Anda di halaman 1dari 2

Police Brief: Menurunkan Angka Stunting Balita Di Provinsi NTT

Edisi: November 2019

Menurunkan Angka Stunting Balita Melalui


Pendewasaan Usia Perkawinan
Rekomendasi
Untuk Pemerintah Provinsi NTT Ringkasan
 Membuat regulasi/kebijakan atau surat
Tingginya prevalensi stunting di Provinsi NTT menyebabkan perlunya
edaran tentang usia minimum menikah perhatian khusus yang harus diberikan oleh berbagai pihak khususnya pemerintah.
bagi pria dan wanita (usia minimum Terlebih lagi mengingat kasus stunting bukan hanya mempengaruhi aspek pertumbuhan
menikah bagi perempuan min. 18 tahun) fisik saja tetapi juga berdampak pada perkembangan otak anak yang tak maksimal. Hal
diseluruh kabupaten/kota ini jika terus dibiarkan, selanjutnya akan berdampak pada masa depan negara mengingat
dimana generasi dini merupakan aset dan juga investasi SDM yang dimiliki oleh suatu
negara.
Untuk Dinas Kesehatan Provinsi NTT Berbagai cara telah dilakukan perihal persoalan intervensi gizi yakni
peningkatan program ekonomi keluarga, Program Keluarga Harapan (PKH), program
 Dinas Kesehatan melalui puskesmas
pangan lestari, bedah rumah, akses air bersih dan sanitasi, meningkatkan kualitas SDM
wajib memberikan pendidikan kesehatan melalui edukasi gizi, dan juga pembangunan infrastruktur. Namun, sayangnya hal
reproduksi ke sekolah-sekolah maupun tersebut belum berjalan efektif mengingat angka stunting di Provinsi NTT tetap tinggi.
karang taruna secara berkala . Pencegahan usia perkawinan yang terlalu dini menjadi salah satu cara yang efektif untuk
 Rekrutmen atau menambah tenaga gizi menurunkan prevalensi stunting. Perkawinan yang terlalu dini diasumsikan belum
kontrak yang mana dapat memanfaatkan memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengasuh anak, terutama terkait asupan gizi
dana BOK guna menyiapkan tenaga yang dan hal ini lah yang menjadi persoalan utama kasus stunting terjadi. Upaya pencegahan
perkawinan dini dapat dilakukan dengan mewajibkan adanya pendidikan kesehatan
diperlukan.
reproduksi di sekolah- sekolah secara berkala yang dipelopori oleh dinas kesehatan
 Melakukan kunjungan rumah dengan maupun puskesmas
sasaran pasangan suami istri dibawah
umur serta keluarganya guna
Pendahuluan
memberikan Konseling, Informasi,
Edukasi terkait gizi Prenatal, Antenatal, Prevalensi stunting pada bayi berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia
serta Perkembangan 1000 hari pertama pada tahun 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta balita
usia anak untuk mencegah stunting. mengalami masalah gizi di mana tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya.
Stunting tersebut berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Prevalensi
Untuk BKKBN: stunting/kerdil balita Indonesia ini terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah
Laos yang mencapai 43,8%. Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2017,
 Mensosialisasikan program Genre balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8%
(Generasi Berencana) yaitu konselor masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam 1.000 hari pertama
sebaya , pemilihan Duta Genre, sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih banyak balita usia 0-59
bekerjasama dengan Sekolah-sekolah, bulan pertama justru mengalami masalah gizi.
Karang Taruna, Tingkat Kabupaten Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-
Hingga Desa terkait Pendewasan Usia 59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur. Kabupaten TTS menempati peringkat
pertama angka stunting di provinsi NTT dan peringkat dua secara nasional dengan data
Perkawinan.
prevalensi stunting sebesar 55,2 persen. Presentase angka balita stunting di Kabupaten
 Penempatan petugas Penyuluh KB di TTS pada tahun 2018 mencapai 52,76 persen. Angka ini menjadi yang tertinggi di
setiap desa guna memaksimalkan propinsi NTT.
sosialisasi Pendewasaan Usia Perkawinan Pemerintah telah mengupayakan berbagai cara intervensi gizi yakni peningkatan
di tingkat desa dan dilakukan evaluasi program ekonomi keluarga, Program Keluarga Harapan (PKH), program pangan lestari,
tiap triwulan, 1 tahun terkait program bedah rumah, akses air bersih dan sanitasi, meningkatkan kualitas SDM melalui edukasi
yang dilaksanakan. gizi, dan juga pembangunan infrastruktur. Namun, sayangnya hal tersebut belum
berjalan efektif mengingat angka stunting di Provinsi NTT yang kian melonajak setiap
tahunnya, maka terlihat bahwa upaya tersebut belum menjadi solusi yang mengenai
Untuk Dinas Pendidikan Prov. NTT: sasaran utama.
 Membentuk atau merevitalisasi Pusat Data statistik dari lima tahun sebelumnya memperlihatkan, 20,5 persen anak
Kegiatan Belajar dan kreativitas di sekolah atau pelajar di NTT menikah di usia sekolah akibat kurangnya pemahaman
masyarakat khususnya pada sasaran tentang nikah di usia anak, seolah- olah sudah menjadi tradisi, ekonomi, dan kecelakaan
remaja di daerah. Dengan demikian atau pergaulan bebas. Perempuan yang menikah terlalu dini belum memiliki
pengetahuan yang cukup untuk mengasuh anak, terutama terkait asupan gizi dan hal ini
diharapkan banyak remaja memiliki
lah yang menjadi persoalan utama kasus stunting terjadi.
wawasan luas dan motivasi tinggi dalam
Berdasarkan pemaparan diatas maka dipandang perlu untuk membuat suatu
menata masa depan sehingga angka kebijakan terkait pencegahan pernikahan usia dini.
pernikahan dini akan berkurang
Pengembangan Strategi

Strategi yang diterapkan didalam upaya penurunan prevalensi stunting di Provinsi NTT ialah dengan pendewasaan
usia perkawinan atau pencegahan pernikahan dini, strategi ini dipilih mengingat pemerintah sebelumnya telah membuat
banyak program intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi stunting seperti program peningkatan
ekonomi keluarga, Program Keluarga Harapan (PKH), program pangan lestari, bedah rumah, akses air bersih dan sanitasi,
dan juga pembangunan infrastruktur, namun solusi tersebut belum sepenuhnya efektif menginat angka stunting yang
semakin tahun kian melonjak pesat. Hal ini diasumsikan bahwa upaya tersebut sebenarnya belum terfokus pada apa yang
menjadi akar permasalahan. Selain itu, upaya pemerintah tersebut seolah hanya menitik fokuskan pada upaya
penanggulangan bukan mencegah terjadinya stunting.
Upaya pencegahan stunting sebaiknya dilakukan saat bayi masih berada didalam kandungan, dan pemantauan bayi
harus dilakukan sejak dari dalam kandungan sampai dengan bayi lahir dan selama 1000 hari pertama kehidupannya.
Perkawinan usia dini menyebabkan ibu tidak paham bahkan tidak mengerti pola asuhan yang benar seperti apa. Mereka
tidak tahu bahaya stunting telah mengintai sejak bayi berada dalam kandungan sehingga asupa gizi mereka selama hamil
tidak baik. Selain itu karena perkawinan usia dini kondisi finansial tidak stabil oleh karena itu mereka tidak memenuhi
kebutuhan gizi anak dengan baik sehingga sang anak terancam menderita stunting.
Teknik advokasi yang digunakan dalam menyampaikan strategi ini kepada pemegang kebijakan adalah dengan
lobbying. Dipilihnya teknik lobbing karena teknik ini merupakan teknik yang informal dan tidak terikat oleh tempat dan
waktu. Sebagai pemegang kebijakan (Gubernur, Walikota/Bupati, DPR) tentu saja memiliki jadwal yang padat dan akan
susah untuk membuat janji secara resmi dengan beliau, oleh karena itu dengan teknik lobbying kita akan lebih fleksibel
akan waktu, kita bisa membicarakan mengenai strategi ini sebari menikmati hobi bersama atau sembari minum teh sore
bersama agar tercapainya kesepakatan bersama terkait strategi penurunan prevalensi stunting dengan pendewasaan usia
perkawinan atau pencegahan perkawinan usia dini.

Pemecahan Masalah

1. Program peningkatan kurikulum sekolah dan pelatihan guru untuk menyampaikan materi dan topik seperti ketrampilan
hidup, kesehatan sexual dan reproduksi, HIV/AIDS, dan kesadaran peran gender.
2. Program pemberian uang tunai, beasiswa, subsidi, seragam, dan suplai lainnya agar anak-anak perempuan bersedia
menjalani proses belajar mengajar.
3. Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota Membuat kebijakan tentang pernikahan dini (usia minimum menikah bagi
perempuan min. 18 tahun) yang wajib ditaati oleh masyarakat.
4. Membentuk atau merevitalisasi Pusat Kegiatan Belajar dan kreativitas di masyarakat khususnya pada sasaran remaja di
daerah. Diharapkan banyak remaja memiliki wawasan luas dan motivasi tinggi dalam menata masa depan sehingga angka
pernikahan dini akan berkurang dipelopori oleh dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
5. Sosialisasi program Generasi Berencana (Genre) di tingkat Kabupaten hingga Desa dengan sasaran Karang Taruna oleh
BKKBN.
6. Peningkatan gizi remaja, dengan pemberian tablet tambah darah, pemberian makanan bergizi seperti susu, daging, biscuit
bekerja sama dengan dinas Pertanian, dinas Kesehatan, dinas Sosial

Daftar Pustaka:

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Jakarta: Direktorat Jendral Kesehatan
Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

2. Alex. 2019. Pelajar NTT Nikah di Usia Anak. Tersedia Dalam: http://www.nttonlinenow.com/new-2016/2018/05/08/205-persen-
pelajar-di-ntt-nikah-di-usia-anak/. Diakses Tanggal 5 November 2019.

Police Brief ini disusun oleh:


Luh Tri Supriasih (18120706030), Ni Putu Ayu Bintang Lestari (18120706034), Kadek Sintia Puspitasari (18120706042), Putu Yunita
Larashati (18120706049)
Mata Kuliah Konsep Dan Teknik Dasar Advokasi-Kesehatan Masyarakat 2019- Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains Dan Teknologi-
Universitas Dhyana Pura

Anda mungkin juga menyukai