para konsumen di Singapore dari praktik ketidakadilan serta
pemberian hak kepada konsumen atas barang yang tidak sesuai dengan
c. Hak dan Tanggungjawab Konsumen
konsumen yang berada di Singapura memiliki hak-hak yang
harus terpenuhi berdasarkan CPFTA, sebagai berikut: 121 Ketika
konsumen mendapatkan praktik yang tidak adil dalam transaksi, maka
konsumen berhak memperoleh ganti rugi atas produknya. ketika masih
berada dalam jangka waktu akhir dari pembatalan yang telah
ditentukan, maka konsumen berhak atas tidak melanjutkan kontrak nya.
Terkait barang yang tidak sesuai dengan perjanjian di awal, maka
konsumen berhak atas perbaikan atau penggantian barang, pengurangan
jumlah harga barang, bahkan pembatalan kontrak (lemon law).
1) Keamanan dan Tanggungjawab Produk122
Peraturan keselamatan dan pelabelan produk di Singapura
adalah sebagai berikut: Peraturan Makanan dan Undang-Undang
Penjualan Makanan Singapura 2017 (Bab 283). Deskripsi persyaratan
keamanan perdagangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Singapura tahun 2013 Peraturan Perlindungan Konsumen Singapura
(Persyaratan Keselamatan) (Edisi 2004) Persyaratan Keselamatan

120
Ibid, hlm. 46.
121
Ibid, hlm. 46.
122
Ibid, hlma. 47.
71

Barang Konsumen (CGSR) (Edisi 2011) dari Peraturan Perlindungan


Konsumen Singapura. termasuk:

Selain penjelasan sebelumnya, dikenal pula "Lemon Law" yang tercantum


dalam amandemen CPFTA 2012 dengan memberikan konsumen di Singapore
dalam bentuk ganti kerugian secara efektif akibat penjualan produk yang cacat.
ketika ada isu ketidakcocokan dalam 6 bulan pertama setelah barangnya dikirim
itulah kondisi yang dimaksudkan dalam "Hukum Lemon". Artinya, barang yang
cacat ketika sedang dalam perjalan menuju konsumen dengan terdeteksi adanya
kecacatan dengan pengecualian anggapan produk tidak sejajar sifat barangnya.
2) Praktik yang Tidak Adil dan Iklan yang Menyesatkan
Ketika ketipu atau tersesatkan seperti akibat dari klaim palsu ataupun
mengambil keuntungan dari konsumen. Kondisi-kondisi tersebut menurut
CPFTA dikategorikan dalam praktik yang tidak adil bagi pemasok dengan
transaksi konsumen baik secara melaksanakan atau berbicara sesuatu ataupun
tidak keduanya. Hal ini diatur di lampiran kedua CPFTA.123
3) Persyaratan Kontrak yang Tidak Adil124

123
Ibid, hlm. 47.
124
Ibid, hlm. 47.
72

Terdapat sebuah badan hukum yang bertujuan guna melindungi


konsumen dalam kondisi dirugikan salah posisi tawar yang lebih lama
dalam sebagian besar transaksi konsumen yang mana diatur
berdasarkan Unfair Contrant Terms Act (UCTA) 1994 Singapura
dengan fokus peraturan terkait persyaratan kontrak yang tidak adil. Di
dalam UCTA melarang dengan tegas bagi individu yang mengecualikan
tanggung jawabnyabsendiri atas tindakan lalai yang dapat
menyebabkan suatu kematian atau kerusakan, bahkan setelah kematian
atau cedera pribadi, dengan maksud klausul pengecualian yang berlaku
masih batas wajar pada umumnya. Setiap bisnis yang telah melanggar
syarat atau ketentuan perjanjian sebagai dalam artian keras, menindas
serta terlalu berat sampai tidak berperikemanusiaan, maka oleh CPFTA
telah melarangnya.
4) Isu Sektoral
a) Telepon, Layanan Internet dan E-Commerce
Pada tahun 2012 barulah terbentuk UU yang mana
memberikan kepastian akan kualitas layanan dari Penyedia Layanan
Telepon dan Internet di Singapura. Adapun dalam ranah e-
commerce transaksi, singapura belum punya peraturan Uunya
ataupun yang lain. akan tetapi beberapa pasal dalam CPFTA dapat
dijadikan sebagi pedoman di dalam transaksi e-commerce. Tentunya
guna melindungi data pribadi pengguna, terdapat UU Perlindungan
data pribadi 2012.125
b) Kredit Kosnumen dan Perbankan126
Undang-undang yang relevan terkait masalah kredit
konsumen dan perbankan, antara lain: Peraturan Perbankan (Kartu
Kredit dan Kartu Tagihan) 2013, diterbitkan berdasarkan Undang-
Undang Perbankan Singapura, Undang-Undang Pemberi Pinjaman
Edisi Revisi 2017, Bab 188, Edisi Revisi 2010 Hire Purchase Act,
Edisi Revisi 2014 Peraturan/perintah eksekutif lainnya.
Dalam transaksi kredit konsumen dan perbankan maka akan
selalu menggunakan data pribadi. Larangan iklan palsu serta
menyesatkan tersebut dalam lingkup kredit konsumen atau

125
Ibid, hlm. 48.
126
Ibid, hlm. 48.
73

perbankan itu dilarang yang mana termaktub dalam Pedoman


standar keuangan. Pedoman tersebut dilaksanakan serta diterapkan
oleh Monetary Authory of Singapore (MAS). Para Pelaksananya
yaitu Dewan dan manajemen senior lembaga keuangan akuntabel.
Dalam pelaksanaannya mereka memiliki tanggung jawab dalam
kepastian untuk mengontrol kegiatan distribusi ataupun pemasaran
dalam lembaga keuangan mereka. Iklan yang disebarluaskan harus
Legas, jelas, adil, wajar, serta tidak menyesatkan. Hal tersebut harus
sesuai dengan kode dalam praktik Periklanan Singapura yang diatur
dalam Association of Banks.
c) Singapore Code of Advertising Practice.
Adanya pelarangan menyebarluaskan iklan palsu yang
menyesatkan dalam lingkup kredit konsumen ataupun
perbankan yang mana minim sekali akan informasi seharusnya
disertakan di dalam materi iklan saya pemasarannya. Hal
tersebut ada di Bagian 16 UU Pemberi Pinjaman, Arahan
Panitera tentang Periklanan yang diterbitkan pada 31 Juli 2013.
Pusat Penyelesaian Sengketa Industri Keuangan
Singapura (FIDRCC) menyediakan layanan mediasi dan
ajudikasi untuk konsumen keuangan. Layanan FIDRCC
mencakup berbagai layanan keuangan termask perbankan,
asuransi, pasar modal, dan nasihat keuangan. Sebagian besar
sengketa yang dirujuk ke FIDRCC diselesaikan melalui mediasi,
langkah awal penyelesaian sengketa. Layanan mediasi tidak
dikenai biaya. Jika para pihak tidak dapat mencapai
kesepakatan, maka masalah tersebut diputuskan oleh juri atau
panel juri Konsumen dengan membayar biaya juridikasi sebesar
SGD 50 (USD 37).127
d) Layanan Kesehatan
Di Singapura fasilitas yang tersedia ada RS termasuk
panti jompo, ada pula bangunan klinik medis, klinik gigi, dan
laboratorium klinis. Adapun untuk melisensi serta mengawasi

127
Research Handbook on Asian Financial Law. 英国: Edward Elgar Publishing, hlm. 222.
74

fasilitas kesehatan tersebut diatur dalam UU Rumah Sakit dan


Klinik Kesehatan Swasta 2007 serta UU tambahan.128
e) Layanan Profesional
Terkait layanan profesional di Singapore terdapat dua
peraturan yang digunakan yaitu Medical Registration Act 1997
(MRA) dan Legal Professional Act 2011 (LPA). Selain itu
terdapat sebuah kegiatan seputar kesehatan seperti memelihara
Singapore Medical Register, pengelolaan program wajib
pendidikan kedokteran tingkat lanjut serta pengaturan perilaku
profesional dan etika praktisi para medis yang terdaftar.
Kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan dikelola oleh
Singapore Medical Vouncil (SMC). Adapun yang bertanggung
jawab atas kebijakan, pembuatan kerangka peraturan,
mempromosikan dan mengembangkan strategi akan industri
jasa hukum di Singapore adalah Departemen Hukum
Kementerian Kehakiman. Pengacara di Singapore ataupun asing
akan dipantau keprofesionalannya oleh Law Society of
Singapore dengan Mahkamah Agung. Di situ MA sebagai ketua
dari Dewan Perilaku Profesional yang mana bertugas sebagai
pengawas pelaksanaan peraturan perilaku profesional apakah
relevan atau tidak serta memastikan bahwa semua pengacara
yang ada di Singapore ataupun asing di Singapore memiliki
standar tanggung jawab etika serta profesionalitas yang
setara.129
f) Produk Halal
Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) diberi
wewenang untuk mengatur, mempromosikan dan meningkatkan
industri makanan halal. Pasal 2 Undang-Undang tersebut
memuat istilah “halal” dan “sertifikat halal” yang diuraikan
sebagai berikut: (i) “Halal, dalam kaitannya dengan produk,
layanan, atau aktivitas apa pun, berarti persyaratan hukum Islam
dipenuhi dalam produksi, pemrosesan, pemasaran, tampilan,
atau pelaksanaan, sebagaimana mungkin terjadi, produk,
layanan, atau aktivitas tersebut. ”, (ii) “Sertifikat halal, dalam

128
Ibid, hlm. 48.
129
Ibid, hlm. 49.
75

kaitannya dengan produk, layanan atau aktivitas apa pun, berarti


sertifikat yang menyatakan bahwa persyaratan hukum Islam
dipatuhi dalam produksi, pemrosesan, pemasaran, tampilan,
atau pelaksanaan, tergantung kasusnya, dari produk, jasa atau
aktivitas itu”. Selain itu, Bagian VA, Bagian 88(A) AMLA
memberikan rincian tentang halhal terkait sertifikasi halal yang
antara lain memberdayakan Majlis Ugama Islam Singapura
(MUIS): Saya. “Majlis dapat mengeluarkan sertifikat halal
dalam kaitannya dengan produk, layanan atau aktivitas apa pun
dan mengatur pemegang sertifikat tersebut untuk memastikan
bahwa persyaratan hukum Islam dipenuhi dalam produksi,
pemrosesan, pemasaran atau tampilan produk tersebut,
ketentuan jasa itu atau pelaksanaan kegiatan itu”.130
Dalam Produk halal, proses ilmiah diperlukan untuk
memantau industri secara keseluruhan seperti dalam produksi
produk kesehatan dan obat-obatan tanpa implikasi kesehatan
dan agama yang dupertanyakan-ini menyiratkan bahwa harus
ada kepatuham penerapan sains dalam produk kesehatan dan
farmasi, berbahan dasar babi dapat dideteksi di sumber kedua
produk tersebut. Pasien mungkin enggan untuk mengkonsumsi
produk yang meragukan agama bahkan pada saat tidak ada
pengobatan alternatif untuk menyembuhkan penyakitnya.131
d. Badan Perlindungan Konsumen
Kebijakan yang ada di CPFTA akan diawasi oleh
Departemen Perdagangan dan Industri. Sedangkan yang
mengatur CPFTA adalah SPRING Singapura yang merupakan
sebuah badan. Adapun mengatur terkait kekuatan hukum yang
ada, termasuk kekuasaan untuk menyelidiki, meminta dokumen
dan informasi, memasuki tempat tanpa surat perintah, memasuki

130
Rokshana Shirin Asa, “An Overview of the Developments of Halal Certification Laws in
Malaysia, Singapore, Brunei and Indonesia,” Jurnal Syariah 27, no. 1 (2019): 173–200. Hlm.
187.
131
Abdul Aziz Mohamad, Ahmad Syukran Baharuddin, and Aminuddin Ruskam, “Halal Industry
in Singapore: A Case Study of Nutraceutical Products,” Sains Humanika 2 (2015): 35–40. Hlm.
39.
76

tempat dengan jaminan, meminta bukti identitas, serta


memeriksa dan mengamankan kehadiran.132
e. Organisasi dan Asosiasi Konsumen
Terdapat sebuah organisasi di bawah naungan nirlaba
yang merupakan non-pemerintah di wilayah Singapura. Adapun
kegiatannya dapat memberi bantuan kepada konsumen, layanan
atau jasa untuk menerima saran Serta kebutuhan mediasi, dan
pendidikan hak-hak konsumen. Sehingga, tujuan dari CASE ini
adalah guna melindungi dan meningkatkan minat serta
kesadaran konsumen terhadap penggunaan ataupun
pengkonsumsian suatu produk/jasa. Perlu diketahui pula bahwa
CASE didalamnya tergabung dari berbagai konsumen
internasional yang itu kedudukannya sebagai anggota di
dalamnya.133
1) Ganti Rugi
Sehubungan dengan perbedaan pendapat dengan pedagang,
pelanggan juga dapat mengajukan keluhan ke CASE. Setelah menerima
keluhan, CASE dapat, jika diperlukan, meminta pembeli dan penjual
yang bersangkutan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Konsumen
dapat mengajukan petisi ke pengadilan untuk pemulihan perdata jika
perselisihan masih belum terselesaikan. Pengadilan Tuntutan Kecil,
yang menangani kasus-kasus yang melibatkan jumlah S$10.000 dan
kurang, adalah tempat sebagian besar tuntutan di bawah CPFTA dapat
diajukan. Oleh karena itu, pelanggan dapat mengajukan gugatan atas
kerusakan konsekuensial berikutnya.134

132
Ibid, hlm. 49.
133
Ibid, hlm. 49.
134
Ibid, hlm. 49-50.
77
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentukan ASEAN merupakan hasil dari upaya negara-negara
Asia Tenggara untuk memperkuat kerja sama regional dalam bidang politik,
ekonomi, dan keamanan. Sejarah ASEAN dimulai dengan adanya
perjanjian bilateral dan multilateral serta upaya-upaya awal seperti
SEAFET dan MAPHILINDO. Pembentukan ASEAN menjadi titik balik
dalam membangun stabilitas politik dan ekonomi di kawasan Asia
Tenggara. Keanggotaan ASEAN terus berkembang seiring waktu, dengan
negara-negara seperti Brunei, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar juga
bergabung sebagai anggota. ASEAN telah memainkan peran penting dalam
memperkuat kerja sama regional, meningkatkan perdagangan dan investasi,
serta memajukan stabilitas politik dan keamanan di kawasan. Meskipun
masih ada tantangan yang perlu diatasi, ASEAN tetap menjadi wadah yang
penting untuk mempromosikan kerja sama dan integrasi regional di Asia
Tenggara.
Perlindungan konsumen melibatkan hak-hak konsumen
internasional yang diakui secara luas. Negara-negara ASEAN memiliki
legislasi untuk melindungi hak-hak konsumen. Evaluasi terus dilakukan
untuk meningkatkan perlindungan konsumen di ASEAN. Hak-hak
konsumen meliputi hak atas informasi, hak untuk membuat keputusan, hak
untuk didengar, hak atas ganti rugi, dan hak pendidikan konsumen.
Perlindungan konsumen penting untuk memastikan keadilan dan keamanan
dalam transaksi konsumen. Komisi Perlindungan Konsumen ASEAN
(ACCP) berperan dalam mendorong perlindungan konsumen di kawasan
ASEAN. Kerjasama antarnegara dalam mengembangkan mekanisme
kompensasi konsumen lintas batas juga menjadi fokus untuk memastikan
perlindungan yang lebih baik bagi konsumen di ASEAN.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan "United Nations
Guidelines for Consumer Protection" untuk melindungi konsumen dan
memfasilitasi model produksi yang memuaskan kebutuhan konsumen.
Tujuan peraturan ini adalah membantu negara-negara mencapai
perlindungan konsumen yang memadai, mendorong etika bisnis yang
tinggi, memfasilitasi pengembangan kelompok konsumen mandiri, dan
meningkatkan kerjasama internasional dalam perlindungan konsumen.
Negara-negara anggota PBB harus memiliki peraturan perlindungan
konsumen yang mencakup perilaku bisnis yang etis, metode pembayaran
yang aman, penyelesaian sengketa yang adil, privasi konsumen, dan
pendidikan konsumen. Perlindungan konsumen penting karena konsumen

78
79

sering menghadapi ketidaksinambungan informasi dan ketidakseimbangan


daya tawar mereka terhadap pemasok. Terdapat perlindungan konsumsi
barang dan jasa, serta hak dan tanggung jawab konsumen yang perlu
dilindungi dan diperhatikan.\
Perlindungan konsumen sangat penting dalam integrasi ekonomi
dan sosial ASEAN. Hal ini karena AMS semakin terintegrasi, orang
bepergian lebih sering, dan bisnis melebarkan operasinya. Undang-undang
perlindungan konsumen diperlukan untuk memastikan pembelian yang
percaya diri dan menghindari praktik bisnis tidak jujur. Kebijakan
perlindungan konsumen juga harus fleksibel menghadapi perkembangan
teknologi dan perdagangan baru. Populasi di Asia Timur dan Tenggara
mengalami perubahan demografis yang signifikan dengan pertumbuhan
cepat dan penurunan tingkat kesuburan. Harapan hidup di wilayah ini juga
meningkat berkat kemajuan dalam kesehatan dan sanitasi. Pertumbuhan
ekonomi di Asia Tenggara juga baik, dan Indonesia sebagai ketua ASEAN
ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional
dan global. Komite Perlindungan Konsumen ASEAN (ACCP) bertanggung
jawab untuk memastikan perlindungan konsumen di semua AMS dengan
undang-undang, kebijakan, dan mekanisme yang memadai.
Komite Perlindungan Konsumen ASEAN (ASEAN Committee on
Consumer Protection) didirikan pada tahun 2007 untuk memfasilitasi
pemberitahuan dan berbagi informasi, mengatasi masalah yang melibatkan
konsumen lintas batas, dan memperkuat komunitas ASEAN. Tujuan utama
Komite Perlindungan Konsumen ASEAN adalah memungkinkan
pemberitahuan dan pembagian informasi antara negara-negara anggota
ASEAN mengenai undang-undang, aturan, dan praktik perlindungan
konsumen. Hal ini mendorong negara-negara anggota untuk berbagi
pengetahuan dan menerapkan kebijakan perlindungan konsumen terbaik.
Selain itu, Komite Perlindungan Konsumen ASEAN juga
membantu menyelesaikan masalah jika konsumen memiliki masalah
dengan barang atau jasa yang mereka beli dari negara anggota ASEAN
lainnya melalui kerja sama antar anggota. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan perlindungan konsumen di kawasan ASEAN secara
keseluruhan. Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan konsumen di
ASEAN dapat merasa lebih terlindungi dan mendapatkan perlindungan
yang setara saat melakukan transaksi lintas batas di antara negara-negara
anggota ASEAN.
B. Saran
Untuk meningkatkan efektivitas perlindungan konsumen di wilayah
ASEAN, terdapat tantangan yang perlu diidentifikasi dan kebijakan yang
80

perlu dianalisis. Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan dalam


perlindungan konsumen antara negara-negara anggota ASEAN. Beberapa
negara mungkin memiliki kerangka hukum yang kuat dan lembaga yang
efektif untuk melindungi hak-hak konsumen, sedangkan yang lain mungkin
masih perlu mengembangkan kerangka hukum yang lebih komprehensif
dan memperkuat lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas
perlindungan konsumen. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara
anggota ASEAN untuk bekerja sama dan saling berbagi pengalaman serta
best practice dalam hal perlindungan konsumen.
Dalam rangka melindungi hak-hak konsumen di wilayah ASEAN,
kebijakan-kebijakan yang diterapkan haruslah berfokus pada harmonisasi
peraturan dan kerangka hukum yang lebih seragam di antara negara-negara
anggota. Ini akan memudahkan perlindungan konsumen lintas batas dan
meningkatkan kepercayaan konsumen dalam melakukan transaksi di
negara-negara ASEAN. Selain itu, penting juga untuk memperkuat
lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan konsumen,
seperti otoritas pengawas dan pengadilan konsumen. Lembaga-lembaga ini
perlu memiliki kekuatan dan kapasitas yang cukup untuk menegakkan
hukum dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran hak-hak
konsumen.
Selain kebijakan dan lembaga, edukasi dan kesadaran konsumen
juga memainkan peran penting dalam meningkatkan efektivitas
perlindungan konsumen di wilayah ASEAN. Konsumen perlu diberikan
pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak mereka, termasuk hak untuk
mendapatkan produk dan layanan yang aman, hak untuk mendapatkan
informasi yang jelas dan akurat, dan hak untuk mengajukan keluhan dan
mendapatkan kompensasi jika terjadi pelanggaran. Meningkatkan literasi
konsumen dan menyediakan informasi yang mudah diakses tentang
perlindungan konsumen dapat membantu konsumen membuat keputusan
yang lebih cerdas dan melindungi diri mereka sendiri. Dalam hal ini,
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat bekerja sama untuk
menyediakan program edukasi yang efektif dan kampanye kesadaran yang
luas guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman konsumen mengenai
hak-hak mereka di wilayah ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA

A Nurdiansyah, “Halal Certification and Its Impact on Tourism in Southeast


Asia: A Case Study Halal Tourism in Thailand,” KnE Social Sciences 3, no. 5
(2018): 26
Abdul Aziz Mohamad, Ahmad Syukran Baharuddin, and Aminuddin Ruskam,
“Halal Industry in Singapore: A Case Study of Nutraceutical Products,” Sains
Humanika 2 (2015): 35–40.
Agus Hermawan, “Consumer Protection Perception of Halal Food Products in
Indonesia,” KnE Social Sciences 2020 (2020): 235–246
Consumer Protection in Asia. 英国: Bloomsbury Publishing, 2022
Emerging Issues in Islamic Finance Law and Practice in Malaysia. 英国
: Emerald Publishing Limited, 2019,
Fibry Jati Nugroho, “MIC 2021: Proceedings of the 1st Multidiscipline
International Conference,” Jakarta: Research Meets Innovation, 2021
Galasintu and Loveera, “The Comparative Study on Consumer Protection Laws
in Asean.”
Geraint Howells, Iain Ramsy, dan Thomas Wilhelmsson, “Handbook Of
Research On International Consumer Law,” USA: Edward Elgar Publishing,
2018.
Geraint Howells, Lain Ramsay and Thomas Wilhelmsson with David Kraft,
“Handbook of Research on International Consumer Law” USA: Edward Elgar
Publishing, Inc, 2010.
IMF Country Report, "Singapore: Detailed Assessment Of Implementation-
IOSCO Objectives and Principles Of Securities Regulation, Washington:
International Monetary Funda, 2013.
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In
ASEAN," New York: Routledge, 2019.
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In
ASEAN," New York: Routledge, 2019.
Mustafa ‘Afifi bin Ab. Halim et al., “Consumer Protection of Halal Products in
Malaysia: A Literature Highlight,” Procedia - Social and Behavioral Sciences
121, no. September 2012 (2014): 68–78,
http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1109

81
82

Research Handbook on Asian Financial Law. 英国: Edward Elgar


Publishing, 2020
Rokshana Shirin Asa, “An Overview of the Developments of Halal
Certification Laws in Malaysia, Singapore, Brunei and Indonesia,” Jurnal
Syariah 27, no. 1 (2019): 173–200.
Sareeya Galasintu and Chanakant Loveera, “The Comparative Study on
Consumer Protection Laws in Asean,”,
Simon Butt and Tim Lindsey, "Indonesian Law,"United Kingdom: Oxford
University Press, 2018.
Suharko Suharko et al., “Institutional Conformance of Halal Certification
Organisation in Halal Tourism Industry: The Cases of Indonesia and Thailand,”
Tourism 66, no. 3 (2018): 334–348.
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and
Regulations.
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), “Voluntary
Peer Review of Consumer Protection Law and Policy:
Thailand”. Suiza: UN, 2022.
Voluntary Peer Review of Consumer Protection Law and Policy:
Thailand. Suiza: UN, 2022 Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer,
“Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK: Oxford University Press, 2020.
“HANDBOOK ASEAN CP_FINAL.pdf,” t.t.
Humas Kementrian Pendayaguanaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi. “ASEAN akan Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Dunia,” 16
Maret 2023. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/asean-
akan-menjadi-pusat-pertumbuhan-ekonomi-dunia.
Intan Yanuar Pratiwi. “THE EFFORTS OF CONSUMER PROTECTION BY
ASEAN COMMITTEE ON CONSUMER PROTECTION (ACCP) ON
TRADE DIGITAL ERA IN SOUTHEAST ASIA.” Digital Repository
Universitas Jember, 2018.
https://repository.unej.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/88873/INTAN
%20YANUAR%20PERTIWI%20-%20130910101005.pdf?sequence=1.
Nugraha, Ridha Aditya, dan Lalin Kovudhikulrungsri. “AVIATION LEGAL
ISSUES IN INDONESIA AND THAILAND: TOWARDS BETTER
PASSENGERS’ RIGHTS IN ASEAN.” Indonesia Law Review 7, no. 1 (30
April 2017). https://doi.org/10.15742/ilrev.v7n1.290.
83

Purwoko, Agustinus Joko, R. Benny Riyanto, dan Bambang Eko Turisno.


“Future of Indonesian Archipelago Consumer Protection Law in the Era of
ASEAN Economic Community.” IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science 175 (24 Juli 2018): 012156.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012156.
———. “Future of Indonesian Archipelago Consumer Protection Law in the
Era of ASEAN Economic Community.” IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science 175 (24 Juli 2018): 012156.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012156.
Yuniarti, Desi. “GLOBALISASI EKONOMI DAN MONETER SYARIAH DI
REGIONAL ASEAN: PERSPEKTIF POLITIK EKONOMI.” Journal
IAISAMBAS 04, no. 01 (Juni 2021).
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/Cross-
Border/article/download/925/736/.
Yunita, Primadiana. “The Effectiveness of ASEAN Committee on Consumer
Protection (ACCP) to Achieve ASEAN Economic Community Based on People
Oriented:” Dalam Proceedings of Airlangga Conference on International
Relations, 34–37. Surabaya, Indonesia: SCITEPRESS - Science and
Technology Publications, 2018. https://doi.org/10.5220/0010272700340037.

Anda mungkin juga menyukai