Lembar Jawaban Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia
Nama : Rully Hanifah Putri Utami
Bidang Studi : Biologi Kelas : Biologi C Pengampu : Drs. Andi Haris Prabawa, M.Hum. Judul Artikel : 1. Explicating and framing dewantara's conduct pragmatism as a pragmatist philosophy of education : 2. The thoughts of ki hadjar dewantara and their implications for school management in the industrial era 4.0 A. Deskripsi Jurnal berjudul “Explicating and Framing Dewantara's Conduct Pragmatism As A Pragmatist Philosophy of Education” memiliki informasi-informasi kunci bahwa terdapat keterlibatan praktik filsafat pendidikan yang sudah diterapkan diberbagai bidang. Salah satu jenis praktik filosofis tersebut, yaitu filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang telah lama dipegang dan dipraktikkan dalam pendidikan di Indonesia yang dengan tegas dinyatakan dalam slogan terkenal dalam bahasa lokas Indonesia (Jawa) yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, yang secara harfiah berarti membuat model, menciptakan niat atau kemauan, memberikan dukungan yang membangun. Dengan semboyan yang diterapkan dari Ki Hajar Dewantara ini sudah melambangkan bentuk pragmatisme perilaku, yang selama ini telah dianggap kurang berkembang dan kurang dieksplorasi dalam filosofi pendidikan modern (Koopman & Garside, 2019). Tinjauan kritis terhadap pragmatisme perilaku Ki Hajar Dewantara dengan penekanan kuat pada tindakan daripada pada pemikiran rasionalis dan pengalaman tidak hanya dapat mengisi kekosongan tetapi juga dapat berkontribusi, dan menawarkan wawasan berharga ke dalam penyelidikan filosofis di bidang pendidikan. Dapat dikatakan bahwa filsafat pragmatisme Ki Hajar Dewantara, jika di lihat dalam konteks prinsip dan perkembangannya, merupakan filsafat yang berkembang secara lokal (Jawa), yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran kritis masyarakat akan pentingnya patuh pada kodrat atau sifat-sifat kodrat peserta didik yang melekat pada diri mereka, sehingga disesuaikan dengan pertumbuhan peserta didik. Filsafat pragmatisme Ki Hajar Dewantara telah banyak digunakan sebagai analisis untuk penyelidikan sosial dalam isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan pembentukan karakter. Dalam pragmatisme perilaku Ki Hajar Dewantara yang merupakan kategori filsafat 'cerita rakyat' yang tidak berutang budi, dan juga tidak didukung oleh landasan filosofi dari luar karena murni dari pengembangan jatidiri masyarakat Indonesia yang sebenarnya berpijak pada percampuran nasionalisme, ideologi, spiritualisme, yang bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dan rakyat Indonesia (Samho & Yasunari, 2010). Jurnal berjudul “The Thoughts of Ki Hadjar Dewantara and Their Implications for School Management in the Industrial Era 4.0 memiliki informasi-informasi kunci bahwa Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara disebut filsafat pendidikan. Ini melibatkan konvergensi filosofi progresivisme dengan kemampuan alami siswa untuk mengatasi masalah dengan memberikan kebebasan berpikir seluas mungkin (Soeratman, 1979). Progresivisme tidak menyetujui gaya pendidikan otoriter, baik di masa lalu maupun saat ini. Budaya yang telah teruji oleh waktu, menurut teori esensialisme, digunakan sebagai landasan pendidikan anak untuk mencapai tujuannya dan kepercayaan bahwa pendidikan adalah transmisi nilai-nilai moral yang membentuk jalinan seni. Pada pemikiran pendidikan dan politik Ki Hadjar Dewantara serta implikasinya terhadap manajemen sekolah di era industri 4.0 masih relevan hingga saat ini. Pemikiran politik tersebut sebagai berikut, model pendidikan pribumi diperlukan untuk menghadapi sistem pendidikan kolonial, sistem egaliter dan partisipatif dapat diwujudkan melalui teknik kepemimpinan dan sistem diantaranya model masyarakat yang bercorak nasional, pembiayaan sekolah sebaiknya menggunakan konsep Paguron, kepala sekolah harus memberikan kepercayaan kepada bawahannya serta mendorong staf untuk maju dan menghargai guru yang telah menunjukkan kinerja mengajar yang baik. Kemudian guru harus berusaha meningkatkan kompetensinya, pendidikan dalam manajemen pembelajaran menurut Ki Hadjar Dewantara hendaknya menekankan pada pengembangan kreativitas dan memperhatikan pengembangan rasa dan karsa, pendidikan harus ditempatkan sebagai prasyarat untuk mewujudkan transformasi sosial yang adil dan beradab. B. Interpretasi Dari hasil analisis kedua jurnal tersebut menyatakan bahwa pada dasarnya Filosofi Ki Hajar Dewantara sampai masa sekarang masih relevan karena bersumber dari jati diri Indonesia walaupun memang diadaptasi dari berbagai filosofi barat namun tetap disesuaikan dan diadaptasi dengan budaya dan nilai-nilai moral yang tertanam dan sudah menjadi karakter masyarakat Indonesia. Dalam praktiknya pendidikan memang harus mengikuti perkembangan zaman dan yang perlu ditekankan adalah tindakan yang secara langsung dapat diimplikasikan pada perkembangan pendidikan yang sudah mencapai industri 4.0. Menjadi seorang guru harus berpegang teguh dengan ungkapan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro yang berarti sebagai seorang guru di depan harus menjadi seorang model atau teladan bagi peserta didik dari sisi keilmuan, moral, perilaku dan budaya. Guru juga harus bisa menjadi seorang yang memotivasi, serta dapat mendorong peserta didik untuk menjadi pribadi yang bisa memaksimalkan potensi dan kodrat yang ada pada dirinya. Pendidikan merupakan salah satu sarana politik untuk bisa meraih dan mempertahankan kemerdekaan pada masa lalu sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantoro. Pada era sekarang ini pendidikan juga masih selaras untuk bisa mempertahankan kemerdekaan dengan tetap menjalankan pendidikan yang berorientasi pada kebudayaan yang ada di Indonesia, sehingga peserta didik memiliki karakter yang khas sebagai masyarakat Indonesia yang berlandaskan Pancasila serta memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Semangat Ki Hajar Dewantoro harus senantiasa dipegang Bagi siapapun yang berada dalam dunia pendidikan untuk bisa menjalankan amanat nasional sebagaimana dalam pembukaan undang-undang Dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Seluruh tenaga pendidik harus meyakini dengan sebenar- benarnya bahwa pendidikan merupakan hak yang harus diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan kondisi sosial ekonomi dan latar belakang suku ras budaya. Dengan memberikan hak pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia maka diharapkan kodrat sebagai manusia dapat terpenuhi sehingga para peserta didik nantinya bisa rasakan kebahagiaan atas pendidikan yang telah diterimanya dan menjalani hidup dengan mandiri, berpijak di atas kakinya sendiri untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada di dalam kehidupannya. Pada dasarnya tujuan utama dari mengenyam pendidikan adalah untuk menuntun peserta didik dalam kehidupanya mendapatkan kebahagian yang setinggi- tingginya. Dengan berdasar pada filosofi Ki Hajar Dewantara tersebut serta menerapkan dasar tersebut, seharusnya tidak ada lagi praktik dalam birokrasi maupun implikasinya di sekolah yang membelenggu bidang pendidikan baik pada guru maupun peserta didik. Kedua faktor penting tersebut yang akan menjadi subyek dan obyek dalam segala kebijakan pendidikan yang seharusnya diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk mengeksplorasi dalam tujuan mengemabngkan kualitas kegiatan pembelajaran dalam sektor pendidikan yang harus mengikuti perkembangan industri 4.0. Dengan menfasilitasi kebutuhan mendasar dalam praktik kegiatan pembelajaran maka akan secara langsung mejadikan solusi bagi segala permasalahan-permasalah yang sering ditemui oleh guru dan peserta didik yang menjadi peran utama dalam kolaborasi mewujudkan serta meningkatnya kualitas setor pendidikan di Indonesia yang menjadi tonggak dasar dalam keberhasilan bangsa mengikuti perkembangan industri 4.0 dalam segala bidang khusunya bidang Pendidikan di Indonesia. Kedua jurnal tersebut juga membahas mengenai pentingnya perilaku pragmantisme yang digemari oleh peserta didik generasi sekarang yang tentu harus disesuaikan dengan managemen pendidikan yang usdah mencapai perkembangan industri 4.0. C. Evaluasi Jurnal berjudul “Explicating and Framing Dewantara's Conduct Pragmatism As A Pragmatist Philosophy of Education” terdapat beberapa hal yang belum disampaikan terkait pemikiran Ki Hajar Dewantara, diantaranya implikasi pemikiran Ki Hajar Dewantara terhadap manajemen sekolah di era industri 4.0. Jurnal tersebut belum menyampaikan konsep pengelolaan sekolah menurut Ki Hajar Dewantara. Jurnal tersebut juga belum membahas mengenai pemikiran mengembangkan rasa dan karsa serta memposisikan pendidikan sebagai prasyarat perubahan sosial yanga adil dan beradab. Nilai sosial pada pemikiran Ki Hajar Dewantara misalnya antara pendidik dengan peserta didik, pendidik dengan pendidik dan pendidik dengan kepala sekolah perlu untuk mewujudkan dukungan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Sementara itu nilai demokrasi belum terdapat dalam pembahasa jurnal tersebut. Nilai demokrasi mengedepankan sifat kerakyatan. Cara terbaik untuk mendidik manyarakat terkait demokrasi yaitu menggabungkan pendidikan dengan adminitrasi demokrasi di sekolah. Cara tersebut merupakan perilaku elit politif sistem sekolah untuk mengumpulkan sumber daya, distribusi dukungan, melakukan kontrol politik dan memobilisasi dukungan. Elit politik berpengaruh pada pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses pembudayaan dan fitrah setiap individu untuk memperoleh keselamatan fisik dan keselamatan batin (kebahagiaan). Jurnal berjudul “The Thoughts of Ki Hadjar Dewantara and Their Implications for School Management in the Industrial Era 4.0 tidak menyinggung tentang pragmatisme pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam filosofi pendidikan dalam mengelolaan sekolah. Pragmatisme pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai visi hidup pendidikan bangsa. Pragmantisme perilaku KI Hajar Dewantara seperti cerita rakyat ynga banyak bentuk dan terpisah pisah sesuai dengan posisi sosial budaya yang dimiliki daerah. Pragmatisme filosofi pendidikan mempengaruhi sistem manajemen sekolah karena kebudayaan lokal atau nilai luhur mempengarahui bagaimana sistem manajemen pendidikan di Era Industri 4.0. Cara pemikiran pendidikan Era Industri 4.0 yang dituntut untuk mengikuti kodrat zaman harus sejalan dengan kodrat alam. Jika kodrat zaman atau perkembanagn teknologi yang canggih dipengaruhi kodrat alam atau nilai luhur budaya maka sistem manajemen pendidikan berantakan dan pendidikan tidak berkembang karena sistem pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman Kedua jurnal belum terdapat Prinsip Taman Siswa (beginselverklaring) dalam menghadapi kedatangan sistem pendidikan dan pragmatisme budaya asing sebagai landasan. Budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa dapat mempengaruhi landasan pendidikan. Prinsip Taman Siswa menjadikan reaksi penolakan terhadap sistem pendidikan yang memaksakan budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa. Prinsip Taman Siswa yang berbasis budaya lokal Jawa mampu bertahan di era penjajahan Belanda dengan budaya asing yang dibawa. Sekolah yang berbasis budaya lokal Jawa, Taman Siswa mampu bertahan di tiga era, yaitu era penjajahan Belanda, kolonial Jepang dan masa kemerdekaan hingga sekarang. Pendidikan sekarang harus mengenalkan budaya lokal daeranya masing-masing untuk melestarikan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Selain itu kedua juranl belum membahas tumbuh kembang anak baik secara jasmani maupun rohani sesuai dengan kodratnya masing-masing. Perkembangan dan pertumbuhan anak harus dapat banyak perhatian karena mempengaruhi karater dan kepribadian bangsa Indonesia. Perkembangan dan pertumbuhan anak jaman dahulu dengan Era Industri 4.0 berbeda dimana anak Era Industri 4.0 lebih cepat tumbuh dan berkembangn dalam mengikuti perubahan jaman. Sifat dasar anak sesuai pertumbuhan dan perkembangan digunakan dalam pengertian pendidikan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. D. Rekomendasi Pendidikan di Indonesia saat ini telah mencapai perubahan dimana pembelajaran paradigma baru. Pembelajaran paradigma baru sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Pembelajaran paradigma baru adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pendidikan yang perpusat pada peserta didik sesuia dengan pemikiran KI Hajar Dewantara yaitu peserta didik memiliki kekeluasaan dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran paradima baru diterepakan pada sistem kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka terdapat paradigma baru pembelajaran. kurikulum merdeka terdapat sesuatu yang baru diantaranya (1) struktur kurikulum dan profil pelajar pancasila menjadi acuan dalam mengembangkan standar isi, standar proses, dan standar penilaian, serta capaian pembelajaran serta (2) penerapan mememiliki keleluasaan dalam menerapkan model pembelajaran yang kolaboratif antar materi pembelajaran dengan membuat asesmen lintas mata pelajaran. Ki Hadjar Dewantara, yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah tujuan pendidikan, sekaligus paradigma pendidikan yang harus dipahami oleh semua pemangku kepentingan. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa kebebasan memiliki makna yang lebih besar daripada kebebasan hidup. Pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi berdasarkan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Diversifikasi kurikulum merdeka merupakan program penyesuaian pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan karakteristik potensial di daerah dapat mengakomodir berbagai variasi yang ada, termasuk peserta didik. Pembelajaran dengan paradigma baru menitikberatkan pada penguatan kompetensi dan karakter yang sesuai profil pelajar Pancasila. Nilai Profil Pelajar Pancasila diantaranya berakhlak mulia,dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Penerapan potensi daerah dan nilai Profil Pelajara Pancasila sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu mendidik sesuai dengan kodrat alam, kodrat zaman dan berpusat pada peserta didik. Implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara pada kurikulum merdeka belum berjalan dengan baik. Praktik kurikulum belum sepenuhnya dirasakan karena banyaknya tuntunan revolusi 4.0 sehingga kompetensi yang dicapai peserta didik sangat banyak. Peserta didik masih berpikir peserta didik yang cerdas adalah peserta didik yang mampu menguasai banyak materi pembelajaran. Peserta didik dipaksa menguasai banyak materi dan tugas yang diberikan cukup banyak. Padahal sebenarnya setiap orang memiliki kemampuan masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pemikiran ini tidak relevan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa peserta didik memiliki keleluasaan belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Hal ini tentu harus segera diperbaiki agar setiap peserta didik merasakan kebebasan belajar dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya dan bisa mengembangkan bakatnya. Kita sebagai calon pendidik tentu harus bisa menjadi agen perubahan agar dunia pendidikan di Indonesia kembali kepada filosofi Ki Hajar Dewantara dengan menerapkan pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidik harus mampu mengembangkan rancangan pendidikan yang berpihak pada peserta didik sehingga peserta didik mampu mengembangkan bakat dan minatnya melalui pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi memperhatikan kebutuhan peserta didik yang dengan kebutuhan minat dan bakatnya. Pembelajarn berdiferensiasi memiliki tujuan pembelajaran yaitu (1) menkordinasi pembelajaran yang memperhatikan minat kesiapan dan preferensi belajar, (2) meningkatkan motivasi peserta didik, (3) meningkatkan hasil belajar, (4) menghargai keragaman, (5) meningkatkan rasa menyenangkan peserta didik, (6) mengembangkan pendidik yang kreatif (7) rasa puas pendidik karena ada tantangan dalam kegiatan belajar mengajar serta (8) beban tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Peserta didik mendapatkan kesempatan belajar bermakna dan efisien melalui pembelajaran berdifeensiasi. Pendidik sebagai fasilitator yang mengkolaborasi strategi dan model pembelajaran yang dibutuhkan.