Anda di halaman 1dari 27

KONSEP DAN PERMASALAHAN MANAJEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING

Konsep dasar manajemen sebetulnya sama usianya dengan kehidupan manusia,


mengapa demikian karena pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa
terlepas dari prinsip-prinsip Manajemen, baik langsung maupun tidak langsung. Baik disadari
ataupun tidak disadari. Ilmu Manajemen ilmiah timbul pada sekitar awal abad ke 20 di benua
Eropa barat dan Amerika. Dimana di negara-negara tersebut sedang dilanda revolusi yang
dikenal dengan nama revolusi industri. Yaitu perubahan-berubahan dalam pengelolaan
produksi yang efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah semakin maju dan
kebutuhan manusia sudah semakin banyak dan beragama sejenisnya.

Manajemen pada prinsipnya bagaimana mengatur kegiatan agar berjalan dengan baik
dalam mencapai tujuan secara optimal sesuai dengan yang diinginkan. Tujuan yang diharapkan
tersebut akan berhasil dengan baik bilamana kemampuan manusia yang terbatas baik
pengetahuan, tehnologi, skill maupun waktu yang dimiliki itu, dapat dikembangkan dengan
membagi tugas pekerjaannya, wewenang dan tanggung jawabnya kepada orang lain sehingga
secara sinergis dan mutual simbiosis membentuk kerjasama dan kemitraan yang saling
menguntungkan dan pencapaian tujuan lebih baik, tanpa ada kerjasama yang baik maka tidak
ada "manajemen".

Tentunya untuk dapat melakukan manajemen dengan baik, seseorang harus


mengetahui terlebih dahulu tentang konsep dasar manajemen. Namun hingga saat ini mungkin
masih banyak individu yang tidak mengetahu hal tersebut. Makalah ini akan menyajikan
pembahasan mengenai konsep dan permasalahan manajemen.

A. Konsep Manajemen
Banyak sekali pengertian manajemen dan satu pengertian tentang manajemen tidak
bisa mewakili pengertian lain secara universal. Menurut T. Hani Handoko, tidak ada definisi
manajemen yang dapat diterima secara universal. Mary Parker Follet (dalam Tohirin, 2008: 271)
mengatakan bahwa manajemen merupakan seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Menurut Stephen P Robbins dan Mary Coulter (2004), manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan, sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan
secara efektif dan efisien dan melalui orang lain.
Menurut Stoner (dalam Tohirin, 2008: 272), manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha anggota organisasi dan
penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.
Pengertian yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Ismail Solihin (2009), manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Definisi tersebut
dapat dijelaskan secara lanjut sebagai berikut:
1. Manajemen merupakan sebuah proses. Artinya, seluruh kegiatan manajemen yang
dijabarkan ke dalam empat fungsi manajemen dilakukan secara berkesinambungan dan
semuanya bermuara kepada pencapaian tujuan.
2. Pencapaian tujuan dilakukan melalui serangkaian aktivitas yang dikelompokan ke dalam
fungsi-fungsi manajemen dan mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian.
3. Pencapaian tujuan dilakukan secara efektif dan efisien. Efektifitas merujuk pada
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan efisiensi
menunjukan pencapaian tujuan secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang
paling minimal.
4. Pencapaian tujuan perusahaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya
organisasi.

Dalam konteks pelayanan Bimbingan dan konseling Manajemen berarti proses


perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan aktifitas-aktifitas pelayanan
Bimbingan dan konseling dan penggunaan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang
telah di tetapkan.

B. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen antara lain: perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing),
pelaksanaan (Actuating) dan pengawasan (Controlling).
1. Fungsi perencanaan (planning).
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan
pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut
Bintoro Tjokroaminoto (dalam Husaini Usman, 2010: 65) perencanaan adalah proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan dalam mencapai
tujuan tertentu. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang
diinginkan perlu dilakukan perencanaan yang matang. Dalam bimbingan dan konseling,
fungsi ini dilakukan oleh kepala sekolah, koordinator BK dan guru BK.
2. Fungsi pengorganisasian (organizing).
Menurut Handoko (dalam Husaini Usman, 2010: 146), pengorganisasian ialah (1)
penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi;
(2) proses perancangan dan pengembangan suatu organisasi yang akan dapat membawa
hal-hal tersebut ke arah tujuan; (3) penugasan tanggung jawab tertentu; (4) pendelegasian
wewenang yang diperlukan individu-individu untuk melaksanakan tugasnya. Koordinator BK
akan mengelompokan dan menentukan kegiatan penting untuk memberikan kekuasaan
kepada orang-orang tertentu (guru pembimbing/wali kelas) untuk melaksanakan kegiatan
itu
3. Fungsi pelaksanaan (actuating).
Pelaksanaan merupakan tahapan realisasi rencana yang telah disusun sebelumnya
dengan mengacu pada pengorganisasian. Dalam bimbingan dan konseling, program yang
telah disusun hendaknya dilaksanakan dengan kerja sama yang baik antara pihak-pihak
yang terkait.
4. Fungsi pengawasan (controlling).
Pengawasan merupakan penilaian terhadap pelaksanaan program mulai dari awal
perencanaannya hingga pelaksanaannya. Pengawasan dilakukan oleh seorang pengawas di
bidang BK, kemudian koordinator BK juga menggunakan administrasi, yaitu: men (sumber
daya manusia/personil), material (bahan-bahan), machines (peralatan, sarana dan
prasarana), method (metode/ layanan), money ( sumber dana) dan market (siswa).

C. Syarat Manajemen
Untuk dapat berhasil dengan baik proses dari manajemen maka harus ada syarat-syarat
manajemen yang harus dipenuhi, meliputi :
1. Harus ada pembagian kerja
Mengandung pengertian bahwa suatu pekerjaan itu bila dibagi sesuai dengan bakat dan
kemampuan anggota organisasi akan lebih berhasil bila dibandingkan dengan tidak adanya
pembagian kerja.
2. Kekuasaan dan pertanggung jawaban
Dalam sebuah organisasi harus ada kejelasan tentang kekuasaan dan pertanggung jawaban
antara masing-masing staf dalam organisasi.
3. Disiplin
Semua lini dalam sebuah organisasi harus mempunyai disiplin dengan menaati peraturan
yang ditetapkan.
4. Kesatuan komando
Kesatuan komando perlu untuk menjaga kesimpang siuran perintah di dalam organisasi,
karena organisasi mempunyai tujuan yang sama.
5. Kesatuan arah
Kesatuan arah diperlukan untuk menghindari masing-masing anggota mempunyai tujuan
sendiri-sendiri. Perintah hanya datang dari satu orang saja.
6. Tujuan organisasi sesuai dengan tujuan anggotanya
Antara tujuan organisasi dan tujuan anggotanya harus sejalan, karena apabila terdapat
perbedaan tujuan maka organisasi akan mengalami kesulitan.
7. Pemberian upah/gaji
Harus didasarkan pada kebutuhan anggota organisasi dan keluarganya secara adil.
8. Sentralisasi
Memberikan suatu gambaran bahwa di dalam suatu organisasi memerlukan suatu
pemusatan tanggung jawab untuk menghindari bawahan tidak dibebani dengan tangung
jawab yang lebih besar.
9. Jenjang jabatan
Urutan-urutan hubungan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain harus saling
bersambung. Kejelasan hubungan ini perlu untuk menentukan kearah mana seseorang
harus bertanggung jawab dan ke arah jenjang mana seseorang kelak di promosikan.
10. Keteraturan
Keteraturan diperlukan agar tidak terjadi kelambatan di dalam proses manajemen.
11. Keadilan
Keadilan diperlukan di dalam segala aspek agar semua komunikasi yang lancer diantara
anggota merasa puas dan bekerja dengan penuh semangat.
12. Kestabilan di dalam organisasi
Para anggota harus merasa stabil kedudukannya di dalam organisasi.
13. Inisiatif
Tanpa inisiatif akan menjurus kepada hal-hal yang bersifat rutin dan organisasi akan
mengalami sebuah kerugian.
14. Semangat korps
Adanya komunikasi yang lancar diantara pimpinan dan bawahan akan menambah semangat
kerja bawahan.

D. Organisasi dan Personalia


1. Organisasi
James L. Gibson c.s dalam Winardi (2003), menyatakan bahwa “….Organisasi-organisasi
merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang
tidak mungkin di laksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri “ Menurut
Winardi (2003): Organisasi adalah merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam
elemen atau subsistem, di antara mana subsistem manusia mungkin merupakan subsistem
terpenting, dan di mana terlihat bahwa masing-masing subsistem saling berinteraksi dalam
upaya mencapai sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan organisasi yang berdangkutan.
Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang
sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Organisasi merupakan
suatu unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya dua orang, berfungsi mencapai satu sasaran
tertentu atau serangkain sasaran ( Rivai, 2007: 188).Definisi berikut tentang perorganisasian
memberikan kepada kita sebuah gambaran pendahuluan tentang makna kata tersebut: “……..
Organizing .. the function of gathering resources, allocating resources, and structuring task to
fulfill organizational plans”(Winardi, 2003:20)
Organisasi pelayanan bimbingan dan konseling terentang vertikal, dari para pengambil
kebijaksanaan yang paling tinggi sampai pada pelaksana dan pembantu pelaksana yang
terbawah, dan secara horisontal yang mencakup berbagai pihak yang dapat memberikan
kemudahan bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling yang mantap dan
berkelanjutan. Menurut Prayitno (1997:49), organisasi yang mencakup unsur-unsur vertikal dan
horizontal dikehendaki berbagai tuntutan:
1) Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur penting, baik vertikal maupun horizontal,
sehingga mampu sebesar-besarnya memadukan berbagai kebijaksanaan dan
pelaksanaannya, serta berbagai sumber yang berguna bagi pelayanan bimbingan dan
konseling.
2) Sederhana, sehingga jarak antara penetapan kebijaksanaan dan upaya pelaksanaannya
tidak terlampau panjang. Keputusan dapat dengan cepat tetapi dengan pertimbangan
yang cermat diambil, dan pelaksanaan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling
terhindar dari urusan birokrasi yang tidak perlu.
3) Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima masukan dan upaya pengembangan
yang berguna bagi pelaksanaan tugas-tugas organisasi, yang kesemuanya itu bermuara
pada kepentingan seluruh peserta didik.
4) Menjamin berlangsungnya kerja sama, sehingga semua unsur dapat saling menunjang
dan semua upaya serta sumber dapat dikoordinasikan demi kelancaran dan
keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling untuk kepentingan peserta didik.
5) Menjamin berlangsungnya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut, sehingga
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program bimbingan dan konseling yang
berkualitas dapat terus dimantapkan.

2. Personalia
Personalia adalah semua anggota organisasi yang bekerja untuk keputusan organisasi.
Personalia ini di tangani oleh manajemen agar aktifitas mereka dapat dipertahankan dan
semakin meningkat. Para manajer akan membina mereka berusaha mewujudkan antara
hubungan yang baik menilai dan mempromosikan mereka dan berupaya meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Personalia pelaksana bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang terkait di
dalam organisasi bimbingan dan konseling. Personil utamanya adalah guru pembimbing dan
koordinator bimbingan dan konseling di sekolah. Agar pelayanan bimbingan dan konseling
dapat berjalan dengan baik dan mencapai sasaran secara optimal, maka tiap-tiap pesonil
bimbingan dan konseling perlu memahami dan menyadari tentang peranannya masing-masing.
Prayitno (1997: 51) personil tersebut mencakup:
1) Personil pada Diknas Propinsi atau Diknas Kabupaten/Kota yang bertugas melakukan
pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan
Konseling di satuan-satuan pendidikan.
2) Kepala sekolah sebagai penanggung jawab program pendidikan secara menyeluruh
termasuk didalamnya program Bimbingan dan Konseling di satuan pendidikan masing-
masing.
3) Guru Pembimbing dan guru kelas sebagai petugas utama dan tenaga inti dalam
pelayanan Bimbingan dan Konseling.
4) Guru-guru lain ( guru mata pelajaran dan guru praktik) serta wali kelas sebagai
penanggung jawab dan tenaga ahli dalam mata pelajaran, program latihan atau kelas
masing-masing.
5) Orang tua sebagai penanggung jawab utama peserta didik dalam arti yang seluas-
luasnya.
6) Ahli-ahli lain dalam bidang nonbimbingan dan nonpengajaran/latihan (seperti : dokter,
psikolog, psikiater) sebagai subjek alih tangan kasus.
7) Sesama peserta didik sebagai kelompok subjek yang potensial untuk diselenggarakannya
bimbingan sebaya.

E. Program
Setiap organisasi memerlukan program yang berisi serangkaian kegiatan dalam
mencapai tujuan yang diharapkan. Contohnya, sebuah perusahaan ingin mencapai angka
penjualan kendaraan hingga 1000 unit per tahun, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut
disusunlah berbagai macam agenda dan kegiatan. Program yang ada merupakan hasil dari
perencanaan, sehingga dikatakan bahwa program yang baik dihasilkan dari perencanaan yang
baik. Begitu juga halnya dalam bimbingan dan konseling. Program Bimbingan dan Konseling
merupakan isi keseluruhan organisasi bimbingan dan konseling di sekolah. Program-program ini
perlu disusun dengan memperhatikan pola umum bimbingan dan konseling dan berbagai
kondisi yang terdapat di lapangan (Prayitno, 1997:52).
Kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di sekolah tidaklah dipilih secara
acak, namun melalui pertimbangan yang matang dan terpadukamn dalam program pelayanan.
Menurut Prayitno (1997: 54), program bimbingan dan konseling hendaknya:
1. Berdasarkan kebutuhan bagi pengembangan peserta didik yang sesuai dengan kondisi
pribadinya, serta jenjang dan jenis pekerjaannya.
2. Lengkap dan menyeluruh, memuat segenap fungsi bimbingan, meliputi semua jenis layanan
dan kegiatan pendukung, serta menjamin terpenuhinya prinsip dan asas bimbingan dan
konseling.
3. Ssistematik, dalam arti program disusun menurut urutsa logis, tersinkronisasi dengan
menghindari tumpang tindih yang tidak perlu, serta dibagi-bagi secara logis.
4. Terbuka dan luwes sehingga mudah menerima masukan untuk pengembangan dan
peneympurnaannya, tanpa harus merombak program itu secara menyeluruh.
5. Mmeungkinkan kerja sama dengan semua pihak yang terkait dalam rangka sebesar-
besarnya memanfaatkan berbagai sumber dan kemudahan yang tersedia bagi kelancaran
dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling.
6. Memungkinkan diselenggarakannya penilaian dan tindak lanjut untuk penyempurnaan
program pada khususnya, dan peningkatan keefektifan dan keefisienan penyelenggaraan
program bimbingan dan konseling pada umumnya.

F. Fasilitas
Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan memperlancar
kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. Fasilitas juga merupakan faktor penting dalam
mencapai tujuan. Fasilitas yang baik akan memudahkan dan memperlancar kinerja, begitu juga
sebaliknya. Contohnya secara umum sebuah perusahaan ingin membuat desain kendaraan
bermotor, oleh sebab itu perusahaan tersebut akan membutuhkan fasilitas-fasilitas yang terkait
dengan pengerjaan desain tersebut. Namun sangat disayangkan jika ada personalia yang
menjadikan kurangnya fasilitas sebagai alasan untuk tidak bekerja. Kekurangan fasilitas yang
ada hendaknya disikapi secara bijak dan kreatif oleh personalia. Fasilitas yang diperlukan
sebagai penunjang pelayanan bimbingan dan konseling meliputi sarana dan prasarana.

G. Akuntabilitas Program
Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris “accountability” yang
berarti pertanggunganjawab atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk
diminta pertanggunganjawaban. A Muri Yusuf (dalam Amirah Diniaty, 2012:89), menjelaskan
akuntabilitas tidak sama dengan responsibilitas. Akuntabilitas lebih mengacu pada pertanggung
jawaban keberhasilan atau kegagagalan pencapaian misi organisasi, sedangkan responsibilitas
berhubungan dengan kewajiban melaksanakan wewenang atau amanah yang akan diterima.
Akuntabilitas mempertanggung jawabkan pelaksanaan wewenang atau amanah tersebut.
Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standard
pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi, dan apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk
mengimplementasikan standard-standard tersebut. Akuntabilitas juga merupakan instrumen
untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan. Dalam hubungan ini,
diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil
serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua itu. Pengendalian (control) sebagai
bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling menunjang dengan
akuntabilitas. Dengan kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak
ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik demikian juga sebaliknya. Media
akuntabilitas yang memadai dapat berbentuk laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian
tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu organisasi, karena pencapaian tujuan
merupakan salah satu ukuran kinerja individu maupun unit organisasi

H. Kepengawasan
Robert J. Mockler dalam T. Hani Handoko (1996: 360), mengemukakan bahwa
pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem umpan balik, membandingkan
kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumber daya diperlukan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui
pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui
pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi
mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat
mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan
yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

I. Pengembangan
Munandir (2001: 268) menyatakan bahwa pengembangan merupakan berbagai cara
atau pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan situasi agar guru dan staf sekolah lainnya
meningkatkan kompetensi dan keterampilannya serta tumbuh secara profesional selama
berdinas.
Pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling memang banyak tergantung pada
organisasi, program, prasarana dan sarana yang tersedia, namun peranan tenaga manusianya
adalah yang paling utama. Seluruh personil sekolah dipersyaratkan untuk bahu membahu
sepenuhnya bagi terselenggaranya pelayanan bimbingan dan konseling secara baik di setiap
satuan pendidikan. Guru pembimbing sebagai petugas utama dan inti serta ahli dalam
pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kewajiban untyuk mencurahkan seluruh
perhatian dan upaya demi suksesnya misi yang diembannya, yaitu pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Pengembangan dapat dilaksanakan melalui:
1. Kerjasama antar guru pembimbing.
2. Kerjasama antar personil sekolah.
3. Kegiatan pengawasan oleh pangawas sekolah bidang bimbingan dan konseling.
4. Pengembangan fasilitas layanan.
5. Pertemuan kesejawatan profesional (MGP), penataran, lokakarya, pertemuan ilmiah,
keikutsertaan dalam organisasi profesi BK (ABKIN) dan studi lanjutan.

J. Permasalahan Manajemen dan Solusi


Dalam manajemen umumnya akan berhadapan dengan permasalahan. Dari beberapa
personalia dengan ide-ide yang berbeda mungkin dapat menimbulkan pertentangan dan
ketidak sesuaian, fasilitas yang kurang memadai akan menimbulkan permasalahan, masalah
komunikasi sesama personalia, masalah yang disebabkan kurangnya kompetensi, dan lain
sebagainya. Proses penyelesaian masalah manajemen menurut James A.F. Stoner (1996),
sebagai berikut:
Kembangkan alternatif:
 Cari alternatif yang kreatif
 Evaluasi alternatif dan pilih yang terbaik
Laksanakan dan adakan tindak lanjut:
 Rencanakan pelaksanaan
 Laksanakan rencana
 Monitor pelaksanaan dan adakan penyesuaian seperlunya
Selidiki situasi:
 Tentukan personal
 Kenali tujuan-tujuan keputusan
 Diagnosa sebab akibat

Diantara masalah yang timbul berkaitan dengan konsep pengelolaan dan manajemen
bimbingan dan konseling adalah:

1. Dalam hal penempatan personalia, masih ada di beberapa sekolah guru pembimbingnya
berasal dari jurusan lain, akibatnya guru pembimbing tidak mengetahui apa yang akan
dilakukan.
2. Masih kurangnya pengetahuan dan wawasan guru pembimbing dalam melaksanakan
tugasnya seperti membuat program maupun melaksanakan program.
3. Masih adanya ketimpangan antara jumlah guru pembimbing dengan jumlah siswa asuh,
akibatnya guru pembimbing tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya.
4. Masih kurangnya pengetahuan guru mata pelajaran, kepala sekolah dan siswa mengenai
peran bimbingan dan konseling.
Solusi yang dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan konsep pengelolaan dan
manajemen ini adalah:
1. Guru pembimbing harus berasal dari jurusan BK agar guru pembimbing tersebut tahu tugas
dan tannggung jawabnya.
2. Dilakukan pelatihan dan pengembangan kompetensi.
3. Agar Guru pembimbing dapat bekerja dengan hasil yang maksimal, maka sesuaikan jumlah
guru pembimbing dengan jumlah siswa asuh.
4. Dapat mengadakan orientasi/memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada pihak-pihak tersebut.

KESIMPULAN
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Pengertian tersebut langsung mencakup 4 fungsi manajemen yang lebih dikenal dengan
POAC. Manajemen erat kaitannya dengan Organisasi, yakni merupakan suatu unit terkoordinasi
yang terdiri setidaknya dua orang, berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkaian
sasaran. Di dalam organisasi terdapat personalia, yakni semua anggota organisasi yang bekerja
untuk keputusan organisasi. Untuk mencapai tujuan maka diperlukan program, yang berisi
serangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan dengan memanfaatkan fasilitas
yang ada. Fasilitas dalam hal ini dapat meliputi sarana dan prasarana. Manajemen juga tidak
akan terlepas dari akuntabilitas, yakni pertanggung jawaban keberhasilan atau kegagagalan
pencapaian misi organisasi. Keberhasilan pencapaian tujuan manajemen juga sangat ditentukan
Sumber Daya manusia yang ada. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan dalam
meningkatkan mutu kinerja. Permasalahan yang mungkin timbul dalam manajemen antara lain
masalah kompetensi, keuangan, fasilitas, pertentangan, dan lain-lain, merupakan permasalahan
yang sering timbul dalam suatu manajemen. Penyelesaian permasalahan perlu dilakukan
dengan cara selidiki situasi, kembangkan alternatif, pilih alternatif penyelesaian masalah,
terapkan dan tindak lanjut. Kepada calon dosen, konsultan, peneliti, guru pembimbing maupun
profesi lainnya diharapkan untuk memahami konsep dasar manajemen sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Amirah Diniaty. 2012. Evaluasi Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru. Zanafa Publishing.
Husaini Usman. 2009. Manajemen. Yogyakarta : Bumi Aksara
T. Hani Handoko. 1997. Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Thantawi R. MA. 1995. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Pamator Pressindo
MAKALAH

“Dasar, Aplikasi, dan Permasalahan Guru BK disekolah”

Dosen Pengampuh : WIDYA KARTIKA SARI, M.Pd

Nama : Puspita Angraini


Npm : 21070019
Prodi : Bimbingan dan Konseling

UNIVERSITAS PROF.Dr.HAZAIRIN,SH BENGKULU

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING

TAHUN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Pada saat sekarang ini guru BK sebagai pendidik dan pembimbing peserta didik
dalam bentuk layanan bimbingan dan konseling cendrung mengalami hambatan bahkan
rintangan menjalani peran nya sebagai tenaga pendidik dan pembimbing dalam bentuk
layanan bimbingan dan konseling di sekolah, dalam penelitian (Andrean, 2017).
BAB II
PEMBAHASAN

1. KETENTUAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DISEKOLAH


1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana
dalam UU sisdiknas disampaikan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah pendidik.
Selain itu dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa paradigma pembiasaan yang
harus dibangun adalah pemberian keteladanan, pembangunan kemauan dan
pengembangan kreativitas dalam konteks kehidupan sosial kultural sekolah. Dan Setiap
satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana.
2) UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen yang secara eksplisit menekankan perlunya
profesionalisme kedua jenis pendidikan itu. Dalam undang-undang ini konselor belum
diposisikan, kecuali hanya disebutkan kembali sehubungan dengan jenis-jenis tenaga
pendidik.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan,
mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan harus menyusun kurikulum yang
disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Pada penerapan KTSP, Guru
Bimbingan Konseling di sekolah memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling
dalam memfasilitasi “Pengembangan Diri” siswa sesuai minat, bakat serta
mempertimbangkan tahapan tugas perkembangannya. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar isi, standar proses, standar kompetensi,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
4) Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang didalamnya memuat
struktur kurikulum, telah mempertajam perlunya disusun dan dilaksanakannya program
pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat
setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
5) Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses pendidikan dimana setiap
sekolah dasar dan menengah harus mengadakan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan ppengawasan proses
pembelajaran.
6) Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 dirumuskan SKL yang harus dicapai peserta didik
melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus
dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah kompetensi
kemandirian untuk mewujudkan diri (self actualization) dan pengembangan kapasitasnya
(capacity development) yag dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan.
Sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam mencapai SKL akan secara signifikan
menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian.
7) Permendiknas 27 tahun 2008 Tentang standar kulaifikasi akademik dan kopetensi
konselor. Setiap satuan pendidikan wajib mempekerjakan konselor yang memiliki
standar kualifikasi akademik dan kopetensi konselor yang berlaku secara nasional.
8) Peremendiknas No 24 tahun 2007 Tentang standar sarana prasarana dimana disebutkan
sekolah secara standar sarana prasarana harus memiliki ruang konseling dengan luas
minimum 9 M persegi.
9) Permendiknas Nomor 19 tahun 2007. Tentang standar pengelolaan dimana sekolah harus
memiliki rencana kerja sekolah (RKS). Yang disana terdapat program pengembangan
diri yang mencakup tugas pelayanan bimbingan dan konseling
10) PP Nomor 48 tahun 2008 Tentang standar pembiayaan pendidikan. Tentang standar
pembiayaan pelaksanaan bimbingan dan konseling
11) Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 Tentang standar penilaian pendidikan. Tentang
standar pelaksanaan penilaian di dalam pendidikan dimana konselor juga merupakan
pendidik.
12) Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah
yang mengisyaratkan adanya pembinaan dari pengawas terhadap layanan bimbingan dan
konseling.
13) PP No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, yang mencantumkan beban kerja guru bimbingan
dan konseling / konselor.
14) Permendiknas Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya .yang menyebutkan konselor juga sebagai guru, menangani 150 siswa dan
tugas guru BK.

2. KONSEP GURU BK DI SEKOLAH


Dalam pengertian bimbingan dan konseling di sekolah, ada beberapa konsep yang dapat
dijadikan sebagai acuan. Hal ini berguna karena konsep penting khusus bagi pengertian
bimbingan dalam lingkup sekolah, yaitu :
1) Bimbingan dalam pelaksanaannya merupakan suatu proses.
Maksudnya adalah bimbingan itu dilaksanakan dalam rentang waktu yang relatif
panjang, tidak sepintas lalu, insidental, dan tidak sepintas jalan. Semua itu karena
bimbingan bukanlah peristiwa yang terjadi pada suatu hari sekolah. Proses tersebut
mengandung pengertian bahwa bimbingan dilakukan secara sistematis dan metodis dalam
sifatnya yang berencana, berprogram dan evaluative, yang pada akhirnya membuat
bimbingan dapat berkembang maju.
2) Bimbingan mengandung arti bantuan atau pelayanan.
Maksudnya adalah bimbingan itu tercipta atas kesukarelaan subyek bimbing.
Kesukarelaan pembimbing diwujudkan dalam sifat dan perilaku yang tidak memaksakan
kehendaknya untuk membimbing individu, namun menawarkan dan menciptakan suasana
yang membuat individu sadar bahwa dirinya memerlukan layanan atau bantuan dari
pihak lain. Kesukarelaan si individu terbantu, diwujudkan dengan adanya keleluasaan
dalam mengekspresikan pikiran, perasaan dan perilaku sehubungan dengan arah dan
pemahaman diri, pengambilan keputusan, pembuatan pilihan dan pemecahan masalah
dalam proses bimbingan.
3) Kelancaran pelaksanaan bimbingan dan pencapaian hasil bimbingan diperlukan adanya
subyek pelaksana bimbingan yang kompeten.
Kompetensi itu diperoleh dari pendidikan khusus, ajar-latih, keterampilan serta
pribadi dan sikap dasar yang meyakinkan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain,
khususnya bagi si terbimbing. Ini menunjukan pada keperluan adanya tenaga professional
yang punya kemampuan/ kecakapan/ keterampilan dalam wujud penggunaan pendekatan
metode dan teknik-teknik bimbingan yang memadai.
4) Bantuan diperuntukan bagi semua individu.
semua peserta didik yang berada dalam kondisi tertentu yang memerlukan
bantuan, namun mereka (peserta didik) memiliki kemungkinan untuk “bangkit” atau
lebih maju sendiri selama atau sesudah pelayanan. Tidak hanya bagi peserta didik yang
bimbang memilih kelompok program atau jenis pekerjaan/ karier, tidak juga hanya bagi
peserta didik yang mengalami gangguan belajar dan tidak pula hanya bagi peserta didik
yang mengalami salah-suai (maladjusted).
5) Bimbingan mempunyai tujuan “jangka pendek” dan tujuan “jangka panjang”.
Tujuan jangka pendek merupakan seperangkat kumampuan yang diharapkan
dicapai peserta didik selama dan setelah proses bimbingan diberikan. Tujuan jangka
pendek ini antara lain : kemampuan si terbimbing memahami diri, menerima diri dan
mengarahkan diri; kemampuan nyata diri yang diwujudkan dalam kecakapan
memecahkan persoalan-persoalan, membuat pilihan-pilihan dan mengadakan
penyesuaian terhadap diri dan lingkungan sesuai sesuai dengan tingkat perkembangan
yang dicapainya.

Dari lima konsep penting di atas, dapat disimpulkan suatu ikatan yang akan melahirkan
satu batasan arti bimbingan, yang ditegaskan sebagai berikut :
Bimbingan boleh diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan secara
sistematis-metodis dan demokratis dari seseorang yang memiliki kompetensi memadai dalm
menerapkan pendekatan, metode dan teknik layanan kepada individu (peserta didik) agar lebih
memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri dan memiliki kemampuan nyata diri dalam
mencapai penyesuaian membuat pilihan dan memecahkan persoalan-persoalan secara lebih
memadai sesuai tingkatan perkembangan yang di capainya. Ke semua itu, ditujukan untuk
mencapai kesejahteraan mental dan kebahagian yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

3. KETENTUAN TENTANG GURU PEMBIMBING DI SEKOLAH


1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1
ayat 6) menyatakan bahwa konselor adalah pendidik.
2) Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, yang menyatakan pengertian
bahwa konselor sebagai tenaga penyelengara pelayanan konseling atau BK adalah
tenaga professional.
3) Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi
dan kompetesi konselor.
4) Dasar standarisasi profesi konseling yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi BK di
sekolah dan di luar sekolah.
5) Peraturan bersama Mentri Pendidikan Nasional dan Kepala badan Kepegawaian Negara
Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 tahun 2010 tentang petujuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional guru dan angka kreditnya
6) Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 81.A tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum, khususnya lampiran IV bagian VIII mengenai konsep dan
strategi pelayanan BK

4. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB GURU BK


Dalam kelembagaa Unit Pelayanan BK di satuan pendidikan bertugas sejumlah guru BK
atau konselor (masing-masing melayani minimal 150 orag peserta didik sebagai subjek
ampuannya) yang semuanya bertanggung jawab kepada kepala satuan pendidikan melalui
koordinasi oleh Koordinator BK. Wilayah kerja guru BK atau konselor adalah
menyelenggarakan pembelajaran /pelayanan BK untuk seluruh peserta didik yang menjadi
subjek ampuan masing-masing.
Sesuai dengan Permendikbud No. 81.A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum
lampiran IV bagian VIII, bahwa guru BK atau konselor wajib mengasai spectrum pelayanan
pada umumnya, khususnya pelayanan professional bimbingan dan konseling, meliputi:
a. Pemgertian, tujuan, prinsip, asas-asas, paradigm, visi dan misi pelayanan bk
professional
b. Bidang dan materi pelayanan bk, termasuk di dalamnya materi pendidikan karakter
dan arah peminatan sisiwa
c. Jenis layanan, kegiatan pendukung dan format pelayanan BK
d. Pendekatan, metode, teknik danmedia pelayanan BK, termasuk di dalamnya
pengubahan tingkah laku, penanaman nilai-nilai karakter dan peminatan peserta didik
e. Penilaian hasil dan proses layanan BK
f. Penyusunan program layanan BK
g. Pengelolaan pelaksanaan program pelayanan BK
h. Penyusunan laporan pelayanan BK
i. Kode etik profesioal BK
j. Peran organisasi profesi BK

Di samping itu dalam melaksanakan tugas pelayana BK guru BK atau konselor bekerja
sama dengan berbagai pihak di dalam dan diluar satuan pendidikan untuk suksesnya pelayanan
yang di maksud kerjasama ini dalam rangka manajemen BK yang menjadi bagian integral dari
manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh.

5. APLIKASI KETENTUAN TENTANG GURU BK


Pelayanan bimbingan dan konseling pada saat ini cukup mendapat apresiasi oleh
masyarakat pengguna jasa pelayanan tersebut, khususnya di sekolah-sekolah. Guna menjamin
keberlangsungan pelayanan di masa depan serta menjaga kualitas pelayanan bagi pengguna jasa
konseling di lembaga pendidikan khususnya di sekolah-sekolah pemerintah sudah mengeluarkan
Peraturan Menteri No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor. Tujuan adanya Standar Akademik dan Kompetensi konselor yang dikeluarkan
pemerintah tersebut adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh
konselor dan guru BK sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara
profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat memberikan pelayanan Bimbingan
dan Konseling dengan sebaik-baiknya.
Bentuk nyata dari pengaplikasian tersebut diantaranya adalah guru BK harus mampu
menguasai hakikat, menyusun, serta mengembangkan instrumen assesmen untuk keperluan
bimbingan dan konseling, mampu mengaplikasikan hakikat, arah profesi, dasar-dasar, dan model
pendekatan pelayanan bimbingan dan konseling, mampu menyusun program bimbingan dan
konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan
pendekatan perkembangan, mampu melaksanakan program bimbingan dan konseling, mampu
mengevaluasi hasil, proses, dan program bimbingan konseling, mampu menyelenggarakan
pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor, mampu memahami,
merancang, melaksanakan serta memanfaatkan penelitian bimbingan dan konseling.
Penguasaan kompetensi profesional oleh guru BK dapat dilihat pada penerapan aspek-
aspek kompetensi tersebut dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di lapangan.
Dengan menerapkan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetesi profesional konselor
yang telah di tentukan maka guru BK tersebut telah menguasai tingkat kompetensi minimal
sesuai SKAKK sehingga yang bersangkutan dapat diakui telah melakukan tugasnya secara
profesional.

6. MASALAH DAN SOLUSI


Tentunya dalam pelaksanaan BK disekolah sering kita jumpai ada saja masalah yang di
hadapi disekolah, berikut masalahnya:
1) Guru BK belum begitu mampu mengembangkan profesionalitasnya sebagai konselor
sekolah
Solusi: Untuk mengatasi hal tersebut dalam upaya peningkatan profesionalitas
guru BK tentunya dapat dilakukan dengan mengikuti seminar,work shop yang membahan
pengetahuan tentang bimbingan konseling dan kegiatan lain yang berkenaan dengan
bimbingan konseling.
2) Keterbatasan waktu dalam memberi layanan BK
Upaya pengetasan: Dalam masalah ini upaya yang bisa dilakukan untuk hal
tersebut konselor bisa melakukan bimbingan kelompok sehingga konselor bisa memabntu
konseli untuk menenukan solusi sendiri, mengambil keputusan, sehingga banyak waktu
yang sanagat sedikit itu dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan optimal
3) Keterbatasan informasi yang diberikan dalam memberikan layanan BK
Solusi: Upaya yang seharusnya dilakukan oleh konselor agar bisa untuk
mengatasi permasalahan tersebut konselor bisa mencari reverensi dibuku baik
perpustakaan atau di internet sehingga layanan bimbingan pemberian informasi bisa
terlaksanana dengan baik dan yang terpenting bisa menjawab indicator yang diperlukan
siswa.
4) Kuranganya dukungan dari sistem yang ada disekolah
Solusi: Konselor bisa menjalin komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang
terkait yang ada disekolahan sehingga dengan hal demikian semua sistem bisa bejalan
dengan baik dan mendukung proses bk disekolah.
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2013. Panduan Umum Pelayanan Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:ABKIN
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Prayitno., Mungin EW., Marjohan. 2013. Pembelajaran Melalui Pelayanan BK Di Satuan
Pendidikan. Jakarta
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
1. KETENTUAN TENTANG KEPALA SEKOLAH
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesi Nomor 29 Tahun 199 Tentang Pendidikan
Menenga (Pasal 12 Dan Pasal 14)
2) Standar Prestasi Kerja Guru menurut petunjuk pelaksanaan Keputusan Mendikbud dan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No 0433 P/1993, No 25 tahun 1993
Bab III pasal IV, ayat 7 menyatakan: Guru pembimbing yang menjadi Kepala Sekolah
wajib melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap 40 orang peserta didik.
3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007
Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah
4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007
Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Beban Kerja Guru
dan Pengawas Satuan Pendidikan,
7) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2009 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah
8) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
9) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.

2. KONSEP KEPALA SEKOLAH

Kepala sekolah terdiri dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah. Kata kepala dapat di
artikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan sekolah
adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan
demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan “ sebagai seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses
belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran”.
Dari uraian di atas, maka upaya kepala sekolah dapat diartikan bahwa seorang pemimpin
yang mempunyai usaha dalam pendidikan dan pengajaran yang banyak dibebani dengan
kewajiban-kewajiban yang beraneka ragam untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Seorang Kepala Sekolah hendaknya memiliki kepribadian yang baik sesuai dengan
kepemimpinan yang akan dipegangnya. Ia hendaknya memiliki sifat-sifat jujur, adil dan dapat
dipercaya, suka menolong dan membantu guru dalam menjalankan tugas dan mengatasi
kesulitan-kesulitan, bersifat supel dan ramah mempunyai sifat tegas dan konsekuen. Maka syarat
seorang Kepala Sekolah menurut M. Dariyanto dalam bukunya Administrasi Pendidikan adalah
sebagai berikut:
1) Memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.
2) Mempunyai pengalaman kerja yang cukup, terutama di sekolah yang sejenis dengan
sekolah yang dipimpinnya.
3) Mempunyai sifat kepribadian yang baik, terutama sikap dan sifat-sifat kepribadian yang
diperlukan bagi kepentingan pendidikan.
4) Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas, terutama mengenai bidang-bidang
pengetahuan pekerjaan yang diperlukan bagi sekolah yang dipimpinnya.
5) Mempunyai ide dan inisiatif yang baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya.

Kepala Sekolah profesional tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai tugas
disekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin hubungan atau kerja sama dengan masyarakat
dalam rangka membina pribadi peserta didik secara optimal.

3. TUGAS POKOK DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA SEKOLAH


Sekolah sebagai suatu tempat proses belajar mengajar yang baik sekurang-kurangnya
memiliki murid, guru dan gedung. dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus ada
pimpinan. pimpinan ini disebut kepala sekolah dibantu oleh wakil atau guru yang ada. kepala
sekolah sebagai “EMASLIN” mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Edukator (E)
a. Mampu membimbing guru
b. Mampu membimbing karyawan
c. Mampu membimbing siswa
d. Mampu mengembangkan staf
e. Mampu belajar mengikuti perkembangan iptek
f. Mampu memberikan contoh mengajar yang baik
2) Manajer (M)
a. Kemampuan menyusun program sekolah
b. Kemampuan menyusun organisasi kepegawaian di sekolah
c. Kemampuan menggerakkan sraf (guru dn karyawan)
d. Kemampuan mengoptimalkan sumber daya sekolah
3) Administrasi (A)
a. Kemampuan mengelola administrasi sekolah (KBM/BK)
b. Kemampuan mengelola administrasi kesiswaan
c. Kemampuan mengelola administrasi ketenagaan
d. Kemampuan mengelola adminisrasi keuangan
e. Kemampuan mengelola administrasi sarana/prasarana
f. Kemampuan mengelola administrasi
4) Supervisi (S)
a. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan
b. Kemampuan melaksanakan suprvisi pendidikan
c. Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi
5) Leader (L) atau pemimpin
a. Memiliki kepribadian yang kuat
b. Memahami kondisi guru, karyawan, siswa
c. Memliki visi dan memahami misi sekolah
d. Mampu mengambil keputusan
e. Kemampuan berkomunikasi
6) Inovator (I)
a. Kemampuan mencari/menemukan gagasan baru untuk pembaharuan sekolah
(pendidikan)
b. Kemampuan melakukan pembaharuan di sekolah
7) Motivator (M)
a. Kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik)
b. Kemampuan mengatur lingkungan kerja non fisik
c. Kemampuan menetapkan prinsip penghargaan/hukuman

4. MASALAH DAN SOLUSI


Masalah tugas pokok kepala sekolah sebagai “emaslin” yang dihadapi dewasa ini antara lain:

1) Kurangnya informasi, kesiapan dan kompetensi sebagai kepala sekolah yang cakap dan
terampil (khususnya bagi kepala sekolah pemula). faktor ini yang sering membuat kurang
percaya diri dalam melaksanakan tugas sebagai pimpinan. upaya pemecahan yang dapat
dilakukan melalui seleksi berjenang dengan berdasarkan kriteria dan kualifikasi yang
sesuai dengan ketentuan yang ada (standar pendidik dan kependidikan), seperti; minimal
mengajar 5 tahun di jenjang pendidikan, lulus tes seleksi (wawancara dan psikotes).
2) Lemahnya manajemen dan supervisi sekolah yang dimiliki oleh kepala sekolah terutama
dalam menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program kerja sekolah. upaya
pemecahan yang dapat dilakukan melalui pembinaan, pelatihan dan tutor sebaya sebagai
kepala sekolah dalam menangani persoalam pengelolaan sekolah yang muncul.
3) Pengetahuan administrasi sekolah yang dikuasai oleh kepala sekolah masih kurang. oleh
karena itu perlu didukung oleh tim kerja administrasi yang handal (terampil). upaya
pemecahan yang dapat dilakukan dengan mengadakan sharring ataupun studi banding
dengan pihak sekolah lain yang tertib dalam administrasi sekolah, mengikut sertakan
guru dan tata usaha untuk mengikuti pelatihan adminitrasi sekolah.
4) Kurang optimalnya proses belajar di sekolah, hal ini tampak dari hasil belajar yang belum
mencapai ketuntasan, tidak bervariasinya penggunaan alat peraga yang ada, pengelolaan
kelas dan pendampingan siswa yang bermasalah yang belum tertata dan terkelola dengan
baik. upaya yang dapat dilakukan melalui supervisi dan monitoring secara rutin,
pendampingan ataupun pembinaan guru secara individual dan klasikal perlu dijadwalkan
serta dilaksanakan dengan semangat perubahan dalam pencapaian prestasi belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA

Luddin, Abu Bakar M. "Kinerja kepala sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling." Jurnal
Ilmu Pendidikan 19.2 (2013).
Luddin, A. B. M. (2013). Kinerja kepala sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling.
Jurnal Ilmu Pendidikan, 19(2).

LUDDIN, Abu Bakar M. Kinerja kepala sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling.
Jurnal Ilmu Pendidikan, 2013, 19.2.

Depdiknas. 2008. Peran Kepala Sekolah dan Pengawas dalam Pembinaan Profesional. Diklat
Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 Tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah

Soewadji Lazaruth. 2000. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

5.

Anda mungkin juga menyukai