Makalah Kel. 12 HUKUM E-COMMERCE Final
Makalah Kel. 12 HUKUM E-COMMERCE Final
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas makalah Hukum Perlindungan Konsumen
Dan Sertifikasi Halal
Disusun oleh:
KELAS C
FAKULTAS SYARIAH
MALANG
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PELAKSANAAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI ASEAN”
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Bapak Musa Taklima,M.H pada mata
kuliah Hukum Perlindungan Konsumen Dan Sertifikasi Halal di Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang materi Pelaksanaan Perlindungan Konsumen
di berbagai Negara ASEAN..
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Musa Taklima., M.H, selaku dosen
mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen Dan Sertifikasi Halal . Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Tiada gading yang tak retak, begitulah pepatah mengatakan. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, dan
penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................. 5
A. Sejarah ASEAN ................................................................................................................... 5
B. Hak dan kewajiban dalam perlindungan Konsumen ........................................................... 7
C. Hukum Perlindungan Konsumen ....................................................................................... 10
D. Kerangka Regional Hukum Perlindungan Konsumen Di ASEAN .................................... 15
E. Latar Belakang Dibentuknya ASEAN Committee on Consummer Protection (ACCP) .... 18
F. ASEAN on Consumer Protection (ACCP) ........................................................................ 21
G. Mekanisme ASEAN on Consumer Protection (ACCP) ..................................................... 22
H. Best Practice Pelakasanaan Perlindungan Konsumen di Negara Anggota ASEAN .......... 30
1. Indonesia ........................................................................................................................ 35
b. Ruang Lingkup dan Cakupan ......................................................................................... 36
2. Malaysia: ........................................................................................................................ 46
3. Thailand.......................................................................................................................... 57
4. Singapore........................................................................................................................ 68
BAB III ......................................................................................................................................... 78
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 78
B. Saran .................................................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 81
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan komunikasi memberikan dampak yang nyata
terbukanya ruang dan peluang baru dalam perdagangan internasional, Kegiatan
ekspor-impor barang dan jasa tidak dapat dipungkiri lagi sejak itu pelaksanaan Asean
Economic Community (AEC). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah integritas
ekonomi negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk mengurangi hambatan
regional Asia Tenggara dalam perdagangan barang dan jasa, negara-negara yang
termasuk dalam Anggota ASEAN adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, Filipina, Thailand, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Mengingat pemahaman
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa Komunitas Ekonomi Asean (MEA) adalah
pengaturan pasar bebas antara warga negara negara anggota ASEAN yang
menghilangkan pajak dan bea cukai serta kemampuan negara untuk secara bebas
mengekspor komoditasnya ke negara lain. Mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Membentuk komunitas ekonomi tingkat ASEAN, khususnya di antara negara-
negara anggota ASEAN, sebagai wadah integrasi ekonomi kawasan ASEAN
yang memiliki tingkat kemakmuran dan daya saing ekonomi yang tinggi.
2. Mempromosikan perkembangan budaya tertentu, kemajuan sosial, dan
kemakmuran ekonomi di kawasan ASEAN.
Prasyarat pertama untuk kegiatan ekonomi yang paling krusial, jual beli, adalah
adanya pelanggan. Karena mereka adalah pihak yang kebutuhannya selalu dipenuhi
oleh produsen, maka konsumen memiliki tempat yang krusial dalam dunia
perdagangan. Pelanggan sangat penting untuk proses pembelian dan penjualan,
sehingga berbagai upaya selalu dilakukan untuk memastikan kepuasan mereka. Ketika
teknologi dan sistem informasi berkembang dan upaya untuk memuaskan pelanggan
tumbuh, perdagangan memasuki era baru yang disebut sebagai "era digital". Aspek
terpenting dari kegiatan ekonomi, jual beli, bergantung pada keberadaan pelanggan.
Peran konsumen sangat menentukan dalam dunia perdagangan karena merupakan
pihak yang kebutuhannya selalu dipenuhi oleh produsen. Karena pentingnya pelanggan
dalam proses pembelian dan penjualan, upaya berkelanjutan dilakukan dengan
berbagai cara untuk memastikan kepuasan mereka. Perdagangan memasuki era baru
yang dikenal dengan era digital sebagai upaya untuk memuaskan pelanggan
berkembang dengan peningkatan teknologi dan sistem informasi.
Semua kalangan baik konsumen, produsen, pemilik modal, maupun investor
telah merasakan kemudahan dalam menjalankan proses ekonomi. Di internet (online),
berbagai data, berita, dan informasi barang, bisnis, dan situasi politik di negara-negara
ASEAN telah dipublikasikan secara lengkap dan bebas. Mudah bagi pengguna, baik
1
2
negara anggota untuk bertukar praktik terbaik, informasi, dan pengalaman dalam
perlindungan konsumen. Negara-negara anggota dapat belajar dari satu sama lain dan
menerapkan kebijakan yang secara efektif melindungi konsumen mereka berkat
pembagian informasi ini.
Implementasi perlindungan konsumen yang memadai di kawasan ASEAN
masih menghadapi kesulitan, meskipun telah dilakukan upaya oleh komite yang
bertanggung jawab untuk itu. Kesenjangan hukum dan peraturan perlindungan
konsumen di seluruh anggota ASEAN merupakan salah satu kendala utama. Hal ini
dapat mengakibatkan perbedaan tingkat perlindungan yang ditawarkan kepada
pelanggan dan membuatnya lebih sulit untuk mengelola situasi yang melibatkan bisnis
dan klien dari berbagai negara. Selain itu, ekonomi digital dan kemajuan teknologi
telah melahirkan tantangan baru bagi perlindungan konsumen ASEAN. Transaksi
online dan perdagangan elektronik yang berkembang menghadirkan ancaman
keamanan, privasi, dan penipuan yang membutuhkan manajemen yang kompeten.
Untuk melindungi konsumen di lingkungan digital, Komite Perlindungan Konsumen
harus mengikuti kemajuan teknis dan memastikan undang-undang yang diperlukan
sudah ada.
Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran dan literasi konsumen
di kawasan ASEAN. Peningkatan literasi konsumen dapat membantu konsumen dalam
memahami hak-hak mereka, membuat keputusan yang bijak dalam bertransaksi, dan
melaporkan pelanggaran perlindungan konsumen. Kampanye edukasi yang melibatkan
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat memberikan informasi yang
relevan dan mudah diakses tentang hak-hak konsumen, tata cara pengaduan, serta
langkah-langkah yang dapat diambil jika terjadi pelanggaran. Dengan meningkatkan
literasi konsumen, masyarakat di kawasan ASEAN akan menjadi lebih sadar akan hak-
hak mereka dan dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga keadilan dan kesetaraan
dalam transaksi bisnis.
Untuk memahami kesulitan yang dihadapi dan menilai keefektifan langkah-
langkah yang diterapkan dalam situasi ini, studi tentang fungsi dan kesulitan yang
dialami oleh Komite Perlindungan Konsumen di kawasan ASEAN sangat penting. Esai
ini akan mengkaji kerja Komite Perlindungan Konsumen ASEAN, menyoroti masalah,
dan menawarkan saran untuk meningkatkan perlindungan konsumen di wilayah
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan konsumen di negara-negara
ASEAN?
2. Apa saja kebijakan yang diterapkan untuk melindungi hak-hak konsumen
di negara-negara ASEAN?
3. Apa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan konsumen
di ASEAN?
4
1
C. M Turnbull, Regionalism and Nationalism. In Nicholas Tarling (Edt), The Cambridge History of
Southeast Asia.
(Cambridge University Press, 1999), 258–259.
2
Abdul Razak and Abdullah Baginda, National Security Issues in Malaysian Foreign Policy. In
Mohamad Azhari Karim, Lewellyn D. Howell and Grace Okuda (Eds.), Malaysian Foreign Policy,
Issues and Perspective. (Institut Tadbiran Awam Negara, 1990), 39.
5
6
3
K.S Nathan, Malaysia: Reinventing the Nation. In Muttiah Alagappa (Edt.). Asian Security Practice:
Material and Ideational Influences (Stanford University Press, 1988), 515.
4
Mohamad Faisol Keling et al., “The Development of ASEAN from Historical Approach,” Asian Social
Science 7, no.
5
(2011): 171.
7
6
Russell H. Fified, “National and Regional Interest in ASEAN Competition and Cooperation in
International Politics.,” Occasional Paper 57 (1979): 7.
7
Nasrudin Mohammed, “ASEAN and Administration, Regional Threats,” Pemikir 41 (2005): 103.
8
Sareeya Galasintu, Apicha Chutipongpisit, and Chanakant Loveera, “Consumer Rights in ASEAN,”
Kasetsart Journal of Social Sciences 43, no. 3 (2022): 662–663.
8
9
ASEAN Secretariat, “Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations.,” 2018.
10
Galasintu, Chutipongpisit, and Loveera, “Consumer Rights in ASEAN,” 663.
9
11
Consumers International, Road Mapping Capacity Building Needs in Consumer Protection in ASEAN:
Regional Report (Final), 2011.
12
A Walsh, “Home: Poverty in Brunei” (2016), https://borgenproject.org/poverty-in-brunei/.
10
13
Primadiana Yunita, “The Effectiveness of ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP) to
Achieve ASEAN Economic Community Based on People Oriented,” no. Acir 2018 (2021): 3. 13
“United Nations Guidelines for Consumer Protection” (n.d.): 6. 14 Ibid., 10–11.
11
14
ASEAN, “Law Consumer Protection,” n.d., 5.
15
“ASEAN Guidelines on Consumer Association Consumer Associations Guidelines” (n.d.): 3.
12
16
Ibid.
17
ASEAN, “Law Consumer Protection,” 7.
13
18
The ASEAN Secretariat, “Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations” (2021):
2–3, http://asean.org/storage/2018/05/Handbook-on-ASEAN-Consumer-Protection-Laws-and-
Regulation.pdf.
14
Dalam buku yang sama juga dijelaskan beberapa kewajiban dan hak
konsumen yang harus dilaksanakan dan dilindungi. berikut ini adalah hak-
hak konsumen yang perlu dilindungi:19
a) Hak atas kebutuhan dasar - akses ke barang dan jasa dasar,makanan
yang memadai, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan,
pendidikan, pelayanan publik, air dan sanitasi;
b) Hak atas keselamatan - dilindungi dari produk, proses produksi, dan
layanan yang berbahaya bagi kesehatan atau jiwa;
c) Hak atas informasi - untuk mendapatkan informasi yang Anda butuhkan
untuk membuat keputusan yang tepat dan untuk melindungi diri Anda
dari iklan dan pelabelan yang tidak jujur atau menyesatkan;
d) Hak untuk memilih - Kemampuan untuk memilih dari berbagai macam
produk dan layanan yang ditawarkan dengan harga yang kompetitif dan
kualitas yang memuaskan;
e) Hak untuk didengar – Kepentingan konsumen terwakili dalam
perumusan dan implementasi kebijakan pemerintah dan dalam
pengembangan produk dan layanan;
f) Hak atas Kompensasi - untuk mendapatkan penyelesaian yang adil atas
klaim yang masuk akal, termasuk kompensasi atas pernyataan yang
keliru, produk yang cacat, atau layanan yang tidak memuaskan;
g) Hak atas Pendidikan Konsumen - Memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang
terinformasi dan percaya diri tentang barang dan jasa, mengetahui dan
mengamati hak dan tanggung jawab dasar konsumen;
h) Hak atas lingkungan yang sehat - Hidup dan bekerja di lingkungan yang
tidak membahayakan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang;
Selain hak, konsumen juga memiliki tanggung jawab yang perlu
diperhatikan. Tanggung jawab dari konsumen yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
a) Kesadaran Kritis
Tanggung jawab untuk lebih menyadari dan mempelajari
penggunaan, harga dan kualitas barang dan jasa yang kita gunakan.
b) Aksi
19
Ibid., 5–8.
15
20
Ibid., 13.
16
21
ACCP, “Regional Cooperation in ASEAN,” https://aseanconsumer.org/cterms-regional-cooperation-
in-asean.
17
sedangkan Amerika Utara dan Eropa terus menurun jika melihat jumlah
penduduk berdasarkan wilayah. Namun, populasi di Asia Timur dan
Tenggara meningkat dari tahun 1960 hingga akhir 1980-an, setelah itu
mulai menurun. Akibatnya, pada tahun 2056–2060, bagian tersebut
diantisipasi menjadi sekitar 70% dari tingkat puncaknya (Gambar 3).
Akibatnya, selama 100 tahun mulai tahun 1960, total populasi Asia Timur
dan Tenggara akan mengalami perubahan dramatis yang tidak akan dialami
oleh wilayah lain mana pun di dunia, pertama tumbuh dengan cepat dan
kemudian menurun lebih awal dari wilayah lain mana pun.22
Akan tetapi, sebuah peneilitian menunjukkan juga menunjukkan
harapan hidup rata-rata telah meningkat secara signifikan di Asia Timur dan
Tenggara. Berkat kebiasaan makan yang lebih baik, kemajuan dalam
sanitasi dan teknik pencegahan penyakit, fasilitas dan layanan medis yang
lebih baik, peningkatan sistem perawatan kesehatan dan asuransi kesehatan,
dan penyebaran praktik higienis. Perubahan demografis yang signifikan
telah disebabkan oleh meningkatnya harapan hidup dan penurunan tingkat
kesuburan yang cepat di daerah-daerah tersebut. Dengan peningkatan 18,9
tahun selama periode 50 tahun, harapan hidup rata-rata kawasan ini, yaitu
59,8 tahun pada 1960–1965, naik menjadi 78,7 tahun pada 2015–2020,
melampaui Eropa, Amerika Utara, dan Oseania. Akibatnya, Asia Timur dan
Tenggara mencatat angka harapan hidup tertinggi di dunia. Menurut
prediksi PBB, harapan hidup wilayah ini akan meningkat menjadi 85,2
tahun. Pada tahun 2055–2060, harapan hidup rata-rata di negara-negara ini
diperkirakan akan semakin meningkat; khususnya, diperkirakan akan
mendekati 90 tahun di empat negara tersebut.23
Selain itu, Pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Tenggara juga
cukup baik dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia percaya bahwa Asia
Tenggara tetap menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global yang penting.
Keyakinan tersebut ditunjukkan Indonesia sebagai ketua ASEAN
(Association of Southeast Asian Nations) pada tahun 2023 dengan memilih
tema “ASEAN Affairs” Pada pertemuan ASEAN Finance Ministers and
Central Bank Governors (AFMGM) pada 31 Maret 2023 di Nusa Dua, Bali,
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, menjelaskan pentingnya
tema tahun ini tentang Keketuaan ASEAN . ASEAN Affairs berarti ASEAN
22
Maiko Kajimura, “Changes in the Demographic Structure and Economic Growth in East and
Southeast Asia” (2020): 5.
23
Ibid., 11.
18
24
Reni Saptati D.I., “Asean Diyakini Jadi Pusat Pertumbuhan Dunia Ini Alasannya,” last modified 2023,
https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/asean-diyakini-jadi-pusat-pertumbuhan-dunia-
inialasannya.
25
The ASEAN Secretariat, “Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations,” 13.
19
antara para anggotanya. Sejak awal berdirinya, ASEAN telah berperan aktif
dalam membina perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran salah satunya sektor
perekonomian dikawasan Asia Tenggara. Selain itu, ASEAN telah
meningkatkan hubungan dengan negara-negara di luar kawasan dan muncul
sebagai pemain penting dalam kerja sama regional dan internasional.
Ranah politik, sosial budaya, dan ekonomi merupakan ruang lingkup
kerja sama yang dimiliki ASEAN sebagai organisasi regional. Karena ketiga
sektor tersebut merupakan pilar utama dan krusial bagi kepentingan masing-
masing negara anggota ASEAN, maka ketiga sektor tersebut menjadi
penekanan dari apa yang akan dilakukan ASEAN. Era baru kerjasama ASEAN,
khususnya di bidang ekonomi, dimulai dengan diadakannya KTT ASEAN ke-
13 di Singapura pada tahun 2007. Kepala negara kawasan ASEAN meresmikan
Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN dalam KTT tersebut, dan deklarasi
ini akan berfungsi sebagai peta jalan bagi seluruh anggota ASEAN untuk
mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 201526.
Salah satu dari tiga pilar Visi ASEAN 2020 (kemudian dimajukan
menjadi 2015) adalah cetak biru, yang sangat penting untuk pilar Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Akibatnya, dapat diklaim bahwa Cetak Biru Masyarakat
Ekonomi ASEAN mengatur setiap aspek integrasi regional ke arah pasar bebas
di mana semua hambatan (tarif dan non-tarif) telah dihilangkan atau dikurangi.
Rencana Masyarakat Ekonomi ASEAN juga telah mengatur inisiatif untuk
menjamin perlindungan konsumen di daerah dalam hal ini. Hal ini disebabkan
kesadaran konsumen merupakan pihak yang sangat signifikan dan berpengaruh,
terutama dalam menghadapi persaingan regional yang semakin kompleks, yang
ditandai dengan pasar yang semakin terbuka dan menuntut jaminan
kenyamanan dan keamanan konsumen yang lebih terjamin.
“Dengan populasi gabungan lebih dari 650 juta jiwa dan pembangunan
ekonomi yang stabil di seluruh anggotanya, ASEAN memiliki potensi pasar
yang sangat besar” ungkap Airlangga Hartanto (Menko Perekonomian).27 Pasar
26
Intan Yanuar Pratiwi, “THE EFFORTS OF CONSUMER PROTECTION BY ASEAN COMMITTEE ON
CONSUMER PROTECTION (ACCP) ON TRADE DIGITAL ERA IN SOUTHEAST ASIA,” Digital
Repository Universitas Jember, 2018,
https://repository.unej.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/88873/INTAN%20YANUAR
%20PERTIWI%20-%20130910101005.pdf?sequence=1. Halaman 42
27
Humas Kementrian Pendayaguanaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi, “ASEAN akan
Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Dunia,” 16 Maret 2023,
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/asean-akan-menjadi-pusat-
pertumbuhan-ekonomi-dunia . (Diakses pada 12 Mei 2023, pukul 13.16 WIB)
20
ini memiliki potensi besar di bidang ekonomi. Bagi pelaku bisnis, keadaan ini
merupakan peluang investasi yang bagus. Kerja sama yang kuat antara negara-
negara ASEAN diperlukan untuk menarik investor internasional di luar Asia,
khususnya di lingkungan ekonomi global yang semakin kejam. Karena
ukurannya dan prospek yang ditawarkannya untuk pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, ASEAN menawarkan pasar tunggal (MEA) yang
berbasis produksi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang didasarkan pada
persetujuan kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam
dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan
garis waktu yang jelas. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini merupakan
realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi sebagaimana dianut dalam Visi
2020. Pembentukan MEA dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas
ekonomi di kawasan ASEAN dan diharapkan mampu menyelesaikan
permasalahan antar negara ASEAN di bidang ekonomi.
Dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat
implementasi inisiatif ekonomi baru saat ini, mempercepat integrasi regional di
sektor-sektor prioritas, dan memfasilitasi pergerakan bisnis dan tenaga kerja
terampil. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadikan ASEAN
sebagai pasar tunggal dan basis produksi demi mewujudkan ASEAN lebih
dinamis dan kompetitif. Maksudnya, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
akan menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi,
mendorong integrasi regional di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi bisnis,
tenaga kerja terampil, dan pergerakan bakat, serta memperkuat mekanisme
kelembagaan ASEAN.28
Meskipun ASEAN memiliki pasar yang cukup besar, namun masih ada
isu-isu tertentu yang mempengaruhi bagaimana konsumen diperlakukan di
sana. Sebagai contoh yaitu masih banyak konsumen ASEAN yang kurang
mendapatkan perlindungan hak-hak konsumen yang masih rentan terganggu
dengan beberapa masalah sehingga sulit bagi mereka untuk percaya terhadap
regulasi yang telah dibuat oleh ASEAN. Walaupun beberapa negara ASEAN
memiliki undang-undang dan peraturan perlindungan konsumen, tetapi banyak
28
Desi Yuniarti, “GLOBALISASI EKONOMI DAN MONETER SYARIAH DI REGIONAL ASEAN:
PERSPEKTIF POLITIK EKONOMI,” Journal IAISAMBAS 04, no. 01 (Juni 2021),
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/Cross-Border/article/download/925/736/.
Halaman 615
21
29
Ridha Aditya Nugraha dan Lalin Kovudhikulrungsri, “AVIATION LEGAL ISSUES IN INDONESIA
AND THAILAND: TOWARDS BETTER PASSENGERS’ RIGHTS IN ASEAN,” Indonesia Law Review 7,
no. 1 (30 April 2017), https://doi.org/10.15742/ilrev.v7n1.290. halaman 42
22
30
Agustinus Joko Purwoko, R. Benny Riyanto, dan Bambang Eko Turisno, “Future of Indonesian
Archipelago Consumer Protection Law in the Era of ASEAN Economic Community,” IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science 175 (24 Juli 2018): 012156,
https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012156.
23
31
Intan Yanuar Pratiwi, “THE EFFORTS OF CONSUMER PROTECTION BY ASEAN COMMITTEE ON
CONSUMER PROTECTION (ACCP) ON TRADE DIGITAL ERA IN SOUTHEAST ASIA.”halaman 45
24
No.7394-Konsumen
UU tahun 1992
Singapore Perlindungan Konsumen (Adil
Perdagangan) UU 2009
Thailand UU Perlindungan Konsumen 1979
Vietnam Ordonansi dari
Perlindungan terhadap
Minat Konsumen 1999
32
Intan Yanuar Pratiwi.halaman 47
26
33
Primadiana Yunita, “The Effectiveness of ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP)
to Achieve ASEAN Economic Community Based on People Oriented:,” dalam Proceedings of
Airlangga Conference on International Relations (Airlangga Conference on International
Relations, Surabaya, Indonesia: SCITEPRESS - Science and Technology Publications, 2018), 34–
37, https://doi.org/10.5220/0010272700340037. halaman 36
27
34
Agustinus Joko Purwoko, R. Benny Riyanto, dan Bambang Eko Turisno, “Future of Indonesian
Archipelago Consumer Protection Law in the Era of ASEAN Economic Community,” IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science 175 (24 Juli 2018): 012156,
https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012156. Halaman 4
35
Purwoko, Benny Riyanto, dan Turisno., “Future of Indonesian Archipelago Consumer
Protection Law in the Era of ASEAN Economic Community,” Halaman 4
28
36
“HANDBOOK ASEAN CP_FINAL.pdf,” t.t.
37
Geraint Howells, Lain Ramsay and Thomas Wilhelmsson with David Kraft, “Handbook of
Research on International Consumer Law” USA: Edward Elgar Publishing, Inc, 2010. Hlm. 13.
31
38
Ibid, hlm. 14.
39
Ibid, hlm. 14.
32
40
Ibid, hlm 15.
41
Ibid, hlm. 15.
33
42
Ibid, hlm. 15.
43
Ibid, hlm. 16.
34
44
Hlm. 16.
45
Ibid, hlm. 17.
35
46
Ibid., hlm. 19.
47
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations.
hlm.25.
36
48
Galasintu and Loveera, “The Comparative Study on Consumer Protection Laws in Asean.”
Hlm. 806.
49
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In ASEAN," New York:
Routledge, 2019.
50
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and
Regulations,hlm. 25.
37
51
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and
Regulations,hlm. 25.
52
Consumer Protection in Asia. 英国: Bloomsbury Publishing, 2022, hlm. 90.
53
Ibid, hlm. 25
38
54
Ibid, hlm. 25-26.
55
Ibid, hlm. 26.
56
Ibid, hlm. 26.
39
57
Ibid, hlm. 26.
58
Ibid, hlm. 27.
59
Ibid, hlm. 27.
40
60
Simon Butt and Tim Lindsey, "Indonesian Law,"United Kingdom: Oxford University Press,
2018., hlm. 320.
61
Ibid, hlm. 27.
62
Ibid, hlm. 27.
42
hak konsumen yang salah satunya menjadi dasar penulisan naskah ini yaitu
Pasal 4 Huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “hak untuk didengar pendapat
dan pengaduannya atas barang atau jasa yang digunakan”. Pasal 4 Huruf d
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen merupakan salah satu dasar hukum yang digunakan
untuk mengatur terpenuhi atau tidaknya seluruh hak konsumen melalui
penulisan naskah ini. Terhadap pengaduan dan pendapat yang harus didengar
dari konsumen, konsumen juga berhak mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara tepat
sebagaimana tertulis dalam Pasal 4 huruf e Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.63
5) Jasa Profesioanal Dibagi menjadi:64
a) Jasa medis
Undang-Undang Praktik Kedokteran Indonesia No. 29
Tahun 2004 yang mengatur tentang praktik kedokteran dan
pelayanannya serta hak dan kewajiban khusus pasien dan dokter,
telah disahkan oleh Majelis Kehormatan Ilmu Kedokteran
Indonesia. Harapan konsumen terhadap dokter profesional antara
lain: (i) Keandalan: Dokter harus melakukan layanan yang
dijelaskan secara efisien dan memuaskan. (ii) Kewajiban: Dokter
harus memberikan hadiah dan layanan tanpa bias, terlepas dari ras,
agama, atau status ekonomi. (iii) Garansi: kualitas, keamanan dan
perlindungan. (iv) Empati: Dokter harus mampu berkomunikasi dan
memahami kebutuhan konsumen.
b) Jasa Notaris untuk perumahan dan tanah
UU 2003 Bagian 18 Pembelaan Resmi Terdakwa adalah
undang-undang pertama yang disahkan di Indonesia yang mengatur
kualifikasi dan praktik pengacara. Pengacara Indonesia juga tunduk
pada berbagai kode etik dan memiliki kewajiban etika dan hukum
yang penting kepada kliennya. Tugas pengacara untuk klien
meliputi: (i) Secara diam-diam menginformasikan penyelesaian
masalah apa pun yang ditetapkan oleh klien sebagai rahasia, bahkan
63
Fibry Jati Nugroho, “MIC 2021: Proceedings of the 1st Multidiscipline International
Conference,” Jakarta: Research Meets Innovation, 2021, hlm. 670.
64
Ibid, hlm. 28.
43
65
Ibid, hlm. 28.
44
66
Agus Hermawan, “Consumer Protection Perception of Halal Food Products in Indonesia,”
KnE Social Sciences 2020 (2020): 235–246.hlm. 241.
67
Ibid, hlm. 29.
45
68
Ibid, hlm. 29.
69
Ibid, hlm. 29.
70
Consumer Protection in Asia. 英国, hlm.94.
46
2. Malaysia:
a. Definisi konsumen
Orang yang membeli lalu menggunakan suatu jenis barang/jasa,
baik untuk konsumsi pribadi, rumah tangga ataupun tempat tinggal
disebut sebagai konsumen menurut CPA. Individu yang menggunakan
barang/jasa dengan tujuan menyetok usahanya atau memakan selama
proses pembuatan, atau perbaikan, penjagaan tidak diklasifikasikan
sebagai barang habis.71
1) Hukum dan Peraturan
Hukum primer buat proteksi konsumen pada Malaysia ialah
Undang-Undang proteksi Konsumen (CPA) 1999. Ada di undang-
undang penting lainnya yang mungkin tidak memberikan perlindungan
yang memadai bagi konsumen. Malaysia mempunyai undang-undang
utama Consumer Protection Act 1999 (CPA), yang memberikan empat
aspek proteksi; (1) sikap menyesatkan termasuk iklan (dua) baku
keamanan barang serta jasa (tiga) jaminan serta (4) tanggung jawab
produk stigma. tentang praktik perdagangan yang tak adil, terdapat
undang-undang persaingan aktif tahun 2010. buat ganti rugi, Pengadilan
buat Klaim Konsumen Malaysia: TCCM, akan menangani klaim tidak
lebih asal 25.000 ringgit, yang pula tersedia pada e-tribunal spesifik
buat wisatawan (Kementerian Koperasi dan Konsumerisme
Perdagangan Domestik [MDTCC], 2021) .Otoritas penanggung jawab
adalah Kementerian Perdagangan dalam Negeri dan Konsumerisme:
MDTCC. Tantangannya merupakan pengembangan penyelesaian
71
Ibid, hlm. 33.
47
72
Sareeya Galasintu and Chanakant Loveera, “The Comparative Study on Consumer Protection
Laws in Asean,”, hlm. 807.
73
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations,
hlm. 33.
74
Ibid, hlm. 33.
75
Ibid, hlm. 33.
48
76
Ibid, hlm. 34.
49
77
Ibid, hlm. 34.
78
Ibid, hlm. 35.
79
Ibid, hlm. 35.
50
80
Research Handbook on Asian Financial Law. 英国: Edward Elgar Publishing, 2020, hlm. 218.
81
Emerging Issues in Islamic Finance Law and Practice in Malaysia. 英国: Emerald Publishing
Limited, 2019, hlm. 94.
51
6) Layanan Kesehatan82
Secara umum, Malaysia juga telah mengesahkan sejumlah
undang-undang dan peraturan untuk mengontrol sektor kesehatannya,
seperti berikut ini: (i) Undang-Undang Obat-obatan (Advertising and
Sales 1956); (ii) UU Rumah Sakit Swasta 1971; (iii) UU Telemedicine
1997 (UU 564); (iv) Undang-Undang Fasilitas dan Layanan Kesehatan
Swasta 1998; (v) Peraturan Fasilitas dan Layanan Kesehatan Swasta
(Klinik Medis Swasta atau Klinik Gigi Swasta) 2006; dan (vi) Narkoba
dan
Dewan Medis Malaysia, Badan Regulasi Farmasi Nasional, Biro
Kontrol Farmasi Nasional (NPCB), dan Unit Layanan Medis di bawah
Kementerian Kesehatan adalah organisasi yang bertugas menjalankan
undang-undang dan peraturan ini dan membela kepentingan konsumen
di kesehatan Malaysia.
7) Layanan Profesional
Dewan Medis Malaysia (MMC) didirikan untuk menjaga
kepentingan pasien dan mengedepankan kode etik bagi para profesional
medis. Undang-Undang Medis tahun 1971 mengatur profesi medis di
Malaysia. Semua praktisi terdaftar tunduk pada otoritas disipliner MMC
di bawah Undang-Undang ini, dan MMC juga dapat menggunakan
otoritas tersebut terhadap setiap orang terdaftar yang dinyatakan
bersalah atas kejahatan yang melibatkan penipuan atau penipuan di
Malaysia atau di luar negeri. Ada empat bentuk dasar "Perilaku
Terkemuka" yang dapat menimbulkan keluhan terhadap dokter
berlisensi: Penyalahgunaan hak istimewa dan kemampuan profesional,
melakukan tindakan yang merusak reputasi komunitas medis, dan
periklanan, penyiaran, dan pelanggaran profesional terkait lainnya. .
Profesional medis didesak untuk membebankan harga yang wajar dalam
hal biaya.83
8) Layanan Transportasi84
Undang-Undang Penerbangan Sipil 1969, suplemen yang dibuat
di sana (Peraturan Penerbangan Sipil 2016), Undang-Undang Komisi
82
Ibid, hlm. 35.
83
Ibid, hlm. 35.
84
Ibid, hlm. 35.
52
85
Mustafa ‘Afifi bin Ab. Halim et al., “Consumer Protection of Halal Products in Malaysia: A
Literature Highlight,” Procedia - Social and Behavioral Sciences 121, no. September 2012
(2014): 68–78, http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1109. hlm. 74.
53
86
Ibid.
87
Ibid, hlm. 75.
88
Ibid, hlm. 75-76.
54
89
Ibid, hlm. 36.
90
Ibid, hlm. 36.
55
91
Geraint Howells, Iain Ramsy, dan Thomas Wilhelmsson, “Handbook Of Research On
International Consumer Law,” USA: Edward Elgar Publishing, 2018. Hlm. 78.
56
92
Ibid, hlm. 36.
57
93
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In ASEAN," New York:
Routledge, 2019.
94
Ibid, hlm. 51.
95
Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer, “Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK:
Oxford University Press, 2020. Hlm. 430.
58
96
Ibid, hlm. 430.
97
Ibid, hlm. 51.
98
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), “Voluntary Peer Review
of Consumer Protection Law and Policy: Thailand”. Suiza: UN, 2022.
99
Ibid, hlm. 51.
59
100
Voluntary Peer Review of Consumer Protection Law and Policy: Thailand. Suiza: UN, 2022,
hlm. 6.
101
Ibid, hlm. 51.
60
102
Ibid, hlm. 52.
61
103
Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer, “Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK:
Oxford University Press, 2020. Hlm. 433.
104
Ibid, hlm. 53.
105
Ibid, hlm. 53.
62
CPA dan Unfair Contract Terms Act 1997 adalah dua undang-
undang Thailand yang menangani ketentuan kontrak yang tidak adil
bagi konsumen. Dewan Perlindungan Konsumen menunjuk Komite
Kontrak, yang dibentuk oleh CPA untuk mengevaluasi legalitas setiap
perusahaan yang menggunakan kontrak tertulis. "dikendalikan oleh
kontrak" Persyaratan berikut harus dipenuhi oleh apa yang disebut
"kontrak yang dikendalikan" di mana konsumen dan pelaku korporasi
adalah para pihak: (i) Penetapan Komite atas ketentuan-ketentuan
penting, yang tanpanya konsumen mungkin berada dalam posisi yang
kurang menguntungkan dibandingkan dengan pelaku korporasi ; (ii)
Larangan membebankan konsumen pada kondisi yang tidak adil.
mempengaruhi Tanpa syarat-syarat lain dari kontrak, ketentuan
tidak adil yang ditunjuk akan dianggap batal dan tidak sah jika Komite
menentukan bahwa ketentuan(-ketentuan) penting atau tidak adil dalam
kontrak yang diatur harus dihilangkan tetapi tetap ada. Prinsip utama
Undang-Undang Ketentuan Kontrak yang Tidak Adil tahun 1997 adalah
bahwa Pengadilan akan mengevaluasi ketentuan kontrak sambil
mempertimbangkan itikad baik masing-masing pihak, tindakan mereka,
dan kemungkinan kerugian bagi mereka. Selain itu, klausul apa pun
dalam perjanjian antara para pihak yang berusaha untuk menyangkal
atau membatasi tanggung jawab sebelum terjadinya suatu hasil adalah
cacat dan tidak dapat dilaksanakan.
Setiap orang yang masuk ke dalam kontrak sebagai pembeli,
penyewa, penyewa, peminjam, penanggung, atau pihak dari jenis
kontrak lainnya untuk memperoleh properti, layanan, atau kepentingan
lain atas dasar keadilan, sepanjang transaksi tersebut BUKAN untuk
komersial tujuan, disebut sebagai "konsumen" berdasarkan Unfair
Contract Term Act.
Pengaturan Ketentuan Tidak Adil dan Perlindungan Konsumen
Tahun 1925 s/d 1998. Bahwa, dalam perekonomian yang berorientasi
pasar, mekanisme pasar boleh dibilang tidak dapat berjalan tanpa
adanya pranata hukum dalam hukum perdata, termasuk pengakuan
status seseorang yang memiliki hak dan kewajiban; pengakuan hak atas
milik orang pribadi; dan pengakuan atas kebebasan transaksi ekonomi.
Dalam hal itu, Negara harus memastikan bahwa perjanjian dapat
ditegakkan. Hukum privat dalam ekonomi berorientasi pasar harus
mengakui status orang perseorangan sehingga orang perseorangan itu
dapat menjadi pelaku ekonomi (seorang 'pelaku ekonomi' adalah setiap
orang atau sekelompok orang yang membuat keputusan ekonomi; ini
dapat berupa individu , bisnis, atau pemerintah). Hukum juga harus
mengakui status badan hukum agar badan tersebut dapat menjadi pelaku
63
4) Isu Sektoral
106
Mindy Chen-Wishart and Stefan Vogenauer, “Contents of Contracts and Unfair Terms”, UK:
Oxford University Press, 2020. Hlm. 434.
107
Ibid, hlm. 434.
64
108
Ibid, hlm. 53.
109
Ibid, hlm. 54.
65
Komersial (CCC). FIA dan BOTA ini aturan anak perusahaan yang telah
dikeluarkan oleh bawahbya. CCC sebagai pengatur hubungan antara
konsumen dengan penyedia layanan sehubungan dari layanan yang
disediakan. BOTA sebagai pengawas serta pemilik lembaga keuangan.
Selain itu, mengeluarkan peringatan, menuntut kepatuhan,
pemerintahan penuntutan lembaga yang mana hal-hal tersebut berada di
dalam forum keuangan yang melanggar ataupun gagal dalam mematuhi
FIA. BOTA di Januari 2012 telah mendirikan Financial Consumer
Protection Center (FCC). FCC ini mempermudah konsumen yang ingin
mengeluhkan keluhannya, FCC aman meneruskan keluhan konsumen
tersebut ke departemen yang terkait, sehingga BOTA akan membuat
pertimbangan. FCC memang dipergunakan untuk menyelesaikan
masalah, penyedia layanan, mengkoordinasikan, serta melacak yang
akan terjadi di dalam pengaduan.
6) Produk Halal
Di bagian lain Asia Tenggara, CICOT didirikan di tahun 1997
dan diakui oleh Undang-Undang Administrasi Organisasi Islam BE
2540. Organisasi ini menaungi seluruh gosip terkait Islam pada
Thailand, khususnya hadiah sertifikat Halal. Sebelumnya, Pemerintah
Thailand mengakui Dewan Islam menyampaikan sertifikat Halal buat
rumah potong unggas, terutama buat daerah selatan yg lebih banyak
didominasi penduduknya beragama Islam. CICOT sudah mengeluarkan
tiga peraturan ihwal produk Halal. Pertama, panduan awam Produk
Halal THS 24000:2552 berfungsi menjadi panduan primer buat
beberapa sarana krusial buat menerapkan dan mengelola industri
produk Halal. Ini dikeluarkan di tahun 2011 untuk menyesuaikan baku
nasional menjadi standarisasi internasional. dirancang bekerja sama
menggunakan Dewan kenaikan pangkat dan Pengembangan usaha
Halal Thailand, peraturan ini berfungsi menjadi standar Halal Nasional
buat menaikkan agama konsumen Muslim domestik serta asing dan
mempromosikan produk kuliner lokal ke taraf global. ke 2, Proses
tunjangan profesi baku Produk Halal terdiri dari prosedur serta tahapan
penerapan sertifikat Halal bagi perusahaan. Ketiga, Regulasi Central
Islamic Committee of Thailand tentang Penyelenggaraan Halal Affair
BE CICOT mempunyai Departemen Urusan Halal buat melaksanakan
fungsi administrasi tunjangan profesi Halal. Departemen ini
menyampaikan sertifikasi Halal buat 5 kategori, yaitu konsumsi atau
komoditas, daging serta mutilasi atau pabrik pengolahan, produk
66
110
Suharko Suharko et al., “Institutional Conformance of Halal Certification Organisation in
Halal Tourism Industry: The Cases of Indonesia and Thailand,” Tourism 66, no. 3 (2018): 334–
348. Hlm. 342.
111
A Nurdiansyah, “Halal Certification and Its Impact on Tourism in Southeast Asia: A Case
Study Halal Tourism in Thailand,” KnE Social Sciences 3, no. 5 (2018): 26. Hlm. 181.
112
Ibid, hlm. 54.
113
Ibid, hlm. 54.
67
1) Ganti Rugi
Konsumen yang ingin menggugat karena dalam keadaan merugi
atau bermasalah maka dapat menuju ke Pengadilan Negeri yang
berkedudukan sebagai Pengadilan Konsumen. Hal tersebut sesuai
dengan UU aturan acara masalah Konsumen 2008. Dalam UU itu
dijelaskan secara terperinci penjelasannya dengan alasan supaya
mempermudah ataupun memudahkan aspek proseduralnya dalam
pengajuan somasi Konsumen. Selain itu juga, sebagai bentuk
pengurangan beban bagi pihak si konsumen. Seperti dalam kondisi
konsumen saat ini dapat mengajukan klaim secara lisan dengan mulut
atau bahkan bisa dengan tertulis. Konsumen pulan bebas dari porto
pengadilan serta biaya yang ditanggung lainnya, seperti agar masalah
cepat selesai maka pengadilan menarik pembiayaan secara inkuisisi
agresif. Pengadilan di sini memiliki potensi untuk mengeluarkan
pengaturan yang bersifat memproteksi. UU ini juga menjelaskan akan
adanya pembalikan beban hukum pembuktian yang awalnya tanggung
jawab konsumen menjadi dibebankan pada pelaku usaha.114
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Thailand, B.E. 2522
(1979), Bab 1 (Dewan Perlindungan Konsumen), Bagian 9-10
menetapkan bahwa pemerintah harus membentuk Dewan Perlindungan
Konsumen untuk (1) mempertimbangkan keluhan dari konsumen, (ii)
memberikan rekomendasi dan nasihat kepada komite ad hoc dan
memutuskan banding terhadap perintah komite ad hoc, dan (iii)
melakukan proses hukum terkait pelanggaran hak konsumen
sebagaimana dianggap tepat oleh Dewan atau ketika ada permintaan
dari konsumen (Pemerintah Thailand, 1979). Seseorang yang tidak puas
dengan perintah yang dikeluarkan oleh komite ad hoc berhak
mengajukan banding kepada Dewan (Pasal 43), dan keputusan Dewan
bersifat final (Pasal 44) sesuai dengan undang-undang. Tidak ada
penyebutan ADR dalam undang-undang tersebut. Namun, ADR telah
didorong sejak Konstitusi baru diumumkan pada tahun 1997, dan
Kantor Arbitrase, Kementerian Kehakiman (sekarang disebut Institut
Arbitrase Thailand) adalah pusat arbitrase yang paling lama berjalan
114
Ibid, hlm. 54.
68
dan paling sukses. Lembaga arbitrase lain hanya ada dalam tahap
embrio mereka (Program Bantuan Pemerintah Australia, 2011).115
4. Singapore
a. Definisi Konsumen
Seorang individu yang wajib secara hukum untuk
menyelesaikan pembayaran harga produk kepada pemasok baik
barang/jasa itu disebut dengan konsumen. Akan tetapi, ketika
menjalankan bisnis secara ekslusif serta menerima barang/jasa dari
pemasok itu bukanlah disebut sebagai konsumen.116
a) Hukum dan Peraturan
CPFTA saat ini merupakan undang-undang di Republik
Singapura memiliki Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(Perdagangan yang Adil) (Bab 52A) sebagai undang-undang utama
yang memberikan tiga bidang perlindungan: (1) praktik tidak adil
(2) konsumsi barang dan jasa dan (3) kontrak. Mengikuti bidang
pertama, undang-undang persaingan telah diberlakukan sejak tahun
2004. Mekanisme ganti rugi juga disediakan oleh undang-undang
utama dan undang-undang selanjutnya dari gugatan Pengadilan
Klaim Kecil yang tidak melebihi 20.000 dolar Singapura. Mirip
dengan delapan negara yang disebutkan di atas, undang-undang
perlindungan konsumen memiliki kedua sudut pandang tersebut.
Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (CCCS) adalah badan
pengelola CPFTA (CCCS, 2019), di mana Konsumen Association
of Singapore (CASE) adalah organisasi opsional yang membantu
konsumen di seluruh negeri (Sekretariat ASEAN, 2018). Tantangan
akan menjadi mekanisme penanganan klaim kecil konsumen
termasuk kasus-kasus yang berada di luar yurisdiksi pengadilan dan
pengembangan sistem pengaduan online.117
Peraturan Perlindungan Konsumen (Produk dan Layanan
Keuangan yang Diatur) 2009 terkait dengan produk dan layanan
115
Lurong Chen and Fukunari Kimura, "Developing The Digital Economy In ASEAN," New York:
Routledge, 2019.
116
Ibid, hlm. 46.
117
Sareeya Galasintu dan Chanakant Loveera, "The Comparative study on consumer protection
lawas in ASEAN," hlm. 807.
69
118
The ASEAN Secretariat, Handbook on ASEAN Consumer Protection Laws and Regulations,
hlm. 46.
119
IMF Country Report, "Singapore: Detailed Assessment Of Implementation-IOSCO
Objectives and Principles Of Securities Regulation, Washington: International Monetary
Funda, 2013, hlm. 18.
70
120
Ibid, hlm. 46.
121
Ibid, hlm. 46.
122
Ibid, hlma. 47.
71
123
Ibid, hlm. 47.
124
Ibid, hlm. 47.
72
125
Ibid, hlm. 48.
126
Ibid, hlm. 48.
73
127
Research Handbook on Asian Financial Law. 英国: Edward Elgar Publishing, hlm. 222.
74
128
Ibid, hlm. 48.
129
Ibid, hlm. 49.
75
130
Rokshana Shirin Asa, “An Overview of the Developments of Halal Certification Laws in
Malaysia, Singapore, Brunei and Indonesia,” Jurnal Syariah 27, no. 1 (2019): 173–200. Hlm.
187.
131
Abdul Aziz Mohamad, Ahmad Syukran Baharuddin, and Aminuddin Ruskam, “Halal Industry
in Singapore: A Case Study of Nutraceutical Products,” Sains Humanika 2 (2015): 35–40. Hlm.
39.
76
132
Ibid, hlm. 49.
133
Ibid, hlm. 49.
134
Ibid, hlm. 49-50.
77
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentukan ASEAN merupakan hasil dari upaya negara-negara
Asia Tenggara untuk memperkuat kerja sama regional dalam bidang politik,
ekonomi, dan keamanan. Sejarah ASEAN dimulai dengan adanya
perjanjian bilateral dan multilateral serta upaya-upaya awal seperti
SEAFET dan MAPHILINDO. Pembentukan ASEAN menjadi titik balik
dalam membangun stabilitas politik dan ekonomi di kawasan Asia
Tenggara. Keanggotaan ASEAN terus berkembang seiring waktu, dengan
negara-negara seperti Brunei, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar juga
bergabung sebagai anggota. ASEAN telah memainkan peran penting dalam
memperkuat kerja sama regional, meningkatkan perdagangan dan investasi,
serta memajukan stabilitas politik dan keamanan di kawasan. Meskipun
masih ada tantangan yang perlu diatasi, ASEAN tetap menjadi wadah yang
penting untuk mempromosikan kerja sama dan integrasi regional di Asia
Tenggara.
Perlindungan konsumen melibatkan hak-hak konsumen
internasional yang diakui secara luas. Negara-negara ASEAN memiliki
legislasi untuk melindungi hak-hak konsumen. Evaluasi terus dilakukan
untuk meningkatkan perlindungan konsumen di ASEAN. Hak-hak
konsumen meliputi hak atas informasi, hak untuk membuat keputusan, hak
untuk didengar, hak atas ganti rugi, dan hak pendidikan konsumen.
Perlindungan konsumen penting untuk memastikan keadilan dan keamanan
dalam transaksi konsumen. Komisi Perlindungan Konsumen ASEAN
(ACCP) berperan dalam mendorong perlindungan konsumen di kawasan
ASEAN. Kerjasama antarnegara dalam mengembangkan mekanisme
kompensasi konsumen lintas batas juga menjadi fokus untuk memastikan
perlindungan yang lebih baik bagi konsumen di ASEAN.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan "United Nations
Guidelines for Consumer Protection" untuk melindungi konsumen dan
memfasilitasi model produksi yang memuaskan kebutuhan konsumen.
Tujuan peraturan ini adalah membantu negara-negara mencapai
perlindungan konsumen yang memadai, mendorong etika bisnis yang
tinggi, memfasilitasi pengembangan kelompok konsumen mandiri, dan
meningkatkan kerjasama internasional dalam perlindungan konsumen.
Negara-negara anggota PBB harus memiliki peraturan perlindungan
konsumen yang mencakup perilaku bisnis yang etis, metode pembayaran
yang aman, penyelesaian sengketa yang adil, privasi konsumen, dan
pendidikan konsumen. Perlindungan konsumen penting karena konsumen
78
79
81
82