Anda di halaman 1dari 22

Evaluasi Penggunaan TIK dalam Pembelajaran di

Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Salatiga

Artikel Ilmiah

Diajukan Kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Peneliti :
Muchamad Taufiq Anwar ( 702012109 )
Dr. Dharmaputra T. Palekahelu, M.Pd.

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika


dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen SatyaWacana
Salatiga
Juni 2016

i
ii
iii
iv
v
vi
EVALUASI PENGGUNAAN TIK DALAM PEMBELAJARAN
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA SALATIGA
1)
Muchamad Taufiq Anwar, 2) Dr. Dharmaputra T. Palekahelu, M.Pd.
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1) taufiq.anwar.m@gmail.com, 2) dharma.palekahelu@staff.uksw.edu
Abstract
Indonesia's education curriculum implies the integration of ICT in learning at
school. Evaluation of ICT use in education is very important as it could reveal the cause of
ICT underutilization as well as identifying obstacles in the use of ICT in school. This study
describes the use of ICT in learning in high school in Salatiga, students’ perceptions, and
the challenges in the use of ICT. The results showed a high frequency of internet use,
moderate of use of computers and laptops, and varied use of other devices. Most used
software is Office suite, image processor, and web-based applications. ICT tools most
frequently used by students to find references when doing assigments. Students' perception
of the use of ICT is very positive since ICTs can facilitate learning. Obstacles in using ICT
in learning includes limited ICT resources, limited human resources, and the misuse of
ICTs.
Keywords – evaluation of ICT use in learning, high school ICT use in learning, frequency
of ICT use, students’ perception, challenge of ICT use
Abstrak
Kurikulum pendidikan Indonesia mengisyaratkan pengintegrasian TIK dalam
pembelajaran di sekolah. Evaluasi penggunaan TIK dalam pendidikan sangat diperlukan
karena dapat menunjukkan penyebab pemanfaatan sumber daya TIK yang kurang
maksimal serta mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam pemanfaatan TIK di sekolah.
Penelitian ini mendeskripsikan penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA di Salatiga,
persepsi siswa, serta hambatan / tantangan dalam penggunaan TIK. Hasil penelitian
menunjukkan frekuensi penggunaan internet yang tinggi frekuensi penggunaan komputer
dan laptop yang sedang, serta penggunaan perangkat lain dengan frekuensi tidak tentu.
Software yang paling banyak digunakan adalah Office suite, pengolah gambar, serta
aplikasi berbasis web. Perangkat TIK paling sering digunakan siswa untuk mencari
referensi ketika mengerjakan tugas. Persepsi siswa terhadap penggunaan TIK sangat positif
dengan alasan bahwa TIK dapat memudahkan / menguatkan proses belajar. Hambatan
penggunaan TIK untuk pembelajaran di SMA antara lain terbatasnya sarana TIK, sumber
daya manusia yang kurang, serta penyalahgunaan TIK.
Kata Kunci – evaluasi TIK dalam pembelajaran, penggunaan TIK di Sekolah Menengah
Atas, frekuensi penggunaan TIK, persepsi siswa, tantangan penggunaan TIK
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer,
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2) Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

1
1. Pendahuluan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah masuk ke pelbagai segi
kehidupan manusia termasuk dalam bidang pendidikan. Berdasarkan visi “pembelajaran
sepanjang hayat”, tim kerja Menteri Pendidikan Nasional mengembangkan program kerja
lima-tahunan (2001-2005) untuk mengintegrasikan TIK dalam dunia pendidikan yang di
dalamnya termasuk penggunaan TIK sebagai bagian penting dari kurikulum dan sebagai
alat pembelajaran di sekolah[1]. Beberapa program telah diluncurkan untuk menyediakan
infrastruktur TIK di sekolah, di antara adalah program “Satu Sekolah Satu Laboratorium”,
block-grant, dan lain sebagainya [2]. TIK merupakan bagian penting dari Kurikulum 2004
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan menjadi sebuah mata pelajaran di mana siswa
mempelajari penggunaan software pengolah kata, pengolah angka, pengolah gambar, serta
internet [2]. Mata pelajaran TIK terus berlanjut pada pelaksanaan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP, tahun 2006). Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013, mata
pelajaran TIK tidak lagi berdiri sendiri melainkan diharapkan digunakan secara teritegrasi
dalam pembelajaran. Pada tahun ajaran 2014/2015 semua Sekolah Menengah Atas (SMA)
di Salatiga melaksanakan Kurikulum 2013 meski pada sebagian sekolah hanya berjalan
selama satu semester. Hingga tahun ajaran 2015/2016 ini, di Kota Salatiga terdapat dua
SMA yang menjalankan kurikulum 2013 dan SMA lainnya menggunakan KTSP. Meski
terdapat perbedaan kurikulum yang digunakan, penggunaan TIK dalam pembelajaran tetap
berjalan pada sekolah-sekolah tersebut[3]. Evaluasi penggunaan TIK dalam pendidikan
sangat penting untuk dilakukan karena dapat menunjukkan penyebab pemanfaatan sumber
daya TIK yang belum maksimal serta mengidentifikasi hambatan dalam pemanfaatan TIK
di sekolah[2]. Penelitian ini menanyakan: Bagaimanakah frekuensi penggunaan TIK dalam
pembelajaran di SMA di Kota Salatiga? Bagaimanakah bentuk penggunaan TIK dalam
pembelajaran di SMA di Kota Salatiga? Bagaimanakah persepsi siswa SMA di Kota
Salatiga terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran di sekolah? Apakah hambatan
yang dialami dalam penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA di Kota Salatiga?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA
di Kota Salatiga, persepsi siswa, serta hambatan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran di
sekolah. Dengan mengetahui gambaran penggunaan TIK dalam pembelajaran serta
hambatan yang ditemui, maka dapat dilakukan perbaikan atas praktik penggunaan TIK
dalam pembelajaran yang berjalan selama ini.
2. Tinjauan Pustaka
Adapun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini,
antara lain:
Iman (2015) dalam “EVALUASI PEMANFAATAN TIK PADA
PEMBELAJARAN OLEH GURU-GURU SMP NEGERI 1 UNGARAN DALAM
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013” menyimpulkan bahwa pemanfaatan TIK
dalam perencanaan, proses, dan evaluasi pembelajaran pada kelompok mata
pelajaran IPA, IPS, dan seni kesemuanya termasuk dalam kategori sangat tinggi[4].
Conole (2008) dalam “‘Disruptive technologies’, ‘pedagogical
innovation’: What’s new? Findings from an in-depth study of students’ use and
perception of technology” menemukan bahwa siswa menggunakan teknologi untuk
mendukung aspek pembelajaran seperti penemuan sumber daya, serta penyusunan
dan penyelesaian tugas[5]. Kennedy et al. (2008) dalam “First year students’
experiences with technology: Are they really digital natives?” menemukan bahwa

2
sikap mahasiswa tahun pertama sangat positif terhadap penggunaan TIK untuk
membantu belajar mereka. Aktivitas kunci yang mereka sebutkan antara lain:
menggunakan komputer untuk belajar, mencari informasi, administrasi kuliah,
berkomunikasi lewat SMS dan instant messaging, serta menggunakan Learning
Managemet System untuk mengakses materi seputar perkuliahan[6]. Hasugian
(2011) dalam penelitiannya “Pemanfaatan Media Internet Sebagai Sumber Belajar
oleh Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Malang” menemukan
bahwa sebagian besar mahasiswa menggunakan internet sejak mereka belum kuliah
dengan intensitas 1-2 kali dalam seminggu. Mahasiswa menggunakan internet
sebagai sumber belajar karena diberikan tugas oleh dosen. Hambatan yang dialami
mahasiswa yaitu masih mahalnya akses internet[7].
Pelgrum (2001) dalam “Obstacles to the integration of ICT in education:
results from a worldwide educational assessment” menemukan bahwa hambatan
utama pengitegrasian TIK dalam pendidikan adalah kurangnya jumlah komputer,
guru tidak memiliki pengetahuan / keterampilan, serta tidak tercukupinya komputer
dengan akses simultan ke internet[8]. Bingimlas (2009) dalam “Barriers to the
successful integration of ICT in teaching and learning environments: A review of
the literature” menemukan bahwa guru memiliki kemauan besar untuk
mengintegrasikan TIK dalam pendidikan tetapi terhalang tidak adanya percaya diri,
kurangnya kompetensi, dan tidak adanya sumber daya[9]. Hal ini senada dengan
Khan et al. (2012) yang menemukan bahwa kurangnya pengetahuan tentang
penggunaan TIK dan kurangnya keterampilan pada alat TIK dan software juga telah
membatasi penggunaan perangkat TIK dalam situasi belajar mengajar di
Bangladesh[10]. Legawaningsih (2012) dalam penelitiannya “Pengaruh
Ketersediaan Perangkat TIK, Strategi Coping Proaktif dan Computer Self Efficacy
pada Burnout Guru dan Dampaknya Terhadap Pemanfaatan TIK dalam
Pembelajaran di SMA dan SMK Salatiga” menemukan bahwa ketersediaan
perangkat TIK berpengaruh terhadap pemanfaatan TIK untuk pembelajaran[11].
Indrawati (2012) dalam penelitiannya “Pengelolaan Media Pembelajaran Berbasis
Komputer Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas X Sma Negeri 3 Salatiga” menemukan
bahwa hambatan penggunaan pembelajaran berbasis komputer pada mata pelajaran
Kimia kelas X adalah belum semua guru mampu merancang media pembelajaran
dengan aplikasi Powerpoint dengan baik sehingga masih ditemui tampilan
Powerpoint yang kurang menarik[12]. Berdasarkan temuan penelitian terdahulu
mengenai bentuk-bentuk penggunaan TIK dalam pembelajaran, hambatan
penggunaan TIK dalam pembelajaran, serta evaluasi penggunaan TIK pada
pembelajaran oleh guru SMP Negeri 1 Ungaran, maka peneliti tertarik untuk
mengevaluasi penggunaan TIK dalam pembelajaran oleh siswa di SMA di kota
Salatiga dengan mengetahui bentuk penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA
di kota Salatiga, persepsi siswa, serta hamabatan yang dialami.
Menurut Stufflebeam (1971), evaluasi merupakan proses penggambaran,
pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam menentukan alternatif keputusan[13]. Stufflebeam (1971) juga
mengemukakan penggunaan model evaluasi CIPP ke dalam bidang pendidikan.
Model evaluasi CIPP terdiri dari evaluasi konteks (Context), masukan (Input),

3
proses (Process), dan produk (Product)[13]. Menurut Stufflebeam, tujuan
terpenting dari evaluasi bukanlah untuk membuktikan, melainkan untuk
memperbaiki[14].
Tidak ada definisi universal untuk TIK karena konsep, metode, dan aplikasi
yang digunakan dalam TIK selalu berubah dari hari ke hari. Luasnya istilah TIK
meliputi setiap produk yang dapat menyimpan, mengambil, memanipulasi,
mengirimkan atau menerima informasi secara elektronik dalam bentuk digital,
misalnya komputer pribadi, televisi digital, email, dan robot (Riley, 2015)[15].
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Disdiknas, 2003)[16]. Pendidik
memiliki peran untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Sumber belajar meliputi berbagai hal seperti buku, sumber elektronik / digital,
maupun objek untuk dipelajari. Lingkungan belajar yang kondusif akan
memudahkan peserta didik dalam belajar.
Ada dua pendekatan utama untuk menggunakan media dan teknologi di
sekolah. Pertama, siswa dapat belajar "dari" media dan teknologi, dan kedua,
mereka dapat belajar "dengan" media dan teknologi. Belajar ‘dari’ teknologi
dilakukan seperti dalam penggunaan computer-based instruction (tutorial) atau
integrated learning systems. Belajar ‘dengan’ teknologi adalah menggunakan
teknologi sebagai cognitive tools (alat bantu pembelajaran kognitif) dan
menggunakan teknologi dalam lingkungan pembelajaran konstruktivisme
(constructivist learning environments)[17].
3. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bersifat evaluatif
dengan tujuan mengkaji penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA di Kota
Salatiga. Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model CIPP,
di mana dalam penelitian ini, konteks adalah tentang umumnya penggunaan TIK di
kota Salatiga; masukan yaitu teknologi, sarana prasarana TIK, guru, serta siswa;
proses yaitu proses pembelajaran, dan produk yaitu dampak penggunaan TIK dalam
pemebalajaran. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, di mana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2013)[18]. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan wawancara. Angket
merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan maksud
agar orang yang diberikan tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan
permintaan pengguna (Arikunto, 2006)[19]. Dalam penelitian ini, angket digunakan
untuk mengumpulkan informasi frekeunsi penggunaan TIK, bagaimana TIK
digunakan, persepsi siswa terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran di
sekolah, serta hambatan dalam penggunaan TIK dalam pembelajaran. Angket yang
digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Palekahelu (2015) tentang
penggunaan TIK di sekolah di kota Salatiga, Jawa Tengah[20]. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh data yang berupa konstruksi kejadian, aktivitas, dan
pengakuan (Burhan, 2009)[21]. Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk

4
melakukan crosscheck / triangulasi terhadap temuan angket serta untuk
mengumpulkan informasi lebih lengkap dari temuan angket.
Penelitian dilakukan pada enam SMA dari delapan SMA yang ada di Kota
Salatiga, yang terdiri dari tiga SMA negeri dan tiga SMA swasta. Keenam sekolah
tersebut dipilih karena memiliki nilai akreditasi yang sepadan. Dari masing-masing
SMA negeri dan swasta, terdapat satu sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013
dan dua sekolah lainnya dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan / KTSP
(sekolah ini pernah menggunakan Kurikulum 2013 pada Semester Ganjil tahun
ajaran 2014/2015). Sampel dalam penelitian ini adalah 45 siswa untuk setiap
sekolah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling.
Dari angket yang didistribusikan ke enam SMA di Salatiga, didapatkan
respon balik yang terdiri dari 124 responden dari SMA negeri dan 132 responden
dari SMA swasta. Hasil temuan angket kemudian di-crosscheck dengan melakukan
wawancara terhadap siswa (random) dan guru.
4. Hasil dan Pembahasan
Frekuensi penggunaan TIK untuk pembelajaran
Tabel 1 Frekuensi penggunaan TIK untuk pembelajaran di sekolah
Tidak Tidak Sekitar sebulan 2-3 kali Sekali / lebih
pernah tahu sekali seminggu sehari

N S N S N S N S N S

1 3
Komputer 0% 0% % % 7% 16% 64% 60% 25% 21%

15 24 2 0
Laptop % % % % 13% 19% 48% 35% 22% 22%

65 52 3 2
Tablet % % % % 2% 2% 5% 10% 24% 34%

70 67 4 2
Kamera digital % % % % 10% 9% 8% 9% 6% 13%

Televisi 90 69 6 4
(pembelajaran) % % % % 1% 14% 2% 8% 1% 5%

94 81 2 5
Televisi (hiburan) % % % % 2% 5% 1% 3% 2% 5%

26 2 5
Email 8% % % % 35% 29% 33% 19% 22% 22%

39 47 9 7
SMS % % % % 8% 7% 15% 13% 28% 27%

2 1
Internet 2% 6% % % 4% 2% 14% 16% 78% 76%

N: Negeri

S: Swasta

5
Tabel 1 menunjukkan frekuensi penggunaan komputer (desktop PC) yang
cenderung masih dalam orde mingguan, baik di SMA negeri maupun swasta,
dengan frekuensi penggunaan komputer di SMA negeri sedikit lebih tinggi daripada
SMA swasta. Berdasarkan wawancara, siswa SMA yang menerapkan KTSP
menggunakan komputer terutama pada saat pelajaran TIK (dan pelajaran
Multimedia di SMA Kristen 1 Salatiga). Sedangkan di SMA yang menggunakan
Kurikulum 2013, komputer digunakan pada mata pelajaran Keterampilan, atau jika
disediakan komputer di dalam kelas, maka dapat digunakan pada setiap mata
pelajaran (tergantung desain pembelajaran guru). Tidak terdapat perbedaan yang
mencolok dalam frekeunsi penggunaan komputer antara sekolah yang menerapkan
Kurikulum 2013 dan KTSP. Siswa dapat juga menggunakan komputer di
perpustakaan ketika ada penugasan dari guru pada mata pelajaran selain TIK,
menggunakan komputer lab setelah pulang sekolah, atau menggunakan komputer
perpustakaan saat jam istirahat untuk mencari referensi / mengerjakan tugas.
Frekuensi penggunaan laptop dalam pembelajaran baik di SMA negeri
maupun swasta juga cenderung masih dalam orde mingguan, dengan frekuensi
penggunaan komputer di SMA negeri sedikit lebih tinggi daripada SMA swasta.
Berdasarkan wawancara, siswa menggunakan laptop untuk mengerjakan tugas
(kelompok) pada mata pelajaran – mata pelajaran yang tidak terbatas hanya pada
mata pelajaran TIK dengan frekuensi yang tidak menentu tergantung tugas yang
diberkan oleh guru. Laptop yang digunakan adalah milik siswa sendiri dan hanya
dibawa ke sekolah saat diperlukan untuk mengerjakan tugas saja, meski ada pula
siswa yang membawa laptopnya setiap hari ke sekolah.
Frekuensi penggunaan tablet dalam pembelajaran di SMA negeri dan swasta
bervariasi; ada 24% responden siswa SMA negeri dan 34% responden siswa SMA
swasta yang menyebutkan bahwa mereka menggunakan tablet setiap hari, akan
tetapi sebagian besar responden (52% responden siswa SMA negeri dan 65%
responden siswa SMA swasta) menyebutkan belum pernah menggunakan tablet
untuk pembelajaran. Berdasarkan wawancara, siswa yang memiliki tablet
membawa tablet mereka ke sekolah dan dapat dimanfaatkan untuk browsing /
mengerjakan tugas. Sebagian besar siswa lainnya umumnya menggunakan
smartphone. Frekuensi penggunaan tablet di SMA swasta lebih tinggi daripada
SMA negeri.
Frekuensi penggunaan kamera digital dalam pembelajaran di SMA negeri
dan swasta masih rendah, dengan sebagian besar responden (67% siswa SMA
negeri dan 70% siswa SMA swasta) menyebutkan belum pernah menggunakan
kamera digital untuk pembelajaran. Sementara, siswa lain menggunakan kamera
digital dengan frekuensi tidak menentu. Berdasarkan wawancara, siswa pernah
menggunakan kamera digital untuk keperluan dokumentasi dalam pembuatan
laporan serta ketika ada penugasan pembuatan film pada mata pelajaran – mata
pelajaran tertentu. Siswa ada pula kalanya menggunakan kamera pada smartphone
mereka. Frekuensi penggunaan kamera digital di SMA swasta sedikit lebih tinggi
daripada SMA negeri. Hal ini bisa dikarenakan oleh adanya mata pelajaran
Multimedia di (salah satu) SMA swasta.

6
Frekuensi penggunaan televisi dalam pembelajaran di SMA negeri dan
swasta sangat rendah. 90% responden siswa SMA negeri dan 69% responden siswa
SMA swasta menyebutkan belum pernah menggunakan televisi untuk
pembelajaran. Siswa SMA swasta, meski sedikit, lebih sering menggunakan televisi
untuk pembelajaran. Berdasarkan wawancara, ada guru yang menggunakan televisi
untuk memutar video media pembelajaran. Meski ada laptop, televisi dipilih karena
tidak memerlukan speaker tambahan agar terdengar oleh banyak siswa. Meski
frekuensi penggunaan televisi untuk pembelajaran sangat rendah, frekuensi
penggunaan televisi untuk hiburan juga tidak kalah rendah. Hal ini dikarenakan
sekolah yang tidak menyediakan televisi untuk siswa atau karena sekolah tidak
menyediakan televisi yang terhubung dengan antena / receiver.
Frekuensi penggunaan email untuk pembelajaran bervariasi dalam orde
bulanan, mingguan, dan harian, serta sebagian ada yang belum pernah
menggunakan. Berdasarkan wawancara, siswa menggunakan email dalam
pembelajaran untuk berbagi materi dan mengirim tugas dengan frekuensi yang
tidak menentu. Frekuensi penggunaan email di SMA negeri sedikit lebih tinggi
daripada SMA swasta.
Penggunaan SMS sebagian besar tidak pernah, dan sebagian lainnya dengan
frekuensi yang bervariasi dalam orde harian, mingguan, dan bulanan. Berdasarkan
wawancara, siswa biasanya menggunakan SMS untuk berkoordinasi antar teman
sekelas / anggota kelompok terutama saat ada tugas kelompok. Meski demikian,
siswa lebih sering menggunakan BBM karena dapat melakukan group chat dan
berbagi materi pelajaran. Tidak terdapat perbedaan frekuensi dalam penggunaan
SMS antara SMA negeri dan swasta.
Frekuensi penggunaan internet untuk pembelajaran di SMA negeri maupun
swasta sangat tinggi. Hal ini terlihat dari 78% responden siswa SMA negeri dan
76% responden siswa SMA swasta yang menyebutkan bahwa mereka
menggunakan internet satu kali atau lebih dalam sehari. Berdasarkan wawancara,
siswa paling banyak mengunakan internet untuk mencari referensi saat
mengerjakan tugas dari guru. Sebagian besar siswa mengakses internet dengan
smartphone milik mereka dengan menggunakan paket data seluler, diikuti dengan
perangkat lain seperti tablet, laptop, dan komputer. Tidak terdapat perbedaan
frekuensi penggunaan internet antara SMA negeri dan swasta.
Software yang digunakan dengan TIK dalam pembelajaran
Penggunaan TIK dapat tergambar dari software yang digunakan.
Berdasarkan cacah jawaban responden, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2 Software yang digunakan di sekolah

Negeri Swasta
Microsoft Word 99% 100%
Microsoft Excel 87% 86%

7
Microsoft PowerPoint 97% 95%
Photoshop 60% 54%
Blogs 51% 25%
Wikis 28% 32%
Corel Draw 20% 34%
Paint 14% 10%
Lain-lain 14% 20%

Tabel 2 menunjukkan bahwa, baik di SMA negeri maupun swasta, software


yang paling banyak digunakan adalah kategori Office suite (Word, Excel,
Powerpoint), pengolah grafis (Photoshop, Corel Draw, MS Paint), dan aplikasi
internet (blog, wiki). Berdasarkan wawancara, Office suite digunakan siswa untuk
mengerjakan tugas. Software pengolah grafis digunakan karena merupakan bagian
dari kurikulum (mata pelajaran TIK dan Multimedia), akan tetapi ada kalanya siswa
menggunakannya untuk mata pelajaran lain seperti untuk mendesain cover laporan
(meski sangat minim). Internet digunakan siswa untuk mencari informasi dan ada
kalanya ada guru yang memberikan penugasan melalui blog, menugaskan siswa
untuk membuat blog dan mem-posting hasil pekerjaaanya di blog mereka. Software
lain yang disebutkan siswa antara lain adalah software-software multimedia
(pengolah video, animasi), Learning Management System, media sosial, dan
software virtualisasi. Software yang digunakan cenderung bervariasi tergantung
inovasi guru.
Bentuk penggunaan TIK oleh siswa untuk belajar di sekolah
Berdasarkan pertanyaan terbuka angket mengenai bagaimana siswa
menggunakan TIK untuk pembelajaran di sekolah, didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 3 Bentuk penggunaan TIK oleh siswa untuk belajar di sekolah

Negeri Swasta
Mencari referensi untuk mengerjakan tugas 90% 77%
Presentasi 11% 9%
Lain-lain 6% 21%

Tabel 3 menunjukkan bahwa, antara siswa SMA negeri dan swasta, penggunaan
TIK untuk belajar di sekolah kurang lebih digunakan untuk hal yang serupa.
Sebagian besar siswa SMA negeri maupun swasta menggunakan TIK untuk
browsing / mencari informasi atau materi / mencari jawaban tugas. Hal ini sesuai

8
dengan hasil temuan Sadjianto (2012) yang menemukan bahwa guru sering
menyuruh siswa untuk mencari tugas di internet sehingga siswa sangat termotivasi
dalam memanfaatkan internet sebagai sumber belajar[22]. Penggunaan lain dari
TIK adalah untuk presentasi (penugasan dari guru), menonton film, mengirim
email, dan mengetik tugas. Hal ini senada dengan Conole (2008) yang menemukan
bahwa siswa menggunakan teknologi untuk mendukung aspek pembelajaran seperti
penemuan sumber daya, serta penyusunan dan penyelesaian tugas[5].
Persepsi siswa terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran
Tabel 4 Persepsi siswa terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran
Sangat
Tanpa Tidak Tidak Sangat
Tidak Setuju
Akses TIK Setuju Tahu Setuju
Setuju

N S N S N S N S N S N S

1. Guru saya menggunakan berbagai TIK 2 1 8 2 64 72 23 25


untuk membantu saya belajar. 0% 0% 2% 0% % % % % % % % %

2. Menggunakan TIK di sekolah 2 2 6 3 60 50 32 44


membantu saya belajar lebih banyak lagi. 0% 0% 0% 1% % % % % % % % %

3. Menggunakan TIK di sekolah 56 62 15 11 3 3 1 1


membuat saya tidak bisa beajar. 0% 1% 26% 22% % % % % % % % %

4. Saya suka menggunakan TIK untuk 0 4 6 4 67 66 26 25


belajar. 0% 2% 0% 0% % % % % % % % %

Tabel 4 menunjukkan bahwa siswa negeri (87% responden) maupun swasta


(97% responden) setuju dengan persepsi bahwa guru mereka menggunakan TIK
untuk pembelajaran. Berdasarkan wawancara, hampir semua guru mata pelajaran
telah menggunakan TIK dalam pembelajaran. TIK yang digunakan guru biasanya
adalah menggunakan media presentasi Powerpoint dengan menggunakan laptop
dan LCD projector. Sementara itu, hanya sebagaian kecil guru yang menggunakan
media ajar lain seperti Flash dan software pembelajaran lain. 92% siswa SMA
negeri dan 96% siswa SMA swasta setuju bahwa TIK membantu mereka belajar
lebih banyak. Berdasarkan wawancara, siswa maupun guru mendapatkan manfaat
dari adanya internet yang memudahkan dalam mendapatkan informasi yang lebih
luas daripada dari sumber-sumber seperti buku. Demikian pula, sebagian besar
siswa tidak setuju TIK membuat mereka tidak bisa belajar.
93% responden siswa SMA negeri dan 91% responden siswa SMA swasta
setuju bahwa mereka suka menggunakan TIK untuk belajar. Lebih lanjut, dari
pertanyaan angket berikutnya, dapat diketahui alasan siswa lebih menyukai
menggunakan TIK untuk belajar, yaitu:
Tabel 5 Alasan siswa lebih suka menggunakan TIK untuk belajar di sekolah

Negeri Swasta
TIK memudahkan / menguatkan proses belajar 65% 73%

9
TIK menyenangkan 10% 6%
Lain-lain 19% 22%
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMA negeri (65%
responden) dan siswa SMA swasta (73% responden) lebih suka menggunakan TIK
untuk belajar di sekolah karena pemanfaatan TIK untuk belajar di sekolah
dipersepsi siswa sebagai sarana yang memberikan kemudahan, kepraktisan,
kecepatan, dan akses ke sumber belajar yang lebih besar / kaya. Hal ini sesuai
dengan temuan Edmund et al (2012) yang menemukan bahwa kebermanfaatan dan
kemudahan penggunaan merupakan dimensi utama sikap siswa terhadap
teknologi[23].
10% responden siswa SMA negeri dan 6% responden siswa SMA swasta
juga menyebutkan bahwa mereka lebih suka menggunkaan TIK untuk belajar di
sekolah karena TIK menyenangkan. Berdasarkan wawancara, siswa merasa senang
karena TIK dapat menyediakan media belajar yang lebih bervariasi / interaktif
sehingga tidak se-membosankan pembelajaran konvensional yang berbasis buku /
ceramah.
Sebagian siswa lain juga menyebutkan bahwa mereka lebih suka
menggunakan TIK untuk belajar di sekolah karena disediakannya wifi gratis
sehingga dapat menghemat kuota internet paket data pribadi mereka.
Hambatan penggunaan TIK dalam pembelajaran di sekolah
Tabel 6 Hambatan penggunaan TIK dalam pembelajaran di sekolah

Negeri Swasta
Wifi / internet lambat /putus-putus; jangkauan Wifi kurang 43% 43%
Keterbatasan kuantitas dan atau kualitas perangkat TIK 36% 23%
Guru dan atau siswa kurang menguasai TIK 8% 9%
Penyalahgunaan TIK 7% 15%
Lain-lain 2% 7%

Tabel 6 menunjukkan bahwa hambatan paling umum dari pemanfaatan TIK


untuk pembelajaran adalah internet yang lambat atau tidak stabil (putus-putus) atau
sinyal wifi belum menjangkau tempat siswa belajar serta terbatasnya infrastruktur
/ sarana prasarana / perangkat TIK baik dari segi kuantitas dan atau kualitas. Hal ini
sesuai dengan (Pelgrum, 2001) yang mengatakan bahwa hambatan utama
pengitegrasian TIK dalam pendidikan adalah kurangnya jumlah komputer, guru
tidak memiliki pengetahuan / keterampilan, serta tidak tercukupinya komputer
dengan akses simultan ke internet[8].

10
Meski tidak begitu banyak, siswa swasta memiliki kecenderungan sedikit
lebih tinggi untuk menyalahgunakan TIK untuk hal lain di luar pembelajaran,
seperti mengakses media sosial, Youtube, atau situs lain ketika guru sedang
menerangkan. Hal ini sesuai dengan (Pelgrum, 2001) yang mengatakan bahwa
penggunaan teknologi oleh siswa untuk belajar bercampur dengan penggunakan
alat ini untuk kegiatan sosial (media sosial) dan kesenangan / hiburan[8].
Hambatan lain adalah sumber daya manusia yang kurang memadai.
Beberapa guru / siswa kurang terampil dalam menggunakan TIK. Hal ini sesuai
dengan (Pelgrum, 2001) yang mengatakan bahwa salah satu hambatan utama
pengitegrasian TIK dalam pendidikan adalah kurangnya pengetahuan /
keterampilan guru[8].
Diskusi
Pemanfaatan TIK yang baik adalah yang terintegrasi dalam mata pelajaran
– mata pelajaran[2], akan tetapi, dalam penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan
komputer dan software-software masih cenderung ‘terbatas’ pada mata pelajaran
TIK / Prakarya, sementara pemanfaatan pada mapel lain masih jarang-jarang.
Pemanfaatan TIK pada mapel lain pun sebagian besar masih terbatas pada
penggunaan Powerpoint, sementara guru yang menggunakan TIK dalam bentuk
lain seperti Flash dan alat TIK lain masih rendah. Rupanya, tuntutan kurikulum
nasional Indonesia yang mempromosikan penggunaan TIK dalam pembelajaran
belum dijalankan dengan begitu baik. Penelitian menunjukkan bahwa TIK dapat
membantu siswa memahami konsep abstrak[2]. Kekuatan penggunaan TIK untuk
proses pembelajaran terletak pada desain materi pembelajaran yang interaktif,
menarik, multimedia, dan memiliki tampilan visual yang baik[2].
Diperkenalkannya Kurikulum 2013 dapat memaksa guru untuk menggunakan TIK,
meski belum maksimal. Guru yang ‘terpaksa’ menggunakan TIK dalam
pembelajaran, membuat slideshow yang ‘seadanya’ sehingga (justru) gagal menarik
minat siswa untuk belajar. Sebagian siswa bahkan (justru) lebih menyukai / lebih
memahami materi ajar meski tanpa menggunakan TIK. Prinsipnya, guru harus bisa
menyampaikan materi ajarnya dengan me-relate dengan apa yang sudah diketahui
/ dipahami oleh siswa. Pelatihan terhadap guru perlu dilakukan agar guru lebih
sadar akan bentuk-bentuk pemanfaatan TIK dalam pembelajaran yang lebih baik
dan efektif. Ketika guru melihat TIK sebagai alat untuk mencapai tujuan kurikulum,
mereka akan lebih terdorong untuk menggunakan TIK dalam pembelajaran[2].
Meski segala-galanya tidak serta merta digantikan dengan TIK, tetapi sumber daya
TIK dapat melengkapi sumber daya ajar yang sudah ada untuk menguatkan proses
pembelajaran.
Di sisi lain, penggunaan TIK dalam pembelajaran seperti pemanfaatan
simulasi atau visualisasi tidak melulu menjadi keharusan dan menjanjikan
pembelajaran yang lebih baik. Hal ini terutama berlaku pada mata pelajaran yang
mensyaratkan kompetensi yang berupa keahlian riil calon lulusan dalam dunia
nyata. Teori kerucut pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) menyiratkan
bahwa semakin riil pengalaman belajar siswa, maka semakin besar daya retensi
siswa terhadap apa yang dipelajarinya. Simulasi atau visualisasi memang dapat

11
membantu siswa untuk memahami sebuah konsep abstrak, akan tetapi jika kita
begitu saja menggantungkan pelajaran skill pada penggunaan simulasi / visualisasi,
maka skill siswa kurang terbentuk. Misalnya, dalam pelajaran Biologi siswa
dituntut untuk dapat melakukan pengamatan sel bawang merah dengan mikroskop.
Hal ini dapat disimulasikan dengan TIK, akan siswa tidak akan mendapatkan
pengalaman kinestetis / somatis / psikomotor tentang bagaimana membelah bawang
tipis, menyiapkan preparat, mengatur pencahayaan serta memfokuskan mikroskop.
Berdasarkan perbedaan yang teramati dalam pembahasan penggunaan TIK
antara SMA negeri dan swasta terlihat bahwa secara umum penggunaan TIK di
SMA swasta di kota Salatiga lebih bervariasi dibandingkan dengan SMA negeri.
Guru-guru di SMA swasta di kota Salatiga memiliki lebih banyak inovasi bentuk-
bentuk pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, sementara bentuk pemanfaatan TIK
di SMA negeri lebih cenderung ‘mainstream’ mengikuti apa yang telah digariskan
dari kurikulum. Dari sisi hambatan yang dialami, lebih banyak siswa negeri yang
mengeluhkan tentang sarana dan prasarana TIK di sekolah, serta lebih banyak siswa
SMA swasta yang menyalahgunakan TIK untuk membuka media sosial dan situs
hiburan. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena sekolah swasta yang cenderung
berorientasi kepada kepuasan pelanggan, yang dalam hal ini adalah siswa.
Persepsi siswa terhdap TIK sudah positif, alangkah baiknya jika disusul
dengan pemanfaatan TIK yang lebih menarik dan efektif bagi siswa. Kita mungkin
masih di awal dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, tetapi ini menjadi
momen yang sangat baik untuk melakukan gebrakan, terlebih, kita dapat didukung
oleh hasil-hasil penelitian terdahulu tentang bagaimana pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran yang berhasil dan bagaimana yang tidak. Hendaknya, praktek
pemanfaatan TIK dalam pembelajaran memiliki dasar penelitian.
Internet menyediakan sumber belajar yang sangat luas. Siswa sering
menggunakan internet untuk mencari referensi ketika mengerjakan tugas, selain
karena penugasan dari guru, hal ini dilakukan siswa juga karena buku yang
disediakan untuk mereka isinya kurang lengkap. Siswa kini telah memiliki inisiatif
sendiri untuk menggunakan internet sebagai sumber belajar. Meski ada pula siswa
yang memilih untuk langsung mencari jawaban di internet meski hal itu ada di buku
mereka karena mencari jawaban di internet lebiih mudah, cepat, dan praktis. Hal ini
perlu medapatkan perhatian khusus terkait isu “Google effect” yang menyebutkan
bahwa kemudahan pemerolehan informasi berimbas kepada rendahnya tingkat
retensi pengetahuan.
Seiring diberlakukannya bentuk pembelajaran student-centered, peer-
teaching, dan peer-sharing, TIK sangat membantu dalam pertukaran pengetahuan
oleh siswa[2]. Di Salatiga, hal ini teramati pada inisiatif siswa untuk membentuk
grup belajar dengan memanfaatkan media sosial yang mereka akses melalui
smartphone.
Untuk melancarkan model student-centered learning, siswa perlu
disediakan sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi di Salatiga, siswa
mengeluhkan internet yang kurang lancar atau jangkauan Wifi yang tidak mencapai

12
kelas mereka. Pembagian bandwidth dan anggaran belanja bandwidth perlu
mendapatkan perhatian dari pejabat sekolah / pengelola TI sekolah. Saat ini,
sebagian besar siswa masih menggunakan paket data seluler sendiri. Di sisi lain,
penyediaan Wifi / internet di kelas bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, Wifi
/ internet dapat digunakan kapan saja ketika dibutuhkan dalam desain pembelajaran.
Namun, di sisi lain, ketersediaan akses internet dapat pula disalahgunakan siswa
untuk hal-hal lain seperi mengakses media sosial dan mengakses situs hiburan.
Diperlukan adanya kebijakan untuk mengatur hal ini, misalnya dengan pembatasan
pembukaan akses internet pada saat dibutuhkan saja, sesuai desain pembelajaran
guru. Kebijakan sekolah terkait penggunaan TIK, perencanaan, dukungan,
pelatihan TIK dan pengelolaan sarana dan prasarana TIK sekolah pada umumnya
sangat diperlukan karena memberi pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan
TIK dalam kelas (Tondeur et al., 2008)[24].
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan TIK adalah isu
kesehatan. Beberapa siswa mengeluhkan bahwa ketika mereka menggunakan TIK,
mata mereka menjadi ‘pedas’ karena lama menatap layar. Isu lain yang kurang
mendapat perhatian adalah tentang keergonomisan / postur tubuh ketika
menggunakan perangkat TIK.
Meski Kurikulum 2013 meng-klaim bahwa ‘siswa sudah bisa TIK dengan
sendirinya’, nyatanya masih ditemui siswa yang masih belum terbiasa
menggunakan alat TIK. Di sisi lain, sebagian besar siswa yang (katanya) memiliki
kemampuan TIK, nyatanya mengalami kesulitan saat dihadapkan pada persoalan
penggunaan TIK yang lebih advanced. “Kalau cuma mengetik sih, semua orang
kan bisa ya mas. Tapi kalau misalnya harus membuat laporan yang terdapat
halaman portrait dan diselingi halaman landscape, membuat daftar isi, membuat
tab, dan sebagainya, sebagian besar siswa (termasuk juga guru) masih
kebingungan.”, ujar salah satu guru yang penulis wawancarai. Sepertinya kita masih
membutuhkan TIK sebagai sebuah mata pelajaran. Melengkapi siswa dengan
keterampilan TIK dapat memfasilitasi pengintegrasian TIK yang efektif di sekolah
[2].
Jika dikembalikan kepada definisinya, maka peran TIK dalam pembelajaran
meliputi: penyediaan sumber belajar / informasi, alat pengolah informasi, alat /
media untuk mengomukasikan / mempresentasikan ide, serta sebagai alat untuk
bertukar informasi / ide. Sementara, teknologi secara umum memiliki peran untuk
mempermudah kerja manusia. Kelebihan TIK yang lainnya adalah dapat
mengurangi penggunaan kertas.

13
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. TIK yang paling sering digunakan oleh siswa SMA di kota Salatiga adalah
internet. Alat TIK yang paling sering digunakan siswa adalah smartphone /
tablet serta komputer / laptop.
2. Bentuk penggunaan TIK dalam pembelajaran oleh siswa SMA negeri
maupun swasta di Kota Salatiga berbasis software office suite terutama
untuk mengerjakan tugas.
3. Siswa SMA negeri dan swasta di kota Salatiga memberikan persepsi positif
terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran karena TIK dianggap
memberi kemudahan dalam mencari sumber belajar.
4. Hambatan penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA di Kota Salatiga
adalah Wifi yang tidak menjangkau seluruh area sekolah, keterbatasan
sarana TIK, keterbatasan sumber daya manuasia, serta penyalahgunaan TIK
untuk mengakses media sosial dan situs hiburan.
Saran penelitian berikutnya
Beberapa pertanyaan dalam angket yang digunakan pada penelitian berupa
pertanyaan terbuka yang mengakibatkan kurang terarahnya jawaban / respon siswa.
Untuk penelitian berikutnya, hendaknya melakukan penelitian pendahulu untuk
mengidentifikasi jawaban-jawaban yang sering muncul untuk dijadikan poin
pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka dapat tetap digunakan untuk menangkap /
merekam jawaban siswa yang berada di luar pertanyaan tertutup. Penelitian ini
belum menggambar secara mendalam penggunaan TIK oleh guru, maka pada
penelitian yang akan datang, hendaknya menyelediki pula hal tersebut di samping
penggunaan TIK oleh siswa. Setiap sekolah bisa saja memiliki karakteristik
penggunaan TIK yang berbeda-beda (karena perbedaan kebijakan dan atau
kepedulian penjabat sekolah), alangkah baiknya jika peneltian berikutnya dapat
membahas karakteristik penggunaan TIK ini untuk setiap satuan pendidikan,
sehingga dapat dihasilkan masukan yang spesifik untuk masing-masing sekolah.
Saran kepada pihak-pihak terkait:
Saran kepada sekolah:
 Pembuatan kebijakan terkait pengelolaan sarana prasarana TIK, serta
regulasi penggunaan TIK dalam pembelajaran.
Saran kepada dinas pendidikan:
 Mengadakan pelatihan kepada guru tentang pemanfaatan TIK yang baik dan
efektif.
 Sosialisasi model membelajaran yang lebih student-centered, yang bernafas
Tut Wuri Handayani.

14
 Sosialisasi kepada siswa mengenai pemanfaatan TIK yang baik dan sehat.
Saran kepada pemerintah / kementrian / pembuat kebijakan:
 Melakukan pendampingan dan monev rutin terkait program yang berkaitan
dengan penggunaan TIK dalam pembelajaran di sekolah.
Saran kepada stakeholder lain / swasta:
 Kerja sama dengan sekolah mengenai pengadaan sarana dan prasarana TIK
di sekolah.
6. Daftar Pustaka
[1] Yuhetty, H. (2004, February). ICT and Education in Indonesia. In Proceedings
Asia and the Pacific Seminar.
[2] Bangkok, U. N. E. S. C. O. (2004). Integrating ICTs into education: Lessons
learned. UNESCO Bangkok. Retrieved March, 21, 2011.
[3] Supomo, Agus Hari. 2015. Hasil wawancara dengan Kabid Dikmen Disdikpora
Kota Salatiga terkait penggunaan TIK dalam pembelajaran di SMA. Salatiga.
[4] Iman, F. N. (2015). EVALUASI PEMANFAATAN TIK PADA
PEMBELAJARAN OLEH GURU-GURU SMP NEGERI 1 UNGARAN DALAM
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013. Indonesian Journal of Curriculum and
Educational Technology Studies, 3(1), 9-16.
[5] Conole, G., De Laat, M., Dillon, T., & Darby, J. (2008). ‘Disruptive
technologies’,‘pedagogical innovation’: What’s new? Findings from an in-depth
study of students’ use and perception of technology. Computers & Education,
50(2), 511-524.
[6] Kennedy, G. E., Judd, T. S., Churchward, A., Gray, K., & Krause, K. L. (2008).
First year students’ experiences with technology: Are they really digital natives.
Australasian journal of educational technology, 24(1), 108-122.
[7] Hasugian, P. (2011). Pemanfaatan Media Internet Sebagai Sumber Belajar Oleh
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Malang. SKRIPSI Jurusan
Teknik Sipil-Fakultas Teknik UM.
[8] Pelgrum, W. J. (2001). Obstacles to the integration of ICT in education: results
from a worldwide educational assessment. Computers & education, 37(2), 163-178.
[9] Bingimlas, K. A. (2009). Barriers to the successful integration of ICT in
teaching and learning environments: A review of the literature. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, 5(3), 235-245.
[10] Khan, M., Hossain, S., Hasan, M., & Clement, C. K. (2012). Barriers to the
Introduction of ICT into Education in Developing Countries: The Example of
Bangladesh. Online Submission, 5(2), 61-80.

15
[11] Legawaningsih, C. (2012). Pengaruh Ketersediaan Perangkat TIK, Strategi
Coping Proaktif dan Computer Self Efficacy pada Burnout Guru dan Dampaknya
Terhadap Pemanfaatan Tik dalam Pembelajaran di SMA dan SMK Salatiga
(Doctoral dissertation, Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana
FKIP-UKSW).
[12] Indrawati, N. (2012). Pengelolaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas X Sma Negeri 3 Salatiga (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
[13] Stufflebeam, D. L. (1971). The Relevance of the CIPP Evaluation Model for
Educational Accountability.
[14] Stufflebeam, D. L. (2003). The CIPP model for evaluation. In International
handbook of educational evaluation (pp. 31-62). Springer Netherlands.
[15] Riley, Jim, What is ICT?,
http://www.tutor2u.net/business/ict/intro_what_is_ict.htm Diakses tanggal 20
Maret 2016.
[16] Nasional, S. P. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003. Tentang: Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Depdiknas.
[17] Reeves, T. C. (1998). The impact of media and technology in schools. Rapport
de recherche préparé pour la Bertelsmann Foundation. University of Georgia.
Partnership for 21st Century Skills (2003). Learning for the 21st Century: A Report
and a Mile Guide for 21st Century Skills. Washington.
[18] Sugiyono, P. D. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
[19] Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta.
[20] Palekahelu, D., Hunt, J., & Thrupp, R. (2015). ICT use by schools in Kota
Salatiga, Central Java. (in press).
[21] Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakn Publik,
dan Ilmu SosialLainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), Hlm. 111-117
[22] Sadjiarto, A. (2012). Motivasi dalam Memanfaatkan Internet Sebagai Sumber
Belajar Siswa Kelas X di SMA Negeri 3 Salatiga Semester Ganjil Tahun 2011/2012
(Doctoral dissertation, Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP-UKSW).
[23] Edmunds, R., Thorpe, M., & Conole, G. (2012). Student attitudes towards and
use of ICT in course study, work and social activity: A technology acceptance
model approach. British journal of educational technology, 43(1), 71-84.
[24] Tondeur, J., Van Keer, H., van Braak, J., & Valcke, M. (2008). ICT integration
in the classroom: Challenging the potential of a school policy. Computers &
Education, 51(1), 212-223.

16

Anda mungkin juga menyukai