UTS
MAKALAH KEL.1
Wudhu merupakan bentuk thaharah yang dilakukan untuk mensucikan diri dari hadas kecil.
Contoh dari hadas kecil yaitu buang angina, bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan
muhrim, tertidur dan sebagainya. Ada hal-hal yang disunnahkan dalam mandi wajib, seperti
menggosok pangkal rambut, mendahului dengan anggota tubuh sebelah kanan, dan sebagainya.
Istinja’ adalah membersihkan dubur atau qubul agar najis yang ada di sana terangkat.
Membasuh wajah, Batas wajah yang harus dibasuh, dari atas ke bawah, mulai dari tempat
tumbuhnya rambut hingga kedua tulang dagu. Wajib membasuh semua bagian yang berada di
dalam lingkup wajah seperti rambut Jika kulit di dalam jenggot bisa dilihat, maka hukumnya
wajib membasuh sampai ke kulitnya. Berkumur-kumur dengan memasukkan air ke dalam mulut
sama ada dikocak-kocakkan air itu di dalam mulut kemudian dikeluarkan taupun tidak. Yang
afdhalnya ialah dikeluarkan setelah dikocak-kocakkan.
Jika ada barang di atas kepala seperti songkok maka memadai ia menyapu atas apa yang
dipakainya. Manyapu kedua telinga luar dan dalamnya dengan air yang lain daripada menyapu
kepala. Menyelati semua anak jari tangan dan kaki dengan air sekalipun air boleh sampai
kepadanya dengan tidak menyelatinya. Menyelati janggut dan jambang lelaki yang lebat dengan
jari-jari yang dibasahkan.
Mengerjakan perbuatan-perbuatan itu secara berturut-turut iaitu tidak lama jarak waktu antara
mengerjakan yang satu dengan yang lain. Melebihkan had atau kawasan membasuh muka,
tangan dan kaki dari yang wajib dibasuh. Yang membatalkan Wudhu. Tersentuh kulit yang
bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup .
Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup . Dengan
air suci, lagi mensucikan e.
Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat dan
sebagainya f. Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi
mensucikan. Air yang digunakan untuk berwudu’ harus air yang mutlaq / suci. Air yang halal,
bukan hasil ghasab c.
Untuk sah nya wudu’, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudu’ dan salat, dalam arti
bahwa setelah berwudu’ yang bersangkutan masih memungkinkan untuk melaksanakan shalat
yang dimaksud pada waktunya yang telah ditentukan. Sedangkan jika waktunya sempit, dimana
jika ia berwudu’ maka keseluruhan salatnya atau sebahagian salatnya berada diluar waktu salat
yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan salatnya masih bias ia
laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila ia berwudu’, maka batallah
wudu’nya. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam membasuh nggota wudu yang
satu dengan yang lain, sebelum kering.
MAKALAH KEL.2
ُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْٱل َك ْعبَي ِْن ۚ َوإِن ُكنتُ ْم ۟ وا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إلَى ْٱلم َرافِق َوٱ ْم َسح
ِ َ ِ َّ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى ٱل
۟ ُصلَ ٰو ِة فَٱ ْغ ِسل
۟ {ُوا م{{ٓا ًء فَتَيَ َّم ُم ۟ ٰ ۟ جُ نُبًا فَٱطَّهَّر
ص{ ِعيدًا طَيِّبً{{ا َ {وا َ ض ٰ ٓى أَوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر أَوْ َجٓا َء أَ َح ٌد ِّمن ُكم ِّمنَ ْٱلغَٓائِ ِط أَوْ لَ َم ْستُ ُم ٱلنِّ َسٓا َء فَلَ ْم ت َِج{ د َ ُْوا ۚ َوإِن ُكنتُم َّمر
َج َو ٰلَ ِكن ي ُِري ُد لِيُطَه َِّر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَ ۥه{ُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون ۟
ٍ فَٱ ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُكم ِّم ْنهُ ۚ َما ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُكم ِّم ْن َح َر
Arti: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur
Sebab-sebab yang mewajibkan mandi
Perkara yang Mewajibkan Mandi ada enam :
1. Memasukkan Hasyafah/penis (alat kelamin laki-laki) ke dalam farji/vagina (alat
kelamin perempuan).
Hal ini yang diwajibkan mandi adalah kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan yang
melakukannya. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan . Hal yang sama berlaku
juga untuk wanita, dimana bila farajnya dimasuki oleh kemaluan laki-laki, baik dewasa atau anak
kecik, baik kemaluan manusia maupun kemaluan hewan, baik dalam keadaan hidup atau dalam
keadaan mati, termasuk juga bila yang dimasuki itu duburnya. Semua yang disebutkan di atas
termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi, meskipun tidak sampai keluar air mani.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
إذا التقى الختانان أو مس الختان الختان وجب الغس{{ل فعلت{{ه: عن عائشة رضي هللا عنها أن رسول هللا ِ صلى هللا عليه وسلم قال
أنا ورسول هللا فاغتسلنا
Artinya : Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua kemaluan bertemu
atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi janabah. Aku
melakukannya bersama Rasulullah SAW dan kami mandi
.
بَ فَقَ{ ْد َو َج, ثُ َّم َجهَ{دهَا, {ع ِ َس بَ ْينَ ُش{ َعبِهَا اأْل َرْ ب َ َ قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا علي{ه وس{لم إ َذا َجل: َوع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه قَا َل
ْ " َوإِ ْن لَ ْم يُ ْن ِزل: َو َزا َد ُم ْسلِ ٌم- ق َعلَ ْي ِه ٌ َْال ُغ ْس ُل ُمتَّف
Artinya : Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila seseorang duduk
di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi), maka sudah wajib
mandi. (HR. Muttafaqun `alaihi).Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar
mani"
Baik keluarnya dengan sebab bermimpi dalam keadaan tidur atau keluar dalam keadaan terjaga,
tetap mewajibkan mandi. Begitu pun keluar mani tidak disengaja atau disengaja, tetapi wajib
mandi.
3. Haidh
Darah haidl/menstruasi adalah darah yang keluar dalam kondisi perempuan sehat, tidak dalam
keadaan setelah melahirkan, warna darahnya merah pekat, dan panas.
Allah Ta’ala berfirman:
ُ طهُ{{رْ نَ فَ{إ ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَ{{أْتُوه َُّن ِم ْن َحي
ْث ْ َيض َوالَ تَ ْق َربُ{{وه َُّن َحتَّ َى ي
ِ وا النِّ َس{اء فِي ْال َم ِح
ْ ُيض قُ{{لْ هُ{ َو أَ ًذى فَ{{ا ْعت َِزل
ِ ك ع َِن ْال َم ِح
َ ََويَ ْس{أَلُون
هّللا َ
ُ أ َم َر ُك ُم
Sabda Rasulullah saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy ra adalah,”Tinggalkan shalat selama
hari-hari engkau mendapatkan haid, lalu mandilah dan shalatlah.” (Muttafaq Alaih)
4. Nifas
Darah yang keluar setelah atau bersamaan dengan melahirkannya anak. Nifas itu mewajibkan
mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari
keluarnya darah sesudah persalinan/melahirkan, maka wajib atas wanita itu untuk mandi
janabah.
Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang yang
nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk masjid, membaca Al-Quran,
menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.
Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus
melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah
menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:
َُور ثُ َّم تَصُبُّ َعلَى َر ْأ ِسهَا فَتَ ْدلُ ُُكهُ د َْل ًكا َش ِد ْيدًا َحتََّى تَ ْبلِ َغ ُش ُؤون
ِ الطهُّ الطهُو َر أوْ تَ ْبلِ ُغ فِي ُّ ُتَأْ ُخ ُذإِحْ دَا ُك َّن َمائَهَا َو ِس ْد َرهَا فَتَطَهَّ ُر فَتُحْ ِسن
ْتْ َأس{ َما ُء َك ْي{فَ أتَطَهَّ ُربِهَ{ا قَ{ا َل ُس{ب َْحانَ هللا ِتَطَه ُِّري بِهَ{ا قَ{ال ْ ت ْ ََطهُ{ ُر بِهَ{ا قَ{ال َ َْر ْأ ِسهَا ثُ َّم تَصُبُّ َعلَ ْيهَا ال َما َء ثُ َّم تَأْ ُخ ُذ فِر
ْ صةً ُم َم َّس َكةً فَت
عَائِ َشةُ َكأنَّهَا تُ ْخفِي َذلِكَ تَتَب َِّعي بِهَا أثَ َرال َّد ِم
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci,
beliau bersabda:
An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji
(kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah
mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu
memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita
yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).
Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke
pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut
atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan
jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan
rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.”
(Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah.
Syarat-syarat Mandi
1. Islam.
2. Tamyiz (berakal sehat).
3. Mengetahui pekerjaan yang fardlu dalam mandi.
4. Air yang digunakan harus dengan air yang suci dan mensucikan (air mutlak).
5. Tidak ada sesuatu pada lahirnya yang menghalangi sampainya air ke seluruh kulit tubuh.
6. Tetap niatnya hingga akhir sempurnanya mandi.
7. Tidak ada sesuatu akibat yang dapat merubah sifat air sampai ke kulit tubuh.
8. Mengalir airnya sampai ke seluruh tubuh.
Rukun Mandi
1. Berniat pada permulaan kena air pada badan
Bagi orang yang datang haidh atau nifas niatnya ialah mengangkat hadath haidh atau nifas. Najis
yang terdapat pada tubuh badan. Meratakan air keseluruh badan sampai pada sela-sela badan
serta bagian bawah rambut yang tebal. Supaya air dapat benar-benar merata, maka orang yang
mandi harus melepaskan pilinan rambut supaya air bias masuk pada kulit rambut.
2. Menghilangkan najis yang terdapat pada tubuh badan.
3. Meratakan air ke seluruh badan terutama kulit, rambut dan bulu.
Islam agama yang mencintai kebersihan bagi umatnya, bukan hanya kebersihan rohani akan
tetapi kebersihan jasmani pula. syari’at agama kita juga menganjurkan mandi pada waktu-waktu
tertentu sebagai berikut:
1. Mandi hari Juma‘at bagi orang yang hendak pergi sembahyang Juma‘at. Waktunya dari
naik fajar sadiq.
2. Mandi hari raya fitrah dan hari raya adhha. Waktunya adalah mulai dari tengah malam
pada hari raya itu.
3. Mandi karena minta hujan (istisqa’).
4. Mandi karena gerhana bulan.
5. Mandi karena gerhana matahari.
6. Mandi karena memandikan mayat.
7. Mandi karena masuk agama Islam.
8. Mandi orang gila selepas pulih ingatannya.
9. Mandi orang yang pitam selepas sadar dari pitamnya.
10. Mandi ketika hendak ihram.
11. Mandi karena masuk Makkah.
12. Mandi karena wuquf di ‘Arafah.
13. Mandi karena bermalam di Muzdalifah.
14. Mandi karena melontar jumrah-jumrah yang tiga di Mina.
15. Mandi karena tawaf iaitu tawaf qudum, tawaf ifadhah dan tawaf wida‘.
16. Mandi karena sa‘i.
17. Mandi karena masuk ke Madinah
Mandi Sunah
1. Mandi untuk Shalat jum’at
2. Mandi untuk Shalat hari raya
3. Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dll
4. Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5. Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6. Saat hendak Ihram, sa’i, thawaf, dan lain sebagainya.
TAYAMUM
Tayamum adalah bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan menggunakan debu,
tanah dan/atau permukaan bumi lainnya yang bersih dan suci. Ada beberapa hal yang
menyebabkan seseorang bertayammum atau bersuci dengan tanah/debu. Misalnya, orang sakit
yang tidak boleh terkena air, maka ketika ia akan mengerjakan sholat lima waktu, cara wudhu
atau bersucinya yaitu dengan bertayammum. Selain itu, apabila di suatu tempat tidak ada air,
kekeringan karena kemarau panjang, maka masyarakat di daerah tersebut bisa bersuci atau
berwudhu dengan cara tayammum.
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil al-Qur’an, sunnah dan Ijma’
(kesepakatan) kaum muslimin. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah :
طيِّبً{{ا فَا ْم َس{حُوا َ ص{ ِعيدًا َ ضى أَوْ َعلَى َس{فَ ٍر أَوْ َج{ ا َء أَ َح{ ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ{ ِط أَوْ ال َم ْس{تُ ُم النِّ َس{ا َء فَلَ ْم تَ ِج{ دُوا َم{{ا ًء فَتَيَ َّم ُم{{وا
َ َْوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر
َ
ُبِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنه
Artinya : Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau
berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
(QS. Al Maa-idah : 6).
Sabda Rasulullah SAW :
ت تُرْ بَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِ َذا لَ ْم ن َِج ِد ْال َما َء
ْ ََوج ُِعل
Artinya : Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam )
permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci (tayammum) jika kami
tidak menjumpai air. (HR. Muslim no. 522)
Artinya :Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.
Dari hadits-hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa tata cara Rasulullah SAW bertayammum
adalah sebagai berikut :
1. Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian
meniupnya.
2. Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
3. Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
4. Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan
saja.
5. Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja
atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu.
6. Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk
hadats kecil.
7. Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.
Syarat-syarat Tayamum
1. Sulit menemukan air
Tayamum perlu dipenuhi jika di sekitar tidak dapat ditemukan air
2. Menggunakan debu yang suci
Debu yang digunakan saat bertayamum harus dalam keadaan suci, yaitu debu yang tidak
mengandung najis. Perlu diingat, debu yang dipakai tayamum (debu must’mal) tidak
diperbolehkan digunakan berulang kali. Selain itu, debu yang tercampur kapur atau
benda-benda lainnya pun tidak boleh digunakan.
3. Mengerti tata cara tayamum
Seorang muslim yang hendak melakukan tayamum perlu mengetahui bagaimana tata cara
tayamum yang benar menurut syariat Islam.
4. Tayamum dilakukan dalam waktu sholat
Saat waktu salat dan tidak menemukan air, diperbolehkan bagi seorang muslim untuk
bertayamum sebagai pengganti wudu.
5. Mengetahui arah kiblat
Sebelum melakukan tayamum, bagi orang Islam yang bepergian jauh (musafir)
hendaknya mengetahui arah kiblat pada daerah yang ditempatinya
Tata Cara Tayamum dan Doanya yang Benar
Adapun penjelasan mengenai tata cara tayamum adalah sebagai berikut:
1. Siapkan debu yang bersih
Gunakan debu yang berada di tembok, kaca, atau tempat lain yang dirasa bersih.
2. Menghadap kiblat
Disunahkan untuk menghadap kiblat, lalu letakkan kedua telapak tangan pada debu,
dengan posisi jari-jari kedua telapak tangan dirapatkan.
3. Membaca niat’
Dalam keadaan tangan masih diletakan di tembok atau debu, lalu ucapkan basmalah dan
niat berikut: “Nawaytu tayammuma li istibaakhati sholati lillahi ta’ala.”
Artinya: “Aku berniat tayamum agar diperbolehkan salat karena Allah.”
4. Usapkan kedua telapak tangan ke seluruh wajah
Berbeda dengan wudhu, dalam tayamum tidak diharuskan untuk mengusapkan debu pada
bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah. Hal yang dianjurkan adalah
berusaha meratakan debu pada seluruh bagian wajah
5. Telapak tangan menyentuh debu
Selanjutnya bagian tangan, letakkan kembali telapak tangan pada debu. Kali ini jari
tangan direnggangkan, lalu tengadahkan kedua telapak tangan dengan posisi telapak
tangan kanan di atas tangan kiri.
6. Telapak tangan menyentuh lengan hingga siku
Rapatkan jari-jari tangan, dan usahakan ujung jari kanan tidak keluar dari telunjuk jari
kiri, atau sebaliknya. Telapak tangan kiri mengusap lengan kanan hingga ke siku.
Kemudian, tangan kanan diputar untuk diusapkan juga sisi lengan kanan yang lain.
Selanjutnya, telapak tangan mengusap dari siku hingga dipertemukan kembali jempol kiri
mengusap jempol kanan. Lakukan langkah-langkah tersebut pada tangan kiri.
7. Mengusapkan kedua telapak tangan
Pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jarimu.
8. Membaca doa bersuci
Setelah tayamum, dianjurkan juga oleh sebagian ulama untuk membaca doa bersuci,
seperti halnya doa berikut ini:
“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai
orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bersuci, dan
jadikanlah aku sebagai hamba-hamba-Mu yang saleh. Mahasuci Engkau, ya Allah.
Dengan kebaikan-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Dan dengan
kebaikan-Mu, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu.
MAKALAH KEL.3
Shalat
Imam Rafi’i mendefinisikan bahwa shalat dari segi bahasa berarti do’a, dan menurut
istilah syara’ berarti ucapan dan pekerjaan yang dimulai dengan takbir, dan
diakhiri/ditutup denngan salam, dengan syarat tertentu. Kemudian shalat diartikan
sebagai suatu ibadah yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus, dimulai
dengan takbir dan di akhiri dengan salam (taslim). Dari pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan shalat adalah suatu pekerjaan yang diniati
ibadah dengan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan yang dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam. Shalat menghubungkan seorang hamba
kepada penciptanya, dan shalat merupakan menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri
kepada Allah SWT. Dari sini maka, shalat dapat menjadi media permohonan, pertolongan
dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan
hidupnya
Hukum melaksanakan shalat lima waktu adalah Wajib, bahkan Allah mewajibkan setiap
pengikutnya untuk tetap melaksanakan shalat lima waktu walaupun sedang sakit dengan
kondisi tertentu.
Selain shalat wajib 5 waktu ada shalat sunnah lainnya, berikut ini kategori hukum
shalatnya.
Fardu
Sholat Fardhu adalah doa yang diwajibkan untuk melakukannya. Shalat fardhu dibagi
lagi menjadi dua, yaitu:
Fardu ain merupakan kewajiban yang wajib mukallaf berhubungan langsung
dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan atau dilakukan oleh orang lain,
seperti shalat lima waktu dan shalat Jumat (fardhu ‘ain bagi laki-laki).
Fardu kifayah merupakan kewajiban yang wajib mukallaf tidak berhubungan
langsung dengan dirinya. Kewajiban ini menjadi sunnah setelah sebagian orang
melakukannya. Namun jika tidak ada yang melakukannya maka kita wajib
melakukannya dan menjadi berdosa jika tidak dilakukan, seperti shalat jenazah.
1. Berhadats (segala kotoran yang keluar dari tubuh, misalnya: kencing, buang air
besar, dan angin).
2. Terkena Jelas Najis.
3. Sengaja Berkata atau Berbicara atau Berbicara Selain Membaca Doa.
4. Sengaja Meninggalkan Suatu syarat, Rukun Doa.
5. Sengaja bergerak 3 kali berturut-turut, terlepas dari gerakan sholat. Misalnya:
Menggaruk ke arah yang sama.
6. Tertawa terbahak-bahak.
7. Mendahului Imam jika dia adalah Makmum (shalat berjamaah).
8. Murtad.
Sunah-Sunah Sholat
1. Sebelum Sholat Adzan dan Iqomat.
2. Siwak (Sikat Gigi).
3. Mengangkat Kedua Tangan Sebatas Telinga.
4. Bergabung dengan Pergelangan Tangan Kanan Dan Kiri (Sedakep).
5. Bacalah Doa Iftitah.
6. Baca Taawudz (Audzubillahiminasyaitonirrojim).
7. Bacaan Amin, Setelah Al Fatihah.
8. Membaca Surah atau Ayat dalam Alquran setelah membaca Surah Al Fatihah.
9. Membaca tasbih sambil ruku ‘dan sujud.
10. Membaca Doa Sambil Duduk Di Antara 2 Sujud.
11. Baca Tahiyyat dan Doa di Rokaat Kedua.
12. Baca Doa Qunut.
13. Duduk Iftirosy Dalam Semua Doa Duduk.
14. Duduk Tawarruk (Sujud di Akhir Tahiyat).
15. Doa Sebelum Salam.
16. Salam Kedua Setelah Menyelesaikan Salam Pertama.
17. Doa Setelah Salam Kedua.
Rukun Sholat
Tujuan shalat
Kedudukan sholat
Kata Adzan berasal dari bahasa Arab yang bermakna pemberitahuan, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
[Al Baqarah:279].
{رى ٌء ِّمنَ ْال ُم ْش{ ِر ِكينَ َو َر ُس{ولُهُ فَ{إِن تُ ْبتُ ْم فَهُ{ َو خَ ْي{ ٌر لَّ ُك ْم َوإِن
ِ {َاس يَوْ َم ال َح ِّج ْاألَ ْكبَ ِر أَ َّن هللاَ ب ٌ َوأَ َذ
ِ َّان ِّمنَ هللاِ َو َرسُولِ ِه إِلَى الن
}3{ ب ألِ ٍيمَ َّ َ َّ
ٍ تَ َول ْيتُ ْم فَا ْعلَ ُموا أنَّ ُك ْم َغ ْي ُر ُم ْع ِج ِزي هللاِ َوبَ ِّش ِر ال ِذينَ َكفَرُوا بِ َع َذا
Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan RasulNya kepada manusia pada hari haji
akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang
musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih
baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak
dapat melemahkan Allah. Dan beritakan kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan
mendapat ) siksa yang pedih. [At Taubah : 3].
Adapun menurut syariat, adzan adalah beribadah kepada Allah dengan pemberitahuan
masuknya waktu shalat dengan dzikir tertentu. Inilah yang dirajihkan Ibnu ‘Utsaimin,
sebagaimana pernyataan beliau: “Ini lebih tepat dari hanya (sekedar) pengertian bahwa
adzan adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat, sebab adzan itu ikut shalat.
Oleh karena itu, jika diysariatkan ibrad dalam shalat Dhuhur (memperlambat shalat
Dhuhur sampai agak dingin), maka disyariatkan mengakhirkan adzan”. Adapun iqamah,
menurut kaidah bahasa Arab berasal dari kata aqama yang maknanya, menjadikannya
lurus atau menegakkan. Sedangkan menurut istilah syariat, iqamah ialah ibadah kepada
Allah untuk menegakkan sholat dengan zikir tertentu.
PERBEDAAN ADZAN DAN IQAMAH
Dari pengertian adzan dan iqamah di atas, maka dapat diketahui perbedaan antara adzan
dan iqamah ialah:
1. Adzan untuk memberitahukan masuknya waktu shalat agar bersiap-siap
menunaikannya, dan iqamah untuk masuk dan memulai shalat.
2. Lafadz (dzikir) yang dikumandangkan, dan masing-masing (antara adzan dan
iqamah) juga berbeda.
Adzan dan Iqomah haruslah dilakukan sebaik mungkin, berikut tuntunan yang
telah diajarkan rosululloh.
a. Didasari niat untuk beribadah kepada Alloh
b. Dilakukan setelah masuk waktu sholat
c. Dikumandangkan dalam bahasa arab
d. Bersungguh-sungguh dalam adzan dan iqomah
e. Adzan hendaklah dilakukan oleh satu orang
f. Dalam keadaan suci dari hadas dan najis
g. Dilakukan orang yang sudah baligh
h. Menjawab adzan dan iqomah
i. Membaca shalawat setelah adzan
j. Berdoa setelah adzan
Adzan dan iqomat termasuk ritual/syariat dalam islam. Para ulama berselisih pendapat
mengenai hukum keduanya. Sekelompok ulama mengatakan, kedua wajib. Ini adalah
pendapat Atha’, Ahmad, Mujahid, dan Daud azh Zhahiri. Jumhur fuqoha mengatakan,
keduanya sunnah. Ini adalah pendapat Hanafiah, Syafi’iah dan Malikiah. Sebagian ulama
mengatakan, adzan hukumnya fardu kifayah bagi penduduk suatu kampung atau negeri,
cukup bagi mereka satu adzan dan ia sunnah disebabkan banyaknya jamaah yang ingin
mendirikan shalat lima waktu.Sedangkan iqomah hukunya sunnah bagi setiap jamaah
yang ingin mendirikan sholat fardu. Sebagian fuqoha berkata bahwa iqomah wajib
hukumnya.
MAKALAH KEL.4
SHALAT
Makna jamaah
Secara bahasa:Kelompok
Secara Syariat :Mengaitkan shalatnya makmum dengan shalatnya imam
ًصاَل ةَ ْالفَ ِّذبِ َسب ٍْع َو ِع ْش ِر ْينَ د ََر َجة ُ الج َما َع ِة تَ ْف
َ ض ُل َ ُصاَل ة
َ .
"Shalat jamaah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian "
Dalam riwayat lain disebutkan, “Dua puluh lima derajat”
Hukumnya
Hukum shalat jamaah adalah fardhu kifayah atas orang laki-laki yang tidak sedang
bepergian, yang sanggup menutup aurat, dan yang tidak terkena udzur dalam menunaikan
shalat fardhu.
Hukumnya sunnah muakkadah dalam shalat terawih, dalam shalat witir Ramadhan,
dalam shalat Idul fitri, dalam shalat Idul adha, dalam shalat gerhana matahari, dalam
shalat gerhana bulan, dan dalam shalat istisqa.
Hukumnya sunnah dalam shalat qadha yang dilakukan bersama imam dan makmum
karena mereka sama-sama terlambat menunaikan shalat fardhu dari jenis yang sama
فَإ ِ ْن َكانُوا،ًـوا ًء فَأ َ ْق َد ُمهُ ْم ِهجْ َرة َ فَإ ِ ْن َكانُوا فِى ال ُّسنَّ ِة َس، فَإ ِ ْن َكانُوا فِى ْالقِ َرا َء ِة َس َوا ًءفَأ َ ْعلَ ُمهُ ْم بِال ُّسنّـ ِة،ِ ب هَّلل ِ يَ ُؤ ُّم ْالقَوْ َم أَ ْق َر ُؤهُ ْم لِ ِكتَا
َواَل يَ ْق ُع ْد فِى بَ ْيتِ ِه علَى تَ ْك ِر َمتِ ِه ِإاَّل بِإ ِ ْذنِ ِه، َواَل يَ ُؤ َّم َّن ال َّر ُج ُل ال َّر ُج َل فِى س ُْلطَانِ ِه،فِى ْال ِهجْ َر ِة َس َوا ًء فَأ َ ْق َد ُمهُ ْم ِس ْل ًما.
"Yang menjadi imam bagi suatu kaum adalah yang paling bagus bacaan Al-Qurannya di
antara mereka.Jika mereka sama saja bagusnya dalam membaca Al-Quran,maka dipilih yang
paling tahu masalah sunah. Sekiranya mereka sama bagusnya dalam masalah sunah,maka
dipilih yang lebih dulu masuk Islam.Dan,jangan sekali-kali seseorang menjadi imam bagi
orang lain di wilayah kekuasaanya. Pun, saat di rumah orang lain, seseorang tidak boleh
duduk di 'takrimah'nya kecuali dengan izinnya."
Kapan makmum masbuq masih mendapati satu rakaat bersama imam
Barangsiapa yang mendapati imam masih dalam posisi ruku' dan berthuma'ninah sebelum
bangkit, berarti ia sempat mendapati satu rakaat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah ﷺbersabda:
Sujud Sahwi
Sujud sahwi ialah sujud yang dilakukan karena kelupaan dalam shalat. Cara mengerjakannya
sama dengan sujud biasa, artinya dengan takbir diantara 2 sujud dan dikerjakan sesudah tahiyat
akhir sebelum salam.
Adapun lafal sujud sahwi ialah :
“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huu”
Artinya : “mahasuci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa”
Tata cara melakukan sujud sahwi sama seperti sujud dalam salat pada umumnya, namun
sujud sahwi dilakukan dua kali, dipisah dengan duduk sejenak. Setiap kali turun dan
bangkit dari sujud, disyari’atkan membaca takbir. Sujud sahwi dapat dilakukan sebelum
salam ataupun setelah salam, tergantung kasus lupanya. Artinya, jika salat perlu ditambal
karena lupa dan sadar sewaktu salat, maka hendaknya sujud sahwi dilakukan sebelum
salam. Namun, kalau sesudah salat baru sadar mengenai kasus lupanya, maka sujud
sahwi dilakukan sesudah salam. Untuk bacaan sujud sahwi sama seperti bacaan sujud
pada biasanya.
Dalam salat berjamaah apabila makmum memberitahu imam karena kelupaan, seperti
tertinggal tasyahud dirakaat yang kedua, atau karena kepentingan lain, seperti
memberitahu orang buta supaya tidak jatuh kedalam jurang dan lain-lainnya, maka
disunahkan baginya membaca tasbih bagi laki-laki dan menepuk tangan bagi perempuan.
Sujud Tilawah
Menjama'Shalat
Menjamak shalat ialah menghimpun salah satu shalat dengan shalat lainnya pada waktu
salah satunya, baik keduanya sama-sama dilakukan secara sempurna atau sama-sama
diqashar, atau yang satu dilakukan dengan sempurna dan yang satunya lagi dilakukan
dengan diqashar.
ُّ ض
الظه ِْر َمجْ ُموْ عًا َم َع القَصْ ِر َج ْم َع تَ ْق ِدي ٍْم َ ُْت أَ ْن أ
َ ْص ِّل فَر ُ نَ َوي
“Aku berniat untuk shalat fardhu zuhur yang dijamak taqdim dengan shalat ashar."
2. Memulai dengan shalat yang pertama, karena Nabi menjamak seperti itu. Beliau
bersabda, "Dan shalatlah kalian seperti kalian melihar aku shalat" Sebab, status
shalat yang pertama adalah yang diikuti, sementara status shalat yang kedua
adalah yang mengikuti. Jadi shalat yang pertama harus didahulukan daripada
shalat yang kedua.
3. Muwalat atau berturut-turut antara shalat yang pertama dan shalar yang kedua,
karena keduanya sama seperti satu shalat. Jadi tidak boleh memisahkannya di
antara keduanya, sebagaimana juga tidak boleh memisahkan antara rakaat-rakaat
dalam satu shalat.
4. Tetap masih dalam perjalanan sampai dilakukan shalat yang kedua, yakni sampai
melakukan takbiratul ihramnya.
5. Mengqashar ialah menyingkat shalat zuhur dan shalat ashar, atau shalat maghrib
dan shalat isya Masing-masing dia rrakaa.
6. Shalat khauf adalah shalat dalam keadaan bahaya atau takut (suasana perang).
7. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut
kemampuannya.
Sholat Diatas Kendaraan adalah bagian dari solusi yang bisa dilakukan agar sholat
tetap bisa dikerjakan pada waktunya.
8. Shalat jumat hukumnya fardhu ain, berdasarkan firman Allah SWT
"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jumat, maka
bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui" (Al-Jumu'ah:9).
9. Shalat-Shalat Sunah terbagi menjadi dua yaitu shalat-Shalat sunnah yang
menyertai shalat-shalat fardhu dan shalat-Shalat sunnah yang tidak menyertai
shalat-shalat fardhu.
10. Menshalatkan mayit hukumnya fardhu kifayah.
Jika yang ditemukan pada mayit hanya bagian kepala dan kaki saja, ia tetap wajib
dishalatkan .
UAS
MAKALAH KEL.5
ZAKAT
Zakat secara etimologi berarti penyucian, penumbuhan (ziyadah), dan terpuji. Jika diucapkan
zaka al-zar artinya tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah artinya
nafkah itu tumbuh dan bertambah. Kata ini juga sering dikemukakan untuk makna thoharoh.
Adapun zakat secara istilah fiqih adalah “ Nama bagi sejumlah harta tertentu yang dikeluarkan
untuk beberapa golongan khusus dengan persyaratan tertentu “.
Hukum mengeluarkan zakat adalah fardhu ‘ain bagi orang yang telah memenuhi syarat-
syaratnya. Orang yang wajib membayar zakat disebut Muzaki sedangkan orang yang berhak
menerima zakat disebut Mustahik.
Adapun dalil tentang perintah zakat ialah :
1. Q.S At – Taubah : 23 – 24
2. Q.S Al – Baqoroh : 43
3. Q.S Al – Baqoroh : 110
Pengertian zakat fitrah menurut ulama ahli fikih adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap
muslim, baik laki-laki, maupun perempuan, besar maupun kecil, merdeka maupun budak yang
memiliki kelebihan makan bagi diri dan keluarganya pada tanggal 1 Syawal. Zakat fitrah adalah
zakat wajib yang tanpa memandang status sosial, gender (jenis kelamin) maupun umur.
Dinamakan zakat fitrah karena zakat ini wajib ditunaikan ketika telah berbuka atau selesai dari
bulan Ramadhan.
Hikmah Zakat
1) Menjauhkan diri dari sifat kikir
2) Membersihkan dan menumbuhkan harta
3) Kepedulian islam terhadap memberantas kemiskinan
Zakat Profesi
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah
mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris,
akuntan, artis, dan wiraswasta. Adapun orang orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki
alasan sebagai berikut: Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan
perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal pada masa generasi
terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan
tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari
hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap
kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang
membutuhkan.
Referensi dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak
mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
1. Waktu Pengeluaran
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari
zakat profesi: Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun)
terhitung dari kekayaan itu didapat
2. Nisab
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan
buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini
berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan
4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000.
3. Kadar zakat
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan
tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi
yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor.
Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah: “Bila engkau memiliki 20
dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR.
Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
4. Perhitungan zakat
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
1) Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, setelah
penghasilan diterima. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang tidak mempunyai
tanggungan/ kecil tanggungannya. Contoh: Seseorang yang masih lajang dengan
penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X
3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2) Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang mempunyai
tanggungan. Contoh: Seseorang yang sudah berkeluarga dan punya anak dengan
penghasilan Rp 3.000.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.500.000
tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X (3.000.000-1.500.000)=Rp
37.500 per bulan atau Rp 450.000,- per tahun. Dengan catatan, apabila sudah mencapai
nisab. Dalam contoh ini Rp. 1.500.000 seolah-olah sudah mencapai nisab.
Hikmah Zakat
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat adalah sebagai berikut:
1. Menyucikan jiwa manusia dari penyakit-penyakit kikir dan
pelit, tamak dan rakus.
2. Membantu orang-orang miskin dan memenuhi kebutuhan
orang-orang yang mengalami kekurangan, kesialan dan yang teram
pas haknya.
3. Menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan umum, yang men-
jadi pondasi kehidupan umat dan kebahagiaannya.
4. Membatasi penumpukan kekayaan hanya pada tangan orang-
orang kaya, para pedagang dan pengusaha semata, supaya harta ter-
sebut tidak tertahan di lingkungan kelompok yang terbatas atau hanya
beredar di kalangan orang-orang kaya.
MAKALAH KEL.7
PUASA
Pengertian puasa secara etimologi Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari
alShaum dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut , صوم صيامyang berarti
puasa. Menurut L. Mardiwarsito dalam bahasa kawi disebut “upawasa” yang berarti berpuasa.
Dalam Bahasa Arab dan al-Qur’an puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri
dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri. Abi Abdillah Muhammad bin
Qasim al-Syafi’i mengatakan:
Artinya : “Kata shiyam dan shaum keduanya merupakan bentuk mashdar dari fi'il madhi shaama
yang secara lughat (bahasa) berarti menahan diri dari makan, berbicara, dan berjalan”.
Jadi Puasa menurut bahasa berarti menahan diri dari sesuatu serta meninggalkannya. Menurut
Ar-Raghib al Asfahani, puasa berarti menahan diri dari melakukan sesuatu, baik yang bersifat
makan atau minum, bicara atau berjalan.
Sedangkan menurut syara', puasa adalah Menahan diri dari makan dan minum serta berhubungan
badan (jima') disertai dengan niat dari sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dan
kesempurnaannya dengan meninggalkan segala hal yang dilarang dan tidak terperosok ke dalam
hal-hal yang diharamkan.
Hikmah Puasa
Hikmah puasa sangat banyak, baik yang bersifat spiritual maupun yang bersifat material, jasmani
maupun rohani. Diantara hikmah-hikmah puasa dikelompokkan menjadi:
1. Disiplin Rohaniah
Puasa melepaskan manusia dari pada ikatan kehewanan, karena hanya binatanglah yang tidak
sanggup menahan seleranya. Tidak sanggup menahan syahwat birahinya dan hanya takut kepada
apa-apa yang dilihatnya. Sebagaimana pendapat Sidi Gazalba ; Tidak ada jariku yang lebih kuat
dan pada makan dan minum serta berhubungan dengan istri, manakala kita memiliki tiga unsur
itu, namun demikian nafsu itu kita tundukkan, karena puasa. Banyak hal-hal yang tidak baik tapi
menyenangkan. Kita senang melihatnya, mengucapkannya dan memperbuatnya, tetapi nafsu kita
kendalikan karena puasa.
Wahbah Al-Zuhaily yang juga menyatakan, “puasa dapat menenangkan nafsu amarah dan
meruntuhkan kekuatan yang tersalurkan dengan anggota tubuh, seperti, mata, lidah, telinga, dan
kemaluan. Dengan puasa aktivitas nafsu menjadi lemah”. Puasa yang dilakukan disini ialah
mengendalikan hawa nafsu dan mengontrolnya. Dengan puasa orang siddik untuk
mengendalikan nafsunafsunya. Nafsu-nafsu itu ditundukkannya terhadap kemauan untuk tunduk
atas semata Allah Swt. dengan diri, dari fajar menyingsing sampai malam. Tiap tahun dalam
sebulan lamanya mukmin mendisiplinkan jiwanya dengan mengendalikan nafsu-nafsu yang vital
dalam dirinya.
2. Disiplin Akhlak
Ibadah puasa menanamkan sifat lurus dan jujur dalam segala urusan dan
mempertanggungjawabkan, sekalipun manusia tidak ada yang mengawasinya. Selanjutnya puasa
meninggikan budi pekerti manusia, karena ia tidak lagi menjadi budak dari hawa nafsu dan
keinginannya, tetapi ia dapat menguasai siswa itu dan sedikit yang telah diakui oleh para sarjana
itu jiwa seluruh dunia seorang yang dapat menguasai hawa nafsunya adalah yang mempunyai
keluhuran budi.
Manusia dalam tingkah lakunya perbuatannya selalu dalam pilihan antara baik dan buruk. Dalam
puasa kemauan dilatih untuk selalu memilih yang baik sehingga melahirkan tingkah laku
perbuatan yang baik pula. Dibiasakan seorang mukmin mendisiplinkan akhlaknya untuk suatu
ketika menjadi kebiasaan dan tabiatnya. Dan tabiat akan membentuk kepribadian muttaqin yaitu
orang yang senantiasa tattaqun. Disiplin akhlak melindungi jiwa manusia agar dapat
menghindarkan diri dari perbuatan jahat. Puasa dapat menertibkan kemauan dan jiwanya dari
pada maksud-maksud hina dan keji yang senantiasa menggoda hatinya.
3. Disiplin Sosial
Puasa dapat menumbuhkan rasa solidaritas dikalangan umat Islam. Baik yang ada di timur
ataupun di barat. Mereka berpuasa dan berbuka pada satu waktu. Puasa dapat menumbuhkan rasa
kasih sayang, ukhuwah dan perasaan keterikatan dalam tolong menolong yang dapat menjamin
rasa persaudaraan sesama umat Islam.
Perasaan lapar mukmin misalnya bisa mendorong seorang untuk bersilaturrahmi dengan orang
lain serta ikut berpuasa dalam menghilangkan bahaya kemiskinan, kelaparan dan penyakit. Hal
ini akan semakin menguatkan ikatan solusi antara sesama manusia dan akan membangkitkan.
Mereka untuk saling membantu dan memberantas penyakit-penyakit masyarakat sosial (deviasi
sosial). Puasa terkadang bisa menyetarakan orang yang berpuasa dengan orang-orang miskin
yaitu dengan ikut menanggung aku merasakan penderitaan mereka.
Tindakan seperti ini akan menyangkut kedudukannya disisi Allah SWT. Dengan lapar dan haus
yang dirasakan ketika puasa, sadarkan mukmin betapa penderitaan orang tak mampu itu
menderita, sekarang ia tidak hanya tahu yang bersifat teori tapi merasakannya sendiri yang
bersifat praktek. Setelah sebulan mukmin merasakan penderitaan orang-orang miskin pada akhir
bulan itu diujikan dia, apakah rasa sosial itu telah tumbuh. Disuruh memberikan sebagian
makannya kepada orang miskin dengan zakat fitrah. Kalau itu dilakukan dengan ikhlas
terwujudlah nilai sosial dari puasa.
4. Disiplin Jasmaniah
Puasa secara praktis memperbaharui kehidupan manusia yaitu membuang makanan yang telah
lama mengendap dan menggantinya dengan yang baru, mengistirahatkan perut dan alat
pencernaan, memelihara tubuh, membersihkan sisa-sisa makanan dan minuman. Menurut
statistik ilmu kesehatan lebih dari 60% penyakit berasal dari perut, apabila perut tidak
dikendalikan, banyak penyakit akan tumbuh.
Dalam hal ini Sidi Gazalba menjelaskan bahwa kendalikan perutmu, maka akan berlindunglah
kita dan sebagian besar kejahatan (penyakit) yang diakibatkan perut.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh al-Hasani ar-Nadwi bahwa manusia telah berlebih-
lebihan di dalam makan dan minum dan tergilagila dalam bermacam-macam makanan dan
minuman sehingga mereka diserang penyakit-penyakit baik badan maupun mental. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hikmah puasa bagi orang mukmin bisa berupa fisik atau
jasmaniah maupun psikis atau rohaniah. Hikmah itu melindungi mukmin dari kejahatan
jasmaniah dan rohaniah. Dari empat nilai hikmah yang dapat dipetik dalam menjalankan ibadah
puasa tersebut menyatakan bahwa dengan puasa akan terpeliharalah kehidupan rohani dan
jasmani seorang muslim, tetapi harus kita ingat bahwa puasa itu ditujukan kepada orang-orang
yang beriman. Diterima oleh orang mukmin yang menjalankan puasa atas dasar iman dan takwa.
Dari uraian-uraian tentang puasa serta melihat dari berbagai aspek, tergambarlah bahwa puasa
sangat banyak hikmah dan efeknya (pengaruhnya) bagi orang-orang yang melaksanakannya,
baik dipandang sebagai ubudiah maupun sebagai latihan. Secara ringkas dapat dapatlah
dirumuskan hikmah puasa sebagai berikut:
a. Tazkiyat al-Nafsi (membersihkan jiwa), yaitu dengan jalan mematuhi perintah-
perintahnya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya, dan melatih diri untuk
menyempurnakan peribadatan kepada Allah Swt semata.
b. Puasa disamping menyehatkan badan sebagaimana yang telah diteliti oleh dokter
spesialis, juga memenangkan aspek kejiwaan atas aspek materiil yang ada dalam
diri manusia.
c. Puasa mendidik iradah (kemauan), mengendalikan hawa nafsu, membiasakan
bersifat sabar, dan dapat membangkitkan semangat.
d. Puasa dapat menurunkan daya seksual.
e. Dapat menumbuhkan semangat bersyukur terhadap nikmat Allah.
f. Puasa mengingatkan orang-orang yang kaya akan penderitaan dan kelaparan yang
dialami oleh orang-orang miskin.
g. Dapat menghantarkan manusia menjadi insan bertakwa.
Menurut TM. Hasbi Ash-Shiddiqie, hikmah puasa itu telah diterangkan dalam Al-Qur'an yaitu
menjadi orang yang takwa dan menjadi tangga yang menyampaikan kita kepada derajat
muttaqin. Jadi Allah Swt memfardlukan puasa kepada kita agar:
a. Untuk menanamkan rasa sayang dan ramah kepada fakir miskin, kepada anak yatim dan
kepada orang melarat hidupnya.
b. Untuk membiasakan diri dan jiwa memelihara amanah. Perlu diketahui bahwa puasa itu
suatu amalan Allah Swt yang berat dan sukar. Maka apabila kita dapat memelihara
amanah Allah Swt dengan sempurna terdidiklah kita untuk memelihara segala amanah
yang sempurna yang dipertaruhkan kepada manusia.
c. Untuk menyuburkan dalam jiwa manusia kekuatan menderita, bila terpaksa menderita
dan untuk menguatkan iradah atau kehendak manusia dan untuk meneguhkan keinginan
dan kemauan.
Macam-macam Puasa
Puasa dalam syariat islam dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: puasa wajib dan puasa
sunnah. Puasa wajib dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Wajib karna waktu yang telah ditetapkan, yaitu puasa di bulan ramadhan
2. Wajib karena suatu sebab tertentu, yaitu puasa kifarat
3. Wajib karena seseorang mewajibkan atas dirinya sendiri, yaitu puasa nadzar
Sedangkah macam-macam puasa sunnah adalah sebagai berikut:
a. Puasa senin kamis
b. Puasa Dawud
c. Puasa Tiga hari setiap bulan
d. Puasa Nifsu Sya'ban
e. Puasa tanggal 9 Dzulhijjah Dan Sebagainya
B. Rukun Puasa
Ada dua rukun puasa. Tanpa memenuhi rukun puasa, tidak ada. Dua rukun puasa itu yaitu:
a. Niat
b. Menahan diri dari segala yang membukakan
Berniat mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja mengerjakan sesuatu berarti sesuatu itu
dikerjakan dengan kemampuan kita. Hasil perbuatan itu mungkin baik mungkin tidak. Nilai tidak
dikaitkan dengan hasil itu, tetapi pada nilai perbuatan. Perbuatan khilaf, tidak mampu, tidak tahu
akibatnya karena lupa dan dipaksa oleh keadaan atau oleh orang (sehingga tidak ada jalan lain)
adalah tindakan yang dikerjakan di luar kemampuan. Dengan demikian perbuatan itu tidak
berpangkal dengan niat. Maka betapa buruk atau jahatpun akibat dari perbuatan itu, si pelaku
tidak dibebankan dosa, artinya dinilai tidak bersalah oleh ajaran Islam.
Niat itu adalah amalan hati, dan niat puasa dilakukan pada malam hari, dengan niat itu orang
mulai mengarahkan hatinya untuk berpuasa esok hari, karena Allah SWT. dan mengharap
larangan-larangan-Nya. Karena Allah SWT. dan mengharap ridhaNya. Diingatkannya dan
bertekad mengerjakan suruhan Agama dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Karena itulah
yang mesti mengucapkan niat itu hati. Karena hati itulah memancar kemauan keharusan niat
berpuasa, sebagaimana dalam Hadits Rasul:
Artinya: “Dari Hafsah Ummul Mu’minin ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa
yang tidak menetapkan berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah berpuasanya.”
Hadits di atas menyatakan bahwa puasa tidak sah kecuali dengan menetapkan niat pada waktu
malam sebelum terbit fajar dan waktu penetapan niat itu semenjak terbenam matahari.
Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Subulus Salam:
Dalam ilmu kesehatan ada orang yang berpuasa untuk kesehatan, berpuasa tanpa adanya niat
puasa untuk melaksanakan ibadah, tapi semata-mata untuk kesehatannya. Orang yang demikian
akan mendapatkan manfaat jasmaniah saja, tapi tidak mendapatkan rohaniah. Dengan demikian
niat puasa harus ada pada orang yang berpuasa, karena tanpa niat berarti tidak ada puasa.
C. Menahan dari segala yang membatalkan puasa
Dengan niat berpuasa sungguh-sungguh maka orang yang berpuasa tidak saja menahan untuk
tidak makan, tidak minum dan tidak pula bersetubuh dengan suami dan istri dari terbit fajar
sampai terbenam matahari. Tetapi juga menjauhkan segala perbuatan kotor dan jahat. Orang
yang berpuasa menahan haus dan lapar sepanjang hari tetapi setelah malam lalu makan dan
minum sebanyak-banyak menghilangkan akan maksud puasa yang dikehendaki Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT.
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan
dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah SWT. tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf : 31)
MAKALAH KEL.8
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, supaya mereka bertakwa.
2. Minum
Dasarnya juga di firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2:187
3. Hubungan Seksual , dasarnya sama dengan di atas . Yang membedakannya adalah
konsekwensi hukumnya yang lebih berat , yaitu bagi suami istri yang berhubungan sex
pada saat puasa Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika punya , atau jika
tidak punya berpuasa selama dua bulan berturut turut , atau jika tidak mampu , memberi
makan fakir miskin sejumlah 60 orang , dan mengganti puasanya .
Adapun jika bermimpi di siang hari atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi junub maka
hal itu tidak membatalkan puasa .
4. Muntah dengan sengaja . Jika tidak sengaja tidak membatalkan puasa . Hal ini didasarkan
pada hadist :
“ Barangsiapa yang muntah maka tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya . Namun barang
siapa muntah dengan sengaja maka hendaklah ia menggantinya ”
5. Keluar darah haid dan nifas sebagai konswekuensi dari syarat sahnya puasa
6. Gila saat sedang puasa
Sedangkan hal hal yang dapat mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal hal yang memang
di benci oleh Allah SWT , seperti bertengkar , berkata jorok , berperilaku curang atau berbuat
sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan semacamnya , Rasulullah saw bersabda :
“ Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka tidak ada perlunya
bagi Allah ( untuk memperhatikan ) dalam ia meninggalkan makan dan minumnya . “ ( H.R
Imam Bukhari , Tirmidzi )
“ ….. puasa itu benteng , dan apabila waktu puasa maka janganlah seorang kalian berkata kotor ,
jangan marah . Jika seseorang mencacinya atau memusuhinya , maka hendaklah ia katakana , “
Sesungguhnya saya sedang berpuasa .” ( HR. Imam yang lima , dari Abu Hurairah )
Intinya apabila seluruh panca indra dan anggota badannya tidak ikut di puasakan terhadap hal hal
yang memang di benci bahkan di larang oleh Allah SWT maka dapat mengurangi bahkan
menghilangkan bobot puasanya , sehingga dia termasuk orang yang merugi
Adab Berpuasa
1. Niat karena Allah SWT semata . Niat ini cukup dalam hati tanpa perlu di ucapkan . Hal
ini , di samping karena memang tidak ada contoh niat yang di lafalkan oleh Rasullah
saw , juga karena niat itu adalah pekerjaan hati , bukan pekerjaan mulut / lisan .
Jadi barang siapa yang bangun pada waktu malam dengan maksud untuk berpuasa karena
Allah SWT maka dia sudah terhitung berniat . Jika kita sudah memahami bahwa niat
adalah pekerjaan hati dan dia menyatu dengan perbuatan kita maka niat bisa dimulai
kapan saja . Pendapat ini sesuai dengan mahdzab Maliki yang mengatakan , niat bisa di
mulai awal Ramadhan sekaligus ( menurut Hanbali : cukup pada awal puasa saja untuk
sebulan penuh ) , dan bisa juga setiap malam atau setiap sahur ( menurut mahdzab
syafi’i : niat itu untuk setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya fajar shadiq ) .
Bahkan Ketika satu tahun yang lalu saat ada keinginan yang kuat untuk berpuasa pada
bulan Ramadhan yang akan datang , itupun sebenarnya sudah ada niat puasa .
Berbeda halnya dengan puasa wajib , untuk puasa sunat kebanyakan ulama membolehkan
berniat pada siang hari , sebagaimana Riwayat dari Aisyah bahwa Rasullulah saw pernah
datang kepadanya dan bertanya , “ Apakah kamu punya sesuatu ( maksudnya
makanan ) ? ” Jawab Aisyah : “ Tidak ! ” Kata nabi saw : “ Kalau begitu saya puasa saja
”. ( HR. Muslim & Abu Daud )
2. Makan sahur
Nabi saw bersabda :
“ Sahurlah kalian , karna pada sahur itu terdapat barokah. ’’ ( HR. Jama’ah , kecuali Abu
Daud , dari Annas ra. )
Waktu makan sahur yang di sunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu di
akhir malam .
3. Nabi Saw bersabda :
“ Sempurnakanlah dalam berwudhu , sela – selailah diantara jari jemarimu dan
sampaikanlah ( kedalam – dalam ) dalam berkumur , kecuali kamu berpuasa. ’’ ( HR .
Imam yang lima , dari Laqith bin Shabirah )
Tetapi bila menyiramkan air ke kepala karena kepanasan , boleh dan tidak bermasalah .
Hal ini karena nabi saw pernah juga melakukan hal tersebut saat kehausan dan kepanasan
di siang hari . ( HR. Ahmad , Malik & Abu Daud )
4. Berbuka puasa dengan segera . Bila waktu berbuka sudah tiba sangat di anjurkan untuk
menyegerakannya . Hal ini karena nabi saw bersabda :
“ Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka .
Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirinya . ’’
5. Berbuka dengan makanan dan minuman yang manis manis dan jangan berlebihan . Hal
ini karena Rasulallah saw mencontohkan kalua berbuka dengan makan kurang lebih dua
kurma kemudian shalat magrib berjamaah . Tapi kalua tidak ada kurma , cukup berbuka
dengan air putih saja . Setelah itu nabi saw menuntunkan untuk membaca :
Sangat di tuntunkan bangun shalat malam di bulan Ramadhan ( Qiyam Ramadlan , atau pasca
kenabian di kenal dengan istilah shalat Tarawih ) sesudah shalat isya menjelang fajar , baik di
luar apalagi di dalam bulan Ramadhan . Kerjakanlah dua rakaat yang ringan ringan
( khafifatayn ) sebagai shalat iftitah sebelum itu , tanpa perlu membaca surat atau ayat setelah
surat Alfiathah . Adapun bacaan doa iftitah adalah :
“ Maha suci Allah dzat maha memiliki kerajaan , kecukupan , kebesaran dan keagungan. ”
( HR. At-thabrani )
Kemudian kerjakanlah 11 rakaat , bisa dengan formasi 2-2-1 rakaat ( HR . Muslim dari Ibn Umar
, ra ) atau bisa juga 4-4-3 rakaat lalu tiga rakaat ( HR.Al-Bukhari-Muslim dari Aisyah ra). Saat
mengerjakan shalat witir tiga rakaat , tidak boleh menyerupai sholat magrib . Pada tiga rakaat
terakhir , nabi saw biasa membaca surat Al-a’la pada rakaat pertama , surat Al-Kafirun pada
rakaat kedua dan surat Al-Ikhlas pada rakaat ketiga . Tapi ingat tidak ada tuntunan dari hadist
yang maqbul untuk membaca tiga surat terakhir ( 3 Qul ) sekaligus pada rakaat ketiga .
Jika khawatir akan masuk waktu subuh , maka usahakanlah untuk tetap shalat witir meskipun
hanya satu rakaat . Kemudian setelah salam terakhir . bacalah :
ِ ك ْالقُ ُّد
وس ِ ُِس ْب َحانَ ْال َمل
“Maha suci Tuhan yang merajai , yang maha suci ”
Dengan menyaringkan suara pada bacaan ketiga , kemudian membaca :
َ َربَّنَا آَتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآْل َ ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ
ِ َّاب الن
ار
“ Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat , dan peliharalah
kami dari siksa kubur ”
2. Do’a untuk mendapatkan pengampunan Allah :
“ Ya Allah sungguh engkau maha pemaaf , maha mulia , engkau mencintai pemaafan , maka
maafkan diriku ”
c. Perbanyak shodaqoh di bulan Ramadhan . Suatu Ketika nabi saw di tanya oleh seorang
sahabat :
“ Mana shadaqoh yang paling afdhol ? Jawab Nabi saw bersabda : Shadaqah pada bulan
Ramadhan . ” ( HR. al-Tirmidzi )
d. Pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan hendaklah lebih mengencangkan ibadah kita
kepada Allah dengan cara beri’itikaf ( berdiam ) di masjid untuk berdzikir dan berfikir
( tafakkur ) sampai magrib malam idul fitri .
Rasulallah saw senantiasa mengajak keluarganya untuk I’tikaf ( berdiam ) di masjid ,
sebagaimana Riwayat Aisyah ra , istri nabi saw :“ Bahwanya Rasulallah saw senantiasa
beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan , sampai Allah SWT
memawaftkannya , kemudian istri istri beliau tetap beri’tikaf sepeninggalnya . ”
( HR.Bukhari Muslim , dari Aisyah ra )
Di Indonesia, sistem hisab yang berkembang pada dasarnya banyak sekali, hanya saja
jika dilihat dari dasar pijakannya, terbagi dalam dua macam yakni hisab, urfi dan hisab
haqiqi. Hisab urfi dalam konteks keindonesiaan diwakili oleh pemikiran hisab rukyah
mazhab tradisional ala Islam Jawa yang terekam dalam sistem aboge dan sistem asapon.
Sedangkan hisab haqiqi dapat dilihat dari pendirian yang mendasarkan pada ijtima‟ yakni
sistem yang berpendapat bahwa hakikat bulan kamariah dimulai sejak terjadinya ijtima”
Dari ibnu umar , “ Rasulullah saw, telah berkata : Barang siapa ingin menjumpai malam
qadar , hendaklah ia mencarinya pada malam 27 . ” ( Riwayat Ahmad dengan sanad yang
shahih )
Rahasia malam qadar tidak ditentukan , yaitu supaya orang bersungguh sungguh beramal
karena mengharap – harapkannya .
I’tikaf
I’itikaf ialah diam ( berhenti ) di dalam masjid dengan cara yang tertentu , sebagaimana
akan dijelaskan nanti . Hukum i’itikaf itu sunat pada tiap tiap waktu , terloebih lagi
sesudah tanggal 20 Ramadhan sampai akhirnya
Rukun I’itikaf
1. Niat , kalau mengerjakan i’itikaf yang di nazarkan . Maka wajib berniat fardhu agar
berbeda dengan yang sunat
2. Berhenti dalam masjid sekurang kurangnya sekedar yang di namakan berhenti
Firman Allah swt :
“ tetapi janganlah kamu campuri mereka ( istri kamu _) itu sedangkan kamu beri’itikaf
dalam masjid . “ ( Al-Baqarah : 187 )
3. Orang yang beri’itikaf disyaratkan :
a. Orang islam
b. Berakal
c. Suci dari Hadas
Yang membatalkan i’itikaf :
1. Bersetubuh
2. Keluar dari masjid dengan tidak ada uzur ( halangan )
MAKALAH KEL.9
HAJI
Haji adalah suatu kewajiban bagi setiap mukmin yang mampu untuk mengunjungi Baitullah di
Mekah, sekali dalam seumur hidup
Syarat-syarat Haji : Islam, Baligh, Merdeka, dan Mampu
Rukun Haji : Ihram, Wukuf di Arafah, Thawaf, Sa’I, Tahalul, dan Tertib
Wajib Haji : Ihram dari miqat, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melontar Jumrah Aqabah,
melontar 3 jumrah (ula, wustha, aqabah), menjauhkan diri dari dari larangan-laranganya dan
Thawaf Wada’.
Ada 3 cara melaksanakan Haji yaitu, Tammatu’, Ifrad, dan Qiran
Larangan bagi yang berihram :
Dam (denda), menurut arti darah, tapi menurut istilah adalah menyembelih binatang ternak
sebagai denda karena melanggar larangan-larangan haji atau meninggalkan wajib haji
Hikmah Haji adalah menumbuhkan jiwa tauhid tinggi, membentuk sikap mental dan akhlaq yang
mulia, dan Ukhuwah Islamiyah.
MAKALAH KEL.10