Pengertian Thoharah
Secara bahasa (etimologi) thoharah adalah kebersihan. Secara istilah (terminologi) thoharah serangkaian
perbuatan kebersihan yang bernilai ibadah yang dapat membolehkan kita melakukan shalat dan ibadah
lainnya.
Hadast itu sendiri adala kondisi seseorang tidak boleh melakukan shalat atau ibadah yang disyaratkan harus
dikerjakan dalam keadaan suci. Misalnya, buang hajat, menyentuh kulit lawan jenis, kedua hal ini
menyebabkan seseorang berhadast. Hadast itu sendiri terbagi dua : hadast kecil dan hadast besar. Hadast
besar ada 4, yaitu janabah (mimpi basah atau jima’), haid, nifas dan melahirkan. Sementara hadast kecil
adalah selain 4 hal itu, bisa berupa buang air kecil, buang air besar, menyentuh kulit lawan jenis,
menyentuh kemaluan dan lain-lain. Bersuci dari hadast besar adalah dengan mandi. Sementara bersuci dari
hadast kecil dengan wudhu. Mandi dan wudhu adalah bersuci yang harus dilakukan sebisa mungkin. Jika
tidak memungkinkan, maka baru boleh melakukan bersuci alternatif, yaitu tayammum.
Sementara, najis adalah benda atau zat yang haram untuk dikonsumsi karena dianggap kotor oleh syariat.
Seperti khamar, darah, kotoran (feses), air seni dan lain-lain. Benda-benda yang dianggap najis tidak boleh
dikonsumsi dan harus disucikan jika mengenai tubuh atau pakaian kita. Cara untuk bersuci dari najis adalah
dengan membasuhnya dengan air mutlak sampai bersih hingga tidak tersisa zatnya, baunya, rasanya dan
warnanya. Tidak setiap saat cara penyucian najis dilakukan harus dengan air. Adakalanya bisa dibersihkan
dengan batu, tisu atau benda padat yang dapat menyerap lainnya, yaitu ketika istinja’ sesudah proses
buang hajat. Adakalanya juga najis tidak bisa dihilangkan dengan dibasuh oleh air. Tapi, harus dilakukan
proses penyamakan, seperti ketika akan menyucikan kulit hewan. Ada juga yang cara penyuciannya
dengan proses kimiawi, yaitu seperti khamar yang kita fermentasi lagi sehingga menjadi cuka. Ketika
khamar itu sudah menjadi cuka maka cuka hasil fermentasi dari khamar itu sudah tidak najis lagi, tetapi
suci dan boleh dikonsumsi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media yang bisa digunakan untuk bersuci ada 5 : air
mutlak, debu, batu (untuk istinja’), penyamakan dan proses kimiawi.
Sebagai salah satu media untuk bersuci tidak semua air dapat digunakan untuk bersuci. Air itu sendiri
terbagi 4 :
2. Air yang suci dan menyucikan tapi makruh digunakan di badan, yaitu air musyammas
3. Air yang suci tapi tidak menyucikan, yaitu air musta’mal dan air yang sudah berubah
4. Air yang tidak suci dan tidak menyucikan, yaitu air mutanajjis
Dari keempat air ini, hanya dua air yang bisa digunakan untuk bersuci. Yaitu yang pertama dan kedua. Air
yang ketiga dan keempat tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Selanjutnya, fokus pembahasan mengenai thoharah akan berkutat dalam masalah wudhu.
Wudhu
Wudhu menjadi salah cara untuk mengangkat hadast kecil. Allah berfirman dalam Al Quran (Q.S. Al
Maidah : 6) :
1. Niat
Niat artinya bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang bersamaan dengan perbuatan
tersebut. Niat dilakukan di dalam hati. Yang dilafadzkan dengan mulut bukan niat, tetapi untuk
membantu hati kita berniat sesuai dengan yang dilafadzkan. Niat wudhu di hati harus dipasang
ketika basuhan pertama kali menyentuh wajah kita. Saat air kita basuh ke wajah pertama kali,
ketika itu hati kita memasang niat.
Niat berwudhu adalah sebagai berikut :
نويت الوضوء لرفع الحدث االصغر فرضا هلل تعالى
Artinya : “sengaja aku berwudhu untuk mengangkat hadast kecil, fardhu karena Allah Ta’ala
2. Membasuh wajah
Wajah harus dibasuh seluruhnya, tidak boleh terlewatkan sedikit pun. Maka, untuk itu kita perlu
mengetahui batas-batas wajah. Secara vertikal (memanjang) wajah itu dari pangkal tempat tumbuh
rambut hingga ujung dagu. Secara horizontal (mendatar) wajah itu dari telinga yang satu dengan
telinga yang lain.
Bulu-bulu yang ada di wajah juga harus dikenai air bersamaan dengan kulit yang ada dibawah bulu
tersebut. Pria yang memiliki jenggot, jika jenggot itu tebal maka yang wajib kena air adalah bulu
jenggotnya saja, kulit di bawahnya tidak wajib. Jika jenggotnya tipis maka bulu dan kulit di
bawahnya wajib kena air. Untuk wanita yang berjenggot, baik jenggotnya tipis atau tebal tetap
harus dikenakan kulit di bawah jenggot tersebut dengan air.
3. Membasuh kedua tangan
Membasuh kedua tangan ini batasnya hingga mengenai sikut. Jika seseorang tidak memiliki sikut
maka bisa diperkirakan posisi sikutnya dimana (kira-kira). Bulu-bulu, gumpalang daging dan jari
tambahan yang terdapat di tangan juga wajib dibasuh.
4. Mengusap sebagian kepala / rambut
Baik pria, wanita atau banci harus melakukan ini. Untuk mengusap kepala / rambut tidak harus
menggunakan tangan, tetapi bisa menggunakan benda lain seperti kain. Jika kita tidak mengusap
kepala, tetapi malah menyiraminya dengan air maka tidak apa-apa dan tetap sah. Begitu juga jika
jika kita hanya membasahi tangan lalu meletakkan tangan itu di kepala tanpa menggerakkannya, itu
tetap sah.
5. Membasuh kedua kaki
Membasuh kedua kaki ini batasnya hingga mengenai mata kaki. Bulu-bulu, gumpalan daging dan
jari tambahan yang ada di kaki juga wajib dibasuh jika ada.
6. Tertib
Tertib ini artinya melakukan wudhu secara berurutan. Mulai dari wajah, lalu kedua tangan, lau
kepala, kemudian kaki.
Referensi :