PROPOSAL PENDIDIKAN
oleh:
Salah satu jenis wacana yang sering digunakan adalah wacana. Bagian
dari pidato, ceramah, dan perkenalan lisan ke pertemuan massal adalah sesuatu
yang penting. Orang-orang yang terampil berbicara tidak diragukan lagi dapat
menguasai mayoritas, dan menang dalam hal memperkenalkan pikiran mereka
sehingga mereka dapat diakui oleh orang lain. Seorang tokoh di mata publik,
pelopor, peneliti dan spesialis
Untuk Lincoln (melalui Rahkmat, 2009: 16), pepatah Latin yang membaca
qui ascendit sine labore, menghormati pengerjaan descindet (individu yang naik
tanpa kelemahan, akan menyelam tanpa kehormatan). Ada banyak hal yang
harus dipikirkan bagaimana merencanakan dan mempengaruhi seseorang
sehubungan dengan wacana pengaruh yang merupakan kemampuan berbicara
tutur bagi siswa smp ketika semua sudah dikatakan selesai. Dominasi
kemampuan wacana mahasiswa dapat dikenali dari materi apa yang dikenalkan,
kesiapan mental, kesesuaian perkembangan kinesik, dan menjadi individu yang
informatif saat mengelola keramaian. Dengan demikian, instruktur sebagai
fasilitator memiliki peran yang berfungsi untuk memberikan dorongan kepada
siswa dengan tujuan agar mereka tertarik untuk mempelajari wacana pengaruh.
Pembicaraan oleh siswa smp secara teratur ternyata buruk. Begitu pula
dengan wacana pengaruh pembelajaran pada Mama Wahid Hasyim Sleman.
Berdasarkan persepsi primer pada tanggal 5 Mei 2011 pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia di kelas IX IPS Wahid Hasyim Sleman ditemukan bahwa
kemampuan wacana siswa masih rendah. Sebagian besar siswa kelas IX merasa
sulit untuk melacak, mengekspresikan, dan menciptakan pemikiran selama
latihan wacana di kelas. Seringkali pembicaraan dilakukan dengan metode teliti
teks sehingga tidak ada kesungguhan dalam latihan ini. Salah satu alasan
pendidik belum pernah memanfaatkan media membuat siswa menjadi kurang
tanggap dalam melatih kemampuan wacana. Mayoritas siswa adalah siswa yang
tinggal di lingkungan pesantren. Hal ini menyebabkan para pelajar yang juga
santri membayangkan bahwa berbagai percakapan disampaikan dengan cara
bicara yang ketat.
2.2. Menulis
6. Alasan Kreatif
Direkam sebagai hard copy seperti ini, penulis esai perlu menangani
masalah terkini. Penulis perlu dengan susah payah mengklarifikasi perenungan
dengan tujuan agar pembaca dapat memahami dan mengakuinya.
2.2.3 Ciri-ciri tulisan yang baik
1. Signifikan
Penulisan yang bagus harus memiliki pilihan untuk menyatakan
sesuatu yang penting bagi seseorang dan memberikan bukti atas sesuatu
yang dikatakan. Untuk mendapatkan komposisi yang bagus, para jurnalis
pada awalnya harus membedah pembacanya dan membuat keputusan yang
tepat tentang mereka, kemudian menyesuaikan komposisi mereka agar
sesuai.
2. Hapus
3. Keseluruhan
4. Bijaksana
1. Tahap penting
2. Tahap Penyusunan
2.3. Pidato
Seperti yang ditunjukkan oleh Keraf (1979: 365), tujuan dan alasan sebuah
karya lisan bergantung pada kondisi dan apa yang dibutuhkan pembicara. Alasan
dan tujuan yang terkandung dalam penggambaran tersusun atau lisan dapat
dibedakan menjadi lima, tepatnya:
1. Dukungan
Alasan struktur seharusnya memberdayakan ketika pembicara mencoba
untuk mendukung, menggerakkan energi atau meredam sentimen yang buruk,
dan menunjukkan perasaan dedikasi.
2. Membujuk
4. Menginformasikan
5. Menyenangkan
1. Wacana dadakan
Wacana salinan asli biasa disebut wacana dengan teks. Individu yang
memberikan wacana membaca dengan teliti isinya dari awal sampai akhir.
Wacana semacam ini dibutuhkan oleh para tokoh masyarakat dan peneliti dalam
merinci akibat-akibat dari eksplorasi mereka. Mereka harus berbicara atau
menyampaikan alamat dengan waspada karena penyalahgunaan kata atau
kalimat dapat berakibat buruk. Sebagaimana diindikasikan oleh Kosasih (2011:
228), wacana dengan membaca dengan teliti konten akan tampak mengeras jika
tidak disertai dengan artikulasi yang memadai, infleksi suara, dan ketersediaan
mental.
3. Wacana Penghafal
4. Alamat Kontemporer
Dalam wacana semacam ini, pemateri hanya menyiapkan garis besar dan
fokus pendukung yang ingin disampaikan. Tata letak dan fokus pendukung
untuk percakapan hanyalah panduan untuk menyortir pemikiran yang Anda
miliki sebagai perhatian utama. Pembicara tidak mengingat kata-kata yang persis
sama, namun diperbolehkan menyampaikan pemikirannya dengan tanda-tanda
yang mengatur masalah yang telah diatur. Seperti yang diindikasikan oleh Keraf
(1979: 361), wacana dadakan memberikan kemampuan adaptasi dan
keberagaman yang lebih besar dalam memilih penggunaan kata sehingga
penutur dapat mengubah nada wacana sesuai dengan tanggapan yang muncul di
penonton saat penggambaran berlangsung.
Seperti yang diindikasikan oleh Abidin (2013: 162), terdapat sembilan hal
yang menggambarkan suatu wacana yang layak, yaitu wacana yang berbuah,
wacana yang wajar, wacana yang energik, wacana yang memiliki alasan, wacana
yang memiliki puncak, wacana yang memiliki redundansi, wacana yang memuat
hal - hal mencengangkan, wacana terbatas, dan wacana yang menghibur.
1. Wacana Saklik
2. Hapus Wacana
1. Tentukan tujuannya,
2. Periksa penonton dan keadaan,
3. Memilih dan mempersempit tema,
4. Kumpulkan bahan,
5. Membuat sistem penggambaran,
6. Gambarkan secara detail,
7. Berlatihlah agar semua orang bisa mendengar.
Penelitian terkait lainnya, untuk ujian khusus yang dipimpin oleh Ningsih
bertajuk "Kapasitas Siswa Kelas X SMA 3 Muaro Jambi Tercatat dalam bentuk
hard copy Tulisan Wacana" Tahun 2013. Dilihat dari model evaluasi tersebut,
maka sangat baik dapat disimpulkan bahwa: (1) dominasi wacana sengaja disusun
dengan nilai normal 97, 67 dinyatakan sesuai standar dan dari 30 siswa hanya 17
memiliki pilihan untuk mendominasi mereka; (2) kewenangan peningkatan isi
wacana dengan skor normal 82,36 dinyatakan fit dan dari 30 mahasiswa hanya 3
mahasiswa yang memiliki pilihan untuk mendominasi; (3) dominasi bahasa yang
digunakan dengan skor normal 64.72 dinamakan sangat sesuai aturan dan tidak
ada satu pun dari 30 siswa yang memiliki opsi untuk mendominasinya.
Kesamaan pengujian yang telah diselesaikan oleh Ningsih dengan
penelitian ini adalah kesesuaian faktor-faktor pengujian, khususnya: kemampuan
menyusun wacana, strategi pengujian secara kuantitatif grafis, dan prosedur
pengujian diselesaikan dengan pemeriksaan dasar sewenang-wenang. Perbedaan
kajian ini dengan eksplorasi yang dipimpin Ningsih adalah pembedaan perspektif
yang dipertimbangkan. Dalam penyelidikan sebelumnya, sudut pandang yang
dipertimbangkan adalah: sistematika, perbaikan, dan bahasa, namun dalam
penelitian ini dibahas tentang kemiripan substansi dengan poin, desain, dan
pemanfaatan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Selain itu, penelitian sebelumnya
memang tidak memasukkan Least Fulfillment Norms (SKM) sebagai tolok ukur
dalam menentukan kapasitas mahasiswa, sedangkan dalam penelitian ini
dilakukan pencatatan Base Culmination Principles (SKM).
Melihat penggambaran dan hasil penelitian di atas, analis memimpin
penelitian tentang kemampuan menggubah wacana. Ujian ini ditujukan pada
siswa kelas IX SMPN 1 Talang Jawa. Mengingat dampak rapat yang diarahkan
oleh analis dengan pendidik mata pelajaran bahasa Indonesia, spesialis
memperoleh data bahwa tidak ada pemeriksaan tentang kemampuan untuk
membuat alamat yang dipimpin di sekolah. Selanjutnya, analis merasa terkendala
untuk mengarahkan penelitian penyusunan wacana bertajuk “Kapasitas Menyusun
Alamat Pemahaman Siswa Kelas IX SMPN 1 Talang Jawa?”.
3 Metodologi Penelitian
N=
Keterangan:
N = nilai yang dicari
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 = bilangan tetap
3.5 Waktu Penelitian
Referensi Judul
2. Penentuan Judul
3. Pengumpulan
Referensi Proposal
4. Pembuatan Proposal
5. Presentasi Proposal
6. Revisi Proposal
7. Analisis Data
8. Penulisan Laporan
Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.