Anda di halaman 1dari 50

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Effendy (1995) mengutip dari Departemen Kesehatan (1988) menyebutkan

bahwa keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di

bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Dalam Friedman (1998), Bailon dan Maglaya (1989) menyatakan bahwa

keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hidup dalam suatu

rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing

menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri dari 2 orang atau

lebih dengan adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah dan hidup dalam satu

rumah tangga serta di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga yang mana

berinteraksi di antara sesama anggota keluarga dan setiap anggota keluarga

mempunyai peran masing-masing untuk menciptakan dan mempertahankan

suatu kebudayaan.

Menurut Friedman (1981), dalam Effendy (1995) salah satu alasan

keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga

4
5

saling berkaitan dan saling mempengaruhi antar sesama anggota keluarga dan

akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga disekitarnya atau masyarakat secara

keseluruhan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sebagai

pasien yang perlu dirawat.

Dalam melihat keluarga sebagai pasien ada beberapa karakteristik yang

perlu diperhatikan oleh perawat diantaranya adalah:

a. Setiap keluarga mempunyai cara yang unik dalam menghadapi masalah

kesehatan para anggotanya.

b. Memperhatikan perbedaan dari tiap-tiap keluarga.

c. Keluarga daerah perkotaan akan berbeda dengan keluarga di daerah pedesaan.

d. Kemandirian dari tiap-tiap keluarga.

Untuk dapat meningkatkan status kesehatan keluarga, keluarga mempunyai

tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.

Friedman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga

yaitu:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan yang

tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu

muda.
6

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas

kesehatan yang ada.

Dalam melaksanakan asuhan perawatan kesehatan keluarga yang menjadi

prioritas utama adalah keluarga–keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam

bidang kesehatan, meliputi:

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur, dengan masalah

seperti tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.

b. Keluarga dengan ibu dengan resiko tinggi kebidanan.

c. Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, misalnya anak yang lahir

prematur/BBLR.

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota.

2. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menurut Effendy (1995) terdiri dari bermacammacam,

diantaranya adalah:

a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dan sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ayah.
7

b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

3. Bentuk Keluarga

Dalam Friedman (1981) mengutip dari Sussman (1974) dan Macklin

(2017) membagi bentuk-bentuk keluarga menjadi dua yaitu:

a. Bentuk Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti

Karier ganda, suami, istri, dan anak hidup dalam rumah tangga yang sama.

a) Keluarga-keluarga yang melakukan perkawinan yang pertama.

b) Keluarga-keluarga orang tua campuran atau orang tua tiri.

2) Pasangan Inti

Suami dan Istri saja tanpa anak, atau tidak ada anak yang tinggal bersama

mereka.

a) Karier tunggal.
8

b) Keduanya berkarier.

(1) Karier istri terus berlangsung.

(2) Karier istri terganggu.

3) Keluarga dengan orang tua tunggal

Satu yang mengepalai sebagai konsekuensi dari perceraian, ditinggalkan

atau pisah.

a) Bekerja/berkarier.

b) Tidak bekerja.

4) Bujangan dewasa yang tinggal sendirian

5) Keluarga besar tiga generasi

Mungkin menjadi ciri dari bentuk keluarga tertentu (1, 2, atau nomor 3 di

atas) hidup dalam sebuah rumah tangga biasa.

6) Pasangan usia pertengahan atau lansia

Suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal di rumah (anak sudah kuliah,

bekerja).

7) Jaringan keluarga besar, dua keluarga inti atau lebih dari kerabat primer

atau anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah

geografis dan dalam sistem tukar-menukar barang dan jasa.

b. Bentuk Kelurga Non Tradisional

1) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan anak.

2) Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, perkawinan atas dasar

hukum umum.
9

3) Pasangan kumpul kebo, pasangan yang hidup bersama tanpa menikah.

4) Keluarga gay/lesbian, orang-orang yang berjenis kelamin sama yang hidup

bersama sebagai “pasangan yang menikah”.

5) Keluarga komuni, rumah tangga yang terdiri dari lebih dari satu pasangan

monogami dengan anak-anak, secara sama-sama menggunakan fasilitas,

sumber-sumber, dan memiliki pengalaman yang sama; sosialisasi dari anak

merupakan aktivitas kelompok.

Effendy (1995) menyatakan bahwa tipe/bentuk keluarga adalah sebagai

berikut :

a. Keluarga inti (Nuclear family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan

anak-anak.

b. Keluarga besar (Extended family), adalah keluarga inti ditambah dengan

sanak saudara.

c. Keluarga berantai (Serial family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan

pria yang menikah lebih dari 1 kali, dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga berkomposisi, adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami

dan hidup secara bersama.

e. Keluarga duda/janda (Single family), adalah keluarga yang terjadi karena

perceraian atau kematian.

f. Keluarga kabitas (Cahabitation), adalah 2 orang menjadi 1 tanpa pernikahan

tapi membentuk suatu keluarga.


10

4. Peran Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu.

Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Peranan ayah: ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu: sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan

untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosial serta sebagai

anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat

berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peranan anak: anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan

tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

Friedman (1981) membagi struktur peran ke dalam 2 bagian yaitu peran

formal dan peran informal. Peran formal bersifat eksplisif yang berkaitan dengan

setiap posisi formal keluarga yang merupakan sejumlah perilaku yang kurang

lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para
11

anggota keluarga. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga adalah

pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh anak,

manajer keuangan dan tukang masak.

Sedangkan peran informal adalah sebagai berikut:

a. Pendorong

Pendorong memuji, setuju dengan, dan menerima kontribusi dari orang lain.

Akibatnya ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa

pemikiran mereka penting dan bernilai untuk didengar.

b. Pengharmonisan

Pengharmonis menengahi perbedaan yang terdapat di antara para anggota

menghibur menyatukan kembali perbedaan pendapat.

c. Inisiator-Kontributor

Inisiator-kontributor mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-

cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok. Kantor dan

Lehr (1975), dalam Friedman (1998) menyatakan tipe peran ini sebagai

“penggerak” peran yang dicirikan oleh inisiasi tindakan.

d. Pendamai

Pendamai (compromiser) merupakan salah satu bagian dari konflik dan

ketidaksepakatan. Pendamai menyatakan posisinya dan mengakui

kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian “setengah jalan”.

e. Penghalang
12

Penghalang cenderung negatif terhadap semua ide yang ditolak tanpa alasan.

Kantor dan Lehr (1975), dalam Friedman (1998) memberikan label kepada

peran ini sebagai oposan.

f. Dominator

Dominator cenderung memaksakan kekuasaan atau superioritas dengan

memanipulasi anggota kelompok tertentu dan membanggakan kekuasaannya

dan bertindak seakan-akan ia mengetahui segala-galanya dan tampil

sempurna.

g. Penyalah

Peran ini sebagai penghalang dan dominator. Penyalah adalah seorang yang

suka memberitahu kesalahan, diktator, dan seorang bos yang mengetahui

semuanya.

h. Pengikut

Seorang pengikut terus mengikuti dari gerakan kelompok, menerima ide-ide

dari orang lain kurang lebih secara pasif, tampil sebagai pendengar dalam

diskusi kelompok dan keputusan kelompok.

i. Pencari pengakuan

Pencari pengakuan berupaya mencari cara apa saja untuk menarik perhatian

kepada dirinya sendiri, perbuatannya, prestasi, dan masalah-masalahnya.

j. Martir

Pencari pengakuan berupaya mencari cara apa saja untuk menarik perhatian

kepada dirinya sendiri, perbuatannya, prestasi, dan masalah-masalahnya.


13

k. Keras hati

Orang yang memainkan peran ini mengumbar secara terus-menerus dan aktif

tentang semua hal yang “benar”, tidak bedanya dengan komputer. Satir

(1975), dalam Friedman (1998) menamakan peran informal ini super

reasonable.

l. Sahabat

Sahabat seorang teman bermain keluarga yang mengikuti kehendak pribadi

dan memaafkan perilaku keluarga tingkah lakunya sendiri tanpa melihat

konsekuensinya. Nampak ia tidak selalu relevan.

m. Kambing hitam keluarga

Kambing hitam keluarga adalah masalah anggota keluarga yang diidentifikasi

dalam keluarga. Sebagai korban atau tempat pelampiasan ketegangan dan rasa

bermusuhan, baik secara jelas maupun tidak. Kambing hitam berfungsi

sebagai tempat penyaluran.

n. Penghibur

Penghibur senantiasa mengagungkan dan mencoba menyenangkan, tidak

pernah tidak setuju, ia termasuk “yang selalu mengiyakan.”

o. Perawat Keluarga

Perawat keluarga adalah orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh

anggota keluarga lain yang membutuhkannya.

p. Pioner Keluarga
14

Pioner keluarga membawa keluarga pindah ke suatu wilayah asing, dan dalam

pengalaman baru.

q. Distractor

Distraktor bersifat tidak relevan dengan menunjukkan perilaku yang menarik

perhatian, ia membantu keluarga menghindari atau melupakan persoalan-

persoalan yang menyedihkan dan sulit.

r. Koordinator Keluarga

Koordinator keluarga mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan

keluarga, yang berfungsi mengangkat keterikatan/ keakraban dan memerangi

kepedihan.

s. Penghubung Keluarga

Perantara keluarga adalah penghubung, ia (biasanya ibu) mengirim dan

memonitor komunikasi dalam keluarga.

t. Saksi

Peran dari saksi sama dengan “pengikut” kecuali dalam beberapa hal, saksi

lebih pasif. Saksi hanya mengamati, tidak melibatkan dirinya.

5. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga adalah hasil atau konseksuensi dari struktur keluarga.

Menurut Friedman (1981) fungsi keluarga antara lain:


15

a. Fungsi Afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian)

Fungsi afektif ditujukan untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi

kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Keluarga harus memenuhi

kebutuhan-kebutuhan afeksi/kasih sayang dari anggotanya karena respon

afektif dari seorang anggota keluarga memberikan penghargaan terhadap

kehidupan keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi menyatakan begitu banyak pengalaman belajar yang ada

dalam keluarga dengan tujuan untuk mengajar anak-anak agar bagaimana

berfungsi dan menerima peran-peran sosial dewasa seperti suami-ayah dan

istri-ibu serta membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif

dan juga sebagai penganugerahaan status anggota keluarga.

c. Fungsi Perawatan kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik keluarga yang dipenuhi oleh orang tua dengan

menyediakan pangan, papan dan sandang, perlindungan terhadap bahaya,

perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang mempengaruhi status

kesehatan anggota keluarga secara individual).

d. Fungsi Reproduksi

Menurut Leslie dan Horman (1989), dalam Friedman (1998) menyatakan

salah satu dasar dari keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas keluarga

antar generasi dan masyarakat yaitu menyediakan tenaga kerja (rekruit) bagi

masyarakat.
16

e. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi meliputi tersedianya sumber-sumber dari keluarga secara

cukup (finansial, ruang gerak dan materi) dan pengalokasian sumber-sumber

tersebut yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.

6. Tugas Perkembangan Keluarga

Teori perkembangan keluarga menguraikan perkembangan keluarga dari

waktu ke waktu dengan membaginya ke dalam satu seri tahap perkembangan

yang diskrit.

Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga, seperti yang

diuraikan oelh Aldous (1978) dalam Friedman (1998) adalah:

a. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara

yang sama dan dapat diprediksi.

b. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi orang lain, mereka memulai

tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan lingkungan.

c. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan

oleh mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat.

d. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah awal

dan akhir yang kelihatan jelas.


17

Dalam siklus kehidupan setiap keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat

diprediksi. Dalam Friedman (1998), Carter dan McGoldrick (1988) membuat

model enam tahap perkembangan siklus kehidupan keluarga, yaitu:

Tahap I Keluarga antara (dewasa muda yang belum kawin)

Tahap II Penyatuan keluarga melalui perkawinan (pasangan yang baru

menikah)

Tahap III Keluarga dengan anak kecil (masa bayi hingga usia sekolah)

Tahap IV Keluarga dengan anak remaja

Tahap V Keluarga melepaskan anak dan pindah

Tahap VI Keluarga dalam kehidupan terakhir

Friedman (1981) menyatakan bahwa formulasi tahap-tahap perkembangan

kehidupan keluarga yang paling banyak digunakan adalah 8 tahap siklus

kehidupan keluarga dari Duvall (1977). Dalam Friedman (1981) yang diadaptasi

dari Duvall (1977), Duval dan Miller (1985) menyebutkan 8 tahap kehidupan

keluarga:

Tahap I Keluarga pemula (juga menunjuk pasangan menikah atau tahap

pernikahan)

Tahap II Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai 30

bulan)
18

Tahap III Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2 tahun

hingga 6 tahun)

Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua 6 tahun hingga 13

tahun)

Tahap V Keluarga dengan anak remaja (anak berumur 13 tahun hingga 20 tahun)

Tahap VI Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak

pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)

Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan)

Tahap VIII Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga menunjuk kepada

anggota keluarga yang berusia lanjut atau pensiun hingga pasangan yang sudah

meninggal dunia.

“Tahap antara” dari tipologi Carter dan McGoldrich ditambahkan pada

model siklus kehidupan 8 tahap dari Duvall dan Miller untuk memberikan

gambaran yang komprehensif tentang perubahan kehidupan keluarga. Tahap ini

menunjuk ke masa di mana individu berumur 20 tahunan yang telah mandiri

secara finansial dan secara fisik telah meninggalkan keluarganya namun belum

berkeluarga. Tugas perkembangan pada tahap ini bersifat individual bukan

berorientasi pada keluarga (Friedman, 1981).


19

Tiga tugas perkembangan keluarga dalam tahap antara yang dicantumkan

oleh Carter dan McGoldrich (1988), dalam Friedman (1981) yaitu:

1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.

2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.

3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan

finansial.

Tahap I: Keluarga pemula

Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru dan

perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim.

Membangun perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan

persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan tiga tugas

perkembangan yang penting dalam masa ini. (Friedman, 1998 yang mengutip

dari Carter dan McGoldrick, 1988).

Tahap II: Keluarga yang sedang mengasuh anak

Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30

tahun. Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas

perkembangan yang penting, yaitu membentuk keluarga muda sebagai sebuah

unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga), rekonsiliasi

tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga.

(Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988).


20

Tahap III: keluarga dengan anak usia prasekolah

Siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2½ tahun dan

berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi,

keamanan.

b. Mensosialisasikan anak.

c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan

anak-anak yang lain.

d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan

perkawinan dan hubungan orang tua dan anak) di luar keluarga (keluarga

besar dan komunitas) (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan

McGoldrick, 1988).

Tahap IV: Keluarga dengan anak usia sekolah

Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk

sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja.

Mensosialisasikan anak-anak (termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan

mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat, mempertahankan

hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik

anggota keluarga, termasuk tugas perkembangan dalam tahap ini. (Friedman,

1998 yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988).


21

Tahap V: Keluarga dengan anak remaja

Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan

keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun dengan tugas

perkembangan antara lain menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab

ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri, memfokuskan kembali

hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan

anakanak. (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988).

Tahap VI: Keluarga yang melepaskan anak usia muda

Permulaan dari tahap kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama

meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah kosong”, ketika

anak terakhir meninggalkan rumah.Tugas perkembangan tahap ini adalah

memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang

didapatkan melalui perkawinan anak-anak, melanjutkan untuk memperbaharui

dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut

usia dan sakit-sakitan dari istri maupun suami. (Friedman, 1998 yang mengutip

dari Carter dan McGoldrick, 1988).

Tahap VII: Orang tua usia pertengahan

Tahap ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada

saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini memiliki tugas

perkembangan yaitu menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan,


22

mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan

para orang tua, memperkokoh hubungan perkawinan. (Friedman, 1998 yang

mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988).

Tahap VIII: Keluarga dalam masa pensiun dan lansia

Dalam Friedman (1998), yang mengutip dari Duvall dan Miller (1985)

menyatakan bahwa tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan

salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung

hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lain

meninggal. Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah:

a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.

c. Mempertahankan hubungan perkawinan.

d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.

e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.

f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan integrasi

hidup) (Friedman, 1998 yang mengutip dari Carter dan McGoldrick, 1988).

7. Model Konseptual Asuhan Keperawatan Keluarga

Meleis (1985), dalam Friedman (1998) menyatakan bahwa keperawatan

telah beranjak dari suatu bidang pekerjaan yang didasarkan pada teknik ke

disiplin ilmu dengan paradigma-paradigma atau kumpulan teori yang bersaing.


23

Meskipun semua teori keperawatan diawali dengan teori-teori yang berorientasi

pada individu dan menganggap keluarga hanya sebagai bagian dari konteks

pasien, para ahli dan teori lainnya telah menguraikan dan mendefinisikan ulang

teori keperawatan yang utama mereka cenderung meningkatkan fokus mereka

pada keluarga (Friedman, 1998 yang mengutip dari Whall, 1986).

Friedman (1998) menyebutkan bahwa lima dari teori dan model

keperawatan yang utama secara singkat diuraikan berkenaan dengan bagaimana

keluarga dimasukkan dalam model tersebut dan relevansi model terhadap

keperawatan keluarga.

a. Model Sistem dari Neuman Pada publikasi Neuman ia tidak membahas

keluarga. Dalam kompilasi akhir dari bab tentang model Neuman, disunting

oleh Neuman (1982), model tersebut diperluas yang berhubungan dengan

keluarga sehingga penerima asuhan keperawatan termasuk keluarga. Dua bab

dari naskah yang terakhir ini menerapkan model dari Neuman untuk sistem.

Keluarga dan terapi keluarga. Dalam bab ini keluarga diuraikan sebagai target

yang tepat baik untuk pengkajian dan intervensi primer, sekunder dan tertier.

Proses keperawatan digunakan sebagai penghubung antara teori keluarga dan

praktik keperawatan (Fawcett, 1984 yang dikutip oleh Friedman, 1998).

b. Model perawatan diri dari Orem Teori Orem tentang perawatan diri,

kurangnya perawatan diri. Sistem keperawatan berorentasi pada individu.

Individu (klien) dianggap sebagai penerima asuhan keperawatan yang


24

terutama. Keluarga dipandang sebagai faktor syarat dasar bagi anggota

keluarga (klien), atau sebagai konteks utama dimana individu berfungsi.

Perawat juga membantu pemberi perawatan yang tidak mandiri (anggota

keluarga dewasa yang merawat individu yang tidak mandiri) dan dalam

melaksanakan tugas ini mereka dianggap sebagai individu dari pada keluarga

atau subsistem keluarga (Orem, 1983, yang dikutip oleh Friedman, 1998).

Dalam Friedman (1998), Chin (1985) mengatakan bahwa satu alasan mengapa

terhadap kekurangan dari kemampuan penerapan model dan Orem pada

keluarga sebagai unit adalah syarat-syarat perawatan diri bagi keluarga

berbeda dengan untuk individu. Ia menyatakan bahwa fungsi universal dari

keluarga menjadi dasar untuk syarat perawatan diri keluarga.

c. Model sistem terbuka dari King Friedman (1981) yang mengutip dari Whall

(1986) menyebutkan bahwa dalam buku King tahun 1981, keluarga sudah

dibahas secara luas, King memandang keluarga sebagai sistem sosial dan

konsep utama dalam modelnya. Keluarga diperlakukan baik sebagai konteks

maupun klien. Dijelaskan bahwa “Teori pencapaian tujuan bermanfaat bagi

perawat bila terpanggil untuk membantu keluarga dalam memelihara

kesehatan mereka atau mengatasi masalah atau keadaan sulit”. King terus

menguraikan modelnya sebagai perawat untuk membantu anggota keluarga

menyusun tujuan untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan karena

model tersebut berorientasi pada sistem dan interaksi dengan perluasan isi

keluarga yang lebih jauh.


25

d. Model Adaptasi dari Roy Dengan menguraikan model adapatasinya dan

bagaimana keluarga dimasukkan, Roy menjelaskan bahwa keluarga dan juga

individu, kelompok, organisasi sosial, serta komunitas dapat dijadikan unit

analisis dan fokus perawatan, karena para perawat mengkaji orang sebagai

sistem yang adaptif, mereka perlu mengkaji keluarga bila keluarga merupakan

fokus perawatan “Intervensi keperawatan mempertinggi stimuli (fokal,

kontekstual dan residual) untuk meningkatkan adaptasi dari sistem keluarga”

(Roy, 1983, hal 275 dikutip oleh Friedman, 1998).

Dalam Friedman (1981), menurut Mc Cubbin dan Figley (1983), Roy

mengatakan bahwa masalah keperawatan melibatkan mekanisme koping yang

tidak efektif, yang menyebabkan respons yang tidak efektif, merusak

integritas individu tersebut, gagasan ini dapat diperluas hingga ke unit

keluarga, dimana pola koping keluarga yang tidak efektif menimbulkan

masalah-masalah yang berhubungan dengan fungsi keluarga.

e. Model Proses Kehidupan dari Roger Dalam teori Roger fokus dari

keperawatan adalah pada proses kehidupan umat manusia. Pada tahun 1983,

ia menegaskan bahwa model konseptualnya dapat diterapkan pada keluarga

sama seperti pada individu. Bagi Roger, keluarga dikonseptualisasikan

sebagai suatu bidang energi keluarga yang tidak bisa dikurangi, bersifat 4

dimensi, negentropik yang menjadi fokus studi dalam keperawatan

(Friedman, 1998).
26

Dalam Friedman (1998), menurut Whall (1981) secara jelas memperlihatkan

kongruensi dan aplikabilitas teori Roger untuk pengkajian keluarga yang

mengilustrasikan hal ini dengan menggunakan konsep Roger tentang saling

melengkapi, resonasi dan helicy untuk menguraikan sistem keluarga.

B. Keperawatan Kesehatan Keluarga

Menurut Bailon dan Maglaya (2016), dalam Friedman (1998), perawatan

kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang

ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat,

dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai saran/penyalur.

1. Keluarga sebagai unit pelayanan yang dirawat

Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan

keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota

keluarga dan akan mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan

mempengaruhi pula keluarga-keluarga disekitarnya atau masyarakat secara

keseluruhan (Effendy, 1995).

2. Alasan keluarga sebagai unit pelayanan

Dalam Effendy (1995), yang mengutip dari Friedman (1998)

menyatakan alasan keluarga sebagai unit pelayanan adalah:

a. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang

menyangkut kehidupan masyarakat.


27

b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah masalah kesehatan dalam

kelompoknya.

c. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila

salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan

berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

d. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien)

keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara

kesehatan para anggotanya.

e. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai

upaya kesehatan masyarakat.

3. Keluarga sebagai pasien

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam melihat keluarga sebagai

pasien ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan oleh perawat,

diantaranya adalah:

a. Setiap keluarga mempunyai cara unik dalam menghadapi masalah

kesehatan para anggotanya.

b. Memperhatikan perbedaan dari tiap-tiap keluarga, dari berbagai segi;

1) Pola komunikasi.

2) Pengambilan keputusan.

3) Sikap dan nilai-nilai dalam keluarga.

4) Kebudayaan.
28

5) Gaya hidup.

c. Keluarga daerah perkotaan akan berbeda dengan keluarga di daerah

pedesaan.

d. Kemandirian dari tiap-tiap keluarga.

4. Penyakit dan kemiskinan dalam keluarga

Dalam memberikan asuhan perawat terhadap keluarga, lebih ditekankan

kepada keluarga-keluarga dengan keadaan sosial perekonomian yang rendah.

Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan

berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena

ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah yang

mereka hadapi. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kebutuhan-

kebutuhan keluarga mereka terhadap gizi, perumahan, dan lingkungan yang

sehat, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Jelas kesemuanya itu

akan dengan mudah dapat menimbulkan penyakit (Effendy, 1995).

5. Pengambilan Keputusan dalam Perawatan Kesehatan Keluarga

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam mengatasi masalah

kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam

pemecahannya adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang

dituakan. Merekalah yang menentukan masalah dan kebutuhan keluarga.

Dasar pengambil keputusan tersebut adalah:

a. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.


29

b. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota

keluarga

c. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap

keluarga/anggota keluarga yang bermasalah

6. Beban Kasus Dalam Asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga

Effendy (1995) menyebutkan bahwa beban kasus keluarga (family case

load) adalah jumlah dan macam kasus dalam keluarga yang dibina oleh

seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Jumlah dan macam kasus dalam

keluarga dapat berubah setiap saat, apakah itu kasus keluarga baru atau

keluarga lama berkurang, keadaan ini sangat tergantung kepada masalah dan

kebutuhan keluarga akan asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat

yang melakukan asuhan perawatan kesehatan keluarga di suatu wilayah yang

menjadi tanggung jawabnya.

7. Keluarga Kelompok Resiko Tinggi

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan asuhan

perawatan kesehatan keluarga, yang menjadi prioritas utama adalah keluarga-

keluarga yang tergolong resiko tinggi dalam bidang kesehatan, meliputi:

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah

sebagai berikut:

1) Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.

2) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan

sendiri.
30

3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik/keluarga dengan penyakit

keturunan.

b. Keluarga dengan ibu dengan risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil:

1) Umur ibu (16 tahun atau lebih 35 tahun).

2) Menderita kekurangan gizi/anemia.

3) Menderita hipertensi.

4) Primipara atau multipara.

5) Riwayat persalinan dengan komplikasi.

c. Keluarga dimana anak menjadi risiko tinggi, karena:

1) Lahir prematur/BBLR.

2) Berat badan sukar naik.

3) Lahir dengan cacat bawaan.

4) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau

anaknya

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga:

1) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.

2) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering

timbul cekcok dan ketegangan.

3) Ada anggota keluarga yang sering sakit.

4) Salah satu orangtua (suami/istri) meninggal, cerai, atau lari

meninggalkan keluarga
31

8. Kesehatan Keluarga Sebagai Tujuan Keperawatan Kesehatan Keluarga

Peningkatan status kesehatan keluarga merupakan tujuan yang ingin

dicapai dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, agar

keluarga tersebut dapat meningkatkan produktivitasnya, bila produktivitas

keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga akan meningkat pula

(Effendy, 1995).

9. Tujuan Perawatan Kesehatan Keluarga

Effendy (1995) tujuan utama dalam memberikan asuhan perawatan

kesehatan keluarga adalah:

a. Tujuan umum:

Untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan

keluarga mereka sehingga dapat meningkatkan status kesehatan

keluarganya.

b. Tujuan khusus:

1) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah

kesehatan yang dihadapi oleh keluarga.

2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi

masalahmasalah kesehatan dasar dalam keluarga.

3) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang

tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggotanya.


32

4) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam mengatasi

masalah kesehatan anggota keluarganya.

5) Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu

hidupnya.

10. Tugas-Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,

keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya

dan saling memelihara. Friedman (1998) membagi tugas kesehatan yang harus

dilakukan oleh keluarga, yaitu:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembagalembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik

fasilitasfasilitas kesehatan yang ada (Effendy, 1995).

11. Perawatan Sebagai Sarana


33

Untuk dapat mencapai tujuan perawatan kesehatan keluarga, asuhan

keperawatan yang diberikan merupakan sarana yang digunakan untuk

mencapai tujuan tersebut. Hal itu sangat tergantung kepada perawat yang

memberikan asuhan keperawatan yang bermutu kepada keluarga dalam

mempengaruhi keluarga untuk lebih dapat mengenal dan melaksanakan tugas-

tugasnya dalam bidang kesehatan.

Dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap keluarga, perawat

tidak dapat bekerja sendiri, melainkan bekerja secara tim dan bekerja sama

dengan profesi lain untuk dapat mencapai tujuan asuhan perawatan keluarga.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat bekerjasama dengan

dokter, penilik kesehatan, ahli gizi, pekerja sosial dan sebagainya yang bekerja

sebagai tim untuk meningkatkan kesehatan keluarga (Effendy, 1995).

12. Peranan Perawat Dalam Memberikan Asuhan Perawatan Kesehatan

Keluarga

Effendy (1995) menyebutkan bahwa dalam memberikan asuhan

perawatan kesehatan keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan

oleh perawat antara lain adalah:

a. Memberikan asuhan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.

b. Pengenal/pengamat masalah dan kebutuhan kesehatah keluarga.

c. Koordinator Pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga.


34

d. Fasilitator, menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau dan

perawat dengan mudah menampung permasalahan yang dihadapi keluarga

dan membantu mencarikan jalan pemecahannya.

e. Pendidik kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk

merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat.

f. Penyuluh dan konsultan, perawat dan berperan dalam memberikan

petunjuk tentang asuhan perawatan dasar terhadap keluarga di samping

menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan keluarga.

13. Hambatan-Hambatan yang Sering Dihadapi dalam Memecahkan Masalah

Kesehatan Keluarga

Hambatan yang paling besar dihadapi perawat dalam memberikan

asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah:

a. Hambatan dari keluarga

1) Pendidikan keluarga yang rendah.

2) Keterbatasan sumber daya keluarga.

3) Kebiasaan yang melekat.

b. Hambatan dari perawat

1) Sarana dan prasarana yang tidak menunjang dan mencukupi.

2) Kondisi alam.

3) Kesulitan dalam berkomunikasi.

4) Keterbatasan pengetahuan perawat tentang kultur keluarga (Effendy,

1995).
35

14. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga

Menurut Effendy (1995) ada beberapa prinsip penting yang perlu

diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,

adalah:

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai

tujuan utama.

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai

peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat

melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah

dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah dan kebutuhan keluarga

dalam mengatasi masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan

preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

f. Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga

memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk

kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan.
36

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan

kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan

menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan

keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan

dasar/perawatan di rumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk risiko tinggi.

15. Langkah-Langkah Dalam Perawatan Kesehatan Keluarga

Dalam melaksanakan asuhan perawatan kesehatan keluarga ada

beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perawat, sebagai berikut:

a. Membina hubungan kerja sama yang baik dengan keluarga dengan cara:

b. Melaksanakan pengkajian untuk menentukan adanya masalah kesehatan

keluarga.

c. Menganalisa data keluaga untuk menentukan masalah-masalah kesehatan

keluarga.

d. Menggolongkan masalah kesehatan keluarga, berdasarkan sifat masalah

kesehatan keluarga;

e. Menentukan sifat dan luasnya masalah dan kesanggupan keluarga untuk

melaksanakan tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan.

f. Menentukan/menyusun skala prioritas masalah kesehatan dan keperawatan

keluarga dengan mempertimbangkan:


37

g. Menyusun rencana asuhan perawatan kesehatan dan perawatan keluarga

sesuai dengan urutan prioritas

h. Melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga sesuai dengan

rencana yang disusun.

i. Melaksanakan evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang

dilakukan.

j. Meninjau kembali masalah keperawatan dan kesehatan yang belum dapat

teratasi dan merumuskan kembali rencana asuhan keperawatan yang baru

(Effendy, 1995).
38

B. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KELUARGA

1. Pengkajian

Pengkajian data subyektif dan obyektif diperoleh dari data primer maupun

data sekunder. Data sekunder dapat dilakukan dengan studi dokumentasi, dengan

cara melihat data kesehatan keluarga yang ada di pelayanan kesehatan (misalnya

Pustu, Polindes, Puskesmas) maupun di Kelurahan. Data primer dapat diperoleh

melalui hasil wawancara/ anamnesis, pengamatan secara langsung dan pemeriksaan

kesehatan pada keluarga. Data-data yang diperlukan untuk pengkajian asuhan

keluarga terlampir pada format pengkajian asuhan keluarga.

2. Analisis

a. Analisis Data

Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis data adalah

bagaimana perkembangan kesehatan keluarga, keadaan lingkungan rumah dan

sosial budaya setempat.

b. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam asuhan keluarga adalah rumusan masalah

keluarga bukan merupakan rumusan permasalahan individu, sehingga rumusan

permasalahan kesehatan keluarga merupakan cermin dari kesehatan keluarga.

Hal yang harus diperhatikan untuk merumuskan permasalahan kesehatan

keluarga adalah bagaimanakah ancaman kesehatan (keadaan yang

memungkinkan terjadinya penyakit dalam keluarga), kegagalan dalam


39

memantapkan kesehatan (misalnya kegagalan pertumbuhan dan perkembangan),

keadaan kegawatdaruratan (misalnya perdarahan), serta 3K (Ketidaktahuan,

Ketidakmauan dan Ketidakmampuan) keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas

kesehatan.

c. Prioritas Masalah

Skala prioritas disusun dengan memperhatikan sifat permasalahan,

kemungkinan melakukan pencegahan, mengurangi atau menuntaskan

permasalahan, berat ringannya masalah untuk dilakukan pencegahan dan

dikurangi serta masalah mana yang memerlukan penanganan segera.

Perhitungan skala prioritas :

No. Kriteria Nilai Bobot


1. Sifat masalah 1
Skala :
Tidak/kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala :
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk diubah 1
Skala :
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala :
Masalah berat harus ditangani 2
40

Masalah yang tidak perlu segera ditangani 1


Masalah tidak dirasakan 0
Cara skoring :

 Tentukan skor untuk setiap kriteria

 Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot

 Jumlahkan skor untuk semua kriteria

 Skor tertinggi adalah 5


3. Perencanaan

Perencanaan merupakan sekumpulan tindakan yang akan dilakukan dalam

memecahkan masalah kesehatan pada keluarga, yang disusun secara sistematis,

berdasarkan teori dengan menitikberatkan pada keterlibatan keluarga. Perencanaan

disusun dalam bentuk rencana pelaksanaan (Plan of Action) penyelesaian masalah

di keluarga binaan.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan harus mengacu kepada perencanaan yang telah disusun.

Dalam melaksanakan tindakan harus melibatkan keluarga dengan memperhatikan

tingkat pendidikan keluarga, sumber daya yang ada, nilai/norma yang berlaku dalam

keluarga, sarana dan prasarana, serta penerimaan keluarga.

5. Evaluasi

Penilaian dilakukan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi terdiri

atas evaluasi struktur, proses dan hasil.


41

C. Konsep Permasalahan Keluarga

1. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

a. Pengertian

Menurut BKKBN metode kontrasepsi jangka panjang adalah alat

kontrasepsi untuk menunda, menjarangkan serta menghentikan kesuburan yang

digunakan dalam jangka panjang. Selain itu, MKJP lebih rasional dan

mempunyai efek samping sedikit (BKKBN, 2017).

b. Manfaat

Menurut BKKBN, 2017 metode kontrasepsi jangka panjang memiliki

beberapa manfaat:

1. Efektif mencegah kehamilan hingga 99%


2. Jangka waktu pemakaian lebih lama
3. Biaya terjangkau
4. Tidak mempengaruhi produksi ASI
5. Tidak ada perubahan fungsi seksual
6. Merencanakan kehamilan dan masa depan anak
7. Mencegah resiko kematian ibu pada saat melahirkan.
c. Jenis

Menurut BKKBN, 2017 metode kontrasepsi jangka panjang terdiri dari

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (IUD), Implan, Tubektomi dan Vasektomi.

Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis kontrasepsi jangka panjang:

1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/IUD


Keuntungan AKDR, menurut (Prijatni & Rahayu, 2016:187) sebagai berikut:
42

a. Sangat efektif, efektif segera seteah pemasangan, jangka panjang,


b. Tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan kenyamanan
hubungan seksual karena tidak takut untuk hamil
c. Tidak ada efek samping hormonal, tidak mempengaruhi kualitas dan
volume ASI,
d. Dapat dipasang segera setelah melahirkan/post abortus,
e. Dapat digunakan sampai menopause,
f. Tidak ada interaksi dengan obat-obat,
g. Membantu mencegah kehamilan ektopik
2. Implan atau Susuk (Norplant atau implant)
Menurut Prijatni & Rahayu, 2016:116, menyebutkan bahwa metode
implan merupakan metode kontrasepsi efektif yang dapat memberi
perlindungan 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk Jadena, Indoplant atau
Implanon, terbuat dari bahan semacam karet lunak berisi hormon
levonorgestrel, berjumlah 6 kapsul, panjangnya 3,4 cm, diameter 2,4 cm, dan
setiap kapsul berisi 36 mg hormon levonorgestrel, cara penyebaran zat
kontrasepsi dalam tubuh, yaitu progestin meresap melalui dinding kapsul
secara berkesinambungan dalam dosis rendah. Kandungan levonorgestrel
dalam darah yang cukup untuk menghambat konsepsi dalam 24 jam setelah
pemasangan (Prijatni & Rahayu, 2016:178).
d. Indikasi

Pada dasarnya indikasi untuk menjadi akseptor MKJP ialah bahwa

pasangan usia subur yang menghendaki kehamilan lagi dengan jarak waktu

tidak terlalu dekat , dan menggunakan KB yang penggunaannya dalam jangka

panjang dan tidak harus sering kembali ke sarana kesehatan untuk berKB, dan

pihak akseptor bersedia bahwa tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya.

e. Kontraindikasi
43

1. Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies


2. Infeksi traktus genetalia
3. Kelainan pada genetalia
4. Penyakit sistematik : penyakit-penyakit perdarahan, diabetes mellitus
5. Riwayat perkawinan, psikolog atau seksual yang tidak stabil.
6. Belum memiliki keturunan
7. Diduga sedang hamil (Handayani, 2010 : 169).
f. Keuntungan

1. Memiliki efektivitas yang tinggi, dari 1000 kehamilan hanya


2. ditemukan 6 akibat dari kegagalan pemakaian metode KB jangka panjang.
3. Sangat efektif karena tingkat kegagalan dalam penggunaannya sangat kecil.
4. Tidak akan mengganggu dalam melakukan hubungan seksual.
5. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat.
6. Kesuburan segera kembali apabila alat kontrasepsi dilepas seperti IUD dan
implant.
7. Dapat segera dipasang setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi).
8. Dapat digunakan sampai usia menopause.
9. Tidak ada interaksi dengan obat-obat an setelah pemasangan dalam jangka
panjang.
10. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
11. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI karena tidak bersifat
hormonal.
12. Lebih aman karena keluhan/efek samping dalam pemakaian kontrasepsi
jangka panjang ini lebih sedikit.
13. Hemat biaya karena tidak memerlukan tindakan yang dilakukan rutin
setiap bulan.
g. Kerugian
44

1. Akseptor harus memiliki izin dan persetujuan dari suami atau istri tanpa
ada paksaan dari orang lain
2. Dalam pemakaian kontrasepsi jangka panjang ini memerlukan waktu yang
banyak saat pemasangannya.
3. Terjadi perubahan pada siklus haid seperti bercak , lama haid serta
amenorea.
4. Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi menular seksual
termasuk AIDS.
5. Klien tidak dapat menghentikan atau melepas alat kontrasepsi tersebut sendiri
melainkan harus datang ke petugas medis untuk melepasnya.
6. Efektifitas alat kontrasepsi dapat menurun apabila menggunakan obat-obatan
tuberculosis (rifampisin) atau obat epilepsy (fenitoin dan barbiturate).
7. Adanya rasa tidak nyaman dalam jagka pendek setelah pemasangan dan
butuh penyesuaian.
8. Dilakukannya pembedahan kecil dengan anastesi lokal.
9. Setelah melakukan pemasangan alat kontrasepsi KB jangka panjang
seperti AKDR/IUD, implant, MOW/MOP terkadang bisa meninggalkan
bekas luka (Handayani, 2010 : 170)
h. Efektifitas

Angka keberhasilan amat tinggi (99%), Kegagalan MKJP umumnya


disebabkan oleh:
1. Terlepasnya alat kontrasepsi tanpa sepengetahuan klien
2. Pemasangan yang kurang tepat
3. MKJP dianggap gagal bila terjadi kehamilan (Handayani, 2010 : 170).
i. Komplikasi
45

Komplikasi MKJP antara lain adalah infeksi pada sayatan, rasa

nyeri/sakit, terjadinya hematoma oleh karena perdarahan kapiler,

terbentuknya granuloma pada MOW MOP. Komplikasi dari MKJP antara lain:

1. Komplikasi dapat terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat


setelah tindakan. Komplikasi ini selama prosedur dapat berupa
komplikasi akibat reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh penggunaan
lidokain atau manipulasi berlebihan terhadap anyaman pembuluh darah
disekitar vas deferensia.
2. Komplikasi pasca tindakan dapat berupa hematoma skrotalis, infeksi atau
abses pada testis, atrofi testis, atau peradangan kronik granulomadi tempat
insisi (Hartanto, 2014).
j. Tempat Mendapatkan Pelayanan

1. Rumah sakit
2. Puskesmas
3. BPM untuk pemasangan IUD dan IMPLANT (Hartanto, 2014).
46

2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

a. Pengertian

ISPA ( Infeksi saluran pernafasan akut ) adalah kumpulan penyakit infeksi

saluran pernapasan yang akut.

b. Penyebab

Umumnya disebabkan oleh kuman atau virus dengan faktor resiko :

 Tertular dari penderita ISPA .

 Daya tahan tubuh yang kurang

 Kurangnya sirkulasi udara dalam rumah

 Rumah kumuh

 Gizi yang kurang

c. Tanda & Gejala

 Batuk – batuk

 Demam yang tinggi Merasa dingin sampai mau menggigil

 Sakit kepala

 Lemah letih lesu

 Bersin – bersin

d. Komplikasi

 Bila menjalar keginjal akan menyebabkan infeksi ginjal .

 Bila mengenai jantung menyebabkan infeksi pada otot jantung

 Bila mengenai otak menyebabkan radang selaput otak


47

 Bila mengenai telinga menyebabkan infeksi pada telinga

e. Cara Penularan

 Air ludah , dahak , bersin orang yang menderita ISPA

 Udara yang kurang sehat ( Asap Pembakaran sampah )

f. Pencegahan

 Hindari pendekatan dengan penderita ISPA bila seseorang ada riwayat

penyakit dan daya tahan tubuh yang kurang

 Perbaiki sirkulasi / peredaran udara dalam rumah ( jendela dan ventilasi )

 Makan makanan yang banyak mengandung gizi seimbang contohnya : tinggi

protein ( Tempe , telur , tahu ) dan Buah - buahan .

 Hindari kelelahan dan bekerja terlalu berat

g. Cara Perawatan

 Bersihkan lubang hidung dengan kain bersih .

 Berikan obat batuk tradisional1 sendok jeruk nipis dicampur satu sendok

kecap manis , diminumkan pada anak 3-4 kali / hari .

 Bila anak demam / panas , berikan kompres dengan air biasa pada ketiak , lipat

paha atau seluruh badan

h. Tanda Bahaya Anak

 Anak tidak bisa minum

 Kejang

 Kesadaran menurun
48

 Nafas mengorok ( stridor )

 Berat badan anak menurun ( gizi buruk )

Bila terdapat salah satu tanda di atas , maka anak harus segera dibawa ke

petugas atau sarana kesehatan terdekat untuk mendapatkan pertolongan.


49

3. Hipertensi

a. Definisi

Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016), Hipertensi adalah

sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan

diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita

penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal,

dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur

paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap mengalami

hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Elizabeth

dalam Ardiansyah M., 2012).

b. Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016):

1) Elastisitas dinding aorta menurun


2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
50

c. Klasifikasi

Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A. 2016)


klasifikasi hipertensi adalah :

1) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg da n
diastolik 91-94 mmHg.
3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.
d. Manifestasi Klinis

Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan
gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1) Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah
tidak teratur.
2) Gejala yang lazim Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

e. Faktor Resiko

Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko

hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :


51

1) Faktor yang tidak dapat diubah :


a) Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak kandung/saudara
kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi lebih berisiko untuk terkena
hipertensi.
b) Usia Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita
meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
c) Jenis Kelamin Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada
wanita.
d) Ras/etnik Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri
hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada Kaukasia atau
Amerika Hispanik.
2) Faktor yang dapat diubah Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan
hipertensi antara lain yaitu :
a) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam
rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil
dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan
menyemptkan pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat
karena tekanan darah yang lebih tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y., 2013).
b) Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktifitas fisik merupakan
faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan
diperkirakan dapat menyebabkan kematian secara global (Iswahyuni, S.,
2017).
52

c) Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu
dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung
dipaksa memompa darah lebih kuat lagi agar darah sampai ke jaringan
mencukupi (Komaling, J.K., Suba, B., Wongkar, D., 2013). Maka dapat
disimpulkan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
d) Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi mempunyai
kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu zat yang dikatakan
meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein didalam tubuh manusia
bekerja dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari
reseptor adinosa didalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan tekanan
darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan
bertahan hingga 12 jam (Indriyani dalam Bistara D.N., & Kartini Y., 2018).
e) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam Garam merupakan
bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak. Konsumsi garam secara
berlebih dapat meningkatkan tekanan darah. Menurut Sarlina, Palimbong, S.,
Kurniasari, M.D., Kiha, R.R. (2018), natrium merupakan kation utama dalam
cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan cairan.
Natrium yang berlebih dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh
sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.
f) Kebiasaan konsumsi makanan lemak Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A.,
Rattu A.J.M., Punuh M.I, 2016), lemak didalam makanan atau hidangan
memberikan kecenderungan meningkatkan kholesterol darah, terutama lemak
hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian
dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.
53

f. Komplikasi

Komplikasi Hipertensi Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari

hipertensi adalah :

1) Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang.
Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan
terbentuknya aneurisma.
2) Infark Miokardium Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami
arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila
terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka
kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark.
3) Gagal Ginjal Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada
kapiler-kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke
unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine dan
terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada
penderita hipertensi kronik.
4) Ensefalopati Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna

(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi

disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan

mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat.

Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian.

Anda mungkin juga menyukai