A. Pengertian Ridha
Secara etimologi kata ridha merupakan ism masdar dari kata radhiya-yardha
yang berarti puas, rela hati, menerima dengan lapang dada atau pasrah terhadap
sesuatu.1 Dengan kata lain yang dimaksud dengan ridha secara harfiah yaitu rela,
suka, atau senang.2 Al-ridha merupakan sebuah kata yang sudah menjadi bahasa
Indonesia yaitu ridha atau rela. Secara terminologi ridha berarti kerelaan yang
tinggi terhadap apapun yang diberikan oleh al-Haq baik sesuatu yang
menyenangkan atau tidak sebagai sebuah anugerah yang istimewa pada dirinya.
Selain itu ridha juga berarti tidak terguncangnya hati seseorang ketika
menghadapi musibah dan mampu menghadapi manifestasi takdir dengan hati yang
tenang, dengan kata lain yang dimaksud dengan ridha adalah ketenangan hati dan
ketentraman jiwa terhadap ketetapan dan takdir Allah SWT, serta kemampuan
Orang yang ridha mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang
diberikan oleh Allah SWT dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuannya-Nya.
1
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Angkasa, 2008),Cet 1, hal. 1013
2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet 10, hal. 203
3
Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, Menapaki Bukit-Bukit Zamrud
Kalbu Melalui Istilah-Istilah Dalam Praktik Sufisme, (Jakarta :Republika , 2013), Cet 1, hal. 197-
200
28
29
Dzat yang memberikan cobaan kepada-nya sehingga tidak mengeluh dan tidak
merasakan sakit atas cobaan tersebut. Mereka bahkan merasakan musibah dan
ujian sebagai suatu nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang di cintainya. 4
ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang qadha dan qadar Tuhan. Menerima
qadha dan qadar dengan hati senang.Mengeluarkan perasaan benci dari hati
meminta surga dari Allah SWT dan tidak meminta dijauhkan dari neraka.Tidak
merasa pahit dan sakit ketika sesudah turunnya qadha dan qadar, bahkan perasaan
Ridha menghilangkan cela dan aib. Lantaran ridha telah lekat di hati dahulu,
maka kalau ada cela itu akan lupa di pikiran; kalau ada cacat, cacat tidak akan
teringat. Hal itu bukan lantaran karena kebodohan dan kegilaan, akan tetapi sudah
contoh, cobalah perhatikan orang yang cinta kepada anaknya yang masih
kepatahan perjalanan, maksud hasil dan hasil, umur panjang dan pendek, badan
4
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah 2012), Cet 1, hal. 175
5
Abuddin Nata, op,cit, hal. 203
30
sehat dan sakit.Semuanya tidak ada perbedaan, sebab dia larut dalam kegembiraan
Jalan menuju ridha pada awalnya bersifat intensional (berdasarkan niat dan
hadiah ilahiyah yang berada diatas kehendak dan ikhtiar manusia, karena ia
merupakan anugerah dari Allah SWT bagi orang yang dicintai-Nya. Oleh karena
itu, maka seseorang tidakakan dapat mencapai ridha kecuali hanya dengan
berbuat baik, yang dalam perjalanannya akan menjadi bagian dari sikap tawakkal,
Buah dari ridha itu sendiri adalah munculnya kesenangan dan ketenangan
hamba.Semua ini bukan dzauq yang muncul disebabkan kedekatan dengan Allah
SWT, dan bukan pula kelezatan yang muncul disebabkan banyak ibadah dan
diwarnai oleh harapan dan harapan mendalam yang terpatri dengan keteguhan hati
6
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika, 2015), Cet 1, hal. 311-312
7
Muhammad Fethullah Gulenop,cit, hal. 197-200
8
Ibid., hal. 201
31
kita dapat temukan bahwa yang dimaksud ridha adalah kesediaan untuk menerima
ke-rububiyah-an Allah SWT dengan lapang dada; menutup rapat-rapat dari semua
yang selain Allah SWT, baik dalam betuk pencarian maupun dalam bentuk
tawajjuh. Dan mewujudkan kehidupan di sekitar makna ayat (QS al-An’am: 164)
Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah,
Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang
membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya
kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
Ridha dengan pengertian seperti ini memiliki urgensi yang sangat penting
bagi setiap mukmin, karena ayat ini juga mengandung prinsip tauhid yang hakiki.
Ridha pada taraf ini akan terwujud dengan terbentuknya cinta kepada Allah
(mahabbatullah) di dalam hati, sehingga tidak ada lagi tempat yang tersisa di hati
untuk cinta kepada yang lain selain Dia. Bahkan kalaupun ada cinta kepada selain
Dia, maka itu dilakukan demi Allah dan di jalan Allah, sehingga cinta tersebut
9
Ibid., hal. 204
32
Ridha pada derajat kedua adalah ridha milik para ahli makrifat. Ridha
tingkat ini sering juga disebut dengan istilah “ridha ‘anillah”, yaitu: sikap
menerima qadha dan qadar dengan lapang dada, tanpa meninggalkan cela
sekejap. Jika ridha derajat pertama dianggap sebagai gerak mendekat yang
dilakukan kaum awam menuju sifat ridha, maka ridha derajat kedua ini dianggap
sebagai aktivitas hati yang telah siap untuk ber-makrifat bersama Allah SWT.
Adapun ridha derajat yang ketiga adalah ridha-nya orang-orang suci (al-
ashfiya). Siapa saja yang telah mencapai maqam ini, maka ia tidak akan marah
atau kesal demi dirinya sendiri. tetapi dia akan hidup dalan dzauq dan kelezatan
fana bersama Tuhannya serta kosong dari segala bentuk perasaan, pikiran, dan
kepada Allah SWT. Adapun ridha derajat yang kedua hukumnya adalah setara
dengan wajib.Karena ridha tingkat kedua ini terbentuk dari ridha tingkat pertama
tingkat terakhir dari kedekatan pada Allah SWT. Adapun ridha derajat yang ketiga
lebih dekat sebagai anugerah Allah SWT dibandingkan sebagai sesuatu yang
10
Ibid., hal. 205
33
Artinya: Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha
kepadanya.yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Bayyinah 8)
Artinya: Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-
34
Artinya: Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan
perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-
sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang
bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah
keberuntungan yang besar. (Q.S. at-Taubah 72)
Adapun hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaan ridha. Di
11
Imam Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya Ulumuddin, Penerj. Abu Madyan Al Qurtubi,
(Depok: Keira Publishing, 2010), hal. 509
35
Dari ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib ra, bahwa dia telah mendengar
Rasulullah SAW bersabda,
( )…
ْ ﻘَﻀ َﺎﺋِﻲ ْ و َ ﻟَﻢ ْ ﯾَﺸ ْ ﻜ ُﺮ ْ ﺑِﻨِﻌ ْ ﻤ َﺎﺋِﻲ ْ و َ ﻟَﻢ ْ ﯾَﺼ ْ ﺒِﺮ ْ ﺑِﺒَﻼَﺋِﻲ ْ ﻓَﻠْﯿَﺨ ْ ﺮ ُج ْ ﺗَﺤ ْ ﺖ َ ﺳ َ ﻤ َﺎﺋِﻲ:ِﻣ َﻦ ْ ﻟَﻢ ْ ﯾﻗَﺮَﺎ ْل َﺿ َﷲُﻰ ﺑ
و َ ﻟْﯿَﻄْﻠُﺐ ْ ر َ ﺑًّﺎ ﺳ ِ ﻮ َاﺋِﻲ
“sesungguhnnya aku ini Allah, tiada Tuhan selain Aku. Barang siapa
yang tidak bersabar atas cobaan-Ku,tidak bersyukur atas segala nikmat-
Ku serta tidak ridha terhadap keputusan-Ku, maka hendaknya ia keluar
dari kolong langit dan cari Tuhan selain Aku.”15
Keridhaan terhadap ke-Uluhiya-an Allah SWT adalah melalui
adalah dengan menerima segala yang ditakdirkan-Nya kepada kita dengan lapang
dada, tidak bersika buru-buru ketika musibah baru terjadi yang tersa menyakitkan,
bersikap diam ketika musibah berlalu, menjaga iman dan tawakkal kepada Allah
12
Makna meletakkan sayap-sayap mereka adalah (para malaikat) merendahkan diri
mereka demi mengagungkan penuntut ilmu.
13
Ibid., hal. 3
14
https://muslim.or.id/3002-keutamaan-ridho-kepada-allah-rasul-dan-agama-islam.html,
diakses padatanggal 26 juli 2017, pada pukul 20.03 dan silahkan juga lihat HSR Muslim (no. 34).
15
Abuddin Nata, op,cit, hal. 203
16
Takzim, merupakan amat terhormat atau sopan
17
Tawajjuh adalah menghadapkan diri dan membulatkan hati kepada Allah SWT
36
dalam berinteraksi dengan para hamba Allah, serta bersikap tenang atas semua
dimiliki Rasulullah SAW yang luas dan selalu berada didalam bimbingan wahyu
Ilahi dengan senantiasa menghadap kepada yang pokok, bukan kepada yang
bayangan. Adapun yang dimaksud ridha terhadap Islam dapat ditemukan dalam
Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat
Termasuk orang-orang yang rugi.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa dengan menjadikan agama sebagai
Menurut para tokoh sufi, ridha diibaratkan pintu Allah SWT yang paling
besar, orang yang telah memuliakan ridha, maka dia akan dipertemukan dengan
18
Muhammad Fethullah Gulen op,cit, hal. 198-199
37
kecintaan yang paling utama dan dimuliakan dengan pendekatan yang paling
tinggi. Selain itu ridha merupakan sebuah pencapaian tinggi yang telah dilalui
dalam perjalanan seorang sufi. Ridha menurut para beberapa tokoh sufi
ridha Tuhan kepada manusia, kedua, ridha manusia kepada Tuhan. Ridha Tuhan
kepada manusia terkandung dalam kehendak Tuhan untuk memberi pahala kepada
manusia atas segala perbuatan baik yang dilakukannya, dan anugerah kasih
merasa puas dengan pemberian Allah SWT berupa kemampuan mengenal Allah
dunia ini.Ketiga, mereka yang merasa puas dengan berbagai penderitaan (bala)
puas dengan sesuatu yang dipilihkan berupa rasa cinta (mahabbah) kepada
Tuhan.20
19
Labib Mz, Memahami Ajaran Tasawuf, (Surabaya: Tiga dua, 2003), hal. 176
20
Azyumardi Azra,Op,Cit, hal. 1013-1014
38
Abu Abd Allah Haris Ibn Asad Al-Muhasibi dan para pengikutnya
anugerah dari Tuhan. Untuk memperkuat argumen bahwa ridha sebagai hal bukan
Tuhan, “wahai, Tuhan, tunjukan kepadaku suatu perbuatan, yang jika aku
Kedua, suatu hari, Bisyr Hafi bertanya kepada Fudayl ibn Iyad tentang
mana yang lebih baik antara zuhud dan ridha.Fudayl menjawab, ridha,
karena orang yang ridha tidak lagi menginginkan tahap yang lebih tinggi
lagi.Kalau di atas zuhud masih ada tahapan yang di inginkan orang yang
zuhud, tetapi di atas ridha tidak ada lagi peringkat yang diinginkan orang
yang ridha.Karena itu, kuburan wali lebih unggul dari pada gerbang
yakni buatlah aku senantiasa dalam keadaan seperti itu sehingga bila
merupakan tekad untuk ridha, tidak sama dengan ridha yang aktual.21
malam tidak tidur, tetapi terus barkata, “jika Engkau menghukumku, aku
Muhasibi tersebut. Ridha adalah hasil cinta, karena sang pecinta ridha
yang tidak aku sukai, dan tidak pernah mengalihkan ke keadaan lain yang
sempurna.
21
Ibid., hal. 1014-1015
40
lagi, “lalu apa yang kamu inginkan.”Si Darwisy menjawab, “yang Tuhan
Thusi, Abu Hamid al-Ghazali dan Syihab al-Din Umar al-Suhrawardi berpendapat
lain. Menurut mereka, ridha merupakan salah satu maqam yang dapat diusahakan
tentram, tenang, dan senang dalam menerima segala hukuman dan ketentuan
Allah SWT, merupakan maqam yang sangat mulia, dan puncak tertinggi yang
merupakan pintu gerbang menuju Allah SWT yang paling agung sekaligus
sebagai surga dunia. Ridha disebut sebagai akhir dari maqam yang dijalani
seorang sufi, karena setelah itu dia akan memperoleh berbagai kondisi kejiwaan
(ahwal) sebagai anugerah Allah SWT, terkuaknya dunia gaib, serta terbukanya
kebencian pada qada dan qadar Tuhan, dan memandang kepahitan dalam
22
Ibid, hal. 1015-1016
41
maqam terakhir yang ditempuh para sufi, dan baru dapat dicapai setelah melewati
ditambahkan doa untuk memohon ridha agar diketahui bahwa ridha terhadap
nasib (qismah) tidaklah ditentukan oleh nasib itu sendiri.23Ridha adalah hasil dari
keyakinan, yang merupakan kualitas khusus hati, maka kualitas ridha juga khusus
bagi hati.24
dan qadar Tuhan merupakan hasil dari menghalau kemauan diri sendiri.Sumber
kebutuhannya.25
yang ketiga, yaitu cinta yang bergelora ketika terjadi malapetaka.26Zhun al-Nun
al-Misry juga mengatakan bahwa “ridha adalah sebenarnya hati atas pahitnya
23
Ibid
24
Syaikh Syahibuddin Umar Suhrawardi, Awarif Al-Ma’arif ,(Bandung: Pustaka Hidayah,
1998 ),Cet 1, hal. 182
25
Azyumardi Azra,op,cit, hal. 1016
26
Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfani, Tutup Nasut Buka Lahut, (Malang: Uin-Maliki Press,
2010),Cet 1, hal. 69
42
nasib.”Husein bin Ali radhiyallhu ‘anhu berkata, “bahwa ridha adalah tindakan
sang hamba meninggalkan segala sesuatu yang menyimpang dari kehendak dan
(tajalliyat) keindahan dan keagungan Allah SWT dengan tenang, serta menerima
berusaha sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-
dengan cara apapun yang di sukai oleh Allah SWT. Ridha menerima kekayaan
dan kemiskinan, umur panjang dan pendek, badan sehat dan sakit, semua tidak
ada perbedaan, karena memang ia telah ridha kepada ketentuan Allah SWT.
Dalam kedudukan ini, sang pecinta senantiasa ridha dan puas dengan apa yang
dilakukan oleh kekasih. Akan tetapi, manusia sejati hanya puas dan ridha dengan
Menurut Syeikh Abu Abdullah Muhammad Ibn Khafif, ada dua macam
ridha yaitu, ridha dengan Allah SWT dan ridha terhadap apa yang datang dari-Nya.
Adapun ridha dengan Allah SWT berarti seorang hamba ridha terhadap-Nya sebagai
27
Muhammad Fethullah Gulenop,cit, hal. 202
28
Samsul Munir Amin, op,cit, hal. 175-176
43
pengatur, sedangkan ridha terhadap apa yang datang dari-Nya berkaitan dengan apa yang
telah ditetapkannya.29
29
Syeikh Abdul Halim Mahmud, At-Tashawwuf Fi Al-Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2002), Cet 1, hal. 106