Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MALALAH

GERAKAN ATAU ORGANISASI YANG MENDUKUNG ATAU YANG KURANG MENDUKUNG


HUKUM ISLAM

Disusun Oleh :

Alfreth Langitan NIM: D10223031


Alfiana Rahman NIM : D1022061
Manal Al’Amri NIM: D1022075
Jeffry Anthoni Fischer NIM: D1022089

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehadiran Organisasi Kemasyarakatan ( Ormas ) merupakan manifestasi dari pen-


gakuan Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dimana setiap
individu dan masyarakat memiliki kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat yang
dijamin dalam konstitusi. Lebih terperinci pengaturan ormas telah tercantum dalam Un-
dang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagaimana telah diubah dengan Un-
dang-Undang Nomor 16 Tahun 2017.
Ormas sejatinya dibentuk dan didirikan oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan
kesamaan aspirasi, kehendak, kubutukan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpar-
tisipasi dalam pembengunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang berdasarkan Pancasila. Demikian juga dengan keberadaan ormas Islam yang se-
jatinya dimaksudkan untuk memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara. Or-
mas Islam diperlukan dalam menjembatani aspirasi masyarakat secara konstruktif dengan
cara yang baik. Selain sebagai penyalur aspirasi masyarakat, ormas Islam juga mempunyai
peranan sebagai mitra strategis pemerintah.
Dalam tulisan ini akan diuraikan mengenai gerakan atau ormas yang mendukung dan
gerakan atau ormas yang kurang mendukung hukum Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
Salah satu permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat pada masa modern ini
adalah pencatatan nikah dalam sebuah akad perkawinan. Karena pada daasarnya syari’at Is-
lam tidak mewajibkan adanya pencatatan pada setiap terjadinya akad pernikahan, namun
dilihat dari segi manfaatnya pencatatan nikah amat sangat diperlukan. Karena pencatatan
nikah dapat dijadikan alat bukti yang otentik agar seseorang mendapatkan kepastian
hukum.
Pencatatan perkawinan perlu diatur karena tanpa pencatatan, suatu perkawinan
tidak mempunyai kekuatan hukum. Akibat yang timbul adalah, apabila salah satu pihak
melalaikan kewajibannya, maka pihak lain tidak dapat melakukan upaya hukum, karena
tidak memiliki bukti-bukti yang sah dan otentik dari perkawinan yang dilangsungkannya.
Tentu saja keadaan demikian bertentangan dengan misi dan tujuan perkawinan itu sendiri.
Penerapan hukum Islam di Negara Republik Indonesia hukum Islam tidak terlepas
dari hasil perkembangan hukum Islam itu sendirai yang menganut beberapa pemahaman
yang mempertahankan keaslian sumber hukum itu sendiri yaitu berasal darikitab suci al-
Quran. Akibat pertentangan penafsiran beberapa gerakan atau ormas yang mempunyai
keyakinan yang sedikit berbeda tersebut, maka ada yang mendukung dan ada yang kurang
mendukung tentang pemberlakuan hukum Islam khususnya di Negara Republik Indonesa.
Berangkat dari perbedaan ini di cari titik temu perbedaan tersebut dengan mengulas magna
atau pemahaman dasar berpikir untuk melihat dari kacamata hukum Islam itu sendiri.
Kata asas bersal dari lafal bahasa Arab yang mengandung arti kata dasa, basis dan
pondasi. Jika dikaitkan dengan sistem berpikir, yang simaksud dengan asas adalah landasan
berpikir yang sangat mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, ada tiga
pengertian kata asas: (1) hukum dasar, (2) dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir
dan berpendapat, dan (3)dasar cita-cita, atau cita-cita yang yang menjadi dasar organisasi
atau negara seperti halnya Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia.
Kata asas yang dihubungkan dengan hukum memiliki arti berupa suatu kebenaran
yang diberikan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakkan
dan pelaksanaan hukum.
Asas hukum adalah suatu aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada
umumnya melatarbelakangi peraturan konkrit dan pelaksanaan hukum. Peraturan konkret
seperti (Undang-Undang) tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian pula
dengan putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum, karena pada umumnya asas
hukum berfungsi sebagai rujukan dan pijakan untuk mengembalikan segala masalah yang
berkaitan dengan hukum.

BAB II

PEMBAHASAN
Terbentuknya organisasi-organisasi keagamaan pada umumnya untuk menjaga, mema-
hami dan mendakakwahkan agama. Selain itu terentuknya organisasi keagamaan tersebut
untuk membangun kesadaran dalam memperjuangkan agama (Islam) yang bisa diterima
oleh budaya dan masyarakat. Pola relasi dan interaksi antar organisasi keagamaan, seba-
gaimana terjadi pada pola relasi antar individu pada akhirnya melahirkan kerja sama, kom-
petisi, bahkan konflik. Perkembangan selanjutnya keberadaan organisasi masyarakat (or-
mas) keagamaan Ilsam di Indonesia menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji.
Hal ini mengingat ormas Islam di Indonesia merupakan representasi dari umat Islam yang
menjadi mayoritas di Indonesia. Hal ini sekaligus menjadikan ormas keagamaan ini sebagai
suatu kekuatan sosial maupun politik yang memiliki bargaining power dalam pentas politik
di Indonesia. Misalnya lahirnya Serekat Islam (SI) merupakan embrio terbentuknya organ-
isasi politik, Sarekat Dagang Islam (SDI), Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), dan lain-
lain di era kolonial.
Di Indonesia, ormas keagamaan Islam merupakan kelompok organisasi yang terbesar
jumlahnya, baik yang berskala nasional maupun berskala lokal. Setidaknya terdapat 40 or-
mas Islam berskala nasional yang memiliki cabang-cabang organisasi di propinsi maupun
kota/kabupaten, semisal Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), Sarekat Islam (SI), Majelis
Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Tarbiyah Islami (PERTI), Ikatan Cendekiawan Muslim se-
Indonesia (ICMI), Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI), Dewan Masjid In-
donesia (DMI), Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persat-
uan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan sebagainya. Sedangkan organisasi keagamaan
Islam yang berskala lokal biasanya bergerak di bidang Pendidikan dan dakwah, semisal
yayasan Pendidikan , majelis taklim dan lain sebagainya.
Banyaknya ormas Islam tersebut diharapkan bisa menjadi pioneer terciptanya ke -
hidupan keberagaman yang harmonis, damai, dan toleran di tengah masyarakat. Lebih dari
itu, ormas keagamaan Islam bisa dijadikan garda depan guna menangkal masuk paham-pa-
ham asing yang bisa merusak tatanan kehidupan keberagaman masyarakat dalam bingkai
NKRI. Salah satunya, bagaiman ormas keagamaan Islam mampu menghadirkan ekspresi
keagamaan yang moderat ditengah menyeruaknya model pemahaman keagamaan yang
radikal ataupun liberal.
Keberadaan ormas Islam memang tidak lepas dari tujuan hidap umat Islam Indone -
sia untuk menjalankan, memelihara, dan mendakwahkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan
mereka. Hal ini merupakan tanggung jawab sosial ormas Islam sebagai garda depan ke-
hidupan keagamaan umat Islam di tengah masyarakat Indonesia. Dalam hal ini tanggung
jawab sosial umat Islam di bangaun diatas fondasi -fondasi yang kuat , semisal kemoder-
atan, keseimbangan, dan keteguhan, sehingga mampu menjaga dan membentengi diri dari
pelbagai penyelewengan. Kemoderatan adalah pilar yang berdiri antara sikap berlebihan
dan sikap kekurangan , yaitu antara individualisme yang mengorbankan hak-hak masyarakat
dan sosialisme yang mengorbankan individu.
Perkawinan itu sendiri berkaitan erat dengan masalah-masalah kewarisan, kekeluar-
gaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga adanya tertib hukum. Tugas-tugas penghulu
berkaitan dengan penerapan dan syari’at agama Islam dibidang perkawinan bukan sekedar
seremonial, namun tugas-tugas tersebut juga menjadi sarana perwujudan ketaatan seorang
muslim dan pengikat ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita.
Islam menganjurkan manusia untuk saling menolong sebagai bentuk ibadah horizontal
kepada semua manusia. Dalam hubungan horizontalnya, manusia tidak pernah luput dari
berbagai kesaalahan dan kekhilafan yang seringkali menuai kesalahpahaman antara masing-
masing individu yang kemudian berimbas pada pertengkaran dan perpecahan. Hal ini terjadi
dan muncul karena dalam penyatuan pendapat antara masing-masing individu biasanya
bersifat subjektif dan cenderung menguntungkan kepentingan masing-masing sehingga sulit
mengambil keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak. Hal ini berbeda ketika ada
orang ketiga yang tidak mempunyai kepentingan diluar individu para pihak yang sedang
menghadapi masah tersebut dimana dia akan berusaha mengambil keputusan secara ob-
jektif berdasarkan prinsip keadilan dan keseimbangan hak bagi kedua pihak yang
bermasalah. Tugas pokok seorang advokat dalam proses persidangan adalah mengajukan
fakta dan perimbangan yang bersangkutan dengan klien yang dibelanya dalam suatu
perkara sehingga memungkinkan hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya. Dilihat
dari peranannya yang sangat penting maka profesi advokat adalah profesi terhormat atas
kepribadian yang dimilikinya, maka sepantasnyalah seorang advokat menjunjung tinggi ni-
lai-nilai keadian. Adapu dasar legalitas perlu adanya profesi advokat dalam perspektif Islam
bersumber dari Al-Quran, Hadis dan ijmak ulama.
Sistem etika Islam yang terlebih dahulu dlam pemahaman agama, sehingga antara
agama dan etika mempunyai relasi yang erat. Keduanya memang tidak dapat dipisahkan.
Keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami. Ajaran agama menyebabkan per-
lunya manusia mencari jalan berfikir yang tepat untuk membantu manusia dalam menaf-
sirkan agama, karena tidak semua orang sepakat dalam suatu pendapat. Begitu juga ter-
hadap peristiwa-peristiwa sekarang yang dulunya masih belum menjadi persoalan agama
dapat dipecahkan melalui etika dengan memperhatikan ketentuan agama. Agama dipahami
semata-mata membicarakan urusan spiritual, karenanaya ada ketegangan agam dan hukum.
Hukum untuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat
untuk mengontolnya dan tidak membiarkan menyimpang dari kaedah, yaitu norma-norma
yang ditentukan oleh agama. Agama disini menekankan moralitas, perbedaan antara benar
dan salah, baik dan buruk, sedangkan hukum duniawi memfokuskan diri kepada kesejahter-
aan material dan kurang memperhatikan etika. Terlihat dengan adanya perbedaan antara
etika dengan ilmu hukum, yaitu etika dalam agama memerintahkan berbuat apa yang
berguna dan melarang segala perbuatan yang dilarang agama, sedangkan ilmu hukum tidak,
karena banyak perbuatan yang baik dan berguna yang tidak diperintahkan oleh ilmu hukum.
Aturan-aturan perkawinan yang termuat dalam kompilasi hukum Islam belum sepenuh-
nya dijalankan penghulu, hal itu disebabkan negara belum sepenuhnya berperan dalam
mengarahkan cara pandang penghulu untuk menyelesaikan persoalan hukum perkwinan di
KUA dengan menggunakan satu rujukan kompilasi hukum Islam. Menurut Halili, masih ter-
jadi disparitas sumber rujukan dalam penyelesaian satu kasus yang sama di bidang hukum
perkawinan di kalangan penghulu di DIY. Sebagian merujuk kepada kitab -kitab fikih yang
memahami keberadaan kompilasi hukum Islam tidak ubahnya seperti kitab-kitab fikih lain-
nya yang tidak wajib untuk dijadikan rujukan hukum. Pemahaman seperti ini didasarkan
pada argumentasi yang menyatakan bahwa kompilasi hukum Islam bukan hukum positif, se-
hingga penerapannya tidak berlaku mengikat, karena itu keberadaan kompilasi hukum Islam
hanya menjadi alternatif pilihan hukum bagi penghulu dan masyarakat yang memerlukan-
nya. Bahkan kalaupun rumusan hukum kompilasi hukum Islam dihadapkan dengan rumusan
hukum dalam kitab-kitab fikih, keduanya memiliki kedudukan sejajar dan penghulu bebes
memilih diantar keduanya.
Sebagai panduan baik ormas, masyarakat maupun pemangku kepentingan dan peja -
bat pengambil kebijakan serta keputusan pengadilan khususnya pengadilan agama Islam
perlu berpedoman pada asas-asas dan kaidah-kaidah ke-Islaman yang diatur dalam asas-
asas dan kaidah-kaidah Hukum lsama di Indonesia.

ASAS-ASAS DALAM HUKUM ISLAM

1. Asas-Asas Umum hukum Islam

a. Asas Keadilan

Tuntunan bagi seorang Muslim harus berlaku adil sangat banyak dijumpai dalam al-
Quran. Berlaku adil adalah sebuah upaya seseorang dalam menempatakan atau meletakkan
sesuatu pada tempatnya. Hukum Islam menempatkan asas keadilan sebagai asas umum
yang harus diterapkan dalam semua bidang atau praktek keagamaan. Demikian pentingnya,
penyebutan asas keadailan asas keadilan dalam al-Quran sehingga lebih dari seribu kali.
Berlaku adil diperuntukkan kepada seluruh manusia termasuk didalamnya penguasa, khali-
fah Allah, orang tua maupun rakyat biasa.

b. Asas Kemanfaatan

asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi pelaksanaan asas keadilan dan asas kepas-
tian hukum. Dalam menegakkan hukum, selain mempertimbangakn dimensi keadailan dan
penjaminan kepastiannya, maka juga perlu diperhatikan dimensi kemanfaatan di dalam pen-
erapan hukum tersebut, baik untuk diri sendiri ataupun untuk masyarakat banyak.

c. Asas Tauhid (Mengesankan Tuhan)

Prinsip Keesaan Tuhan (tauhid) memiliki pengaruh yang sangat luas terhadap seseorang
memahami Tuhan dan firman-Nya. Karena keesaan Allah yang melambangkan kedaulatan
Tuhan, maka tidak ada pihak manapun yang dapat menyamai kedaulatan-Nya.

d. Asas Kemerdakaan dan Kebebasan


Agama Islam mengenal asas kemerdekaan bagi pemeluknya. Agama Islam memberikan ke-
bebasan kepada setiap umatnya sejauh tidak bertentangan dengan syariat atau melanggar
kebebasan orang lain. Kebebasan bertindak atau berbuat sesuatu, kebebasan berpikir, dan
kebebasan indvidu dalam batas-batas norma yang dibenarkan hukum.

e. Asas Berangsur-angsur dalam Menetapkan Hukum

Al-Quran tidak di turunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat, bahkan menurut peristiwa-
peristiwa yang menghendaki turunnya ayat tertentu. Hal ini terjadi lantaran kondisi sosial
dunia Arab saat itu, hukum adat yang sudah mengakar kuat seringkali bertentangan dengan
syariat Islam.

2. Asas-asas Khusus Hukum Islam

a. Asas-asas Hukum Pidana

1). Asas Legalitas

Yang dimaksud dengan asas legalitas yaitu asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelang-
garan maupun hukuman sebelum terdapat peraturan yang mengatur sebelumnya. Hal ini
sesuai yang difirmankan Allah, bahwa Allah tidak akan mengazab umat manusia sebelum
Dia mengutus seorang Rasul (yang menyampaikan ketentuan dari Allah).

2). Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Pada Orang Lain

Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain banyak disebutkan dalam beberapa
ayat al-Quran. Asas pertanggungjawaban pidana adalah individual, sehingga tidak bisa ke-
salahan seseorang dipindahkan kepada orang lain, atau bahkan dimintakan untuk meng-
ganti. Siapapun yang berani berbuat, makai ia sendirilah yang harus berani bertanggung
jawab.

3). Asas Praduga Tak Bersalah

Sesorang yang dituduh melakukan kejahatan, harus dianggap tidak bersalah sampai hakim
dengan bukti-bukti menyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang tersebut. Asas
ini juga didasarkan pada al-Quran yang menjadi landasan dari asas legalitas dan asas
larangan meminahkan kesalahan ada orang lain.

b. Asas-Asas Hukum Perdata

1). Asas Kebolehan atau Mubah

Hukum asal suatu hubungan perdata (muamalah) adalah boleh, selama tidak ada dalil atau
ketentuan yang melarang muamalah tersebut. Asas ini memberikan kebebasan dan kesem-
patan luas bagi yang berkepentingan untuk dapat melakukan hubungan muamalah dan
mengembangkan hubungan tersebut, selama tidak terdapat larangan di dalam al-Quran dan
as-Sunnah. Hal ini karena Allah secara jelas menegaskan bahwa akan memuamalahkan dan
tidak akan menyempitkan kehidupan manusia.

2). Asas Menolak Mudarat dan Mengambil Manfaat

Asas ini mengandung arti bahwa mencegah atau menghindari kerusakan lebih di utamakan
atau mendatangkan keuntungan lebih baik. Apalagi transaksi (hubungan muamalah) yang
dilakukan sampai melanggar aturan agama, semisal perdangan narkotika, prostitusi, dan se-
bagainya. Bentuk hubungan perdata yang mendatangkan kerugian (mudarat) harus dihin-
dari, sedangkan hubungan perdata yang mendatangkan manfaat baik bagi diri sendirai
ataupun masyarakat luas harus harus dikembangkan.

3). Asas Kebajikan (Kebaikan)


Berdasarkan asas kebajikan ini seyogianya sebuah hubungan perdata mendatangkan keba-
jikan bagi kedua belah pihak maupun pihak ketiga dilingkungan masyrakat.

4). Asas Kekeluargaan atau Asas Kebesamaan yang Sederajad

Hubungan perdata harus senantiasa dilandasi dangan asas kekeluargaan. Karena asas ini
melahirkan konsekkuensi sebuah hubungan yang saling menghormati, kasih mengasihi,
serta tolong menolong dalam mencapai tujuan bersama.

5). Asas Adil dan Berimbang

Asas adil mengharuskan kepada setiap pelaku hubungan perdata untuk senantiasa berlaku
adil dalam pembagian hak maupun kewajiban. Asas ini juga memiliki arti dalam hubungan
perdata tidak boleh mengandung unsur penipuan, penindasan, atau merugikan salah satu
pihak.

6). Asas Mendahulukan Kewajiban dari Hak

Untuk menghindari terjadinya wanprestasi atau kerugian bagi salah satu pihak maka asas
mendahulukan kewajiban daripada hak harus dilakukan. Agama Islam mengajarkan bahwa
seseorang akan mendapatkan hak (imbalan) setelah dia menunaikan kewajibannya terlebih
dahulu.

7). Asas Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain

Agama Islam tidak membenarkan tindakan yang dapat merusak diri sendiri dan merugikan
orag lain dalam suatu hubungan perdata. Semisal memusnahkan barang demi mencapai ke-
mantapan harga dan keseimbangan pasar.

8). Asas Kemampuan Berbuat atau Berindak


Mukallah yakni orang yang sudah akil balig, mampu memikul beban kewajiban dan hak,
serta sehat jasmani dan rohaninya adalah orang yang bisa menjadi subjek dalam melakukan
kewajiban dan hak tersebut.

9). Asas Tertulis atau Diucapkan di Depan Saksi

Asas ini mengajarkan sebuah pedoman bahwa suatu hubungan perdata hendaknya di-
tuangkan dalam sebuah perjanjian tertulis di hadapan saksi, atau atau dilakukan secara lisan
namun disaksikan oleh saksi-saksi yang memenui kualifikasi sebagai seorang saksi.

c. Asas-Asas Hukum Perkawinan

1). Asas Kesukarelaan


Perkawinan harus dilandasi dengan asa kesukarelaan antara kedua belah pihak. Kedua belah
pihak tersebut bukan hanya antara suami istri, melainkan orang tua dan keluarga masing-
masing mempelai. Yang tidak kalah penting adalah kesukarelaan orang tua mempelai wanita
yang menurut ketentuanperkawinan Islam harus menjadi wali. Dalam hal melihat pasangan
calon, tidak harus selalu bertemu secara langsung, melainkan bisa menyuruh orang tua lain
untuk menjadi perantara.

2). Asas Kemitraan Suami Istri

Kemitraan pasangan suami istri menjadi salah satu asas penting dalam menjalani kehidupan
rumah tangga. Asas ini membantu menjaga keharmonisan dan terhindar dari percekcokan.
Dengan asas kemitraan ini, posisi suami-istri menjadi setara, meski dalam hal lain posisi
suami tetaplah pemimpin keluarga

3). Asas Perkawinan Selama-lamanya

Tujuan pernikahan adalah melangsungkan keturunan dan membina hingga terciptanya


manusia beradab. Asas perkawinan selama-lamanya adalah suatu landasan penting yang
harus ditanamkan sejak berniat untuk melangsungkan pernikahan. Karena suatu pernikahan
memiliki tujuanmulia yang hendak dicapai dan diperoleh, diantaranya;

 Membentuk kehidupan yang tenang, rukun, dan bahagia


 Menimbulkan sikap saling mencintai dan menyayangi
 Mendapat keturunan yang sah
 Meningkatkan ibadah (takwa) kepada Allah
 Dapat menimbulkan keberkahan hidup.dalam hal ini dapat dirasakan perbedaan an-
tara hidup sendirian dan hidup setelah berkeluarga, dimana penghematan mendapat
perhatian yang sungguh-sungguh
 Saling menghormati dan menghargai satu sama lain, saling memaafkan, saling
mengerti kewajiban dan tanggung jawab masing-masing.

4). Asas Monogami Terbuka (karena darurat)


Al-Quran membolehkan seorang laki-laki untuk beristri lebih dari satu, hanya saja karus
memenuhi sejumlah syarat . surat an-Nisa ayat 3 menjadi landasan diperbolehkannya
mempersunting istri lebih dari satu , hanya saja ayat tersebut memberikan penekanan
bahwa sang suami haruslah mampu berlaku adil kepada semua istrinya. Sedang surat
yang sama ayat 129 menyebutkan bahwa manusia tidak mungkin belaku adil terhadap
istri-istrinya walaupun ia berbuat demikian. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa
seseorang boleh beristri lebih dari satu jikalau berada dalam keadaan darurat. Misalnya
demi memelihara diri dari perzinahan, ketika sang istri tidak dapat menunaikan kewa-
jiban sebagai istri, demi memelihara janda dan anak yatim. Selain dari keadaan darurat,
hendaknya laki-laki cukup beristri satu saja demi memaksiamalkan keadilan bagi istrinya.

e. Asas-Asas Hukum Kewarisan

1). Ijbariy

Asas ijbariy dalam hukum Islam mengandung arti bahwa dengan meninggalnya si pe-
waris, maka secara otomatis harta warisan beralih kepada ahli waris. Pengalihan trsebut
tidak melaui rekayasa atau rencana sebelumnya.

2). Bilateral

Asas bilateral mengatur bahwa seseorang dapat menerima warisan dari dua garis ketu-
runan. Kedua belah pihak tersebut adalah pihak kerabat keturunan laki-laki dan kerabat
keturunan perempuan.

3). Individu

Asas ini mengatur konsekuensi bahwa meskipun harta warisan yang ditinggal berjumlah
banyak secara kumulatif, namun pembagiannya kepada setiap ahli waris dapat dimiliki
secara perorangan atau bersifat hak milik secara individu.

4). Keadilan Berimbang

Asas keadilan berimbang adalah sebuah asas yang mengharuskan adanya keseimban-
gan antara hak yang diproleh dan kewajiban yang harus ditunaikan. Artinya seorang ahli
waris laki-laki atau ahli waris perempuan mendapatkan hak yang sebanding dengan ke-
wajiban yang dipikulnya kelak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

5). Akibat Kematian

Asas ini menunjukksn bahwa adanya proses peralihan harta warisan adalah sebagai su-
atu akibat dari kematian. Artinya selama si pemilik harta masih hidup, maka pengalihan
harta yang dilakukan tidak dinamai sebagai warisan. Dengan demikian, pengalihan harta
warisan tersebut harus dilakukan setelah si pewaris meninggal.

3. Asas -Asas Penerapan Hukum Islam

1). Asas Tidak memberatkan

Dalam firman-Nya Allah menyampaikan bahwa tidak akan memberatkan seseorang


diluar batas kemampuannya, apalagi dalam urusan agama. Allah hanya menghendaki ke-
mudahan bukan suau kesulitan.

2). Asas Tidak Memperbanyak Beban

Asas tidak memperbanyak beban adalah suatu asas yang tidak memberikan banyak be-
ban kepada hamba-Nya, sehingga adanyan kewajiban dan larangan tidak memberatkan,
dan dalam menjalankannya tidak menimbulkan kepayahan dan penderitaan.

3). Asas al-Tadrij (Bertahap/Gradual)

Asas ini menunjukkan bahwa pada mulanya penerapan hukum Islam tidak dilakukan se-
cara sekaligus, melainkan secara bertahap. Allah memahami jikalau perubahan berta-
hap tradisi masyarakat Arab yang nota bene bertentangan dengan syariat Islam di-
lakukan secara seketika, akan memunculkan pemberontakan dan kegoncangan. Hal ini
dikhatirkan masyarakat Arab tidak bisa menerima perubahan aturan yang senyatanya
untuk kemaslahatan bersama.
BAB III

KESIMPULAN

Perjalanan sejarah transformasi hukum Islam, sarat dengan berbagai dimensi historis,
filosofis, politik, sosiologgis dan yuridis. Dalam kenyataan hukum Islam di Indonesia
telah mengalami pasang surut seiring dengan politik hukum yang diterapkan oleh
kekuasaan negara. Ini semua berakar pada kekuatan sosial budaya mayoritas umat Is-
lam di Indonesia telah berinteraksi dalam proses pengambilan politik, sehingga
melahirkan berbagai kebijakan politik bagi kepentingan masyarak Islam tersebut..
Terlepas dari tujuan utama pemberlakuan hukum Islam di Indonesia yaitu untuk
tegaknya dan pelestarian hukum Islam itu sendiri ditengah masyarakat dan Negara
Republik Indonesian. Namun pada pelaksanaan pemberlakuan hukum Islam tersebet
masih terdapat perbedaan tafsir dari beberapa organisasi kemasyarakatan atau ger-
akan dalam masyarakat.
Produk undang-undang dan peraturan yang bernuansa hukum Islam, umumnya memi-
liki tiga bentuk;
 Hukum Islam yang secara formil maupun materil menggunakan corak dan pen-
dekatan keislaman
 Hukum islam dalam proses transformasi hukum Islam diwujudkan sebagai
sumber-sumber materi muatan hukum, dimana asas-asas dan prinsipnya men-
jiwai setiap produk peraturan dan perundang-undangan
 Hukum Islam yang secara formil dan materil ditransformasikan secara persua-
sive source dan authority sourcse.
Bukti sejarah produk hukum Islam sejak masa penjajahan hingga masa kemerdekaan
dan masa reformasi merupakan fakta yang tidak pernah dapat digugat kebenarannya.
Semoga hukum Islam tetap eksis beriringan dengan tegaknya Islam itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Apria, I C, Peran Organisasi Kemasyarakatan Islam di Indonesia, https//sek
kab.go.id/peran-organisasi-kemasyarakatan-islam-di-indonesia, 8 Januari 2022.
2. Fazila D, et al, Legalitas Advokat Dalam peran Prediktif Hukum Islam, Jurnal Ilmiah
Wahana Pendidikan, Universitas Islam Negeri Sumatra Utara,2023.
3. Islami, A I, Implementasi Hukum Islam Progresif Dalam Putusan Pengadilan Agama,
2021.
4. Nashrullah, N, Studi Penghulu Belum Jalankan Kompilasi Hukum Islam, Republik.-
co.id, Yogyakarta, 22 Juli, 2019.
5. Nur, M, Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia, Peneliti Balai Penelitian Agama
Makassar, 2017.
6. Putri Ayu D, et, al, Etika profesi Advokat dalam Perspektif Hukum Islam, Institu-
tAgama Islam Sunan Giri, Ponorogo, Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, vol 3(1),
2021.
7. Roda, A, Essensi keberadaan Advokat Menurut Hukum Islam, IAIN Ternate, Maluku
Utara, 2013.
8. Sodikin, D, et al, Peran Penghulu Terhadap Pencatatan Perkawinan, Universitas Islam
An Nur Lampung, Jurnal syariahku, Jurnal Hukum Keluarga dan Manajemen Haji Um-
rah.
9. Sumarni, Kedudukan Hukum Islam Dalam Negara Republik Indonesia, STAIN Bukit
Tinggi, Sumatera Barat, jurnal Al-‘ ADALAH vol X, no. 4 Juli, 2012.
10. Sirin, K, Saleh, B, Ormas Islam dan Gerakan Moderasi Beragama di Indonesia, UIN
Press, Rajawali Pers, Depok, 2021.
11. Rohidin, Pengantar Hukum Islam, LIntang Rasi Aksara Books, Yokyakarta, 2016, hal
37-59.
12. Usiono, Sitorus, A S, Kontribusi Umat Islam Dalam MewujudkanUmat Islam Berke-
unggulan di Abad ke-21, Perdana Publishing, Medan, 2015.
13. Nasution, H, Peran Organisasi Islam Dalam membangun Keutuhan Masyarakat, Uni-
versitas Medan Area, 2019.

Anda mungkin juga menyukai