Anda di halaman 1dari 4

A.

Redaksi Hadis

‫و َح َّد َثَنا ُز َهْي ُر ْبُن َح ْر ٍب َح َّد َثَنا ِإْس َم ِع يُل ْبُن ِإْب َر اِهيَم َع ْن ِهَش اِم ْبِن‬
‫َح َّساَن َع ْن ُمَح َّمِد ْبِن ِس يِريَن َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى‬
‫ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َطُهوُر ِإَناِء َأَح ِد ُك ْم ِإَذ ا َو َل َغ ِفي ِه اْلَك ْلُب َأْن َيْغ ِس َلُه َس ْبَع‬
‫َم َّراٍت ُأواَل ُهَّن ِبالُّتَر اِب‬
Artinya:
“Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan
kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Hisyam bin Hassan dari Muhammad bin
Sirin dari Abu Hurairah dia berkata, ‘Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Sucinya
bejana kalian apabila dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan
yang pertama kali dengan tanah”.
B. Ayat Al-Quran
Dalam al-Quran disebutkan pada surat al-Maidah ayat 6:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُوُجْو َهُك ْم َو َاْي ِدَيُك ْم ِاَلى‬
‫اْلَم َر اِف ِق َو اْمَس ُحْو ا ِبُرُءْو ِس ُك ْم َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَك ْع َبْيِۗن َو ِاْن ُكْنُتْم ُج ُنًب ا‬
‫َف اَّطَّهُرْو ۗا َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن‬
‫اْلَغ ۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا‬
‫ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ِّم ْنُهۗ َم ا ُيِرْيُد ُهّٰللا ِلَيْج َعَل َع َلْيُك ْم ِّم ْن َح َر ٍج َّو ٰل ِكْن ُّيِرْيُد‬
‫ِلُيَطِّهَر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َتٗه َع َلْيُك ْم َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan
salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu
junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka
jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak
ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

Kandungan ayat 6 surah al-Maidah merupakan dalil syariat berwudhu,


mandi junub dan tayammum. Ketiga ibadah syariat ini merupakan ibadah
ibadah yang relevan dengan pensucian baik dalam makna pensucian lahir
maupun pensucian batin. Kandungan ayat 6 dalam surah al-Maidah,
merupakan tuntunan bagi seorang mukmin, yakni apabila ia hendak
menegakkan shalat, sementara pada saat itu, ia dalam keadaan berhadas
kecil dan atau berhadas besar, maka hendaknya ia berwudhu dan atau
mandi. Selanjutnya ayat tersebut mengemukakan tata cara berwudhu.
Kandungan ayat 6 tersebut juga menuntun seorang mukmin yang sedang
junub dan atau mukminat sedang haid dan nifas, yang menjadi penghalang
untuk menegakkan shalat, maka hendaknya ia mandi mensucikan diri. ayat
ini juga mengemukakan tata cara bersuci, -baik dari hadas kecil dan atau
hadas besar, apabila tidak menemukan air. Tata cara bersuci yang dimaksud
adalah tayammum dengan menggunakan debu yang suci. Dengan menyapu
muka dan tangan dengan debu yang baik dan atau suci. Tayammum
merupakan tata cara bersuci yang menggantikan wudhu dan mandi bagi
seorang mukmin yang lagi sakit, di mana penyakitnya dikhawatirkan
bertambah parah apabila terkena air, dan atau dapat menundah
kesembuhannya jika terkena air. Tayammum juga dapat digunakan sebagai
tata cara bersuci bagi seorang mukmin dan atau mukminat, yang sedang
dalam perjalanan atau musafir dalam jarak tertentu dan ia tidak menemukan
air1.

C. Syarah Hadis
Aniing adalah binatang yang mengandung najis. Apabila ada yang
mengatakan, "Sebenamya thaharah di sini adalah pengertian secara bahasa."

1
Ahmad Mujahid and Haeriyyah Haeriyyah, ‘THAHARAH LAHIR DAN BATIN DALAM AL-QURAN
(Penafsiran Terhadap Qs. Al-Muddatsir/74:4 Dan Qs. Al-Maidah/5:6)’, Al-Risalah Jurnal Ilmu Syariah
Dan Hukum, 19.2 (2020), 198 <https://doi.org/10.24252/al-risalah.v19i2.12731>. hal 108 -120
Maka jawabannya adalah perlu diketahui bahwa mengartikan lafazh secara
hakikat syar'i itu lebih didahulukan daripada definisi secara bahasa.
Wajibnya mencuci bejana yang telah dijilat oleh anjing adalah
sebanyak tuiuh kali merupakan pendapat madzhab Malik, Ahmad, dan
jumhur ulama. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat cukup mencucinya
sebanyak tiga kali saja. petuniuk untuk mencuci di awal atau akhirnya dengan
menggunakan tanah bukanlah menunjukkan suatu keharusan. Akan tetapi, di
antara tuiuh cucian tersebut, salah satunya harus dengan menggunakan tanah.
Perlu diketahui pula bahwa tidak ada perbedaan bagi kami antara
jilatan anjing dengan anggota tubuhnya yang lain. Sehingga apabila kencing,
kotoran, daratu keringat, bulu, air liur, atau anggota-anggota tubuhnya yang
lain mengenai sesuatu yang suci ketika dalam keadaan basah, maka wajib
mencucinya sebanyak tuiuh kali, salah satunya dengan tanah.
Apabila ada satu atau dua ekor anjing menjilat satu bejana dengan
berulang-ulang kali, maka dalam hal ini terdapat tiga pendapat menurut
ulama:
1. Cukup mencuci semua jilatan itu dengan tuiuh kali basuhan saja.
2. Pada setiap jilatan harus dicuci sebanyak tujuh kali.
3. Apabila dijilat oleh satu ekor anjing berkali-kali, maka cukup
membasuhnya tujuh kali saja. Akan tetapi, jika dijilat oleh beberapa
ekor anjing, maka pada setiap satu ekor anjing harus dicuci sebanyak
tujuh kali.
Jika seseorang mencuci bejana dari bekas jilatan anjing sebanyak
delapan kali, atau mencelupkannya ke dalam air yang banyak, atau dengan
cara mencelupkannya ke dalam air sebanyak tujuh kali, maka hal tersebut
tidak bisa menggantikan fungsi tanah Ada juga yang mengatakan bahwa
sabun dan abu atau yang semisalrya dapat menggantikan posisi tanah.
Demikian juga tidak ada perbedaan antara ada atau tidak adanya tanah,
menurut pendapat yang shahih. Atau membasuh hanya dengan tanah, maka
hal tersebut tidak bisa menghilangkan najis, menurut pendapat yang shahih2.

2
Imam An-Nawawi, ‘Syarah Shahih Muslim (Darus Sunnah) Jilid 2’, Mukadimah - Kitab Iman, 2. Hal
613-625
An-Nawawi, Imam, ‘Syarah Shahih Muslim (Darus Sunnah) Jilid 2’, Mukadimah -
Kitab Iman, 2

Mujahid, Ahmad, and Haeriyyah Haeriyyah, ‘THAHARAH LAHIR DAN BATIN


DALAM AL-QURAN (Penafsiran Terhadap Qs. Al-Muddatsir/74:4 Dan Qs. Al-
Maidah/5:6)’, Al-Risalah Jurnal Ilmu Syariah Dan Hukum, 19.2 (2020), 198
<https://doi.org/10.24252/al-risalah.v19i2.12731>

Anda mungkin juga menyukai