Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Pengantar Asuhan Kebidanan

MENGANALISIS KASUS SEBUAH KELUARGA YANG BERSIKERAS


AGAR BIDAN MENOLONG PERSAKINAN LETAK SUNGSANG
NAMUN BAYI TERSEBUT MENINGGAL SETELAH DITOLONG
BIDAN, DAN KELUARGA MENYALAHKAN BIDAN KARENA TIDAK
BEKERJA SECARA PROFESIONAL DAN TIDAK SESUAI PROSEDUR

DOSEN MATAKULIAH :

KHOLILAH LUBIS, S.ST., M.Keb

OLEH :

KELOMPOK 2 S1 KEBIDANAN

CRISTINA OCTAVIA (211000415201006)

CINDY WULANDARI (211000415201005)

FINI FABIO ARIANI (211000415201008)

FEBRIONA SABARILLA (211000415201007)

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN FAKULTAS KEBIDANAN

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi Allah SWT, yang telah
memberikanrahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul ‘’Menganalisis Kasus Sebuah Keluarga Yang Bersikeras Agar
Bidan Menolong Persakinan Letak Sungsang Namun Bayi Tersebut Meninggal Setelah
Ditolong Bidan, Dan Keluarga Menyalahkan Bidan Karena Tidak Bekerja Secara Profesional
Dan Tidak Sesuai Prosedur’’

Shalawat di beriring salam kami sampaikan untuk junjungan kita


NabiMuhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau sekalian serta orang-orang
mukmin yang tetap istiqamah dijalan-Nya. Adapun makalah ini ditulis untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah pengantar asuhan kebidanan.

Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada orang orang yang telah membantu, dan menyadari banyaknya kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.

Bukittinggi,17 juni 2022

Penyusun

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PEMBAHASAN
3.1 MORAL BIDAN TERKAIT ETIKA .................................................................... 11
3.2 MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN ...................................... 12
3.3 UU / PERATURAN LAINNYA YANG MENDUKUNG PEMBAHASAN ....... 12
BAB IV
A.KESIMPULAN ........................................................................................................ 15
B.SARAN .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang amat penting. Nilai-nilai
moral sangat diperlukan bagi manusia, baik kapasitasnya sebagai pribadi (individu) maupun
sebagai anggota suatu kelompok (masyarakat dan bangsa). Peradaban suatu bangsa dapat
dinilai melalui karakter moral masyarakatnya.
Moral memiliki kedudukan yang amat penting karena, manusia dalam hidupnya harus
taat dan patuh pada norma-norma, aturan-aturan, adat istiadat, undang-undang, dan hukum
yang ada dalam suatu masyarakat. Norma-norma, aturan-aturan, undang-undang, dan
hukum, baik yang dibuat atas kesepakatan sekelompok manusia atau aturan yang berasal
dari hukum Tuhan (wahyu).
Berkaitan dengan norma-norma, aturan-aturan, adat istiadat, undangundang, dan
hukum yang mengatur kehidupan manusia, maka faedah atau fungsi moral adalah agar
manusia dapat hidup sesuai dengan norma yang disepakati dalam komunitas kehidupan
manusia mau pun hukum dari Tuhan.
Menurut Ahmad Amin (1975: 6) berpendapat bahwa faedah mempelajari moral (etika)
adalah agar manusia mengetahui tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Nilai-nilai
moral dalam kehidupan manusia, dapat mempengaruhi dan mendorong manusia untuk
membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan, kesempurnaan, dan memberi faedah
kepada sesama manusia.
Sementara itu Amin Syukur (2010: iv) berpendapat bahwa orang yang mempelajari
moral (ilmu akhlak) tidak akan otomatis menjadi orang yang berakhlak, karena akhlak
adalah keadaan hati yang mendorong kepada perilaku atau ucapan baik atau buruk, tanpa
dipikir atau direnungkan terlebih dahulu. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa
faedah mempelajari moral sebagai ilmu (filsafat moral) adalah agar mendorong manusia
berbuat sesuai kaedah-kaedah moral.
Berkaitan dengan kaedah-kaedah, aturan-aturan atau hukum moral, Ahmad Amin
(1975: 123) berpendapat bahwa, perbuatan yang dapat dikenai oleh hukum moral adalah
perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara sadar dan disengaja. Berdasarkan pendapat
di atas, maka moral dapat berfungsi sebagai hukum atau aturan bagi manusia. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa perbuatan yang dapat diberi hukum atau sangsi moral
adalah perbuatan yang dilakukan dengan sadar dan di sengaja. Lebih lanjut Ahmad Amin

1
(1975: 135-140) mengemukakan bahwa, selain hukum yang dibuat untuk hubungan
manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhannya, terdapat pula “Undang-
Undang alam” atau hukum alam. Sebagai contoh sejak dahulu ketika terjadi pengundulan
hutan maka akibat yang akan timbul adalah terjadinya tanah longsor dan banjir. Ketika
manusia tidak tunduk pada hukum alam, maka manusia akan menerima hukuman dari alam
ini. Terkait dengan pendapat bahwa fungsi moral adalah patuh dan tunduknya manusia pada
hukum, maka relasi selanjutnya adalah moral berfungsi sebagai tanggungjawab moral
manusia secara psikologis. Hal ini didasarkan pada pendapat Blasi dalam Gerwitz dan
Kurtines (1992: 212-220) bahwa, ketika manusia telah tunduk dan patuh pada aturan-aturan
moral, maka ia akan memiliki tanggungjawab moral yang menjadi identitasnya sebagai
manusia. Moral (akhlak) dalam ajaran Islam berfungsi sebagai sarana untuk mencapai
derajat al-Insān Kamīl (manusia sempurna). Ibnu Miskawaih (1994: 61-65) berpendapat
bahwa kesempurnaan manusia diawali dari kesempurnaan individu, karena dari individu-
individu yang sempurna akan melahirkan masyarakat yang beradab yang pada akhirnya
akan berimplikasi pada kesempurnaan moral.
Etika berasal dari perkataan Yunani “ethos” yang berarti kebiasaan. Bertens (1993: 6)
mengemukakan etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Berbeda dengan
Bertens, Aristoteles sebagaimana dikutip Praja (2010: 33) dalam teori etikanya yang dikenal
dengan teori teleologis berpendapat, bahwa betul tidaknya tindakan justru tergantung dari
akibat-akibatnya. Jika akibat-akibat dari tindakan itu baik, maka boleh dilakukan, bahkan
wajib untuk dilakukan. Kalau akibat perbuatan atau tindakan itu buruk, maka perbuatan itu
tidak boleh dilakukan. Menurut Magnis-Suseno (2003: 6), etika adalah merupakan ilmu atau
refleksi sistematika mengenai moral. Dalam arti yang luas etika berarti keseluruhan norma
dan penilaian yang digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui
bagaimana manusia menjalankan kehidupannya. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat
penulis rangkum beberapacatatan mengenai moral dan etika. Pertama, bahwa kedua-duanya
moral dan etika sama-sama membicarakan tentang nilai baik dan buruk perbuatan manusia,
hanya saja moral lebih mengarah kepada tindakan atau perbuatan sedangkan etika lebih
mengarah kepada cara bertindak (filsafat moral). Kedua, bahwa etika senantiasa
berpedoman kepada adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Ketiga, bahwa moral
merupakan penentuan batasbatas suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan perangai yang
dinyatakan benarsalah, baik-buruk, layak atau tidak layak, yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam kehidupan di masyarakat. Sumber utama nilai-nilai moral

2
dalam Islam adalah nilai-nilai yang berasaskan pada nilai ilahiyah (wahyu Allah) yaitu al-
Qur’an dan hadis Nabi. Selain itu sumber nilai-nilai moral adalah bersumber dari ijtihad
para ulama, adat-istiadat, peraturan atau undang-undang yang dibuat atau disepakati oleh
sekelompok manusia.

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM


Tujuan Praktikum adalah yang paling utama adalah menginformasikan, menganalisis,
dan membujuk dengan cara yang lugas dan memungkinkan pembaca untuk terlibat secara
kritis dalam suatu topik ilmiah. Dan untuk menjelaskan, menganalisis, dan
mendemonstrasikan secara umum tentang Menganalisis Kasus Sebuah Keluarga Yang
Bersikeras Agar Bidan Menolong Persakinan Letak Sungsang Namun Bayi Tersebut
Meninggal Setelah Ditolong Bidan, Dan Keluarga Menyalahkan Bidan Karena Tidak
Bekerja Secara Profesional Dan Tidak Sesuai Prosedur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

MORAL BIDAN DALAM BEKERJA DI LINGKUNGAN MULTIKULTUR


DEFENISI MORAL
1. Moral berasal dari kata Latin mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat
istiadat, kebiasaan.
2. Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang
harus dipatuhi.
3. Moral adalah keseluruhan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu
dalam standard baik-buruk dan hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.
4. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya
dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku mora
diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan
keharmonisan.

MORAL BIDAN
Perilaku, sikap bidan dalam standard baik-buruk dan hubungannya dengan kelompok
sosial dan masyarakat.
Definisi multikultural
1. Multikultural merupakan Keragaman yang berpengaruh terhadap tingkah laku,
sikap, dan pola pikir manusia, sehingga manusia memiliki cara-cara (usage), kebiasaan
(folk ways), aturan-aturan (mores) bahkan adat istiadat (customs) yang berbeda satu
sama lain.
2. Nilai multikultural didapat dari indikator :
1. Belajar hidup dalam perbedaan, membangun saling percaya (mutual trust)
2. Memelihara saling pengertian (mutual understanding)
3. Menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect)
4. Terbuka dalam berpikir
5. Apresiasi dan interdepedensi
6. Resolusi konflik
7. Rekonsiliasinir kekerasan.

4
NILAI NILAI MULTIKULTURAL
1. Nilai inklusif (terbuka).
2. Nilai mendahulukan dialog(aktif).
3. Nilai kemanusiaan(humanis).
4. Nilai toleransi.
5. Nilai tolong menolong.
6. Nilai keadilan.
7. Nilai persamaan dan persaudaraan sebangsa maupun antarbangsa.
8. Berbaik sangka.
9. Cinta tanah air.
BENTUK MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Keanekaragaman Ras, pengelompokan manusia berdasarkan perbedaan fisik dan ciri-ciri
tubuh, Keanekaragaman agama, berbagai agama yang dianut oleh Masyarakat,
Keanekaragaman etnik atau suku bangsa, kelompok manusia yangmempunyai
keanekaragaman latar belakang budaya, adat istiadat, kekerabatan, bahasa dan kesenian daerah,
Keanekaragaman profesi atau mata pencaharian, kelompok manusia memili keanekaragaman
profesi dan pencaharian di suatu wilayah.

Selain bentuk masyarakat, masyarakat itu sendiri juga dikategorikan menjadi 4 yaitu :
1. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan.
Yaitu sejumlah kelompok mendominasi dari segi jumlah maupun pengaruh terhadap
kelompok lain dalam kekuatan kompetitif tidak seimbang
2. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan.
Yaitu kelompok minoritas memiliki keunggulan kompetitif sehingga mendominasi
beberapa aspek kehidupan seperti politik dan ekonomi masyarakat.
3. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang
Yaitu sejumlah komunitas yang mempunyai kekuatan kompetitif dan seimbang
4. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
Yaitu kelompok etnik kecil sehingga tidak memiliki posisi dominan dalam
Aspek kehidupan masyarakat seperti aspek
politik dan ekonomi.

5
Multikulturalisme
Multikurturalisme secara etimologis terbentuk dari 3 kata : Multi (banyak), Kultur
(budaya), Isme (aliran atau paham). Yang berarti multikulturalisme merupakan aliran atau
paham tentang banyak budaya yang mengarah pada keberagaman budaya.

Kesimpulan
Multikulturalisme adalah institusionalisasi dari keanekaragaman kebudayaan yang
dimiliki oleh kelompok-kelompok etnis di dalam suatu nation-state melalui bidang-bidang atau
sistem hukum, pendidikan, kebijakan pemerintah dalam kesehatan dan perumahan, bahasa,
praktik-praktik keagamaan dan bidang lainnya.

Masalah multikulturalisme ditempat kerja.


Setiap instansi sbg tempat bertemunya org dengan latar belakang budaya yang berbeda
harus memfasilitasi orang-orang dengan latar belakang budaya yang berbeda agar tetap bekerja
secara kohesif. Pihak pemimpin harus responsif terhadap masalah yang terjadi di tempat kerja.
1.konflik
Terjadi apabila ada diskriminasi, berat sebelah, kurang rasa hormat dan rasisme
dibiarkan berkembang di tempat kerja
2.penghinaan dan pelecehan
Pemimpin gagal mengenali tanda-tanda yang memicu penghinaan dan pelecehan.
Penghinaan dan pelecehan memiliki dampak buruk pada karyawan dan nama baik instansi.
3.melalaikan kebutuhan khusus.
Pemimpin wajib menyediakan fasilitas untuk difbel.

Mengatur multikulturalisme dilingkungan masyrakat.


Masalah di lingkungan masyarakat multikultural dapat diatur dan dikelola jika
pempimpin masyarakat mengambil langkahlangkah aktif untuk memastikan adanya toleransi
perbedaan.

Berikut cara mengelola multikultural dilingkungan kerja/masyarakat.


1. Membuat kebijakan tertulis
Misal : UU non diskriminasi, kode perilaku, kebijakan kompensasi dan tunjangan
2. Pelatihan perilaku toleransi

6
Pemimpin masyarakat membuat pelatihan toleransi agar menciptakan budaya yang
lebih baik
3. Menerapkan kebijakan multikultural tanpa toleransi
Memberi hukuman jika ada anggota yang melanggar peraturan tersebut.

Menfaat multikulturalisme
Inovasi
Jika suatu masyarakat memiliki latar belakang yg berbeda, maka akan menghasilkan ide
konsep inovasi yang berbeda sehingga dapat menciptakan inovasi yang baru dan lebih
kompettitif
Menghargai
Adanya multikulturalisme memungkinkan anggota masyarakat untuk saling
menghargai perbedaan dalam orang lain karena kontribusi positif yg juga saling menghargai.
Reputasi
Komitmen multikultural menunjukkan ada rasa menghargai keadilan dan kesetaraan.
Karakter ini memiliki efek positif pada reputasi individu dalam masyarakat.
Produktivitas
Semakin banyak multikulturalisme dalam masyarakat maka semakin produktivitas
setiap anggota masyarakatnya.
Pertumbuhan
Masyarakat yang memiliki perbedaan latar belakang budaya, akan memposisikan
masing-masing individu untuk membangun hubungan dengan orang dari budaya berbeda
Kepatuhan
Adanya multikulturalisme menyebabkan anggota masyarakat patuh terhadap hukum
federal dan negara yang melarang praktik diskriminatif.

MORAL BIDAN DALAM BEKERJA DILINGKUNGAN MULTIKULTUR


Moral erat kaitannya dengan etika, maka bidan dalam bekerja di lingkungan multikultur
harus berdasarkan hak, kewajiban dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan.
Selain itu etika bidan dalam memberikan pelayanan juga diperlukan. Moral bidan dalam
bekerja dilingkungan multikultur

Etika dan moralitas bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan


1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya bidan dan klien

7
2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan atau membahayakan orang lain
3. Menjaga privacy setiap individu
4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya
5. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu
masalah
7. Menghasilkan tindakan yang benar
8. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk,
benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya
10. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak
11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik
12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik
13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara
di dalam organisasi profesi
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang
biasa disebut kode etik profesi.

Etika dan moralitas pelayanan apabila bidan berada dimasyarakat,yaitu sebagai


berikut:
1. Peningkatan citra bidan sebagai pemberi pelayanan yang berkualitas, non diskriminatif,
mandiri, mampu menunjukkan kepemimpinan di masyarakat untuk tujuan kemanusian.
2. Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam menumbuhkan kesadaran terhadap
pentingnya kesehatan reproduksi dan persalinan yang aman dan tumbuhnya dukungan
terhadap peningkatan terhadap status perempuan.

Hak bidan
1. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
2. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat atau
jenjang pelayanan kesehatan.

8
3. Bidan berhak menolak keinginan pasien atau klien dan keluarga yang bertentangan
dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
4. Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh
pasien, keluarga maupun profesi lain.
5. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan
maupun pelatihan.
6. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang
sesuai.
7. Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

Kewajiban bidan
1. Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara
bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana dia bekerja.
2. Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuuai dengan standar profesi
dengan menghormati hak – hak pasien.
3. Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai
kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi oleh suami atau
keluarga.
5. Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
6. Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
7. Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan
serta risiko yang mungkin dapat imbul
8. Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed Consent) atas tindakan yang akan
dilakukan
9. Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan
10. Bidan wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menambah
ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal dan non formal.
11. Bidan wajib bekerjasama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik
dalam memberikan asuhan kebidanan.

9
Tanggung jawab bidan
1. Bidan memiliki tanggung jawab untuk mendapat dan mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan sebagai bidan.
2. Dalam memberikan asuhan kebidanan, bidan bertanggungjawab memberi
pelayanan kepada klien secara optimal.
3. Bidan sebagai pembela klien melindungi hak asasi dari klien jika dibutuhkan
4. Bidan sebagai pendidik mengadakan konseling dengan klien
5. Bidan sebagai komunikator mengadakan komunikasi secara baik dengan sesama
bidan, klien, dan keluarga

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 MORAL BIDAN TERKAIT ETIKA

Etika itu memiliki arti tempat tinggal, kandang, rumput, adat, kebiasaan, sikap, watak,
dan cara berpikir. Etika itu sama artinya dengan moral. Nah, moral itu memiliki arti adat
istiadat, kebiasaan, kelakuan, tabiat, watak, cara hidup dan akhlak sebagai manusia.

Etika itu dalam pelayanan kebidanan merupakan hal yang sangat penting di berbagai
tempat, karena sering terjadinya kurangnya pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan
terhadap etika. Kita bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang
profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam memberikan pelayanan kebidanan.

Ada prinsip etika profesi bidan itu kita menghargai otonomi, melakukan tindakan
yang benar, mencegah tindakan yang dapat merugikan, menjelaskan dengan benar,
menghargai kehidupan manusia, dan menjaga kerahasiaan.

Dalam profesi kebidanan, mengamati masalah hukum dan etika dalam praktek
profesional harus ditekankan. Kemajuan hukum dan etika dalam bidang kebidanan telah
meningkatkan kebutuhan akan kesadaran bidan tentang hak-hak pasien.

Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik
suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan tindakan
selanjutnya yang harus dilakukan. Dalam praktik kebidanan seringkali bidan dihadapkan
pada beberapa permasalahan yang dilematis, artinya pengambilan keputusan yang sulit
berkaitan dengan etik yang tak jarang berdampak hukum.

Nah, untuk persalinan bisa ditolong oleh bidan jika benar-benar fisiologi. Bidan tidak
boleh menangani kondisi patologi. Posisi bayi sungsang termasuk patologi dan bukan
wewenang bidan, kecuali ada kerjasama dengan dokter kandungan.

Kalau ada tanda-tanda preeklampsia berat, sungsang, ketuban pecah dini, ibu darah
tinggi, bidan tidak bisa menanganinya. Tapi, mungkin bisa kolaborasi dengan dokter
kandungan kalau ada izin praktik dengan dokter.

Nah pada kasus ini, ada seorang ibu hamil yang perutnya terasa mules, kehamilannya
sudah 38 Minggu. Saat diperiksa sudah terjadi pembukaan 3 cm dan ternyata janinnya
letak sungsang. Dalam kasus ini bidan menyarankan untuk melakukan rujukan Karena ia
merasa tidak bisa untuk menolong persalinan ini. Namun keluarga tidak ingin merujuk
karena alasan kekurangan biaya. Dan akhirnya si bidan pun menolong si klien ini. Tetapi
saat melakukan pertolongan prosesnya berlangsung lama dan ternyata bayinya sudah
meninggal. Bidan pun disalahkan oleh keluarga karena tidak bekerja secara profesional
dan dalam masyarakat juga tersebar bahwa bidan ini dalam melakukan tindakannya sangat
lama dan tidak sesuai prosedur.

11
Bidan itu kan sudah diberi wewenang untuk melakukan tindakan pertolongan
kegawatdaruratan, arti letak sungsang, namun harus melakukan kolaborasi dengan dokter
kandungan atau melakukan rujukan. Sebelum memberi pertolongan, bidan harus membuat
persetujuan dengan pasien, buat informed consent agar bidan bisa terlindungi atas hukum.

Tetapi pada kasus ini bidan salah. Karena, bidan melakukan tindakan pertolongan
persalinan letak sungsang itu sendiri. Seharusnya jika pasien menolak rujukan, bidan
melakukan kolaborasi dengan dokter kandungan. Karena bidan hanya diperbolehkan
menangani kasus yang benar-benar fisiologi, jika sudah kondisi patologi itu bidan harus
bekerja sama dengan dokter kandungan.

Disaran bagi lahan praktik agar lebih memberikan pendidikan kesehatan dan
memberikan informasi mengenai penanganan letak sungsang. Juga disaran bagi profesi
bidan agar mampu mengaplikasikan ilmu kedalam asuhan dengan baik. Kemudian saran
untuk klien dan keluarga agar mampu memberdayakan diri nya untuk mengambil
keputusan dan langkah yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dan
diharapkan ibu dapat melahirkan di tenaga kesehatan.

3.2 MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Moralitas sangat penting untuk dipahami dan dijaga. Moralitas merupakan suatu
gambaran manusiawi yang menyeluruh dan hanya terdapat pada manusia serta tidak
terdapat pada makhluk lain selain manusia.

Etika dan moralitas itu memiliki fungsi di dalam pelayanan kebidanan untuk menjaga
otonomi dari setiap individu khususnya itu dalam hal ini adalah bidan dan klien, lalu
menjaga untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang merugikan dan
membahayakan orang lain, menjaga privasi setiap individu, kemudian untuk mengatur
seseorang agar berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan kemampuannya, dengan adanya
etik berfungsi untuk mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apakah
alasannya yang mendasari, untuk mengarahkan pola pikir individu dalam melakukan
tindakan atau menganalisis suatu masalah, dapat menghasilkan tindakan yang benar,
memperoleh informasi tentang kejadian yang sebenarnya, dapat memberikan petunjuk
terhadap tingkah laku atau perilaku manusia yang baik atau buruk , benar atau salah yang
sesuai dengan moral yang berlaku, kemudian berhubungan dengan hal - hal yang bersifat
abstrak, untuk emfasilitasi dalam pemecahan masalah etika, untuk mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan praktik, juga mengatur tata cara dalam bersosial baik dalam tata tertib
di masyarakat maupun tata cara dalam mengikuti organisasi, dan mengatur sikap perilaku
orang dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut dengan kode etik.

3.3 UU ATAU PERATURAN LAINNYA YANG MENDUKUNG PEMBAHASAN

Bidan itu sebagai tenaga profesional memiliki Standar kompetensi bidan yang terdiri
dari sembilan kompetensi yang mengatur pengetahuan dasar, pengetahuan tambahan, dan
keterampilan bidan dalam memberikan pelayanan. Kewenangan bidan saat ini diatur

12
dalam PMK No. 1464 Tahun 2010 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Praktek Bidan
dimana kewenangan darurat selama persalinan dibatasi oleh kondisi tempat.

Nah, tidak setiap pengkajian dalam persalinan dapat dilakukan secara mandiri oleh
bidan. Berdasarkan standar kompetensi bidan dalam Kepmenkes 369 tahun 2007 tentang
standar profesi bidan, kompetensi yang dibutuhkan dalam profesi bidan meliputi
pengetahuan dan keterampilan yang sangat luas, sedangkan kewenangan profesi dapat
dikatakan terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, bahwa


tenaga kesehatan yang dimaksud salah satunya adalah bidan disamping tenaga medik,
keperawatan dan penunjang kesehatan lainnya. Bidan dalam melaksanakan tugasnya itu
haruslah telah memenuhi persyaratan, antara lain mengikuti pendidikan dan lulus serta
diberikan lisensi oleh pemerintah untuk menjalankan praktik kebidanan.

Standar kompetensi bidan telah diatur dalam Kepmenkes Nomor


369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, yang mengatur tentang
persyaratan dan jenis kompetensi yang harus dimiliki bidan dalam memberikan pelayanan
kebidanan yang salah satunya itu adalah kompetensi ke 4 (empat) tentang asuhan selama
persalinan dan kelahiran. Pada kompetensi itu dijelaskan bahwa bidan harus mempunyai
kompetensi berupa pengetahuan dasar tentang indikasi tindakan kegawat daruratan dan
pengetahuan tambahan tentang penatalaksanaan persalinan dengan malpresentasi.
Sedangkan kompetensi bidan dalam penanganan kegawat daruratan pada masa persalinan
nampak berbeda dengan pengaturan yang terdapat dalam UU No 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan, yang mana dinyatakan bahwa seorang bidan dapat melakukan penanganan
kegawat daruratan, dilanjutkan dengan rujukan.

Seorang bidan itu mempunyai kompetensi dalam memberikan asuhan persalinan


yang bersih dan aman, cepat tanggap terhadap lingkungan dan mampu menangani situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi yang baru
dilahirkannya. Kompetensi persalinan mencakup seperti pengetahuan dasar yaitu
diberikan pengetahuan tentang indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti distosia
bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri dan mengatasi
rejatan, Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat janin, CPD, Indikator
komplikasi persalian : perdarahan, partus macet, kelaianan presentasi, eklampsia kelelahan
ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri
primer, posterm dan preterm serta tali pusat menumbung. Juga pengetahuan tambahan
seperti penatalaksanaan persalinan dengan malpresentasi. Lalu keterampilan dasar yaitu
mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan
kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat
waktu, menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat, melakukan episiotomy dan
penjahitan, jika diperlukan, memberikan suntikan intramuskuler meliputi uterotonika,
antibiotika dan sedative, menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II, memberikan
pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet kepala didasar panggul,
ketuban pecah dini tanpa infeksi, post term dan preterm, melakukan pengeluaran plasenta

13
secara manual, mengelola perdarahan post partum. Kemudian keterampilan tambahan
seperti menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang
tepat, melakukan ekstraksi forcep rendah dan vakum jika diperlukan sesuai kewenangan,
mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan kematian
janin dalam kandungan (IUFD) dengan tepat, mengidentifikasi dan mengelola tali pusat
menumbung, mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks, membuat resep dan atau
memberikan obat-obatan untuk mengurangi nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan, dan
memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi persalinan dan
penanganan perdarahan post partum.”

Bidan dalam memberikan pelayanan berwenang untuk penanganan


kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan. Ketentuan ini memberikan kewenangan
kepada profesi bidan untuk memberikan tindakan dalam situasi tertentu sebelum ditangani
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kewenangan untuk itu seperti dokter obgyn. Hal
tersebut diberikan tujuannya untuk menolong sebelum dilakukan penanganan yang lebih
intensif. Melalui tindakan diagnose awal tentang gejala dan kondisi kesehatan yang
terdeteksi lebih awal maka akan member kontribusi penting untuk tindakan selanjutnya.

14
BAB IV

A. KESIMPULAN

3.1 MORAL BIDAN TERKAIT ETIKA

Etika itu memiliki arti tempat tinggal, kandang, rumput, adat, kebiasaan, sikap, watak,
dan cara berpikir. Etika itu sama artinya dengan moral. Nah, moral itu memiliki arti adat
istiadat, kebiasaan, kelakuan, tabiat, watak, cara hidup dan akhlak sebagai manusia. Etika
itu dalam pelayanan kebidanan merupakan hal yang sangat penting di berbagai tempat,
karena sering terjadinya kurangnya pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan
terhadap etika. Kita bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang
profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam memberikan pelayanan kebidanan.
Nah, untuk persalinan bisa ditolong oleh bidan jika benar-benar fisiologi. Bidan tidak
boleh menangani kondisi patologi. Posisi bayi sungsang termasuk patologi dan bukan
wewenang bidan, kecuali ada kerjasama dengan dokter kandungan. Kalau ada tanda-tanda
preeklampsia berat, sungsang, ketuban pecah dini, ibu darah tinggi, bidan tidak bisa
menanganinya. Tapi, mungkin bisa kolaborasi dengan dokter kandungan kalau ada izin
praktik dengan dokter. Tetapi saat melakukan pertolongan prosesnya berlangsung lama
dan ternyata bayinya sudah meninggal. Bidan pun disalahkan oleh keluarga karena tidak
bekerja secara profesional dan dalam masyarakat juga tersebar bahwa bidan ini dalam
melakukan tindakannya sangat lama dan tidak sesuai prosedur. Bidan itu kan sudah diberi
wewenang untuk melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan, arti letak sungsang,
namun harus melakukan kolaborasi dengan dokter kandungan atau melakukan rujukan.
Sebelum memberi pertolongan, bidan harus membuat persetujuan dengan pasien, buat
informed consent agar bidan bisa terlindungi atas hukum. Tetapi pada kasus ini bidan
salah. Karena, bidan melakukan tindakan pertolongan persalinan letak sungsang itu
sendiri.

3.2 MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Moralitas sangat penting untuk dipahami dan dijaga. Moralitas merupakan suatu
gambaran manusiawi yang menyeluruh dan hanya terdapat pada manusia serta tidak
terdapat pada makhluk lain selain manusia. Etika dan moralitas itu memiliki fungsi di
dalam pelayanan kebidanan untuk menjaga otonomi dari setiap individu khususnya itu
dalam hal ini adalah bidan dan klien, lalu menjaga untuk melakukan tindakan kebaikan
dan mencegah tindakan yang merugikan dan membahayakan orang lain, menjaga privasi

15
setiap individu, kemudian untuk mengatur seseorang agar berbuat adil dan bijaksana sesuai
dengan kemampuannya, dengan adanya etik berfungsi untuk mengetahui apakah suatu
tindakan itu dapat diterima dan apakah alasannya yang mendasari, untuk mengarahkan
pola pikir individu dalam melakukan tindakan atau menganalisis suatu masalah, dapat
menghasilkan tindakan yang benar, memperoleh informasi tentang kejadian yang
sebenarnya, dapat memberikan petunjuk terhadap tingkah laku atau perilaku manusia yang
baik atau buruk, benar atau salah yang sesuai dengan moral yang berlaku, kemudian
berhubungan dengan hal-hal yang bersifat abstrak, untuk emfasilitasi dalam pemecahan
masalah etika, untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan praktik, juga mengatur
tata cara dalam bersosial baik dalam tata tertib di masyarakat maupun tata cara dalam
mengikuti organisasi, dan mengatur sikap perilaku orang dalam menjalankan tugas
profesinya yang biasa disebut dengan kode etik.

3.3 UU ATAU PERATURAN LAINNYA YANG MENDUKUNG


PEMBAHASAN

Bidan itu sebagai tenaga profesional memiliki Standar kompetensi bidan yang terdiri
dari sembilan kompetensi yang mengatur pengetahuan dasar, pengetahuan tambahan, dan
keterampilan bidan dalam memberikan pelayanan. 1464 Tahun 2010 tentang Perizinan dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan dimana kewenangan darurat selama persalinan dibatasi
oleh kondisi tempat. Nah, tidak setiap pengkajian dalam persalinan dapat dilakukan secara
mandiri oleh bidan. Berdasarkan standar kompetensi bidan dalam Kepmenkes 369 tahun
2007 tentang standar profesi bidan, kompetensi yang dibutuhkan dalam profesi bidan
meliputi pengetahuan dan keterampilan yang sangat luas, sedangkan kewenangan profesi
dapat dikatakan terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, bahwa


tenaga kesehatan yang dimaksud salah satunya adalah bidan disamping tenaga medik,
keperawatan dan penunjang kesehatan lainnya. Bidan dalam melaksanakan tugasnya itu
haruslah telah memenuhi persyaratan, antara lain mengikuti pendidikan dan lulus serta
diberikan lisensi oleh pemerintah untuk menjalankan praktik kebidanan. Standar
kompetensi bidan telah diatur dalam Kepmenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Bidan, yang mengatur tentang persyaratan dan jenis kompetensi yang harus
dimiliki bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan yang salah satunya itu adalah
kompetensi ke 4 tentang asuhan selama persalinan dan kelahiran. Pada kompetensi itu
dijelaskan bahwa bidan harus mempunyai kompetensi berupa pengetahuan dasar tentang
indikasi tindakan kegawat daruratan dan pengetahuan tambahan tentang penatalaksanaan
persalinan dengan malpresentasi.

Sedangkan kompetensi bidan dalam penanganan kegawat daruratan pada masa


persalinan nampak berbeda dengan pengaturan yang terdapat dalam UU No 4 Tahun 2019
tentang Kebidanan, yang mana dinyatakan bahwa seorang bidan dapat melakukan
penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan dengan rujukan. Seorang bidan itu mempunyai
kompetensi dalam memberikan asuhan persalinan yang bersih dan aman, cepat tanggap

16
terhadap lingkungan dan mampu menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi yang baru dilahirkannya. "Bidan dalam
memberikan pelayanan berwenang untuk penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan
dengan perujukan." Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada profesi bidan untuk
memberikan tindakan dalam situasi tertentu sebelum ditangani oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kewenangan untuk itu seperti dokter obgyn.

B. SARAN

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nardina, Evita Aurilia. dkk. 2021. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. Medan: Yayasan Kita
Menulis

https://www.haibunda.com/kehamilan/20210316153151-49-198946/bayi-lahir-sungsang-
bisakah-ditangani-di-bidan/amp

https://scholar.google.com/scholar?start=10&q=etika+bidan+terhadap+pasien&hl=id&as_sdt
=0,5#d=gs_qabs&t=1655473437448&u=%23p%3DIpxejjvXVacJ

ejurnal.stikesrespati-tsm.ac.id

http://journal.unika.ac.id/index.php/shk/article/download/2686/1668

https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=bidan+menangani+persalinan+
letak+sunsang&btnG=#d=gs_qabs&t=1655473931601&u=%23p%3D_LDmqIQ4fMkJ

Anda mungkin juga menyukai