Anda di halaman 1dari 10

Kelompok 3

Sejarah Filsafat
Hilda Khairunnisa 211340131
Dian Novita 211340132
Ade Roihan 211340133
Filsafat Pra Islam
Ciri umum filsafat Yunani adalah Rasionalisme. Konon orang Yunani
yang bernama Thales yang hidup sekitar tahun 624-546 SM inilah orang
yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius untuk mencari
jawaban atas pertanyaan: Apakah sebenarnya bahan alam semesta ini?
Walaupun bercorak rasionalisme pada tahap permulaan, tetapi iman
atau kepercayaan masih kelihatan memainkan peranannya. Thales di
dalam argumennya belum murni akliah. Kita masih dapat melihat
adanya pengaruh kepercayaan pada mitos. Menurut Thales alam ini
penuh dewa-dewa Sebenernya yang menggerakkan setiap yang
bergerak baik makhluk hidup atau benda mati. Dari sini Thales
mengakui adanya kekuatan dari luar yang menggerakan setiap yang
bergerak yaitu dewa.
Ahmad Choirul Rofiq,Pengantar Filsafat, 2014, hal : 18
Filsafat Pra Islam
Yang datang sesudah Thales adalah Anaximander. Ia mengatakan
bahwa segala sesuatu berasal dari benda pertama, tetapi benda
pertama itu bukan air, bukan api, bukan tanah, dan bukan udara,
melainkan berasal dari asal yang lebih dahulu dari padanya. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa masalah penciptaan (kejadian) bagi dia
adalah masalah perpindahan dari satu bentuk ke bentuk lain, dari satu
rupa ke rupa lain, dan bukan masalah mengadakan atau menciptakan
dari tiada. Jelaslah bahwa benda-pertama, di mana semua wujud akan
kembali kepadanya. Dewa adalah sumber penggerak dan perkara-
perkara yang bergerak. filsuf berikutnya adalah Herakleitos. Ia
mengatakan tentang tidak butuhnya semua yang wujud kepada Zat
yang mewujudkannya. Akan tetapi ia mengatakan tentang
kebutuhannya terhadap keadilan Tuhan yang tidak bisa tidak harus
ada bagi wujud-wujud tersebut.

Ahmad Choirul Rofiq,Pengantar Filsafat, 2014, hal : 18


Filsafat Pra Islam
Tuhan menurut Plato adalah sumber segala sesuatu dan tempat kembali segala
sesuatu. dia ada dengan sendirinya sebelum ada masa dan akan tetap ada sesudah
masa, tidak ada hubungannya dengan masa dan tidak ada pengaruh masa bagi
diriNya. Daripadanya terbit segala kebenaran yang kekal. Selanjutnya ia
mengatakan alam ini mempunyai pembuat yang amat indah, pembuat itu bersifat
azali, wajib ada zatnya, pembuat itu mengetahui sekalian keadaan. Plato
menyebutkan bahwa ada beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia tidak
mengetahuinya, antara lain bahwa manusia itu mempunyai Tuhan yang
membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu.

Ahmad Choirul Rofiq,Pengantar Filsafat, 2014 hal : 19


Kajian Rasional pada masa Nabi SAW
Dan Sahabat

Menurut pengamatan para ahli, bahwa pemikiran Islam yang


ber- kembang di belahan dunia Islam pada periode modern ini,
terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman
serta era moderni- tas, baik dalam konteks keagamaan, iptek,
sosial budaya, maupun per- soalan kultural pada umumnya,
dapat dicermati melalui empat model pemikiran keislaman, yaitu
model Tekstualis Salafi, Tradisionalis Maz- hab, Modernis, dan
Neo-Modernis
H.Tobroni 2018 _Memperbincangkan Pemikiran Islam Dari Idealisme Subtantif
Hingga Konsep Aktual_ Jakarta : Prenadamedia Group
Kajian Rasional pada masa Nabi SAW
Dan Sahabat

Model Tekstualis Salafi, memahami ajaran dan nilai-


nilai mendasar pada Al-Quran dan as-Sunnah,
melepaskan diri dan kurang memper- timbangan
situasi konkret dinamika pergumulan masyarakat
Muslim yang terjadi di sekitarnya, baik itu yang
terjadi pada era klasik maupun kontemporer.

H.Tobroni 2018 _Memperbincangkan Pemikiran Islam Dari Idealisme


Subtantif Hingga Konsep Aktual_ Jakarta : Prenadamedia Group
Kajian Rasional pada masa Nabi
Dan Sahabat
Kemunculan tradisi berpikir rasional dalam Islam, sebagaimana ditulis Louis Gardet,33
pertama, didorong oleh munculnya madzhab-madzhab nahwu lantaran adanya
kebutuhan untuk bisa memahami al-Quran dengan benar. Perlu dipahami bahwa meski
al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, namun tidak semua lafazh�lafazhnya bisa
dengan mudah difahami oleh orang-orang Arab sendiri saat itu. Sejak masa al-Khulafa
al-Rasyidun sudah dirasakan kebutuhan akan tafsir dan cara pembacaan yang benar.
Dengan semakin banyaknya orang non-Arab yang masuk Isam, kebutuhan tersebut
semakin besar dan mendesak, dan pengetahuan keagamaan mulai didengungkan,
orang-orang pun semakin merasa perlu akan adanya pembakuan aturan kebahasaan
yang memungkinkan orang untuk membaca al-Quran secara benar, di samping untuk
mengetahui mukjizat al-Quran dari segi bahasanya.

H.Tobroni 2018 _Memperbincangkan Pemikiran Islam Dari Idealisme


Subtantif Hingga Konsep Aktual_ Jakarta : Prenadamedia Group
Baitul Hikmah
Baitul Hikmah Sebagai Perpustakaan perkembangan seni produksi buku
yang tak ada duanya dalam Islam disebabkan karena ketertarikan para
hartawannya yang penuh semangat terhadap buku. Dunia ilmu telah
menikmati kedudukan yang sedemikian tinggi, sehingga wajarlah jika
orang-orang yang mampu ikut mengambil bagian dan mengusahakan
kemajuannya. Kita telah melihat betapa pentingnya para pembesar bagi
para penulis dan banyak di antara para mereka yang ikut mendirikan
perpustakaan besar dalam islam, salah satunya yaitu perpustakaan Baitul
Hikmah di Baghdad. Tugas pertama perpustakaan ini adalah menyimpan
terjemahan-terjemahan buku-buku “ilmu-ilmu kuno” yaitu filsafat
Hellenistik dan ilmu alam.

Referensi : Muttaqin 2020 , Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah,
Tsaqofah;Jurnal Agama dan Budaya vol 18(hlm 52-63) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung
Bitul Hikmah
Baitul Hikmah Sebagai Pusat Penterjemaha menurut Jonathan Lyons,18 kegiatan
penterjemahan dimulai ketika Khalifah kedua Bani Abbasiyah memimpin, yaitu Khalifah
Abu Ja’far Al-Manshur (754-775). Ia dikenal sebagai khalifah yang berpengetahuan luas dalam
hal logika dan hukum. Kemudian kegiatan penterjemahan dilanjutkan oleh Khalifah Harun
ar-Arasyid (786-809) dan puteranya yang kelak melanjutkan kepemimpinan di istana Bani
Abbbasiyah, Al-Ma’mun (813-833). Kebanyakan penterjemah adalah orang yang berbahasa
armaik, maka berbagai karya Yunani pertama kali diterjemahkan ke bahasa Armaik (Suriah)
sebelum akhirnya diterjemahkan ke bahasa Arab. Ketika terbentur dengan kalimat-kalimat
yang sulit dipahami dalam bahasa aslinya, terjemahannya dilakukan kata demi kata, Dan
ketika tidak dijumpai atau dikenal padanannya dalam bahasa Arab, istilah-istilah yunani itu
diterjemahkan secara sederhana dengan beberapa adaptasi.
Baitul Hikmah Sebagai Lembaga Pendidikan
Ketika Bani Abbasiyah berkuasa, kegiatan pendidikan dan pengajaran berkembang dengan
sangat pesat. Anak-anak dan orang dewasa berlomba-lomba menuntut ilmu serta berhijrah ke
pusat-pusat pendidikan. Mereka rela meninggalkan Kampung halaman demi menambah
pengetahuan. Salah satu indikator berkembangnya pendidikan dan pengajaran pada waktu
itu adalah berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam. Jika Dinasti Fatimiyah
memiliki Al-Azhar, maka Bani Abbasiyah memiliki Baitul Hikmah. Selain menjadi
perpustakaan, di tempat ini juga diadakan pengajaran.

Muttaqin 2020 , Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah, Tsaqofah;Jurnal Agama dan Budaya
vol 18(hlm 52-63) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Baitul Hikmah
Bidang astronomi merupakan kelanjutan dari ilmu matematika yang dikerjakan oleh para
ilmuwan muslim. Pakar matematika muslim mengembangkan rumus dan metode untuk
meletakkan dasar studi tentang bintang. Dalam bidang ini, islam memberikan dorongan. Dalam al-
Qur’an ditemukan berbagai ayat yang enyinggung tentang benda-benda langit dan pergerakannya
di luar angkasa. Seperti mengenai matahari dan bulan ̶ Al-Qur’an menjelaskan bahwa keduanya
beredar menurut perhitungan yang tepat. 25 Selain itu, kitab suci juga menyatakan bahwa
manusia dapat memanfaatkan bintang-bintang sebagai petunjuk dalam kegelapan, baik di darat
maupun di lautan.26 Dengan Al-Qur’an sebagai faktor motivasi utama, firas AlKhateeb
mengatakan bahwa Astronom Muslimlah yang sesungguhnya pertama kali mengmbangkan ilmu
ini

Baitul Hikmah Sebagai Pusat Kajian dan Karangan Kegiatan ini merupakan hal paling penting bagi
perkembangan perpustakaan. Para penulis mengarang kitab-kitab khusus di perpustakaan. Para
penulis berada di divisi Penulisan dan Penelitian dalam perpustakaan. Atau ada yang menulis dan
meneliti di luar perpustakaanm kemudian memberikan karya mereka kepada pihak Perpustakaa.
Kemudian para pengarang itu mendapatkan bayaran yang besar dari khalifah.

Muttaqin 2020 , Peran Perpustakaan Baitul Hikmah Pada Masa Bani Abbasiyah,
Tsaqofah;Jurnal Agama dan Budaya vol 18(hlm 52-63) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung
Djati Bandung

Anda mungkin juga menyukai