SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
l
e
h
NAMA : Piolina
NIM : 040706025
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
SKRIPSI SARJANA
OLEH
NAMA : Piolina
NIM : 040706025
Pembimbing,
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen,
Diterima oleh.
Panitia Ujian Fakultas Sastra Uneversitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan.
Pada :
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih saying dan
karunia-Nya yang tiada tara sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Nina Karina, M. SP sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini
yang telah begitu banyak memberikan dorongan, semangat, dan telah
meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
2. Bapak Pimpinan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, penulis tak lupa
mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan selama
mengikuti perkuliahan.
3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U, selaku Pimpinan Departeman Sejarah yang
telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama dalam perkuliahan.
4. Ibu Dra. Nurhabsyah M.Si, selaku Sekretaris Departemen Sejarah yang telah
banyak memberikan bantuan kepada penulis baik selama dalam perkuliahan
maupun dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen, Staf Pengajar, Staf Administrasi pendidikan Departemen
Sejarah yang telah banyak membantu penulis dari mulai masa perkuliahan
hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Terkhusus penulis ucapkan kepada
Bapak Edi Sumarno yang telah memberikan masukan-masukan kepada
penulis. Semoga Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis amin.
6. Ibu Dra. Penina Simanjuntak, MS., selaku Dosen Wali yang telah banyak
memberikan nasehat-nasehat kepada penulis mulai dari awal perkuliahan
Piolina
Halaman
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar…………………………………………………………... i
Daftar Isi…………………………………………………………..……… iii
Abstrak……………………………………………………………………. v
Daftar Tabel………………………………………………………………. vi
Daftar Lampiran…………………………………………………………. vii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN……………………….. 15
2.1. Sejarah Berdirinya Kampung Medan……………………… 16
2.2 Perkembangan Kota Medan Melalui Pertumbuhannya….... 19
2.3 Kota Medan Menjadi Gemeentee 1918……………………… 23
2.4 Fluktuasi Banjir di Kota Medan ………………………..…… 28
BAB III SEJARAH TERJADINYA BANJIR
DI KOTA MEDAN 1970-1990………………………..………....... 32
3.1 Peran Serta Pemerintah dan Masyarakat
Terhadap Pemeliharaan Drainase………………………..…….... 32
3.1.1 Defenisi Banjir………………………..………………….. 32
3.1.2 Debit Banjir………………………..…………………….. 34
3.1.3 Defenisi Sungai………………………..…………………. 34
3.1.4 Kondisi drainase………………………..………………... 36
3.1.5 Penanganan drainase………………………..…………... 40
3.2 Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Aliran……… 44
3.3 Manajemen Tata Air Kota Medan………………………..…... 53
3.4 Masalah Lingkungan Kota Medan………………………..…... 55
Sebagai kota yang memiliki masa kejayaan pada masa lalu, kota Medan telah tumbuh dan
berkembang menjadi kota yang sangat besar dan menjanjikan bagi siapapin yang berani
mempertaruhkan kemampuan dan mengadu nasib di kota terbuka ini (opened city), namun
apbila sebuah kota tidak ditunjang dengan saranan dan prasarana, maka penduduknya pun
bias dikatakan masih berada di bawah standar dari kehidupan perkotaan. Misalnya saja,
drainase yang sangat berperan mengentaskan masalah banjir baik pada masa Belanda
hingga saat ini masalah drainase menjadi masalah yang pelik dan sulit direalisasikan.
Akibatnya sering terjadi kebanjiran dan genagan-genangan yang menyebabkan penduduk
merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk melanjankan kehidupannya di kota Medan.
Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan
pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan
efisiensi dari prasarana ini akan menjaga kesehatan dari sistem sosial kota, menjamin
kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis dan menentukan kualitas hidup
masyarakat kota. Kekuatan ekonomi suatu kota dapat dilihat dari kondisi prasarana
kotanya. Maka dari itu, drainase yang terpadu dan penaggulangan masalah banjir secara
integrated memungkinkan dapat menjadi pemecahan masalah banjir serta ditunjangnya
pelaksanaan pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tidak hanya berpegang pada
sungai induk saja dalam hal ini sungai Deli. Genangan air menimbulkan berbagai
kerugian bagi masyarakat kota. Sumber daya yang ada dalam penanganan drainase kota
meliputi informasi pengelolaan, institusi pengelola, keterlibatan masyarakat, pendanaan
dan peraturan adalah terbatas sehingga perlu dikelola dengan manajemen yang lebih baik,
terpadu dan berkelanjutan. Sejarah banjir di kota Medan yang dibahas di dalam skripsi ini
bukanlah hanya berpatok pada peristiwa banjir pada satu periode saja, namun dari
berbagai kasus dan ditinjau dari berbagai aspek sehingga penelusuran sejarah lingkungan
ini dapat memberikan kesimpulan yang mana pada akhirnya dapat membantu berbagai
elemen untuk mengatasi masalah yang apabila diperhitungkan secara materi
meninggalkan banyak kerugian bagi pemerintah maupun penduduk kota Medan. Sejarah
banjir di kota Medan dimulai sejarah peristiwa-peristiwa banjir yang pernah terjadi di
kota Medan pada masa Medan masih menjadi gemeentee kemudian dilanjutkan pada awal
tahun 1970 dimana perkembangan kota yang begitu pesatnya membawa pengaruh yang
cukup besar dalam menimbulkan tingkat fluktuasi banjir di kota Medan.
Daftar Informan…………………………………………………………… 80
Daftar Gambar
10. Enterpreuner Kota Medan Tjong A Fie bersama Staf Deli Bank….. 85
PENDAHULUAN
Negara yang besar adalah Negara yang menghargai jati diri bangsanya dan jati diri
sebuah bangsa hanya dapat dibuktikan melalui observasi perjalanan empunya yaitu
sejarahnya. Oleh karena itu, dimanapun kita berpijak pada salah satu sudut dunia ini, tidak
perbuatan manusia di masa lalu. Dan sebuah peristiwa temporal yang menghebohkan umat
manusia tidak akan mudah terlupakan begitu saja karena manusia memiliki hasrat untuk
membuktikan kemampuannya, melalui peristiwa tersebut agar terus menerus diingat dan
dikenang dari masa ke masa. Karena kebesaran masa lalu adalah sumber inspirasi bagi
sebuah bangsa, dimanifestasi secara fenomental dalam pembangunan sebuah kota. Begitu
pula sejarah perkotaan, sejarah perkotaan belum banyak mendapat perhatian dari kalangan
sejarawan akademis. 1
perkotaan di Indonesia sejak decade 1950 cenderung meningkat. Antara tahun 1950-1960
laju pertumbuhan penduduk di Indonesia 3 % per tahun kemudian pada tahun 1961-1970
meningkat menjadi 3,6 % per tahun dan pada dasawarsa 1971-1981 mencapai angka sekitar
1
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994
dan perkembangan kota itu yang harus diseimbangkan dengan daya dukung
lingkungannya. 3
peningkatan penduduk. Beberapa hal yang menjadi daya pikat kota antara lain pertumbuhan
ekonomi, perluasan tenaga kerja serta fasilitas infrastruktur kota itu sendiri atau wilayah
sekitarnya. Ketika daya dukung kota terlampuai maka timbul berbagai macam
perubahan tata guna lahan berdampak negative kepada kota itu sendiri terutama
menurunnya tingkat kenyamanan akibat terbatasnya areal tanah yang ada. Secara lebih
khusus perubahan tersebut berdampak pada banjir dan genangan yang cenderung
pikat yang merangsang manusia berpindah dari desa ke kota. Lahan-lahan yang sebelumnya
untuk daerah suaka alam sehingga menjaga keseimbangan, diambil alih untuk pemukiman,
industri dan lainnya. Namun, dampaknya dapat kita rasakan sangat besar, seperti banyak
2
Kodoatie, Robert J dan Sugiayanto, Banjijr, Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya
Dalam Perspektif Lingkungan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002., hlm. 1
3
ibid, hlm. 3
4
Ibid
dengan urbanisasi. 5
suatu daerah. Factor ini menyebabkan keuntungan dan kerugian bagi penduduk yang
bertempat tinggal pada daerah tersebut. Salah satunya yang banyak merugikan manusia saat
ini adalah bencana banjir yang secara matematis tidak dapat terelakkan.
Masalah banjir di kota Medan agaknya tidak terlepas dari kondisi geografis kota ini
yang memang dilalui sejumlah sungai besar dan sungai kecil beserta beberapa anak sungai
lainnya. Sungai besar yang membelah kota Medan, adalah sungai Belawan, sungai Deli,
Sebagaimana kita ketahui, kota Medan adalah sebuah kota yang kecepatan laju
perekonomian dan aspek sosailnya lainnya tergolong sangat pesat. Dimulai dari
didirikannya sebuah kampung kecil oleh seorang petinggi bangsawan Karo, hingga kota ini
berubah menjadi sebuah kota praja, pusat pemerintahan, perekonomian, pendidikan dan
lain sebagainya. Dengan adanya perkembangan tersebut, menyebabkan minat sangat besar
dari penduduk sekitar kota Medan untuk hijrah dan melakukan urbanisasi yang sangat besar
jumlahnya sehingga menjadi perhatian utama pemerintah kota Medan. Oleh karena itu,
pemerintah kota Medan berupaya untuk mengentaskan masalah ini melalui pemekaran
wilayah kota Medan yang disetujui oleh Gubernur Propinsi Sumatera Utara.
5
McNaughton., Wolf, Larry C, Ekologi Umum (terj) Sunaryo Pringsoseputro da Srigandono,
Yogyakarta : UGM Press, 1990, hlm. 1000
dan daerah sungai Kera yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Deli. Ketika itu
penduduknya berjumlah 43.826 orang yang terbagi ke dalam bangsa Eropa sebanyak 409
orang, bangsa Pribumi sebanyak 25.000 orang bangsa Cina sebanyak 8.269 orang dan
bangsa lainnya sebanyak 130 orang. Kemudian melalui Keputusan Gubernur Propinsi
Sumatera Utara no. 66/III/PSU menyatakan bahwa mulai tangga 21 September 1951 kota
Medan diperluas hingga tiga kali lipat. Disusul Maklumat Walikota no.21 tanggal 29
Sepetember 1951, luas teritorialnya menjadi 5.130 ha dengan 4 kecamatan yaitu Kecamatan
Medan, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, dan Kecamatan Baru. Melalui
UU Darurat no.7 dan 8 tahun 1956 Propinsi Daerah Tingkat II dibagi menjadi Kabupaten
Deli Serdang dan Kotamadya Medan. Melalui Peraturan Pemerintah no. 22 tahun 1973,
sehingga daerah ini memiliki luas 26.540 ha yang terdiri dari 11 kecamatan dan 116
no.140/2271/PUOD pada tanggal 5 Mei 1986, jumlah kelurahan ditambah menjadi 144 dari
Tingkat II Medan sehingga dari 11 kecamatan diubah menjadi 19 kecamatan dan melalui
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 49 tahun 1991 tentang pembentukan bberapa
Akibat adanya pemekaran wilayah yang dilakukan beberapa kali oleh pemerintah
kotamadya Medan, hasil statistic jumlah penduduk kota Medan menunjukkan pertumbuhan
yang sangat pesat yaitu : interval jumlah penduduk pada tahun 1971-1980 sebesar 635.562
– 1.378.9557, serta persentase pertumbuhan penduduk pada tahun 1961-1971 yang berada
pada level 2,90 % pada tahun 1971-1980 naik hingga 3,58 % dan angka ini semakin
bertambah. 8
Maka dari itu, apabila kita berbicara mengenai masalah urbanisasi yang dikaitkan
dengan dampak lingkungan hidup fisik, dan social kota, maka kita tidak dapat mrlepaskan
diri dari pengaruh perkembangan kota, kemajuna industri, teknologi dan pembangunan.
Akibat dari perkembangan dan pembangunan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak
lingkungan hidup baik yang positif maupun yang negative. Dampak ini bagi lingkungan
kota yang bersifat negative dapat timbul di berbagai kota di dunia dan terutama di Negara
kota Medan, yang telah berlangsung dari tahun ke tahun dan hasilnya kesengsaraan bagi
6
Badan Pusat Statistik Medan Dalam Angka Thaun 1999., hlm xiii-xvi
7
Kantor Statistik Propinsi Sumatera Utara dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II
*ropinsi Sumatera Utara, Sumut Dalam Angka 1988, hlm. 42
8
op cit, hlm. 44
menyebabkan kota cenderung terkesan kumuh. Menurut Badan Pusat Statistik kotamadya
Medan, banjir pada tahun 1987 terjadi sebanyak 11 kali begitu pula pada tahun 1988,
sedangkan pada tahun 1989-1990 masing-masing pernah mengalami banjir sebanyak 1-2
kali. Kerugian akibat bencana alam ini terhitung hingga ratusan juta rupiah yaitu sekitar Rp.
428.000.000 pada tahun 1986-1990. Jumlah yang tidak sedikit pada kurun waktu tersebut. 9
Persoalan banjir di kota Medan ternyata kini sudah menjadi penyakit kronis dan jadi
tradisi tahunan. Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan, dan tidak terhitung berapa
dana yang telah tercurahkan di berbagai proyek penanganan banjir kota ini. Selama sepuluh
tahun terakhir saja upaya penanangan banjir sudah menghabiskan sedikitnya Rp. 300
miliar. Namun, kenyataaannya dana tersebut seperti air di padang pasir, seluruh uang rakyat
itu habis entah ke mana, sementara banjir terus menjadi kegelisahan bagi masyarakat kota
Medan.
Namun, sampai sekarang banjir masih saja menghantui 2,1 juta jiwa masyarakat
kota Medan. Ini karena banjir kini tidak bergantung jika hujan turun di hulu sungai Deli
saja, hujan di kota Medan pun bisa menyebabkan orang Medan bermasalah dengan
penduduk yang menjadi langganan rendaman banjir, terutama kalau hujan deras mengguyur
9
Kantor Badan Pusat Statistik kotamadya Medan, Kotamadya Medan Dalam Angka Tahun 1991,
hlm. 112-113
konsultas dari Belanda untuk menemukan jalan keluar untuk air yang selama ini
membanjiri kota Medan. Dari penelitian tersebut, antara lain diidentifikasi masalah
sedimentasi atas drainase serta kecenderungan warga masyarakat yang selalu terbiasa
membuang sampah ke sungai dan parit, hingga menyebabkan banjir selalu terjadi di
Medan.
Saat ini langkah darurat pemerintah kota Medan dalam menangani banjir, yaitu
Dinas Pekerjaan Umum Medan juga terus melancarkan pemetaan lokasi genagan air setiap
musim hujan untuk persiapan darurat jika hujan lebat melanda kota Medan. Tidak
menambah kuantitas banjir di kota Medan. Selain itu, pertumbuhan penduduk di sepanjang
perbandingan, masyarakat kota Mdna harus mengambil pelajaran dari bencana banjir yang
terjadi di ibukota Jakarta dan juga di daerahnya sendiri yang disebabkan hilangnya daerah
resapan air karena terlalu banyak digunakan untukmembangun perumahan atau pertokoan.
Belajar dari peristiwa di Jakarta, maka warga kota Medan harus dapat mewaspadai
wilayah selatannya antara lain kawasan Sembahe, Pancur Batu, Namu Rambe, dan Deli
Tua sebagai wilayah perbukitan yang merupakan kawasan resapan air. Jangan sampai
kondisinya semakin parah akibat eksploitasi. Fungsi resapan air daerah itu dinilai mulai
sangat berbahaya karena dapat mengancam daerah di bawahnya dari serangan banjir
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan
oleh pemerintah dan peran serta masyarakat kota Medan beserta swasta yang terkait.
bencana banjir di kota Medan agar selurh jajaran masyarakat dan pemerintah kota
Sumatera Utara dan khususnya bagi masyarakat kota Medan dan sekitarnya.
Ruang lingkup penelitian di dalam penelitian ini berkisar pada tahun 1971-1990.
awal penelitian dimulai pada tahun 1970-an karena penulis menganggap pada kisaran tahun
1970-an kotamadya Medan mengalami pemekaran wilayah untuk pertama kalinya sehingga
hal ini diyakini sebagai tindakan awal untuk memperhitungkan masalah urbanisasi di kota
Medan. kemudian, penelitian akan diakhiri pada tahun 1990 yang menampakkan
perbandingan yang cukup besar mengenai bencana banjir yang terjadi di kota Medan. jika
kurangnya intensitas bencna banjir pada akhir tahun 1990-an, maka penelitian yang
menyangkut campur tangan pemerintah dan masyarakat kota Medan patut diadakan.
bencana dimana ketika banjir dan bencana lain yang disebabkan oleh manusia (manmade
secara permanen, maka kondisi ini adalah sebuah pertanda terjadinya amnesia sejarah
bencana di dalam memori kolektif masyarakat. Banjir sebagai sebuah amnesia sejarah bisa
diartikan sebagai sebuah kondisi dimana masyarakat kita secara personal maupun kolektif
menjadi kehilangan ingatannya tentang bencana banjir ketika bencana itu berlalu. Dalam
kondisi ini, semua pihak akan ribut dan saling menyalahkan ketika bencana banjir terjadi.
Namun, kita segera melupakannya ketika bencana banjir itu bencana banjir itu berlalu.
Kondisi amnesia sejarah yang terulang ini sebenarnya sangat bebahay kalau tidak
masyarakat secara sadar maupun tidak sadar akan membenarkan klaim pemerintah bahawa
banjir adalah bencana alam, yang lama kelamaan masyarakat kita menjadi terbiasa akan
keadaan ini. Di sis lain, kesadaran palsu (false conciousness) masyarakat yang disebabkan
oleh adanya amnesia ini sangat menggemberikan pihak yang selama ini menikmati
keuntungan dari eksploitasi hutan yang menjadi penyebab utama terjadinya banjir bandang,
seperti pengusaha dan pemerintah yang gagal dalam menangani banjir secara permanen.
manusia. Fenomena banjir sebenarnya fenomena alamiah di dataran banjir. Namun banjir
menjadi masalah ketika aktivitas manusia berada di daerah rawan banjir, sehingga banjir
Penyebab banjir yang utama tentunya curah hujan yang berlebih sehingga menyebabkan
tingginya debit air sungai. Permsalahan banjir terbesar adalah penggunaan lahan di daerah
rentan banjir (flood plain) oleh manusia, sehingga manusia menerima dampak banjir.
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan buku yang berkaitan tentang masalah
perkotaan di Indonesia umumnya dan khususnya mengenai masalah banjir di kota Medan
Buku yang ditulis oleh Kodoatie, Robert J dan Sugiyanto, Banjir, Beberapa
Pustaka Pelajar, 2002. secara umum berisi tentang masalah banjir, penyebab dan
pembahasan mengenai dampak banjir terhadap suatu lapisan masyarakat meskipun hanya
membahas pada dimensi waktu kekinian sehingga buku ini dapat dikatakan hanya
multidimensional.
Efendi, Said, Strategi Pembangunan Menuju Kota Medan Bestari, Medan : Yayasan
Pola Pembangunan Daerah, 1997. di dalam buku ini kta dapat mengetahui berbagai strategi
pembangunan kota Medna yang dilakukan pemerintah kota Medan, salah satunya adalah
peripheral (kota satelit yang mengelilingi kota induk) yang memuatkan kota Medan
sebagai kota inti dengan nama Mebidang (Medan, Binjai, Deli Serdang).
merupakan langkah awal penulus dalam pencarian ide-ide dan pemikiran mengenai sejarah
perkotaan.
Alfian (ed)., Kota Lama Kota Baru, Sejarah Kota-kota di Indonesia, Yogyakarta : Ombak,
2005. Di dalam buku ini terdapat banyak informasi mengenai berbagai sejarah perkotaan di
Indonesia yang ditulis oleh penulis dari dalam negeri dan penulis asing.
banjir. Pada tahun 1998, Asian Development Bank (ADB) memberikan bantuan kepada
pemerintah Republik Indonesia dengan nilai sekitar 116 juta dollar AS melalui
Metropolitan Medan Urban Development Project (MMUDP). Pemerintah pusat sendiri dan
pemerintah propinsi (pemprop) Sumatera Utara diwajibkan menyediakan 82,2 juta dollar
AS untuk proyek tersebut sehingga total nilai proyek 198,2 juta dollar AS atau sekitar 1,68
triliun.
yang terbagi ke dalam dua sektor, yaitu drainase dan banjir kota. Seluruh pengerjaan
diprioritaskan pada pengoptimalan kembali Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sering
menyempit oleh maraknya bangunan liar. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan normalisasi
saluran air yang berada di kawasan kota. Namun, dari data yang diperoleh meski proyek
penanggulangan banjir dengan dana miliaran rupiah sudah ada namun banjir akibat hujan
tetap terlihat hampir di setiap sudut kota. Ironisnya, ruas jalan protokol yang berada di
Penulisan sejarah merupakan suatu karya ilmiah yang memerlukan adanya suatu
metode untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah. Metode sejarah adalah proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari peninggalan masa lalu 10.
Metode berupa aturan-aturan yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam
mendapatkan kebenaran dari suatu peristiwa sejarah. Metode sejarah bersifat ilmiah
jika dengan ilmiah dimaksudkan mampu untuk menentukan fakta yang dapat
dibuktikan dengan fakta, maka diperoleh hasil pemeriksaan yang kritis terhadap
dokumen sejarah dan bukan suatu unsur daripada aktualitas yang lampau 11.
10
Louis Gottscalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto dari judul
Understanding History, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 32.
11
Ibid, hal. 143.
laporan juga sebagai referensi digunakan situs internet dan wawancara dengan
dan mendalam. Dengan demikian penulisan skripsi ini dilakukan melalui studi
Dari data atau sumber yang terkumpul dilakukan kritik terhadap sumber agar
menjadi sumber yang dipilih. Langkah ini disebut kritik sumber, baik kritik intern
menafsirkan sumber-sumber yang terkumpul agar menjadi fakta yang valid. Langkah
yang terakhir adalah historiografi, yaitu penulisan secara sistematis dan kronologis.
Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak wilayah pada
di atas permukaan laut. Suhu kota Medan pada pagi hari berkisar 23,70 ºC-25,10 ºC, siang
berkisar 29,20 ºC-32,90 ºC, dan pada malam hari berkisar 26 ºC-30,8 ºC. sedangkan
antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur dari Barat Daya sampai
wilayah tenggara Pulau Sumatera menjadikan kota Medan daerah yang strategis baik untuk
menjalankan roda perekonomian hingga pusat kebudayaan, Medan adalah tempat yang
selalu terbuka bagi siapa saja yang memiliki kompeten dan kemampuan bertahan hidup
sebagai orang kota. Topografinya miring ke utara dan berada pada ketinggian 0-40 meter di
atas permukaan laut dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Mengenai
curah hujan di Tanah Deli, Medan dapat digolongkan dua macam yakni : Maksima Utama
yang berarti bagi waktu yang lebih banyak mendapat curah hujan dan Maksima Tambahan
yang berarti bagi waktu yang mendapat lebih sedikit curah hujan. Maksima Utama terjadi
pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan
Januari s/d September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir,
tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian
dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di
samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat
inilah pada waktu penjajahan Belanda berada di tempat yang bernama Bakaran Batu
(sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas
tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu bernama Deli Klei.
Sebelum menjadi sebuah kota yang megah, kota Medan adalah sebuah
perkampungan yang disebut dengan kampung Medan yang pertama kali dibuka oleh Guru
Patimpus pada sekitar tahun 1590 di kawasan yang disebut Medan pada masa itu. Menurut
tradisi masyarakat setempat, perkampungan yang dibuka oleh Guru Patimpus itu disebut
kuta istilah dalam bahasa Karo karena Guru Patimpus adalah bangsawan berketurunan suku
Batak Karo. Kampung Medan sebagai sebuah kuta menjadi satu bagian di dalam kesatuan
kekuasaan tradisional suku Batak Karo yang dinamakan Urung Sepuluh Dua Kuta yang
Sedangkan lokasi pertama kalinya diketahui letak kampung Medan adalah terletak
di sekitar pertemuan delta sungai Babura dan sungai Deli yaitu tepatnya di sekitar kantor
Sebenarnya mengenai sejarah awal kampung Medan banyak sekali yang belum
tergali sejak berdirinya pada sekitar tahun 1590 hingga kedatangan bangsa Belanda pada
tahun 1861 semisal keadaan budaya dan sosial yang berpengaruh di kampung Medan dan
kita dapat meniympulkan seperti keadaan masyarakatnya yang sebenarnya hingga saat ini
kependudukan dan sosial yang dilakukan oleh seorang sarjana Inggeris. Pada sekitar tahun
penduduknya hanya berjumlah sekitar 200 orang, dimana terdapat wilayah-wilayah yang
termasuk ke dalam kota Medan saat itu bernama Desa Pulo Brayan, Desa Babura dan
Kampung Jawa. Desa-desa ini adalah desa primer yang tumbuh dari keberagaman dan
heterogenitas masyarakatnya.
Pada waktu Belanda mulai melakukan penjajahannya di Deli, dalam kawasan yang
sekarang dikenal sebagai kota Medan sudah lebih dahulu terdapat sejumlah perkampungan
yang ditempati oleh penduduk suku bangsa Melayu dan Karo. Menurut perkiraan Residen
Riau, Netscher penduduk yang terdapat dalam wilayah kekuasaan Sultan Deli berjumlah
kira-kira 2000 orang pada masa itu, Labuhan Deli sebagai ibukota kerajaan Deli
berpenduduk kurang lebih 1000 orang, termasuk 20 orang Cina dan 100 orang India.
Sedang di Kampung Medan Puteri terdapat 50 rumah tangga pada waktu itu. 12
panen tembakau pada tahun 1881 hingga mencapai 82.356 pak dan terjual dengan harga
tembakau swasta dari berbagai negeri di luar Nusantara yang membuka usaha disini dan
12
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya daerah Tingkat II Medan (bahan
seminar), Medan : Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun, hlm. 66
perkebunan ini. Pada sekitar tahun 1874 sudah dibuka 22 perusahaan perkebunan asing.
permukiman pun semakin bertambah luas yang diperuntukkan bagi pengusaha sendiri
maupun tenaga-tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjadi buruh perkebunan. Interaktif
antar bangsa ini menyebabkan semakin bertambah banyak pulalah imigran yang datang dan
pergi ke Kampung Medan. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah ini:
13
Kantor Badan Pusat Statistik kotamadya Medan, Kotamadya Medan Dalam Angka Tahun 1979,
hlm. 90-91
cukup drastis menyebabkan tingkat urbanisasi yang tinggi sehingga dari analisa yang
didapat bahwa jumlah penduduk yang semakin meningkat dapat menimbulkan gejala-gejala
masalah kependudukan dimana pada akhirnya akan membawa masyarakat itu sendiri pada
persoalan banjir yang didasari pada konsep lingkungan yang tidak seimbang antara manusia
dan alamnya.
ekspor ketika itu. Kesuksesan perkebunan-perkebunan ini diawali setelah berita kehebhan
yang ada di negeri Belanda ketika Jacobus Nienhuys membawa hasil panen tembakau ke
negeri Belanda dengan kualitas terbaik dan mencapai keuntungan yang besar. Maka dari
kampung Medan telah beubah menjadi sebuah kampung yang sudah dapat dikatakan
sebagai sebuah kota karena jumlah penduduknya telah mengalami peningkatan yang cukup
tinggi. Maka dari itu, dari pihak pemerintah Belanda memiliki ide untuk memindahkan
keresidenan Sumatera Timur yang awalnya berada di Riau untuk pada akhirnya
dan lautan. Maka, ide itu disetujui oleh Gubernur Sumatera Timur sehingga kota Medan
menjadi Ibukota Keresidenan Sumatera Timur. Sejak Medan menjadi ibukota Keresidenan
Sumatera Timur pada tanggal 1 bulan Maret tahun 1887 maka tumbuhlah kampung-
kampung seperti Petisah Hulu, Petisah Hilir, kampung Sungai Rengas, Kampung Aur dan
Kampung Keling. Kemudian muncul kampung lain yang masuk ke wilayah Sultan Deli
yaitu Kampung Maksum, Kampung Baru, Kampung Sungai Mati dan lain-lain.
Dalam rangka kota Medan bersiap menjadi ibukota Sumatera Timur, sejak tahun
1886 dicari cara untuk membenahi kota agar pantas dalam kedudukan itu. Saluran-saluran
yang lama diganti dengan sistem drainase yang baik, jalan-jalan diaspal, penerangan listrik
dipasang kecuali air minum yang kondisinya belum baik. Komiaris-komisaris dari Deli Mij,
tuan-tuan perkebunan seperti Tuan P. Kolf dan J. van Vollenhoven berhasil membujuk
direksi mereka untuk mengatasi hal ini. Kemudian dibangunlah perusahaan air minum
(PDAM Tirtanadi saat ini) pada akhir 1907 dengan kemampuan tandon air 1200 m³ dengan
14
21 km menyuplai 283 rumah.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang semakin meningkat di kota Medan,
pada tahun 1929 mulai dipasang pipa-pipa besar untuk menyalurka air dari Sibolagit ke
15
medan.
14
Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam
Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005, hlm. 2
15
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan, Loc Cit, hlm. 36
pada Maret tahun 1900 untuk menerangi jalan-jalan di Medan dan kebutuhan pasokan
listrik untuk Medan Hotel, rumah Tjong A fie, Hotel De Boer, Istana Maimoon dan lain-
lain. Salah satu perbedaan yang mencolok dimana hanya sebuah rumah yaitu rumah Tjong
A Fie yang mendapatkan pasokan listrik sementara yang lainnya adalah berupa instansi,
kota Medan, peran warga asing dari Eropa dan keluarga Tjong A Fie memiliki peranan
mulai dibangun arsitektur yang indah seperti Istana Maimun dan Mesjid Raya Medan yang
dibangun tenaga ahli dari Belanda yang bernama Van Erp. Bahkan Medan disebut-sebut
sebagai kota ratu (queen city) dari Pulau Sumatera dan terlebih lagi pionir lokasi
pertumbuhan peusahaan perkebunan di Sumatera Timur yang sangat penting dan progresif.
Saat ini kota Medan memiliki keanggunannya tersendiri, bersinar dalam hal bisnis yang
dikelilingi kota-kota kecil yang indah yang ketika itu memiliki sanitari yang hanya dimiliki
kota Medan dan banyak kota di Inggris Raya. Memiliki hotel-hotel yang bagus, jalus kereta
api dengan arsitektur yang indah, lapangan pacuan, klub-klub lapangan tennis dan sepak
bola, bioskop, dan semua atribut modern dari sebuah kota yang maju.
membelah kota Medan untuk mencari tahu penyebab awal ketidakacuhan berbagai pihak
untuk lebih mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi indikasi penyebab banjir di kota
Medan. Maka kita perlu mengetahui berbagai aspek itu termasuk sungai yang dulunya
sangat berperan dan sangat penting bagi kehidupan masyarakat di kota Medan.
Sekitar tahun 1874 sebuah Benteng Belanda yang cukup besar dan kokoh
bangunannya sudah siap dibangun berdekatan dengan kawasan Medan Puteri, yaitu di
lokasi wisma Benteng dan Lippoland yang sekarang. Bangunan yang tampaknya
menunjukkan identaitas kota medan pada saat sudah mulai tumbuh dan berkembang.
Tempat benteng Belanda itu dibangun sangat strategis menurut ukuran masa itu. Karena
letaknya berdekatan dengan kawasan pemukiman penduduk pribumu dan sekaligus dekat
pula dengan Sungai Deli. Sungai itu dahulu dapat dimanfaatkan oleh serdadu belanda untuk
memasuki Deli dari arah laut atau meninggalkannya dari menuju laut. Dapatlah dilihat
betapa penting dan strategisnya kedudukan benteng Belanda itu, yang berdekatan dengan
letak kampong Medan selaku pelabuhan tongkang dari laut yang membongkar muatan di
situ untuk diteruskan dengan perahu-perahu lebih kecil mudik ke Deli Tua dan mudik
Sungai Babura. 16
16
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan, Ibid, hlm.63
bergantung pada jalur transportasi yang ketika itu berupa transportasi air dikarenakan jalur
darat yang berupa jalan setapak dan masih dikelilingi hutan belantara dianggap lebih aman
dan lebih cepat untuk sampai ke tujuan. Berbeda dari sekarang sungai-sungai ini hanya
tampak kumuh dan kotor. Memang sangat ironis apabila dibadingkan dengan perannya
ketika sungai sangat diperhatikan dan dijadikan asset untuk mendapatkan nafkah sehari-
sehari.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1909 Medan dijadikan Kota Praja oleh
pemerintah Hindia Belanda. Akibat perkembangan yang semakin pesat, pada tahun 1915
gubernur yang pertama adalah H.J. Crijzen. Kelak sultan Deli Makmum Arrasyid
memindahkan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota pada tahun 1918 untuk
menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 kota Medan telah menjadi pusat kegiatan
17
Koestoro, Lucas Partanda, dkk., Medan, Kota di Pesisir Timur Sumtaera Utara dan Peninggalan
Tuannya, Medan : Balai Arkeologi Medan, 2006, hlm. 22
adalah seorang burgermeester dibantu oleh sebuah raad (majelis) yang pada permulaannya
beranggotakan 15 orang yang diangkat pemerintah. Daniel Baron MacKay adalah orang
Gemeentee Medan untuk pertama kalinya memiliki dana bagi peremajaan kotanya
sebesar 32.000 gulden. Dana ini dipergunakan bagi banyak masalah pengairan dan sumber
daya air seperti untuk keperluan penyediaan air minum di kota Medan, membiayai
yang ketika itu telah dibentuk volksraadnya. Dana yang cukup besar ini diperoleh antara
2. Kontribusi suka rela yang diberikan oleh penduduk di kota Medan, ini adalah
tindakan yang secara halus meminimalkan keraguan masyarakat akan pajak tanah
3. Hasil dari sewa pasar, tanah dan sawah serta bangunan-bangunan di kota Medan.
Gemeentee Medan lebih dahulu menjalani masa peralihan dalam pemerintahannya selama
lebih kurang 9 tahun. Selama masa peralihan itu, Gemeentee Medan belum mempunyai
Burgermeester (walikota) dan masih berada di bawah kekuasaan Asisten Residen Deli dan
merupakan salah satu wilayah pemerintahan yang langsung tunduk pada pemerintahan Deli
(Dewan Kota) untuk menjalankan pemerintahan Gemeentee Medan. Dewan Kota tersebut
Eropa, 5 orang Bumiputera Indonesia dan 2 orang Timur Asing. Nama-nama pejabat
tersebut adalah :
1. Tj. Dijkstra
2. J.M. Groenewegen
3. J.N. Helissen
4. T.W. Rossum
7. Ir. M. Velkenburg
9. J. de Waard
1. Abdullah Lubis
4. Raden Nurngali
5. Raden Pirngadi
Dilihat dari segi kebangsaan, hal tersebut sangat kontras bahwa bangsa Eropa
kota Medan, dari segi nasionalisasi hal ini menyebabkan ketidakadilan dan dengan begitu
menciptakan cikal bakal ketidakharmonisan antara masyarakat pribumi dan bangsa Eropa
yang selanjutnya akan menyebabkan berbagai pemberontakan dan rencana awal yang
seharusnya dapat memperindah wajah kota Medan menjadi terhambat dan terhenti begitu
18
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan Op Cit, hlm. 122
sebagai suatu dewan kota agar kiranya gemeentee kota Medan dalam melaksanakan
dewan tersebut yang artinya cikal bakal dewan kota yang sudah terbentuk pada 1 April
1909 dan pada saat pertama kalinya kota Medan dibentuk adalah suatu hal yang perlu
Perkembangan kota Medan yang pesat menjadikan Medan sebuah kota yang
modern yang ditandai dengan gaya bangunan yang bersifat mendunia. Banyak orang yang
mengatakan bahwa kota Medan menjadi sangat unik di Hindia Belanda, karena telah
menjadi kota bergaya Eropa dalam nuansa Inggris. Hal ini disebabkan antara lain karena
kuatnya pengaruh Singapura pada kolonial Inggris yang berimbas pada gaya bangunan di
kota Medan.
Pada tahun 1911, Gemeentee Medan mulai membentuk Gementee Werken yang
berarti Dinas Pekerjaan Umum untuk kotapraja Medan. Di samping itu, pada tahun yang
sama kotapraja Medan mulai memberlakukan Pajak Tontonan. Dan pada tahun itu pulalah
layanan pos mengalami perkembangan baru, karena gedung kantor pos Medan telah
dibangun pada lokasi yang berseberangan dengan bangunan Hotel De Boer dengan begitu
bangunan kantor pos juga memperindah kotapraja Medan yang baru mulai tumbuh dan
berkembang.
Belanda di Bogor dan ditandatangani oleh Gubernur Jenderal J.B. Van Heutsz. Pada pasal 3
“Di dalam kotapraja Medan, di luar tanah-tanah di bawah penguasaan militer, tidak
c. Penerangan jalan-jalan.;
d. Pemadam kebakaran.;
pekerjaan yang luar biasanya mahalnya, dapat diberikan subsidi oleh pemerintah. 19
Dari sumbber tersebut, maka sudah sejak masa penjajahan Belanda pengurusan
maslaah banjir yaitu dengan pembuatan sdaluran-saluran dan drainase sudah dikerjakan
namun hingga kini maslaah ini memang membutuhkan tenaga, pikiran dan biaya yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, permasalahan yang sudah mengakar ini untuk selanjutnya dapat
dipecahkan melalui metode-metode baru yang dulu tidak diambil oleh pemerintah kota
Medan.
kota yang akan dimiliki gemeentee medan, pemerintah HIndia Belanda melakukan berbagai
perkotaan juga berhubungan dengan pusat perbelanjaan. Di Kota Medan, pada bulan Maret
1933 diresmikanlah pusat pasar yang menempati areal di sekitar Jalan Soetomo, yang saat
itu adalah Wilhelminestraat, dan Jalan Sambu (Hospitalweg). Pusat pasar itu meliputi
empat bangunan besar dan panjang yang megah. Diceritakan bahwa intelektual Belanda
yaitu burgermeester G. Pitlo pada saat itu sangat kagum pada kebudayaan Perancis. Dan
Karena itu ia membangun Centrale Passer seperti bangunan Les Halles (Pasar Sentral) di
Paris. Demikian pula halnya dengan bentuk dan pola taman-taman di Medan.
19
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan , Op Cit, hlm. 90
Akibat pertumbuhan kota dari tahun ke tahun semakin tinggi, maka kehidupan
perkotaan yang dialami kota Medan pun tidak terlepas dari keterlibatan penduduknya
mengenai masalah banjir, pada masa penjajahan Belanda, banjir ataupun genangan-
genangan air telah banyak ditemukan kota Medan. Dan untuk mengatasi masalah ini,
genangan air ini, namun karena pada masa tersebut adalah masa yang sangat kacau
masalah lingkungan ini tidak terperhatikan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan drainse
primer yang dibuat oleh pemerinntah Belanda berkesan tergesa-gesa dan tampak belum jadi
seutuhnya. Sehingga keoptimalan drainase-drainase ini kurang mencapai sasaran dan pada
puncaknya adalah peristiwa banjir yang tejadi berulang dan terulang kembali hingga saat
ini. Selain itu, masalah banjir di kota Medan adalah disebabkan adanya penggundulan hutan
secara besar-besaran dengan tingkat frekuensi penebangan hutan yang terlalu cepat untuk
selanjutnya dijadikan lahan perkebunan adalah penyebab utama, berbeda dengan yang
Peristiwa banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kali/tahun sangat
dipengaruhi oleh kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli dan DAS Belawan di daerah
hulu. Mencakup Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.
Deli berawal dari pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1725 m di atas permukaan
laut hingga Selat Malaka dengan panjang 75,8 km mengalir ke kota Medan yang berada di
bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan laut
mempunyai luas DAS Deli seluas 481,62 km². Sungai ini merupakan saluran utama yang
mendukung drainase kota Medan dengan cakupan wilayah pelayanan sekitar 51 % dari luas
kota Medan.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit ekosistem wilayah yang komponen-
komponennya terdiri dari subsistem lingkungan (lingkungan alam) dan subsistem sosial
ekonomi, dimana proses ekologi di dalam subsistem lingkungan berinteraksi dengan proses
yang terjadi dalam masing-masing subsistem. Diantara subsistem tersebut, subsistem sosial
dan ekonomi merupakan subsistem yang paling dinamis dan mempunyai potensi untuk
berpengaruh positif dan negatif terhadap subsistem alam. Dari uraian tersebut, dapat
dipahami bahwa pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat
pulih (renewable) seperti air, tanah dan vegetasi (ekosistem) dalam sebuah DAS dengan
tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat
menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan,
peternakan, perikanan dan air minum masyarakat, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi
dan sebagainya.
dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya
alamnya yang intensif. Di sisi lain, tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang
sistem kehidupan, betapapun berbagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah telah
dilakukan selama ini, kondisiny masih jauh dari memadai, bahkan terdapat indikasi
belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun. Meningkatnya frekuensi banjir
Sungai Deli di kota Medan serta di beberapa wilayah lainnya merupakan indicator betapa
tidak optimalnya kondisi DAS di atas antara lain disebabkan adanya ketidakterpaduan antar
sector dan wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut.
Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala
bertolak belakang.
Ruas-ruas jalan Kota Medan selalu tergenang jika menerima curah hujan, meski
curah hujan yang terjadi relatif tidak terlalu lama. Ruas jalan itu adalah Jalan Willem
Iskandar, Jalan Letda Sujono, Jalan Raden Saleh, Jalan Stasiun, Jalan Sisinga Mangaraja,
Jalan Sutomo, Jalan Gatot Subroto, Jalan AH Nasution, Jalan Denai, Jalan Brigjen Katamso
Jumlah itu di luar ruas jalan kecil seperti Jalan Pelita II, Jalan Kapten Jamil Lubis, Jalan
Pahlawan, Jalan Tangguk Bongkar, Jalan Selamat dan Jalan Pertahanan. Jika hujan turun
Jumlah ruas jalan yang tergenang itu semakin banyak jika dilihat ke pinggiran Kota
Medan yang yang merupakan daerah perbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota
Binjai. Contohnya, daerah Lau Dendang, Percut, Desa Medan Estate dan Perumnas
Mandala Medan yang merupakan bagian Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
Demikian juga dengan daerah Sunggal dan Diski, Deli Serdang yang berbatasan langsung
Banjir adalah debit air yang melebihi besar kapasiitas pengaliran air tertentu.
1. Peristiwa banjir atau genangan air yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak
terjadi banjir.,
2. Peristiwa banjir karena limpahan air banjir dari sungai karena debit banjir tidak
mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas
pengaliran sungai yang ada. Peristiwa banjir sendiri tidak menjadi permasalahan,
apabila tidak mengganggu manusia melakukan kegiatan pada daerah dataran banjir.
Sumber genangan- genangan air atau banjir di kota Medan dapat dibedakan menjadi
3 macam, yaitu :
tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran
banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau banjir kanal yang ada, sehingga
terjadi limpasan.
2. Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri.
Hal ini dapat terjadi jika hujan yang terjadi melebihi kapasitas system drainase
yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara 0,2-0,7 m dan lama
3. Banjir rob, banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang, atau air balik
dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan
banjir rutin akibat air laut pasang yang terjadi pada kawasan Medan Belawan. 20
Indonesia tanpa terkecuali kota Medan. Dalam rangka pembangunan kota Medan, pihak
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintah kota Medan telah banyak melakukan
kebijakan pembangunan untuk mendukung kota Medan menjadi kota Metropolitan seperti
pembangunan sarana tramsportasi di seluruh kota Medan. Masalah banjir adalah masalah
utama yang dihadapi pemerintah kota Medan, terutama daerah pinggiran kota Medan yang
20
Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Semarang : Penerbit Andi, 2003, hlm.
339-340
Pada tanggal 23 Desember 1992 dimana seluas 1.513 Ha areal tergenang air dengan
kedalaman 1.5 meter meliputi daerah pemukiman, jalan, perkebunan dan transportasi
umum di sepanjang aliran sungai Sei Badera. Kecamatan Medan Marelan merupakan
daerah yang paling banyak terkena dampak dari sering meluapnya air sungai Sei Badera
yang mengakibatkan banjir setiap tahunnya. Akibat dari banjir tersebut ialah lumpuhnya
perkebunan penduduk serta sarana transportasi berupa jalan dan jembatan. 22 Banjir itu
sendiri dapat dilihat dari debit banjir dan volume air sungai yang meluap meskipun dalam
Penelitian banjir di kota Medan dapat diperoleh melalui kegiatan analisis hidrologi
yang secara umum hasilnya dapat berupa debit banjir maksimum, volume banjir, atau
hidrograf banjir. Metode rasional bertujuan untuk memperkirakan debit puncak. Rumus
21
Haldun, Muhammad, Implikasi Normalisasi Sungai Sei Badera Terhadap Permukiman
Masyarakat di Kecamatan Medan Marelan (Thesis), Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, 2008, hlm. 75-76
22
Haldun, Muhammad,Op Cit, hlm. 11
Yang dimaksud dengan sungai adalah sungai secara umum, baik sungai besar
maupun sungai kecil. Sungai merupakan refleksi dari daerah yang dilaluinya. Faktor-faktor
seperti kualitas air (unsur kimia dan temperatur), habitat yang ada (flora dan fauna), kondisi
hidrolik sungai (debit muka air, frekuensi aliran dan lain-lain), dan morfologi sungai dapat
dipakai sebagai indikator untuk menganalisa kondisi daerah aliran sungai tersebut. Jika di
daerah sekitar sungai banyak aktifitas dengan kualitas penjernihan air limbah yang tidak
memadai, maka kualitas air sungai (terutama sungai kecil dan menengah) tersebut juga
akan terlihat jelas menurun. Jika suatu daerah relatif tandus, maka akan direkam oleh sungi
kecil yang direfleksikan ke dalam bentuk kurva hidrografiknya dengan waktu mencapai
puncak yang pendek dan debit puncak yang tinggi serta waktu kering yang lama. 24
23
Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam
Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005, hlm. 31
24
Maryono, Agus., Ekohidrolik Pembangunan Sungai, Menanggulangi Banjir dan Kerusakan
Lingkkungan Wilayah Sungai, Yogyakarta : Magister system Teknik Program Pasca Sarjana UGM, 2005,
hlm. 27
tidak teratur, belokan-belokan dan lain-lain. Bentuk-bentuk ini pada hakikatnya berfungsi
untuk menahan air supaya tidak dengan cepat mengalir ke hilir serta menahan sediment. Di
samping itu drainase juga berperan dalam rangka menurunkan enerji air tersebut.
Sungai alamiah umumnya memiliki angka kekasaran dinding yang tinggi. Jika
dibandinngkan dengan sungai yang telah diluruskan, sungai alamiah memiliki kemampuan
mengalirkan debit aliran lebih kecil pada tinggi muka air yang sama. Pada proyek renovasi
sungai (renaturalisasi perlu dipertimbangkan kenaaikan muka air akibat kenaikan kekasaran
dinding sungai).
Sebagian besar saluran drainase utama kota Medan, baik yang alamiah maupun
buatan, di bagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah dari pada elevasi dasar
sungai. Hal ini menyebabkan sedimentasi serius dan menimbulkan pendangkalan. Sistem
drainse utama yang ada, sebagian besar belum mempunyai garis sempadan yang jelas. Hal
Kondisi saluran drainase yang lebih kecil juga tidak kalah memprihatinkan.
Kapasitas saluran makin hari makin menurun akibat sedimentasi, sampah, dan
pemeliharaan yang kurang. Tidak mengherankan jika sampai saat ini masalah banjir
kiriman dan banjir pasang merupakan masalah yang beluim terpecahkan. Genangan air dan
banjir masih selalu terjadi, terutama pada saat musim hujan. Hal ini akan semakin sulit
Konsep drainase konvensional yang selama ini dianut yaitu drainase didefinisikan
sebagai suatu usaha untuk membuang atau mengalirkan air kelebihan di suatu tempat
secepatnya menuju sungai dan secepatnya dibuang ke laut, menurut tinjauan hidrolik tidak
bisa lagi dibenarkan. Dengan konsep pembangunan secepat-cepatnya ini, akan terjadi
akumulasi debit di bagian hilir dan rendahnya konservasi ekologi di hulu. Sungai di hilir
akan menerima beban yang lebih tinggi sewaktu debit puncak lebit cepat dari pada keadaan
sebelumnya dan akan terjadi penurunan kualitas ekologi daerah hulu. Jika sungai kecil,
menengah dan besar dijadikan sarana drainase dengan konsep konvensional seperti diatas,
maka akan didapat suatu rezim saluran drainase sebagai ganti rezim sungai. Ekodrainase
diartikan suatu usaha mengalirkan air yang berlebih ke sungai dengan waktu seoptimal
munngkin sehinngga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di sungai
yang terkait.
digenangi air bila hujan datang. Ternyata kondisi ini menyebabkan aktivitas ekonomi
didalam dan luar kota Medan terganggu. Kondisi jalan-jalan rusak, seperi yang terlihat
dijalan Bahagia by Pass, Mandala by Pass, jalan Platina Raya, Marelan, Kawasan Padang
Bulan, dan jalan Letda Sujono adalah sebagian besar kawasan yang umumnya menjadi
kawasan sering tergenanng air, selain itu, jalan-jalan yang rusak itu tidak hanya berbahaya
apabila dilintasi pengendara jika tergenang air namun juga menyebabkan jalanan macet,
Curah hujan selama satu jam meluapkan sejumlah parit di wilayah kota Medan,
termasuk parit busuk, persis ketika seluruh ummat Islam melaksanakan sholat Jumat. Di
Kelurahan Sei Kera Hilir I dan II, Kecamatan Medan Perjuangan, hujan yang turun itu
mengakibatkan air parit yang meluap, jalan-jalan tergenang air, bahkan di setiap gang di
Terdapat juga bangunan rumah penduduk di pinggir jalan yang menutupi saluran air
ke parit untuk kepentingan pribadi. Banjir setinggi lutut orang dewasa itu terjadi pada
sejumlah kelurahan pada tiga kecamatan yakni Kecamatan Medan Labuhan, Medan Deli
penyakit kronis yang tak terobati. Pemerintah seolah-olah angkat tangan dan yang parahnya
lagi, pengaspalan jalan lebih dari sekedar tambal sulam. Meski sebelumnya telah diaspal
lalangnya angkutan bermuatan besar. Kondisi ini pun sangat rentan mengambil korban
jiwa, setidaknya selain kecelakaan lalu lintas sering terjadi kendaraan jadi cepat rusak. Oleh
sebab itu perbaikan jalan akan sia-sia jika sistem drainase di kota Medan tidak segera
ditangggulangi. Perbaikan drainase terlebih dahulu dibangun kemudian jalan yang rusak di
Untuk diketahui, perbaikan drainase sudah pernah dilakukan dan nilai proyeknya
yang ratusan milyaran rupiah dengan nama Metropolitan Medan Urban Development
projek (MMUDP). Terangkum dan proyek tersebut sebagai proyek perbaikan sistem
drainase untuk kawasan Medan, Deli Serdang dan Binjai (Mebidang). Namun sayangnya,
raksasa dalam upaya mengatasi perkembangan dan penataan kotamadya Medan dengan
membutuhkan dana yang luar biasa besar jumlahnya dan pemerintah terpaksa melakujkan
pada tahun 1990-an memiliki dana sebesar 138 juta dollar Amerika yang berasal dari
pinjaman Asian Development Bank (ADB) senilai 82.8 juta dollar Amerika dan dana dari
25
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan , Op Cit, hlm. 232
Sasaran proyek MMUDP I ini ada 6 komponen yaitu, mengadakan pelebaran sarana
lalu lintas, pembangunan roil-riok, drainase air limbah, dan lain-lain. Tidaklah
mengeherankan bila proyek ini sangat merepotkan karena harus melakukan penggalian di
tengah kota. Berbagai protes muncul menanggapi cara pelaksanaan proyek tersebut dan
berbagai kendala dan dampak menyebabkan berbagai keriguan penduduk. Namun, tanpa
dimulai dari yang seperti ini, maka pembangunan kotamadya Medan tak akan pernah
Kemudian pada masa pemerintahan Bachtiar jafar, MMUDP pada tahap I yang telah
3. Sektor Drainase
4. Sektor Persampahan
26
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan, Ibid
sehingga proyek yang sangat memakan banyak waktu dan biaya ini bias dikatakan gagal
bahkan dengan dana yang besar itu ada pejabat pemerintah yang melakukan korupsi dengan
memenggal dana untuk pengendalian banjir dan dana itu untuk selanjutnya masuk ke
kantong pribadi.
Disamping perbaikan saluran limbah, kegiatan lain yang penting dalam program
diperlukan terutama bagi daerah-daerah perkotaan yang ssering mengalami banjir akibat
letaknya yang rendah atau tofografinya yang datar. Genangan-genangan air tersebut akan
lainnya. 28
Masyarakat tidak peduli dengan kondisi drainase yang ada di depan rumah atau
27
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan Ibid, hlm. 233
28
Pemprov Daerah Tingkat I,Rencana Pembangunan(REPELITA) Provinsi Daerahh Tingkat I
Sumatera Utarra,1989/90-1993/94,Medan 1989
sedimen atau sampah masuk di dalamnya, yang berakibat jika hujan turun satu jam saja
maka akan terjadi banjir atau genangan-genangan di lokasi ini. Hasil wawancara dengan
masyarakat di lokasi Jalan Garuda Raya Perumnas Mandala membenarkan bahwa aparat
pemerintah kecamatan atau desa khususnya kepala daerah tidak berperan untuk melibatkan
padahal mereka siap bergotong royong dan siap membayar iuran. Demikikan juga kondisi
drainase di sepanjang Jalan Asia simpang Jalan Bakaran Batu, kedalaman drainase hanya 5-
10 cm.
sehingga peran serta masyarakat dalam memelihara drainase pasca konstruksi dapat
dikatakan sangat minim sekali atau tidak ada, padahal mereka siap untuk berperan serta dan
ingin membayar apabila iuran ditetapkan bagi mereka. Maka dari itu, ada kiranya kita perlu
mengetahui defenisi peran serta masyarakat dalam pembangunan untuk melihat apakah
1. Suatu masyarakat dikatakan berdaya apabila mereka dapat tampil sebagai pelaku
menyatakan keinginannya untuk masa depannya. Jadi pada prinsipnya bahwa setiap
setelah pembangunan itu selesai. Sehingga peran fasilitator dalam pembangunan itu
3. Peran serta masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi antar dua kelompok
4. Pembangunan dengan peran serta masyarakat secara aktif disebut juga dengan
c. Tahap pemanfaatan yaitu masyarakat ikut berperan serta dalam menikmati dan
terdiri dari tiga hal yakni keadaan sosial masyarakat, kegiatan program
yang dapat berupa organisasi masyarakat dan tindakan kebijakan, serta keadaan
Walaupun suatu DAS merupakan suatu unit fisik, bukan unti sosial, unit ini didiami
diperburuk dan dirusakkan oleh mereka. Hal inilah penyebab mengapa perencanaan tata
guna lahan atau sebuah program pengawasan erosi tidak dapat difektifkan dan tidak dapat
dalam pekerjaan rehabilitasi. Proyek-proyek DAS berkaitan dengan manusia. Kunci untuk
29
Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam
Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005, hlm. 22-24
yang mereka rasakan dan prioritas dan khususyna penguasaan lahan setempat. Hal ini
berarti bahwa waktu yang cukup harus disediakan pada awal proyek dalam kajian sosiologi
kerjasama petani.
tahun 1982-1990 adalah untuk membuat dan memperbaiki drainase primer dan sekunder
non-sungai, dalam hal ini di bawah bimbingan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi
Sumatera Utara. Namun dikarenakan belum selesainya pekerjaan secara keseluruhan karena
adanya masalah pembebasan tanah baik Proyek Banjir Medan MMUDP, maka saluran
drainase belum dapat berfungsi secaram optimal ditambah pada pelaksanaannya sulit
berkoordinasi walaupun terdapat Provincial Project Management Unit (PPMU) hal ini
terbukti dengan banyaknya subdrain zaman Belanda yang tidak berkoneksi dengan saluran
drainase baik baru maupun rehabilitasi, pada beberapa lokasi di kota Medan seperti
Sutomo, Sutrisno, Sambu, Jalan Parit Mas, dan lain-lain. Hal utama lain yang terlupakan
bahwa proyek-proyek APBN tersebut maupun kota Medan tidak mengalokasikan atau tidak
Sebagai bahan tambahan seperti apa peran serta pemerintah untuk tetap menjaga
Operasi dan Pemeliharaan drainase di kota Medan, maka ada baiknya kita mengetahui
dampaknya.
(sustainable).
2. Kelembagaan adalah lembaga atau organisasi yaitu bentuk persekutuan antara dua
atau lebih yang bekerjasama secara formal terkait formal terkait dalam rangka
3. Kelembagaan secara evolusi tumbuh dari masyarakat atu sengaja dibentuk. Namun
pada hakekatnya bentuk kelembagaan mengatur tiga hal esensial yaitu penguasaan,
himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok
Pada awal tahun 1950-an, jawatan Pekerjaan Umum yang bertugas menangani tata
kota dan kebersihan kota Medan, tetap menyelenggarakan pekerjaannya secara teratur.
Hampir seluruh parit-parit dibersihkan, air-air yang ada dalam parit itu megalir lancer
30
Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam
Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005, hlm. 29-30
Antara menyusur Jalan Batu, Jalan Emas, Jalan Sampali, jalan Mabar dan menembus Jalan
Serdang. Parit-parit ini menampung seluruh aliran parit-parit yang ada di kawasan
Sukaramai, Kota Maksum, Sei Rengas, Pandahulu. Parit-parit yang ada di kawasan kota
Medan lainnya bermuara ke Sungai Deli dan Babura. Dan di tebing-tebing parit itu
Kemudian pada tanggal 3 Juli 1974, di bawah kepemimpinann A.M. saleh arifin
pembangunan kota Medan lebih banyak ditujukan kepada penataan sarana fisik sesuai
dengan perkembangan kependudukaan yang ada pada waktu itu yang ada pada tahun 1974
telah mencapai 1.015.520 jiwa. Hal itu memang tak dapat ditunda lagi karena Kotam
Medan selain sebagai ibukota Provinsi Sumatera utara juga merupakan Wilayah
pembangunan Utama A. 32
banyak terdapat di areal-areal rawan banjir tersebut. Kesan yang ditimbulkan adalah
peemerintah hanya bertujuan membangun kota Medan dengan berbagai bangunan megah
dan modern tanpa mempedulikan lingkungan yang mendukung dimana bangunan tersebbut
31
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan , Op Cit, hlm. 209
32
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya
Daerah Tingkat II medan, Ibid, hlm. 244
lingkungan.
Perubahan tata guna lahan, urbanisasi, penebangan hutan, atau penghutanan kembali
mempengaruhi aliran sungai dan menyebabkan perubahan aliran nyata. Laju urbanisasi
membawa pengaruh langsung pada masalah kepadatan penduduk dan kerapatan bangunan.
Kerapatan bangunan meningkat, maka luasan daerah yang kedap air menjadi besar
sehingga volume aliran permukaan menjadi naik dan laju, infiltrasi menjadi menurun secara
adalah debit puncak (peak discharge) menjadi besar yang selanjutnya menimbulkan
Berdasarkan data penggunaan DAS Deli, tampak bahwa dari segi tata ruang sudah
menyalahi aturan yang berlaku dimana seharusnya luas hutan adalah sebesar 30 % dari luas
Rawa 69 0,14
Menurut Philip Kivell dalam bukunya “ Land and The City” lahan sebagai
kekuatana dan lahan sebagai basis dari system perencanaan (land as the basis of the
planning system) dan lahan sebagai lingkungan (land as environtment) yang kalau kita lihat
jika hal ini kita terapkan dalam pelaksanaan Land Use Planning maka susunan table di atas
Kita semua tersentak dan kaget bahwa ternyata alam telah memberikan reaksi yang
demikian hebat. Walaupun factor alam (curah hujan yang tinggi) memberikan kontribusi
penyebabnya namun tindakan yang besar terhadap terjadinya bencana ini antara lain
dengan penggundulan hutan. Lebih luas lagi dapat dikatakan telah terjadi perubahan tata
guna lahan yang signifikan sehingga berpengaruh besar terhadap banjir dan longsor.
33
Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam
Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005, hlm. 32
ingin mengatakan bahwa manusia perlu menjaga kelestariannya, jangan mengubah tat guna
lahan tanpa memperhatikan keseimbangannya. Alam bilamana dirusak akan secara kontinu
hidup manusia.
Perubahan tata guna lahan memberi andil besar terhadap kenaikan tajam debit
sungai. Misal suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang semula berupa hutan
mempunyai debit 10 m³/detik apabila diubah menjadi sawah, maka debit sungainya akan
menjadi antara 25 sampai 90 m³/detik atau ada kenaikan debit sebesar 2,5 sampai 9 kali
dari debit semula. Bila hutan diubah menjadi kawasan perdagangan atau perindustrian
maka debitnya yang semula 10 m³/detik akan meningkat tajam menjadi antara 60 sampai
Perubahan yang paling besar adalah apabila kawasan hutan itu dijadikan daerah
beton/beraspal maka hujan yang turun semuanya akan mengalir di permukaan dan tidak
yang meresap ke dalam tanah. Kita dapat melihat bahwa perubahan debit 10 m³/detik
kawasan perindustrian maka debit sungainya akan naik menjadi 2 sampai 3 kali.
sungai tidak akan ada artinya selama perubahan lahan di atas (hulu) sungai tidak
sudah dinormalisasi. Normalisasi tetap bisa lahan sudah direncanakan dengan baik.
2. Pekerjaan non sipil (UU, peraturan, Garis Sempadan, Flood warning, Education
and Relocation).34
Yang kemudian membuat suatu rencana mitigasi banjir pada DPS Hulu, DPS
Tengah, dan DPS Hilir yang pada prinsipnya membuat sarana fisik atau teknis yang
meliputi :
terasing, konservasi tanah untuk menahan tingkat aliran permukaan, mencegah erosi
- Pada DPS Tengah : Menanggul sungai utama dan anak-anak sungaigai untuk
melewatkan debit banjir dari DPS hulu ke laut, pembuatan Floodway (sudetan),
River training, river improvement, normalisasi dan retarding basin (parkir air
sungai).
- Pada DPS Hilir : Menanggul sungai utama dan anak-anak sungai, river training, dan
improvement, river and bank protection, rivertment dan retarding dan pembuatan
35
pintu-pintu klep.
34
Ibid, Hasibuan, Gindo Maraganti, hlm.66
dalam rangka pencegahan bahaya banjir pada lembah-lembah yang sudah berkembang
(kota Medan) dan peningkatan kemampuan penyediaan air sungai untuk kehidupan
pemanfaatan, yaitu pengendalian banjir, pembangkit tenaga listrik, irigasi dan berbagai
dan pemeliharaan yang kurang memadai, akan dapat menimbulkan bencana. Karenanya
perlu dilakukan suatu perencanaan yang holistic, intergrated and Komprehensif serta
melibatkan masyarakat dan semua stakeholder mulai dari daerah aliran sungai hulu, tengah
dn hilir sehingga dapat dilakukan perencanaan wilayah dan pengelolaan terpadu pada DAS
tersebut. Serta yang paling utama adanya control terhadap pengendalian tata ruang dan
Untuk penanganan pengendalian banjir (sebagai salah satu bagian penting dari
pengelolaan Sumber Daya Air) maka metode non-struktur (missal konservasi lahan) harus
Salah satu hal yang juga menyebabkan sulitnya sasaran pengendalian banjir tercapai
adalah disebabkan oleh Daerah Aliran Sungai dikelola oleh berbagai instansi pemerintah.
35
Ibid, hlm. 70
pembangunan menjadi ego sektoral. Walaupun sudah sering dikemukakan pengelolan harus
terpadu dan menyeluruh, namun kenyataannya hingga saat ini hal tersebut masih berupa
jargon atau lip service. Tidak hanya itu, permasalahan yang juga melibatkan banyak pihak
ini juga harus memperhitungkan teritorialnya dari strategi Mebidang yang juga membawa
pemerintah masing-masing yang berwajib. Isu dan permasalahan tersebut yaitu di antaranya
36
Sumber : Waspada, Kamis 11 Desember 2003
Untuk mengurangi debit banjir Sungai Deli dan anak-anak sungainya yang melalui
kota Medan (banjir kiriman) dan mengurangi masalah genangan akibat poor drainage di
1. Membangun perbaikan serta pengaturan sungai Deli dan anak-anak sungainya yang
diharapkan akan mengurangi debit aliran sungai dan dapat mengamankan sungai
Deli bagian hilir yang sangat berguna bagi masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai Deli hilir. Sedangkan untuk pengaturan dan perbaikan sungai Deli dan
sungai Babura dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan negara yang
mitigasi banjir kota Medan tidak selesai 100 % seperti yang direncanakan.
2. Membangun drainase primer dan sekunder kota medan oleh proyek MMUDP,
namun ada permasalahan akibat adanya drainase tidk sesuai dengan rencana, belum
menyambungnya subdrain zaman Belanda dengan drain yang baru berakibat masih
terjadi banjir dan genangan di beberapa lokasi di kota Medan jika turun hujan antara
lain : jalan Brigjen Katamso, Perhubungan, sekitar Stadion Teladan, jalan Krakatau,
jalan Bilal, jalan Gatot Subroto, jalan Dr. Mansjoer sekitar aliran sungai Putih, jalan
Kasuari, jalan Asia sekitar parti Emas, jalan Pandu, jalan Sisimangaraja-Amplas,
jalan Putri Hijau, jalan Letda Sujono, jalan M. Basir, jalan Letjen Jamin Ginting,
genangan dan banjir pada ruas-ruas jalan ini, maka harus dilakukan penataan ulang,
baru, perbaikan drain inlet sepenjang jalan protocol dan yang paling utama adanya
pemeliharaan rutin dari pemerintah kota Medan, instansi pemerintah, dan tentu saja
dna kapasitas building secara berkelanjutan. Jika hal ini dilakukan maka genangan
daya secara menyeluruh, yang harus dihadapi pada keterpaduan antara lingkungan hidup
dengan pembangunan itu sendiri. Atau dengan pengertian yang lebih jelas, bahwa
lingkungan hidup adalah suatu dimensi dari pembangunan dan bukan merupakan suatu
permasalahan atau dipermasalahkan. Tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk
keseimbangan daya dukung alam yang memberi kehidupan bagi manusia setiap waktu.
Keterlupaan manusia akan hal ini dapat membawa akibat dimana terjadi
37
Berdasarkan studi JICA Main Report, The Study on Belawan Padang Intergrated River Basin
Development, Medan : 1992
mengatur dengan pemakaian ilmu yang ada padanya. Maka atas dasar ini pemakaian
Sumber Daya Alam yang ditujukan untuk mensejahterakan umat manusia lewat dimensi
Dalam lingkup tanggung jawab pemerintah dan komisi perencanaan kota, anallisis
dampak lingkungan merupakan suatu alat yang kuat untuk mempersatukan berbagai
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Maka lingkungan menjadi bahan pertimbangan yang
proyek serta konsekuensi tersebut dipahami sebagai bagian integral dari keputusan dan
perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tema tranparansi dan keterbukaan harus
meluas di seluruh lingkup umum dan swasta, pemerintah perkotaan, harus ada kesempatan
yang lebih besar bagi konsultasi public dalam menetapkan kebijakan perencanaan publik
dan kesempatan yang lebih besar untuk memperbaiki ketika orang dewasa merasa bahwa
Masalah kesadaran hukum dan penegakan hukum merupakan masalah yang penting
di kota Medan dikarenakan masih banyaknya masih banyaknya masyarakat yang terpakasa
bermukim di bantaran sungai/anak sungai akibat pendapatan atau kondisi ekonomi yang
pas-pasan serta mahalnya harga tanah di kota namun menurut mereka lebih dekat ke tempat
38
Siregar, Arifin., Kegunaan Analisa Dampak Lingkungan Kaitannya dengan Pelaksanaan
Pembangunan, Medan : Fakultas Hukum USU, 1981, hlm. 1
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara no. 5 tahun 1995 tentang garis
dapat menganggu kapasitas pengaliran sungai juga berbahaya jika sewaktu-waktu sungai
banjir. Demikian juga dengan kondisi drainase yang sangat buruk/dangkal dan kadang-
kadang penuh sampah di hadapan rumah-rumah penduduk yang bilamana hujan turun akan
penuh dengan aliran, akhirnya menjadi banjir dan tergenang yang sebenarnya jika mereka
sadar harus ikut memelihara sebagai bagian dari menjaga lingkungan di sekitarnya.
di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19. Bertumbuhnya industri secara besar-besaran telah
mengundang tenaga kerja dari desa untuk bekerja di kota dan pusat-pusat industri. 39
juga mengalami arus perpindahan penduduk dari desa ke kota cukup tinggi, walau secara
presentase belum setinggi tingkat urbanisasi di negara industri. Tetapi berbeda dengan di
39
Marbun, B.N ., Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Jakarta : Erlangga, 1990, hlm.
56
kesempatan kerja di kota-kota. Ini menyulut permasalahan tempat tinggal dan taraf hidup.
Di samping masalah tersebut, timbul pula berbagai masalah seperti dalam bidang ekologi.
Semakin tinggi arus urbanisasi yang tidak seimbang, dengan daya tampung kota, maka
Pada tanggal 12 Desember 1952, walikota Medan diangkat, yaitu A.M. Djalaludin,
terutama munculnya urbanisasi dari daerah-daerah di sekitarnya. Dan yang menonjol arus
urbanisasi ini datang dari daerah Tapanuli. Kemudian disusul pula dari daerah-daerah
lainnya termasuk Aceh yang ketika itu dilannda pemberontakan sehingga penduduknya
41
banyak yang mengungsi ke Medan.
Untuk daerah seperti kota Medan, mendapatkan pekerjaan dan pendapatan tidaklah
terlalu sulit, kaum urbanisasi bisa menjual jasa berdasarkan kemampuan fisik (native
capacity) yang mereka miliki dengan melakukan pekerjaan kasar seperti kulu bangunan,
kuli angkutan, buruh industri, tukang becak, kenek angkot, pedagang kaki lima, mereka
bisa mendapatkan pendapatan. Dan semuanya itu bisa terbuka. Optimisme hidup mereka
justru tercipta di daerah yang baru ini dan merupakan daya tarik tersendiri yang mendorong
40
Ibid, hlm. 581
41
Sama. Hlm. 203. setelah masa pemerintahannya, diangkatlah Abdul Hakim menjadi walikota
Medan yang pada masa pemerintahannya bersama-sama dengan Dr. T. Mansyur dan Dr. Sumarsono
mendirikan Yayasan Universitas Sumatera Utara yang kemudian dikenal hingga kini dengan nama
Universitas Sumatera utara.
wilayah pedesaan.
5. Faktor-faktor sosial lainnya, seperti rasa prestise yang tinggi apabila tinggal di
perkotaan.
Dari uraian di atas, kiranya pemerintah kota Medan bersama pemerintah provinsi
Sumatera Utara dapat mencegah arus urbanisasi ini dengan prinsip kota Medan harus
menjadi kota dengan kondisi yang layak dengan membuat kesepakatan dengan kota-kota
sekunder di sekitar kota Medan. Yang seharusnya dilakukan demi kelancaran kehidupan di
1. Membangun fasilitas-fasilitas kota yang lebih baik dan lokasi industri didorong ke
kota-kota sekunder seperti ke kota Binjai, Lubuk Pakam, Deli Tua dan Pancur Batu,
pertanian untuk mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak di sector
pertanian.
tersebut.
BAB IV
diperhitungkan bahwa kerugian materi yang sangat banyak namun tidak hanya itu, kerugian
immateri juga semakin menambah keburukan dari citra kota Medan yang dianggap sangat
bersahaja di mata masyarakatnya. Kerugian berupa beban psikologis bnayak diderita oleh
setiap banjir melanda kota, masyarakat tidak mampu ini hanya dapat berdiam dan berkeluh
kesah pada dirinya sendiri mengapa ia harus mengalami nasib “menjadi orang miskin”
sehingga ia tidak mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dibandingkan masyarakat
Masalah perekonomian adalah masalah yang sering dikaitkan jika bencana banjir
melanda kota Medan. Secara otomatis, masyrakat yang tinggal di darah sekitar kawasan
banjir akan kesulitan untuk bias menjalankan kegiatan perekonomian karena masyrakat
tersebut harus tinggal di rumah dalam beberapa hari sambil menunggu air surut, tentunya
Setiap keluhan dari masyarakat tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah dan bahkan
pemerintah dianggap tidak peduli jika ada masyarakat dengan golongan rendah
mengadukan masalahnya jika terjadi banjir di tempat ia tinggal. Akibat keidakpedulian ini
kenyataannya di lapangan. Selain itu, kerugian materi dapat diperhitungkan dalam satuan
42
Haldun, Muhammad, Loc Cit, hlm. 13
satu tahun tersebut terjadi beberapa bencana banjir, maka kelipatan dari jumlah itu akan
berlaku dan tidak menutup kemungkinan akan semakin bertambah apabila penanggulangan
Kerugian materi yang diderita berupa rusaknya rumah-rumah, lahan pertanian, dan
areal perekonoamian lainnya yang terganggu di setiap tahunnya dapat diperkirakan dengan
Pada rencana pembangunan lima tahun, apabila kerugian materi sejumlah Rp.
16.700.000.000 43 akan dikalikan setiap tahunnya dengan nilai nominal tersebut selama 5
tahun bahkan tidak tanggung-tanggung angka tersebut dapat naik tergantung kasus
banjirnya yang tergolong ke dalam banjir besar ataupun hanya berupa genagan-genagan
saja, namun biarpun begitu, setiap kasus banjir memberi dampak yang berpengaruh pada
karena adanya kerusakan lingkunganlah maka bencana banjir sering melanda kota Medan,
tidak hanya itu pencemaran di mana-mana juga ikut menambah kualitas air yang semula
bersih kini tercemar dan tidak dapat digunakan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat di
43
Angka ini berdasarkan pada kasus banjir yang terjadi di kota Medan dan sekitarnya pada tahun
1997
sangat tidak higienis untuk digunakan oleh masyarakat. Dan karena adanya parit busuk ini,
sehingga warga sekitar parit busuk berpikiran bahwa sungai ini bukanlah merupakan sungai
namun parit untuk membuang sampah dan limbah rumah tangga lainnya. Sehingga
demikian perilaku masyarakat yang seperti ini akan menambah indikasi terjadinya banjir di
kota Medan.
kesehatan dan sanitasi seperti selokan, parit, maupun lubang sampah dimana yang
sebelumnya masih normal hingga berubah menjadi kotor dan bau nmenyebabkan
Selain itu, normalisasi yang dilakukan sebagai antisipasi banjir di kota Medan juga
membawa dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar sungai Deli. Hal ini dapat
dibuktikan dengan berkurangnya flora dan fauna yang hidup di sungai Deli sehingga sungai
Deli yang dulunya lebar bahkan tongkang-tongkang besar pun dapat berlayar di atasnya,
kini sungai Deli hanya memiliki lebar beberapa meter saja. Bahkan jika ekosistem di sungai
Deli terganggu tidak menutup kemungkinan akan datangnya masalah multikultur yang
menyebabkan masyarakat tidak lagi dapat tinggal di sekitar sungai Deli. Meskipun dalam
sumberdaya buatan dan manusia dalam suatu DAS ddengan mempertimbangkan aspek-
aspek fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Dalam konsep keterpaduan ini juga tercermin perlunya berbagai
No Uraian Keterangan
1 Luas 48.162 Ha
2 Letak 3˚12’58”- 3˚47’15”
98˚28’50”- 98˚41’50”
3 Rentang Wilayah Kab. Karo
Kab. Deli Serdang
Kota Medan
4 Sub- DAS Sub DAS Petani
Sub DAS Simai-mai
Sub DAS Bekala
Sub DAS Babura
Sub DAS Sikambing
Sub DAS Paluh Besar
5 Panjang Sungai Utama 61,34 km
6 Panjang DAS 71,91 km
7 Lebar 5,58 km
44
Tabel 4. Profil DAS Deli
Kondisi suatu DAS dianggap mulai terganggu apabila koefisisen aliran air
cenderung terus naik dari tahun ke tahun, tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara
ekstrim. Gambaran terganggunya kondisi DAS tersebut juga terlihat pada DAS Deli. Pola
normal antara lain : fluktuasi aliran debit air maksimum dan minimum yang telah
mencolok, pergeseran waktu debit puncak terhadap waktu debit puncak normal,
terdapatnya debit puncak ganda (double peak) pada suatu periode kalender hidrologi yang
terlihat nyata pada tahun 1994. sinyal lain adalah frekuensi banjir yang semakin rapat
seperti banjir yang terjadi dalam selang waktu dua tahun terakhir yaitu pada tanggal 22
44
Hasibuan, Gindo Maraganti, Op Cit,, hlm. 45
Dari tabel dapat dilihat bahwa luasan lahan kritis di ekosistem DAS Deli hampir
mencapai separuh luasan total, yang secara teoritis akan sangat berpengaruh terhadap
kelestarian kawasan DAS Deli. Hampir dapat dipastikan, kenormalan aliran sungai (Run
Off ) DAS Deli berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Keadaan ini jelas akan
merubah nilai infiltrasi sudah turun beberapa tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya.
Rusaknya vegetasi penutup lahan di DAS Deli yang berpengaruh terhadap infiltrasi lewat
tiga bentuk, yaitu : pemekaran dan pori-pori memperbesar permiabilitas tanah, vegetasi
menahan Run- Off dan vegetasi mengurangi jumlah air perkolasi melalui transpirasi.
Kondisi vegetasi DAS Deli juga mempengaruhi erosi melalui beberapa proses. Tajuk pohon
45
Hasibuan, Gindo Maraganti, Ibid, hlm. 47
tetes hujan.
pertemuan antara Sungai Deli dan Sei Bekala, sangat banyak terlihat sampah yang dibuang
sembarangan oleh masyarakat dan perlahan terhanyut ke sungai. Sungai Bekala bersumber
dari hutan Selatan Simalingkar B (Perkebunan Bekala). Aliran sungai sangat tererosi,
bahkan pada saat kemarau sekalipun. Aliran sungainya sarat muatan tanah hasil erosi dan
sampah/limbah, yang selanjutnya bersatu dengan sungai Deli di Titi Kuning. Setelah
melewati Titi Kuning, aliran sungai Deli banyak membawa material-material sampah. Hal
ini diperparah dengan sempadan sungai yang sangat rapat dengan pemukiman penduduk.
Titik yang paling parah kondisinya adalah pada Kelurahan Maimun (Sukaraja),
Utara. Kelurahan Sei Deli (belakang kampus IBBI) merupakan muara pertemuan antara
Sungai Deli dan Sungai Babura. Kondisi sungai di daerah ini sangat memprihatinkan
(sangat sempit) ditambah dengan rapatnya pemukiman pada sempadan sungai. Melewati
titik muara ini aliran sungai sampai bertemu dengan Sei Sikambing dan Paluh Besar sudah
Dengan demikian, kondisi Sungai Deli terutama pada wilayah Kota Medan sangat
dipengaruhi kondisi Sungai Babura dan Sungai Bekala. Kedua sungai ini memberikan
hulu, kondisi kawasan ekosistem DAS Petani dan Simai-mai secara indikatif mempunyai
peran yang sangat besar terhadap permasalahan di wilayah metropolitan Mebidang dibagi
penggunaan lahan di kawasan tepi air ikut dimanfaatkan antara lain untuk pusat
dan pelabuhan. Kawasan tepi air memiliki karakteristik/keunikan dan amat bervariasi
tergantung dari keadaan geografis, sejarah, budaya, kepentingan politik dan berbagai
potensi yang dimiliki oleh kota tersebut. Khusus banyaknya pemukiman penduduk/lokasi
komersil di sepanjang bantaran sungai Deli dan anak-anak sungainya harus mempunyai
ngaris sempadan 5-15 m untuk melewatkan debit banjir dan sebagai jalan inspeksi dalam
perencanaan kawasan tepi air dapat dimanfaatkn sebagai dasar pengembangan kawasan
khususnya pembangunan baru kawasan tepi air, tapi tidak menutup kemungkinan untuk
dijadikan wacana bagi pembangunan atau konservasi, pada prinsipnya melaksanakan hal
sebagai berikut :
pemanfaatan air.
b. Kebijakan yang berkaitan dengan penataan di tepi air sungai Deli, Babura dn
Dengan maksud tersebut, maka kawasan tepi sungai yang biasanya kumuh dapat
berubah menjadi suatu tempat yang indah. Dalam program jangka panjang, terdapat upaya
masyarakat yang ada di sepanjang tepi sungai Deli ke rumah susun, namun hal ini
Peran investor pada pembangunan tepi Sungai Deli dan Sunga Babura sangat
diperlukan dalam upaya menata kawasan tepi Sungai Deli dan Sungai Babura menjadi
tempat yang indah dan nyaman tetapi harus mengikuti garis sempadan, bangunan harus
menghadap sungai dan seandainya ada pemindahan penduduk harus dengan ganti rugi yang
layak dan manusiawi (upaya untuk memindahkan penduduk untuk mengamankan mereka
dari bahaya banjir yang pada umunya tinggal di bantaran tsnps pengamanan yang memadai
dan bangunan sungai yang diperlukan). Investor disamping dapat memperindah tepi
kawasan sungai Deli dan Babura juga membantu mempercepat program Proyek banjir
Jika hal ini dapat terwujud, hal utama lain yang dapat dilakukan adalah membuat
transportasi air dari Belawan sampai dengan Medan, Simalingkar, dan Titi Kuning yang
sebelumnya dilakukan penataan kedalaman Sungai Deli dan Sungai Babura), hal ini secara
prinsip dapat mengurangi kepadatan lalu lintas di jalan raya di kota Medan. Juga mengingat
sejarahnya, peran Sungai Deli sebagai sarana jalur transportasi yang banyak disinggahi
tongkang-tongakang dan penentu kelancaran roda ekonomi di kota Medan, namun itu
ssemua telah berubah menjadi suatu ketidakpedulian. Yang dibutuhkan adalah hanyalah
kesadaran masyarakat kota Medan akan kelestraian sungai-sungai yang membelah kota
Medan dimana sungai-sungai ini pernah memberikan manfaat yang sangat besar dan
bukanlah bencana yang sering kali masyarakat kota Medan menyalahkan sungai-sungai ini
Dana yang sudah diinvestasikan untuk Sungai Deli dan anak-anak sungainya adalah
± Rp. 500 milyar, demikian juga dana yang sudah diinvestasikan untuk drainase kota
Medan baik pada proram MMUDP maupun dari Pemerintah Kota Medan yaitu sebesar Rp.
memelihara bangunan tersebut termasuk drainase dan sungai yang ada di kota Medan.
pemerintah provinsi, namun karena keterbatasan dana, maka hal ini dapat dilaksanakan
oleh pemerintah kota tersesbut dalam hal inii kota Medan khususnya masalah operasi dan
Pemerintah Kota Medan, dan merupakan hal yang wajar jika hujan turun, kota Medan
masih tetap banjir. Hal ini perlu ditekankan bahwa drainase kota Medan telah rampung 70
% sedangkan Sungai Deli dan anak-anak sungainya baru mencapai 50 %, sehingga hal ini
merupakan suatu keharusan agar bangunan yang sudah ada dapat berfungsi sebagimana
mestinya dan tidak menjadi dangkal akibat adanya sedimentasi ataupun endapan sampah
dan sebagainya.
lingkungan sekitarnya sangatlah minim. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi nterhadap
mereka bahwa drainase di depan rumah ataupun lingkungannya harus dipelihara oleh
masyarakat yang ada tinggal di sekitarnya wilayah tersebut, selain itu peran aparat
pemerintah setempat belum optimal dalam memberdayhakan potensi yang ada pada
masyarakat di kota Medan diperlukan sosialisasi secara terus menerus baik melalui aparat
pemerintah, Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) dengan cara sosialisasi langsung melalui
berbagai metode dan alat untuk ikut berpartisipasi menjaga lingkungan di Kota Medan,
masalah drainase perkotaan dan pinggiran sungai di Kota Medan agar masyarakat sadar dan
aktif bahwa keterbatasan dana pemerintah untuk biaya pemeliharaan drainase kota maupun
sungai perlu diimbangi dengan adanya peran serta masyarakat untuk melaksanakan
Masyarakat setempat bersedia untuk bergotong royong dan lingkungannya, namun menurut
mereka belum ada tokoh masyarakat atau kepala lingkungan yang memimpin untuk
pekerjaan tersebut.
kebutuhan yng mendesak. Menumbuh suburkan semangat gotong royong, sadar lingkungan
adalah suatu satu solusi agar drainase dapat terawat dan terpelihara dengan baik sehingga
banjir secara bertahap dapat dikurangi. Khusus untuk masyarakat yang bermukim pada
DAS Hulu dan Tengah agar tetap menjaga kelestarian hutan dan lingkungan tempat
tinggalnya serta bercocok tanam yang tidak menimbulkan erosi. Untuk hal ini perlu
Pengelolaan terpadu tersebut. Dengan maksud dan tujuan adanya suatu kelembagaan di
tingkat provinsi, karena sungai Deli lintas kabupaten/kota yang mempunyai tugas yang
tegas dan jelas untuk dapat berkoordinasi dengan semua stakeholder yang ada pada DAS
Deli tersebut, yang muaranya adalah upaya untuk mitigasi banjir di kota Medan. Dimana
sebelumnya kekuatan politik, sangat berperan untuk membentuk lembaga terpadu ini,
karena bersifat sungle authority sehingga diperlukan satu kebijakan pada DAS Deli
tersebut.
Pemerintah lokal terlibat dalam isu lingkungan sebagai pelaku sentral dalam
lingkungan yang berkaitan dengan tekanan politik perkotaan ; anggaran belanja yang sehat
dan berimbang, tekanan untuk diadakan pemilihan, kebutuhan akan sistem transportasi
yang memadai, kesehatan dan kesejahteraan, masalah sosial dan kelompok berkepentingan
yang bersaing untuk melakukan pendekatan. Dalam prakteknya, pemerintah lokal juga
merupakan aktor penting yang mewakili, dan hingga batas tertentu memberdayakan, jika
dalam proyek-proyek prakarsa dan kolaboratif yangterdiri dari berbagai aktor. Hal tersebut
kombinasi terbaik dan UU yang dilaksanakan dari atas ke bawah dan aturan-aturan yang
bersifat inisiatif dan secara sukarela dilaksanakan dari bawah ke atas oleh warga negara dan
pada aktor komersial. Dalam hal ini, pemerintah lokal harus mengahadapi isu yang paling
sensitif dalam bidang kebijakan tersebut : manfaat intervensi dalam manajemen isu
seperti sanksi, subsidi, denda keuangan, orodansi yang dapat dilaksanakan, hukum
berbasis komunitas, dan melakukan promosi dan memberi kemudahan bagi jaringan dan
menjadi penyeimbang antara metode yang lebih keras dan metode yang lebih lembut, tetapi
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
bab terakhir, yaitu kesimpulan. Dalam bab ini penulis berusaha untuk menyimpulkan
pembahasan-pembahasan sebelumnnya.
Sebelum tahun 1970 kota Medan memang mengalami bencana banjir namun apabila
ditelusuri lebih dalam, tahun-tahun berikutny hingga tahun 1990 intensitas dan fluktuasi
banjir yang banyak merugikan semua pihak telah mengalami peningkatan yang drastis, hal
ini disebabkan oleh banyak hal seperti pemekaran wilayah yang membawa tingkat
urbanisasi yang tinggi ke kota Medan sehingga secara tidak langsung menyebabkan
masyarakat yang banyak itu semakin membutuhkan tempat tinggal yang mana lahan-lahan
yang mereka tinggali itu adalah lahan cagar alam untuk menahan banjir di bagian hulu.
drainase dan kurangnya komunikasi di antara berbagai instansi terkait juga menambah
permasalahan bencana banjir yang sering melanda kota Medan. Bahkan diduga peran serta
pemerintah untuk menangani masalah ini kurang mengena dan terkesan sia-sia belaka.
Padahal kerugian sebagai dampak bencana banjir dan penanggulangan yang telah
menelan biaya yang banyak itu seharusnya menjadi cerminan bagi seluruh elemen dan
anasir yang ada di kota Medan untuk berpikir secara logis untuk segera mengambil langkah
pasti dalam menyelesaikan masalah banjir di kota Medan. Maka dari metode-metode yang
digunakan harus optimal dengan berspektif lingkungan yang lebih manusiawi dan alami.
Maka metode yang ampuh untuk penangan banjir di kota Medan adalah
penyelesaian integral yang harus segera diprogramkan, jika tidaka maka hanya gali lubang
tutup lubang, artinya penanganan banjir malahan dapat menimbulkan banjir di kawasan-
Perlu perencanaan berjangka untuk mengatasi baNjir di kota Medan. Antara lain
menahan air di bagian hulu dan menarik air di bagian hilir, kemudian membagi air yang
berlebihan tersebut (banjir) di sepanjang alur sungai dari hulu sampai ke hilir menjadi
banjir kecil-kecil daripada terkumpul menjadi banjir besar di suatu tempat tertentu yang
jarang penduduknya. Akan tetap perilaku manusia yang sering kali tidak peduli terhadap
lingkungan juga berperan menyebabkan banjir, yakni jika mereka membuang sampah
Pada dua dasawarsa terakhir, banjir di kota Medan makin meningkat, baik besaar
maupun frekuensinya. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya debit banjir dari daerah
rendahnya efektifitas system pengendalian banjir kota Medan, yaitu di antara lain :
Persoalan Teknis
peningkatan kapasitas sungai atau saluran yang tidak mungkin dapat mengejar
drainase yang terbangun yang ditangani oleh beragai instansi, lembaga, swasta
3. Perubahan karakteristik watak banjir, puncak banjir semakin besar dan datangnya
makin singkat.
4. Kawasan di dataran banjir telah berkembang dengan sangat pesat menjadi kawasan
5. Pemanfaatan bantaran sungai atau daerah sempadan sungai tidak pada tempatnyna,
banyak bangunan berada pada bantaran bahkan di badan sungai, dan di atas saluran
6. Kinerja system pengendalian bnjir yang telah ada tidak optimal akibat tidak adanya
7. penanganan masalah banjir secara teknis sering tidak mengenal batas administrasi
dan merupakan satu system, namun dari segi administrasi sering harus dipisah.
1. Upaya menangani banjir selama masih ini msih berorientasi pada proyek dan
bersifat top down dan represif structural, sehingga peran serta masyarakat masih
sangat rendah. Banyak para pejabat bidang pengairan beranggapan bahwa asal ada
2. Persepsi masyarakat yang kurang pas terhadap upaya penanganan banjir yang
kawasan tersebut.
3. Kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk memelihara sarana dan prasara system
merupakan halaman rumah back yard, yaitu tempat pembuangan segala jenis
4. Masyarakat luas belum dapat memahami sepenuhnya tentang fenomena banjir yang
bersifat dinamis.
5. Potensi konflik daerah sangat mungkin sehubungan dengan batas administrasi yang
Beetoven, Bos., rencana Pengendalian Terpadu Banjir Kota Medan, Medan : The DELFT
Hydrolics, 2003
Breman, Jan., Menjinakkan Sang Kuli, Politik Kolonial pada Awal Abad ke-20, (terj),
(ed)., Kota Lama Kota Baru, Sejarah Kota-kota di Indonesia, Yogyakarta : Ombak,
2005
Efendi, Said., Strategi Pembangunan Menuju Kota Medan Bestari, Medan : yayasan Pola
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 100
USU Repository © 2009
Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam
Pengelolaan banjir di Kota Medan (Studi Kasus Banjir Kota Medan), Medan, 2005
JICA Main Report, The Study on Belawan Padang Intergrated River Basin Development,
Medan : 1992
Kantor Badan Pusat Statistik kotamadya Medan, Kotamadya Medan Dalam Angka Tahun
1979
Kantor Statistik Propinsi Sumatera Utara dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
2002
Koestoro, Lucas Partanda, dkk., Medan, Kota di Pesisir Timur Sumtaera Utara dan
Marbun, B.N ., Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Jakarta : Erlangga,
1990
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 101
USU Repository © 2009
Maryono, Agus., Ekohidrolik Pembangunan Sungai, Menanggulangi Banjir dan Kerusakan
Miraza, Bachtiar Hasan., Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Bandung : ISEI, 2005
Said, Mohammad., Koeli Kontrak tempoe Doeloe, Medan : PT Harian Waspada, 1990
2004
Tanpa Tahun
Wahid, Ramli Abdul., Zulkarnaen, Iskandar., Soepriatoyo, Edwin., Kiat Bang Dillah
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 102
USU Repository © 2009
Surat Kabar :
Waspada, Kamis 11 Desember 2003 : ”Proyek Pengendalian banjir Terbengkalai ganti Rugi
Tanah
Waspada, 25 Oktober 2004 : “ Tim Banjir Belanda Mulai Lakukan perawatan Drainase”
Analisa, 9 Juli 2005 : “ Kota Medan ‘Langganan’ Banjir, Kadis PU bagai Tak Peduli,
Sinar Indonesia Baru, 3 Agustus 2005, “ Proyek Pengendalian banjir Dinas PU Medan
Lampiran 1
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Dalijah
Umur : 75 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Tempat Tinggal : Jl. Gatot Subroto Km. 10, Kecamatan Medan Sunggal
2. Nama : Lisa Nova
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 103
USU Repository © 2009
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Tempat Tinggal : Jl. Bambu Runcing, Kecamatan Medan Kota
3. Nama : Rusmawati
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Tempat Tinggal : Jl. Sisingamangaraja, Simpang Amplas, Kecamatan Medan
Amplas
4. Nama : Khadijah
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Tempat Tinggal : Jl. Pemuda, Kecamatan Marelan
Lampiran 2
Daftar Gambar
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 104
USU Repository © 2009
Gambar 1. Suasana ketika terjadi banjir di jalan Gatot Subroto km. 8,5
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 105
USU Repository © 2009
Gambar 2. Medan Flood Control Project 1990
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 106
USU Repository © 2009
Gambar 4. Banjir membuat masyarakat kesulitan keluar rumah
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 107
USU Repository © 2009
Gambar 5. Tepian Sungai Deli. Jembatan Helevetia. Medan
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 108
USU Repository © 2009
Gambar 6. Medan Flood Control 1990
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 109
USU Repository © 2009
Gambar 8. Sungai Deli 1968
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 110
USU Repository © 2009
Gambar 9. Menara Ayer Bersih
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 111
USU Repository © 2009
Gambar 10. Enterpreuner Kota Medan Tjong A Fie bersama Staf Deli Bank
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 112
USU Repository © 2009
Gambar 11. Perkembangan Kota Medan awal abad ke-20
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 113
USU Repository © 2009
Gambar 12. Peta Kota Medan pada Masa Penjajahan Belanda
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. 114
USU Repository © 2009