Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT PENDIDIKAN MARIA MONTESSORI DENGAN TEORI

BELAJAR PROGRESIVISME DALAM PENDIDIKAN AUD

Nama Penulis1🖂, Nama Penulis2


1
NIM
2
NIM
🖂
email: penulis@penulis.com
No. Telp: +62-123456789

Abstrak
Penelitian ini mengkaji pendekatan pendidikan Islam melalui perspektif Maria
Montessori, seorang tokoh utama dalam pendidikan anak. Metode Montessori
menekankan peran sentral anak dalam proses pembelajaran, dengan panduan dari
orang dewasa. Konsep inti Montessori adalah bahwa pengalaman anak pada fase awal
kehidupan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan selanjutnya. Oleh karena
itu, perlakuan dan nilai-nilai yang ditanamkan pada anak sejak usia dini memiliki
peran krusial dalam membentuk karakter dan kedewasaannya. Dalam konteks ke-
Islaman, orang tua dan pendidik memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-
nilai keagamaan pada anak-anak, sejalan dengan ajaran Rasulullah yang menekankan
tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak. Penelitian ini merinci prinsip-prinsip
Montessori yang dapat diterapkan untuk menyampaikan nilai-nilai ke-Islaman
kepada anak-anak pada usia dini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
ini efektif dalam membentuk karakter keagamaan pada anak-anak prasekolah.
Kata Kunci: Maria Montessori, Pendidikan Islam, Karakter Anak, Nilai Keagamaan,
Prasekolah.

Abstract
This study explores the Islamic education approach through the lens of Maria
Montessori, a key figure in child education. The Montessori method emphasizes the
central role of the child in the learning process, guided by adults. Montessori's core
concept is that a child's experiences in the early stages of life significantly influence
subsequent development. Therefore, the treatment and values instilled in a child from
an early age play a crucial role in shaping their character and maturity. In the Islamic
context, parents and educators have a responsibility to instill religious values in
children, in line with the teachings of Prophet Muhammad, who emphasized the
responsibility of parents towards their children. This research details the Montessori
principles that can be applied to convey Islamic values to young children. The results
indicate that this approach is effective in shaping religious character in preschool-
aged children.
Keywords: Maria Montessori, Islamic Education, Child Character, Religious Values,
Preschool.

Pendahuluan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan fondasi penting dalam
membentuk karakter dan potensi anak-anak. Salah satu tokoh yang tidak bisa
dilewatkan dalam konteks PAUD adalah Maria Montessori, yang memberikan
kontribusi besar dalam merancang pendekatan edukasi anak yang revolusioner.
Gagasan dan peran Montessori telah menginspirasi praktik PAUD di seluruh dunia.
Namun, dalam mengadopsi konsep-konsep Montessori untuk diterapkan di
lingkungan PAUD di Indonesia, perlu dilakukan penafsiran dan adaptasi agar sesuai
dengan konteks lokal.
Untuk mencapai khalayak yang lebih luas, Montessori menggunakan dua
pendekatan utama dalam menyebarkan metodenya, yaitu melalui ceramah dan
penerbitan. Sebagai seorang profesor dan dosen yang ahli, Montessori menggunakan
ceramah di depan umum untuk menyebarkan metodenya. Selain itu, dia juga mahir
dalam memanfaatkan penerbitan untuk menyebarkan ide-ide pendidikannya baik
kepada kalangan pendidik maupun publik umum.
Secara prinsip, gagasan Montessori menekankan bahwa anak harus dilihat
sebagai individu yang memiliki hak untuk belajar sesuai dengan cara dan metode
yang diinginkannya, serta harus diakomodasi seoptimal mungkin dalam
lingkungannya. Orang dewasa tidak boleh meremehkan kemampuan anak, melainkan
harus memberikan dukungan optimal untuk perkembangan mereka.
Pentingnya peran PAUD dalam membentuk fondasi pendidikan anak
menuntut pemahaman yang mendalam terhadap pendekatan-pendekatan inovatif
seperti Montessori. Namun, dalam konteks Indonesia, perlu ada penyesuaian agar
metode ini sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan pendidikan anak-anak di
tanah air. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menggali dan menganalisis
bagaimana konsep-konsep Montessori dapat diintegrasikan secara efektif dalam
praktik PAUD di Indonesia.
Meskipun gagasan Montessori telah diadopsi di berbagai belahan dunia,
terdapat kesenjangan dalam pemahaman dan aplikasi konsep ini dalam konteks
PAUD Indonesia. Penelitian sebelumnya lebih cenderung pada eksplorasi teoretis
tanpa menyelami implementasi nyata dalam lingkungan PAUD lokal. Oleh karena itu,
penelitian ini diarahkan untuk mengisi kesenjangan tersebut dengan memberikan
wawasan yang lebih mendalam mengenai penerapan konsep-konsep Montessori
dalam PAUD di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi potensi
serta tantangan dalam menerapkan konsep-konsep Montessori dalam PAUD di
Indonesia. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
pada pengembangan praktik PAUD yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan
anak-anak Indonesia.
Penulisan ini didukung oleh referensi dari sumber-sumber primer berupa
buku dan jurnal ilmiah terkini. Penggunaan aplikasi manajemen referensi seperti
Mendeley diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan integritas dalam penulisan
sumber rujukan, mengikuti format APA 7th Edition. Melalui pendekatan ini,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan yang lebih komprehensif
terkait integrasi konsep-konsep Montessori dalam PAUD di Indonesia.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis literatur, khususnya
systematic literature review, untuk mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyintesis
pengetahuan terkait penerapan konsep-konsep Montessori dalam pendidikan anak
usia dini (PAUD) di Indonesia. Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang kerangka teoretis dan praktik penggunaan
metode Montessori dalam konteks pendidikan anak di tanah air.
Langkah-Langkah Penelitian:
1. Identifikasi Tema dan Ruang Lingkup Penelitian
Menentukan tema utama penelitian, yaitu penerapan konsep-konsep Montessori
dalam PAUD di Indonesia. Ruang lingkup penelitian akan mencakup aspek-aspek
seperti penerimaan konsep, implementasi, dan dampaknya terhadap
perkembangan anak.
2. Pemilihan Sumber Literatur
Mengidentifikasi sumber-sumber literatur yang relevan dan berkualitas tinggi,
termasuk buku, jurnal ilmiah, artikel, dan riset terkini. Prioritas diberikan pada
sumber-sumber primer yang memberikan wawasan langsung dari implementasi
Montessori dalam PAUD.
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Menetapkan kriteria inklusi untuk menentukan literatur yang akan disertakan
dalam analisis. Kriteria ini mencakup relevansi dengan konteks PAUD Indonesia,
keakuratan, dan kedalaman informasi. Literatur yang tidak memenuhi kriteria
akan dikecualikan.
4. Pengumpulan Data
Melakukan pengumpulan data dengan cermat dari literatur yang telah dipilih.
Data yang dikumpulkan melibatkan informasi tentang penerimaan konsep
Montessori di Indonesia, implementasi dalam praktik PAUD, dan hasil penelitian
terkait dampaknya terhadap perkembangan anak.
5. Analisis Literatur
Menganalisis literatur dengan pendekatan sistematis. Menyusun temuan-temuan
dari literatur yang telah diidentifikasi dan membandingkannya untuk
mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang situasi penerapan
Montessori dalam PAUD di Indonesia. Analisis juga melibatkan penemuan
kesenjangan pengetahuan dan kontribusi penelitian ini terhadap pengembangan
lebih lanjut.
6. Penyusunan Temuan
Menyusun temuan penelitian dalam narasi yang jelas dan terstruktur. Temuan ini
akan memberikan wawasan tentang tingkat penerimaan, kendala implementasi,
serta manfaat dan dampak dari penerapan konsep Montessori dalam PAUD di
Indonesia.
7. Prosedur Penelitian:
a) Mengevaluasi relevansi setiap sumber literatur dengan tema penelitian.
b) Melakukan analisis kritis terhadap metodologi penelitian yang dilaporkan
dalam literatur.
c) Menyusun sintesis temuan dari setiap literatur untuk memahami konteks
dan praktik penerapan Montessori dalam PAUD di Indonesia.
d) Identifikasi kesenjangan pengetahuan dan pertimbangan untuk penelitian
lanjutan.
Dengan menggunakan metode analisis literatur ini, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami dan meningkatkan
penerapan konsep Montessori dalam konteks pendidikan anak usia dini di Indonesia.

Hasil dan Pembahasan


Biografi Maria Montessori
Maria Montessori lahir pada tanggal 31 Agustus 1870 di kota Chiaravalle,
provinsi Ancona, Italia Utara. Ayahnya, Alessandro Montessori, adalah seorang
tentara pejuang yang mendukung persatuan Italia dan memiliki pemikiran tradisional
serta militan. Ibunya, Renilde Stoppani, berasal dari keluarga kaya dan berpendidikan
tinggi. Renilde, seorang wanita dalam "era transisi," memiliki pandangan liberal dan
mengagumi sepupunya, Antonio Stoppani, seorang ilmuwan di bidang ilmu Bumi dan
Paleontologi.
Setelah Alessandro keluar dari militer, ia menjadi pegawai negeri dan
kemudian diangkat sebagai karyawan kepausan, bekerja sebagai akuntan di
departemen keuangan. Pada tahun 1853, Alessandro mengundurkan diri dan menjadi
pengawas perusahaan garam dan tembakau "Comachio e Cervia." Alessandro dan
Renilde menikah pada musim semi tahun 1866.
Maria Montessori lahir pada tahun 1870, ketika Alessandro sudah berusia 48
tahun dan telah menerima penghargaan "Cavaliere" atas jasanya terhadap
pemerintah Italia pada tahun 1880. Meskipun Maria tumbuh di antara orang-orang
patriotik dan terbuka terhadap kemajuan, kepekaan sosialnya mulai berkembang dari
pengalaman-pengalaman kecil dalam keluarganya.
Dalam pola keluarga tradisional, Maria dibesarkan dalam lingkungan yang
terbuka, demokratis, dan disiplin. Ibunya mengajarkan kepekaan sosial dengan
mewajibkan Maria untuk merenda dan membuat sesuatu untuk dibagikan kepada
orang-orang miskin. Pengalaman membersihkan lantai juga menjadi dasar
pembelajaran Maria dalam konsep "kehidupan sehari-hari" yang kemudian menjadi
integral dalam pendekatannya.
Maria Montessori, meskipun tumbuh dalam lingkungan yang mematuhi
stereotipe gender pada masanya, mendapatkan dukungan dari ibunya untuk
mengejar ambisinya dan melawan arus. Renilde Stoppani, dengan pandangan
liberalnya, memberikan ruang bagi Maria untuk berkembang menjadi seorang wanita
yang sensitif terhadap isu-isu sosial.

Karya karya
Maria Montessori, seorang pendidik dan dokter anak Italia, memiliki warisan
intelektual yang kaya melalui karya-karyanya yang mencerminkan gagasannya
tentang pendidikan anak.
Berikut adalah beberapa karya terkenal Maria Montessori:
The Montessori Method: The Origin of an Educational Innovation (1912):
Karya ini mencakup pemikiran-pemikiran dasar Maria Montessori tentang metode
pendidikannya yang revolusioner. Edisi ini juga mencakup versi singkat dan
dijelaskan dari karya asli Montessori, "The Montessori Method."
a. Il Metodo della Pedagogia Scientifica (1909):
Judul ini diterjemahkan sebagai "The Method of Scientific Pedagogy."
Karya ini merinci prinsip-prinsip dasar metode Montessori dan konsep-
konsep pendidikannya.
b. Antropologia Pedagogica (1910):
Dalam karya ini, Montessori menggabungkan prinsip-prinsip
antropologi dengan pendekatan pedagogisnya untuk memahami
perkembangan anak.
c. Dr. Montessori's Own Handbook (1914):
Karya ini memberikan panduan praktis untuk penggunaan prinsip-
prinsip Montessori di rumah dan di sekolah.
d. L’Autoeducazione nelle Scuole Elementari (1916):
Judul ini diterjemahkan sebagai "Self-Education in the Elementary
Schools." Montessori membahas konsep pendidikan diri sendiri dan
penerapannya di sekolah dasar.
e. The Child in the Church (1929):
Karya ini mengeksplorasi hubungan antara anak-anak dan gereja,
membahas pendekatan Montessori terhadap pendidikan agama.
f. Il Segreto dell'Infanzia (1938):
Judul ini diterjemahkan sebagai "The Secret of Childhood." Montessori
membahas prinsip-prinsip dan metode-metodenya yang unik dalam
konteks pengembangan anak.
g. Formazione dell'Uomo (1949):
Karya ini menggali konsep pembentukan karakter dan pendidikan
moral dalam rangka pembentukan manusia.
h. The Absorbent Mind (1949):
Montessori mengembangkan gagasannya tentang "pikiran menyerap"
anak-anak, di mana anak belajar secara alami dan intensif pada periode
tertentu dalam perkembangannya.
i. L'Educazione e Pace (1949, 1972):
Karya ini, yang berjudul "Education and Peace," membahas peran
pendidikan dalam menciptakan perdamaian di dunia.

Setiap karya mencerminkan pemikiran dan kontribusi unik Montessori terhadap


pendidikan anak, dan banyak dari prinsip-prinsip ini masih diintegrasikan dalam
sistem pendidikan Montessori yang digunakan di seluruh dunia.

Pandangan Montessori Tentang Anak dengan Teori Progresivisme


Pandangan Montessori tentang anak dan aliran filsafat progresivisme memiliki
beberapa kesamaan, tetapi juga perbedaan dalam pendekatan terhadap pendidikan
anak. Montessori memperoleh inspirasi dari pemikiran Rousseau, Pestalozzi, dan
Froebel yang menekankan pentingnya lingkungan yang bebas dan penuh kasih
sayang dalam perkembangan anak.
Pemikiran Progresivisme dalam Pendidikan:
Aliran progresivisme menekankan pemberian kebebasan kepada anak, baik
secara fisik maupun berpikir, untuk mengembangkan bakat dan kemampuan mereka
tanpa hambatan otoriter. Pendidikan progresivisme mendukung pendekatan yang
lebih demokratis dan tidak mendukung pendekatan otoriter yang dapat mematikan
kreativitas anak.

Pandangan Montessori tentang Anak


Montessori juga mengakui pentingnya kebebasan anak dalam pengembangan
diri mereka. Pandangannya terinspirasi dari pemikiran Rousseau, Pestalozzi, dan
Froebel. Montessori meyakini bahwa pengalaman awal anak sangat berpengaruh
terhadap perkembangan dan kedewasaannya.
Konsep-Konsep Montessori tentang Anak:
a. Anak Mengkonstruksi Sendiri Perkembangan Jiwanya (Child's Self-
construction)
Montessori percaya bahwa anak secara bawaan memiliki dorongan untuk
membangun dan membentuk dirinya sendiri melalui pemahaman terhadap
lingkungan. Anak memiliki dorongan vital untuk mencapai pola psikis bawaan
mereka.
b. Masa-Masa Sensitif (Sensitive Periods)
Montessori mengidentifikasi masa-masa sensitif dalam perkembangan anak, di
mana anak mudah menerima stimulus tertentu. Contohnya, masa-masa
sensitif untuk bahasa, koordinasi otot, dan penulisan.
c. Jiwa Penyerap (Absorbent Mind)
Montessori mengenalkan konsep "absorbent mind," yang menggambarkan
kemampuan anak untuk melakukan penyerapan tak sadar terhadap
lingkungan. Jiwa anak dapat secara tidak sadar menyerap pengetahuan
melalui interaksi dengan lingkungan.
d. Hukum-Hukum Perkembangan (The Natural Laws Governing the Child's
Psychic Growth)
Montessori meyakini bahwa ada hukum-hukum alam yang mengatur
pertumbuhan psikis anak. Anak mengembangkan pengetahuan mereka
melalui interaksi terpadu dengan lingkungan, membutuhkan interaksi yang
harmonis dan kebebasan.
Pandangan Montessori memberikan penekanan pada kebebasan dan
pengembangan diri anak melalui pengalaman dan interaksi yang positif dengan
lingkungan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip-prinsip progresivisme, yang
menempatkan anak sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran mereka.

Pandangan Progresivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan


a. Kebebasan dalam Pendidikan:
Filsafat progresivisme menekankan kebebasan bagi anak didik, baik secara
fisik maupun berpikir. Pendidikan otoriter dianggap dapat menghambat
perkembangan anak, sehingga penting untuk menciptakan lingkungan
pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan bakat dan
kemampuannya tanpa terhambat.
b. Pendidikan sebagai Proses Perubahan Budaya:
Progresivisme memandang budaya sebagai hasil dari kreativitas manusia yang
selalu berkembang dan berubah sepanjang sejarah. Oleh karena itu,
pendidikan dianggap sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi
kebudayaan baru. Pendidikan harus menciptakan situasi edukatif yang akan
menghasilkan individu-individu berkualitas unggul, inisiatif, adaptif, dan
kreatif.
c. Penerapan Kurikulum Berpusat pada Pengalaman:
Penerapan progresivisme membutuhkan kurikulum berbasis pengalaman atau
kurikulum eksperimental. Kurikulum ini menekankan bahwa apa yang
dipelajari anak selama di sekolah harus dapat diterapkan dalam kehidupan
nyata. Metode "Belajar Sambil Berbuat" (Learning by doing) dan pemecahan
masalah (Problem solving) menjadi bagian integral dari proses pembelajaran.
d. Sekolah sebagai Bagian dari Masyarakat:
Menurut progresivisme, sekolah ideal adalah sekolah yang terintegrasi dengan
lingkungan sekitar. Sekolah bukan hanya tempat transfer pengetahuan, tetapi
juga nilai-nilai. Guru bertanggung jawab atas pembinaan anak didik dan harus
menciptakan program pendidikan yang menggambarkan karakteristik dan
kekhasan daerah tempat sekolah berada.
e. Guru sebagai Pendidik yang Bertanggung Jawab:
Guru, dalam pandangan progresivisme, memiliki tanggung jawab untuk
membina anak didik dan mengelola aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk
kepentingan anak didik. Sekolah dianggap sebagai wiyata mandala atau
lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan maksimal potensi anak
didik.
f. Prinsip-prinsip Progresivisme dalam Belajar:
Progresivisme bertitik tolak dari asumsi bahwa setiap anak didik adalah
manusia seutuhnya dengan potensi untuk berkembang. Mereka memiliki
perbedaan dalam kemampuan dan motivasi untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Pendekatan belajar harus mencerminkan pemahaman ini,
memberikan ruang bagi keaktifan, kreativitas, dan dinamika individu anak
didik.
Dengan demikian, pandangan progresivisme dalam pendidikan tidak hanya
mengenai transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter, kreativitas, dan
adaptasi anak didik agar berkembang sebagai individu yang unggul. Pendekatan ini
terus menekankan pentingnya kebebasan, pengalaman, dan integrasi dengan
lingkungan untuk mencapai pendidikan yang relevan dan berdaya guna.

Model Kurikulum Montessori


Pandangan Montessori tentang Proses Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pendidikan Fokus pada Anak dan Peran Orang Tua:
Montessori menekankan hubungan antara anak dan orang dewasa. Anak
dianggap bukan miniatur orang dewasa dan bukan benda kosong yang harus
diisi dengan pengetahuan. Pentingnya pendidikan yang memfokuskan pada
anak sejak usia dini dan peran positif orang dewasa.
2. Membebaskan Anak dari Ketergantungan terhadap Orang Dewasa:
Montessori memandang penting untuk membebaskan anak dari
ketergantungan terhadap orang dewasa agar mereka dapat tumbuh menjadi
individu yang mandiri. Anak yang diarahkan untuk mandiri akan membentuk
dirinya sendiri.
3. Mengoptimalkan Kekuatan Unik Anak:
Montessori mengakui bahwa setiap anak memiliki kekuatan unik untuk
mengembangkan dirinya. Pendidikan harus memberikan peluang kepada anak
untuk mengoptimalkan kekuatan ini melalui pengalaman dan aktivitas mereka
sendiri.
4. Berinteraksi dengan Lingkungan secara Bebas dengan Kasih Sayang:
Anak perlu berinteraksi dengan lingkungannya secara bebas dan memerlukan
kesabaran, simpati, kehangatan, dan kasih sayang dari orang dewasa untuk
berkembang optimal. Kesabaran dan perhatian dari orang dewasa diperlukan
untuk membantu anak memahami dunianya.
5. Memberikan Kondisi dan Perlakuan yang Tepat:
Orang dewasa perlu memberikan kondisi dan perlakuan yang tepat sesuai
dengan tahap perkembangan anak. Mengenali kepekaan (sensitive periode)
anak dan memberikan lingkungan yang mendukung akan memastikan
perkembangan mereka berjalan optimal.
Dalam keseluruhan pendekatan Montessori, pendidikan tidak hanya tentang
transfer pengetahuan tetapi juga pembentukan karakter dan pengembangan potensi
unik setiap anak. Guru dan orang dewasa memiliki peran penting dalam menciptakan
lingkungan dan memberikan dukungan yang sesuai untuk memastikan
perkembangan anak mencapai potensinya secara optimal.

Model Kurikulum Montessori:


1. Penggabungan Anak dari Berbagai Usia dan Kemampuan:
Lingkungan pembelajaran Montessori mengintegrasikan anak-anak dari
berbagai usia dan tingkat kemampuan ke dalam satu kelas. Ruangan diatur
sesuai dengan ukuran tubuh anak, dengan materi bermain yang berkembang
dari sederhana ke kompleks. Pembelajaran ini bersifat lebih individualis
daripada kelompok.
2. Tiga Konsep Kunci Pembelajaran Montessori:
a. Anak Belajar Melalui Aktivitas Langsung:
Pembelajaran Montessori menekankan bahwa anak belajar lebih efektif
melalui aktivitas langsung. Mereka terlibat secara aktif dalam
pembelajaran melalui manipulasi materi dan pengalaman langsung.
b. Kebebasan Memilih Aktivitas:
Anak diberikan kebebasan untuk memilih aktivitas yang mereka butuhkan
untuk mengembangkan kompetensi mereka. Pendekatan ini memberikan
ruang bagi anak untuk mengikuti minat dan kebutuhan perkembangannya.
c. Guru sebagai Pembimbing, Bukan Memberi Instruksi:
Guru dalam model Montessori berperan sebagai pembimbing dan
pengamat perkembangan anak. Mereka tidak memberikan instruksi
langsung, melainkan memfasilitasi proses belajar dan menciptakan
lingkungan yang mendukung.

Pandangan Montessori tentang Proses Pendidikan Anak Usia Dini


1. Pendidikan Fokus pada Anak dan Peran Orang Tua:
Montessori menekankan hubungan antara anak dan orang dewasa. Anak
dianggap bukan miniatur orang dewasa dan bukan benda kosong yang harus
diisi dengan pengetahuan. Pentingnya pendidikan yang memfokuskan pada
anak sejak usia dini dan peran positif orang dewasa.
2. Membebaskan Anak dari Ketergantungan terhadap Orang Dewasa
Montessori memandang penting untuk membebaskan anak dari
ketergantungan terhadap orang dewasa agar mereka dapat tumbuh menjadi
individu yang mandiri. Anak yang diarahkan untuk mandiri akan membentuk
dirinya sendiri.
3. Mengoptimalkan Kekuatan Unik Anak
Montessori mengakui bahwa setiap anak memiliki kekuatan unik untuk
mengembangkan dirinya. Pendidikan harus memberikan peluang kepada anak
untuk mengoptimalkan kekuatan ini melalui pengalaman dan aktivitas mereka
sendiri.
4. Berinteraksi dengan Lingkungan secara Bebas dengan Kasih Sayang
Anak perlu berinteraksi dengan lingkungannya secara bebas dan memerlukan
kesabaran, simpati, kehangatan, dan kasih sayang dari orang dewasa untuk
berkembang optimal. Kesabaran dan perhatian dari orang dewasa diperlukan
untuk membantu anak memahami dunianya.

5. Memberikan Kondisi dan Perlakuan yang Tepat


Orang dewasa perlu memberikan kondisi dan perlakuan yang tepat sesuai
dengan tahap perkembangan anak. Mengenali kepekaan (sensitive periode)
anak dan memberikan lingkungan yang mendukung akan memastikan
perkembangan mereka berjalan optimal.
Dalam keseluruhan pendekatan Montessori, pendidikan tidak hanya tentang
transfer pengetahuan tetapi juga pembentukan karakter dan pengembangan potensi
unik setiap anak. Guru dan orang dewasa memiliki peran penting dalam menciptakan
lingkungan dan memberikan dukungan yang sesuai untuk memastikan
perkembangan anak mencapai potensinya secara optimal.

Karakteristik Kurikulum Montessori:


Berdasarkan Ilmu Pengetahuan Pendidikan yang Sejati:
1. Montessori menekankan perlunya dasar ilmu pengetahuan pendidikan yang
sejati, melibatkan informasi dari ilmu kedokteran, antropologi, dan
pengamatan klinis terhadap anak-anak.
2. Lingkungan Terstruktur:
Kurikulum Montessori dirancang untuk lingkungan yang terstruktur. Anak-
anak diberi kebebasan untuk mengeksplorasi dan memilih bahan-bahan untuk
aktivitas mereka dalam lingkungan yang disiapkan.
3. Ketrampilan Praktik Sehari-hari:
Tujuan kurikulum Montessori adalah memberikan kebebasan kepada anak-
anak untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan hidup sehari-hari.
Ini mencakup kegiatan seperti mencuci wajah, menyikat gigi, dan
mengancingkan baju.
4. Ketrampilan Indra:
Bahan-bahan dan aktivitas dirancang untuk membangun ketajaman dan
kemampuan indra anak. Anak-anak belajar menggunakan indra mereka
melalui sentuhan, penglihatan, penciuman, perasaan, pendengaran, dan
perabaan.
5. Ketrampilan Bahasa:
Montessori meyakini bahasa sebagai kekuatan manusia yang mentransformasi
lingkungan. Pengembangan bahasa, tanpa memandang bahasa tertentu,
mengikuti pola perkembangan yang sama untuk semua anak.
6. Ketrampilan Fisik, Sosial, dan Budaya:
Ketrampilan fisik, sosial, dan budaya diperoleh melalui kegiatan fisik individu,
merawat hewan, dan merawat tanaman. Anak-anak diajak untuk menghargai
karya sendiri dan orang lain.
7. Pembentukan Nilai dan Pendidikan Karakter:
Montessori mengidentifikasi kecenderungan alami manusia untuk mencari
nilai-nilai spiritual. Pendidikan moral mengikuti rangkaian alami
perkembangan anak, dengan tujuan membentuk nilai dan karakter yang
positif.

Tujuan Pendidikan Montessori:


1. Persiapan Anak untuk Mengarungi Kehidupan:
Tujuan utama pendidikan Montessori adalah mempersiapkan anak
mengarungi kehidupan, menekankan perkembangan normal dan maksimal
anak.
2. Berlandaskan Kondisi Alami Penyerapan Otak:
Pendidikan Montessori berfokus pada kondisi alami penyerapan otak dan
perkembangan spontanitas periode sensitif anak untuk mendukung
perkembangan fisik dan psikis.
3. Mengembangkan Potensi Anak secara Optimal:
Tujuan Montessori adalah mengembangkan potensi anak secara optimal
dengan memperlakukan mereka sebagai individu unik dan mengikuti
perubahan dalam minat dan keinginan mereka.
4. Fleksibilitas dan Perubahan Menurut Perkembangan Anak:
Pendekatan Montessori bersifat fleksibel, berubah sesuai dengan perubahan
anak dalam minat dan keinginan, tidak memaksa anak sesuai dengan program
yang seragam.
Pendekatan Montessori memandang anak sebagai individu yang unik,
memahami pentingnya kebebasan dalam pembelajaran, dan bertujuan untuk
membentuk individu yang berkembang secara optimal dari segi fisik, mental, dan
moral.
Kesimpulan
Pendidikan Montessori menjadikan kondisi alami penyerapan otak anak
sebagai dasar utama pendidikannya. Pada awal kehidupan, otak anak memiliki
kapasitas besar untuk menyerap informasi dengan cepat dan efektif. Fase ini menjadi
landasan untuk pengembangan spontanitas anak melalui pemahaman periode
sensitif, yaitu rentang waktu di mana anak lebih rentan dan responsif terhadap
stimulus tertentu. Dalam lingkungan Montessori, fase ini diarahkan dengan cermat
untuk memastikan perkembangan spontanitas anak berjalan optimal.
Montessori menegaskan bahwa pengalaman awal anak memainkan peran
krusial dalam membentuk fase-fase kehidupan selanjutnya, termasuk kedewasaan.
Pengalaman dan perlakuan yang anak terima sejak kecil menjadi dasar pembentukan
karakter dan perkembangan anak di masa mendatang. Selaras dengan prinsip-
progresivisme, Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya, menekankan dasar kemerdekaan dan
kebebasan sebagai pijakan utama dalam proses pendidikan.
Pendekatan Montessori sejalan dengan filosofi progresivisme yang menolak
pendidikan otoriter. Fokus pada kebebasan anak untuk mengembangkan diri mereka
sendiri dan penolakan terhadap pendekatan yang mematikan kreativitas dan
kegembiraan belajar. Montessori melihat anak sebagai individu unik yang memiliki
hak untuk belajar sesuai dengan cara dan metode yang diinginkannya, memberikan
dasar kokoh bagi perkembangan maksimal dalam lingkungan yang memahami dan
menghargai potensi setiap individu. Dengan mengintegrasikan kondisi alami
penyerapan otak anak dan prinsip-progresivisme, pendidikan Montessori
menciptakan fondasi kuat untuk fase-fase kehidupan selanjutnya.

Daftar Pustaka
Magini, A. P. (2013). Sejarah pendekatan Montessori. Yogyakarta: KANISIUS.
Gettman, D. (2015). Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar (Aktivitas belajar
untuk anak balita), terjemahan Annisa Nuriowandari. Dari Basic Montessori,
Learning Activities For UnderFive. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hainstock, E. G. (1999). Metode Pengajaran Montessori Untuk Anak Prasekolah.
Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Elizabeth. (2008). Kenapa? Montessori, Keunggulan Metode Montessori Bagi Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: Mitra Media.
Jaipaul L. R., & James E. J. (2011). Pendidikan Anak Usia Dini; dalam berbagai
pendekatan. Jakarta: Prenada Media Group.
Montessori, M. (2008). The Absorbent Mind. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Montessori, M. (2014). Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang
Tua Didik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Trjmh Ahmad Lintang Lazuardi.
Yogyakarta.
Wulansari, M. R. (2013). Sekolah Montessori di Solo Baru dengan Penerapan
Pendidikan Montessori Kedalam Desain Bangunan. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur.
Preschool Dengan Metode Montessori.
(http://www.uniquegrowingmind.com/index.php/montessori). Diakses pada
02 Mei 2016 pukul 13.23.
Solehudin. (2002). Konsep Dasar Pendidikan Anak Prasekolah. Bandung: FIP UPI.

Anda mungkin juga menyukai