Anda di halaman 1dari 7

SOAL

1. Jelaskan donor asi dan bank asi menurut perspektif hukum Islam? (Taslimah)
2.Jelaskan dari hubungan persusuan siapa sajakah orang yang tidak boleh dinikahi? {Rati}
3.Apakah donor ASI menjadi saudara sepersusuan? (Herliawati)
4. Apakah di perbolehkan memberikan asi kpd bayi yang bkn anak kandung? (Nurul
Hasanah)
5. Apa saja prinsip-prinsip syariah yang harus diperhatikan dalam pendirian dan operasional
Bank Asi? (Efredi Budiyansyah)
6. Bagaimana jika kelak terjadi pernikahan antar mahrom susuan? Jelaskan! (Amelia)
7. Apa hukum donor asi untuk keadaan normal dan darurat? (Misbahul Jannah)
8. Bagaimanakah struktur mahrom jika air susu yang diberikan kepada bayi-bayi itu adalah
campuran ASI dari banyak ibu? (Eka Inda Sari)
9. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam mengembangkan Bank ASI yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam? (Nanda)
10. Jelaskan asal usul terbentuknya bank asi..? ( Indah Putriana )

JAWABAN:
1. Donor ASI (Air Susu Ibu) dalam perspektif hukum Islam dapat diartikan sebagai tindakan
memberikan ASI kepada bayi yang bukan anak kandung atau bayi yang membutuhkan ASI dari
seorang ibu yang tidak terkait secara darah dengannya. Hukum Islam memberikan pandangan positif
terhadap tindakan donor ASI, dan dalam banyak kasus, dianggap sebagai perbuatan mulia dan
berpahala.
Pada dasarnya, istilah "Bank ASI" dalam perspektif hukum Islam mungkin merujuk pada suatu
lembaga atau program yang diorganisir untuk mengelola, mendistribusikan, atau memfasilitasi
pemberian ASI dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Bank ASI, dalam konteks ini,
bukanlah lembaga keuangan seperti bank konvensional, tetapi lebih kepada suatu entitas yang
berfokus pada pemberian ASI dan pengaturannya.

2. Dalam Islam, hubungan persusuan (raḍā'ah) menciptakan ikatan hukum antara seorang ibu
menyusui dan anak yang disusui olehnya. Golongan wanita yang haram dinikahi akibat
hubungan susuan ada delapan, yaitu:

- Ibu dari seseorang dari susuan dan nasab ke atasnya.


- Keturunan dari susuan dan nasab di bawahnya.
- Keturunan kedua orang tua dari susuan.
- Keturunan langsung kakek dan nenek dari susuan.
- Ibu mertua dan neneknya dari susuan dan nasab ke atasnya.
- Istri bapak, dan istri kakek dari susuan dan nasab ke atasnya.
- Istri anak, istri cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan, serta nasab di bawahnya.
- Anak perempuan istri dari susuan dan cucu perempuan dari anak-anaknya dan nasab di
bawahnya, jika istri telah digauli.
3. Dalam Islam, hubungan persusuan atau hubungan susuan terbentuk ketika seorang bayi
menerima ASI dari seorang wanita pada usia yang sangat muda, yaitu di bawah usia dua tahun.
Hubungan persusuan menciptakan ikatan hukum yang mirip dengan hubungan darah, sehingga orang-
orang yang memiliki hubungan persusuan dianggap sebagai saudara persusuan.

Dengan demikian, jika seorang bayi menerima ASI dari seorang wanita, maka secara
hukum Islam, mereka akan memiliki hubungan persusuan. Namun, penting untuk dicatat
bahwa status saudara persusuan ini tergantung pada kriteria-kriteria tertentu, termasuk usia
bayi saat menerima ASI.
Dalam konteks donor ASI, jika seorang ibu menyumbangkan ASI-nya untuk diberikan
kepada bayi lain, maka hubungan persusuan dapat terbentuk antara ibu yang
menyumbangkan ASI dan bayi yang menerima ASI tersebut, selama bayi tersebut menerima
ASI tersebut pada usia yang sangat muda, yaitu di bawah usia dua tahun.
4. Dalam Islam, memberikan ASI kepada bayi yang bukan anak kandung diperbolehkan dan
bahkan dianggap sebagai perbuatan mulia. Praktek memberikan ASI kepada bayi lain yang bukan
anak kandung disebut dengan "raḍā'ah" atau "tasmiyah." Rasulullah Muhammad SAW sendiri
memberikan panduan dan dorongan untuk praktek ini.

Ada riwayat-riwayat hadis yang mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan
izin bagi praktek ini dan bahkan menyarankan agar ibu yang melakukannya akan
mendapatkan pahala sebagai bentuk kebaikan dan kepedulian terhadap sesama. Dalam
konteks ini, hubungan persusuan atau hubungan susuan terbentuk, menciptakan ikatan hukum
di antara ibu yang memberikan ASI dan bayi yang menerimanya.
Namun, perlu diingat beberapa hal penting:
a. Proses ini sebaiknya dilakukan dengan kebersihan yang baik.
b. Penting untuk memastikan bahwa bayi yang menerima ASI tersebut memenuhi
kriteria usia yang diterima dalam hukum Islam, yaitu di bawah usia dua tahun.
c. Sumber ASI haruslah halal, yaitu berasal dari wanita yang halal dinikahi oleh bayi
yang menerima ASI tersebut.
Meskipun memberikan ASI kepada bayi yang bukan anak kandung diperbolehkan dalam
Islam, tetapi ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai batasan-batasan tertentu
dan hal-hal teknis terkait. Oleh karena itu, jika ada pertanyaan khusus atau kekhawatiran,
sebaiknya berkonsultasi dengan seorang ulama atau cendekiawan Islam yang dapat
memberikan pandangan yang lebih rinci sesuai dengan situasi konkret.
5. Pendirian dan operasional Bank ASI, seperti halnya lembaga keuangan lainnya, harus
memperhatikan prinsip-prinsip syariah agar sesuai dengan nilai-nilai Islam. Berikut adalah beberapa
prinsip syariah yang perlu diperhatikan dalam pendirian dan operasional Bank ASI:

a. Kebersihan dan Kesehatan:


 ASI yang dikumpulkan dan disalurkan harus berasal dari ibu yang sehat secara
fisik dan rohaniah.
 Proses pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi ASI harus memenuhi
standar kebersihan dan kesehatan yang tinggi.
b. Kehalalan:
 ASI yang dikumpulkan dan disalurkan harus berasal dari wanita yang halal
dinikahi oleh bayi yang menerima ASI tersebut.
 Tidak boleh terdapat pelanggaran terhadap ketentuan hukum Islam dalam
proses operasional Bank ASI.
c. Transparansi dan Akuntabilitas:
 Bank ASI harus menjalankan operasionalnya dengan transparan dan
akuntabel, menginformasikan dengan jelas kepada pihak yang terlibat
mengenai proses pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi ASI.
d. Tidak Ada Riba (Bunga):
 Prinsip riba harus dihindari dalam semua aspek operasional, termasuk dalam
pengelolaan dana dan pemberian insentif kepada ibu yang menyumbangkan
ASI.
e. Keadilan dan Pemerataan:
 Bank ASI sebaiknya berusaha untuk menyediakan akses ASI secara adil dan
merata kepada bayi-bayi yang membutuhkan tanpa diskriminasi.
f. Kepedulian Sosial:
 Bank ASI sebaiknya memiliki orientasi sosial yang kuat, dengan tujuan utama
memberikan manfaat kepada masyarakat dan bayi-bayi yang membutuhkan.
g. Konsultasi dengan Ahli Syariah:
 Bank ASI harus memiliki panel ahli syariah atau konsultan syariah yang dapat
memberikan panduan dan memastikan bahwa seluruh operasional sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
Penting untuk mencatat bahwa prinsip-prinsip syariah dapat bervariasi, dan sebaiknya
pendirian dan operasional Bank ASI dikonsultasikan dengan ahli syariah atau lembaga-
lembaga yang memiliki pengetahuan tentang syariah keuangan. Konsultasi ini dapat
membantu memastikan bahwa Bank ASI beroperasi sesuai dengan ketentuan syariah yang
berlaku.
6. Pernikahan antara mahram susuan, yaitu antara dua orang yang memiliki hubungan persusuan
atau hubungan susuan, dilarang dalam Islam. Hubungan persusuan menciptakan ikatan hukum yang
serupa dengan hubungan darah, sehingga orang-orang yang memiliki hubungan persusuan dianggap
sebagai mahram satu sama lain. Mahram adalah orang-orang yang dilarang menikah satu sama lain
menurut hukum Islam.

Jika terjadi pernikahan antara mahram susuan, pernikahan tersebut dianggap batal dan
tidak sah menurut hukum Islam. Hal ini berdasarkan pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW
dan prinsip-prinsip dasar syariah yang melarang pernikahan di antara orang-orang yang
memiliki hubungan mahram.
Penting untuk dipahami bahwa meskipun hubungan persusuan menciptakan mahram,
hubungan ini tidak dapat membatalkan atau menggantikan hubungan darah biologis. Dengan
kata lain, meskipun seorang wanita menyusui bayi dan menciptakan hubungan persusuan, itu
tidak menjadikan bayi tersebut sebagai anak kandung biologisnya. Oleh karena itu,
pernikahan antara mahram susuan tetap dianggap sebagai perkara yang melanggar hukum
Islam.
Sebagai langkah pencegahan, penting bagi masyarakat Muslim untuk memahami
hukum-hukum pernikahan dalam Islam dan menghindari pernikahan yang melibatkan
mahram susuan. Jika terdapat kekhawatiran atau situasi yang kompleks, sebaiknya
berkonsultasi dengan seorang ulama atau cendekiawan Islam yang kompeten untuk
mendapatkan pandangan dan nasihat yang lebih rinci sesuai dengan situasi konkret.
7. Dalam Islam, hukum donor ASI (Air Susu Ibu) dapat berbeda-beda tergantung pada
konteksnya, baik dalam keadaan normal maupun darurat. Sebagian besar ulama sepakat bahwa donor
ASI adalah suatu tindakan baik dan bermanfaat, terutama untuk membantu bayi yang membutuhkan
ASI. Namun, beberapa aspek dan kondisi tertentu perlu diperhatikan:

Donor ASI dalam Keadaan Normal:


 Penerima ASI: Penerima ASI haruslah bayi yang membutuhkan ASI dan tidak bisa
diberikan ASI oleh ibu kandungnya.
 Pemberi ASI: Ibu yang memberikan ASI secara sukarela sebaiknya sehat dan ASI-nya
harus memenuhi standar kebersihan dan kesehatan yang tinggi.
 Tujuan: Donor ASI dalam keadaan normal dianggap sebagai tindakan mulia dan
penuh kebaikan, dan bisa mendapatkan pahala dalam pandangan Islam.
Donor ASI dalam Keadaan Darurat:
 Perluasan Kriteria: Dalam keadaan darurat atau krisis kesehatan tertentu, kriteria
penerima ASI dan pemberi ASI dapat diperluas untuk memenuhi kebutuhan
mendesak.
 Kepentingan Kesehatan Bayi: Hukum Islam memberikan prioritas pada kesehatan dan
kehidupan bayi, sehingga donor ASI dapat diizinkan dengan mempertimbangkan
kepentingan kesehatan dan keselamatan bayi.
Penting untuk dicatat bahwa dalam hal donor ASI, prinsip-prinsip syariah yang perlu
diperhatikan melibatkan kebersihan, keadilan, dan kehalalan. Selain itu, konsultasi dengan
ulama atau cendekiawan Islam yang berkompeten sangat disarankan untuk mendapatkan
pandangan yang lebih rinci dan kontekstual sesuai dengan situasi tertentu.
Dalam banyak kasus, Islam mendorong tindakan kemanusiaan yang membantu sesama,
dan donor ASI yang dilakukan dengan itikad baik dan mematuhi prinsip-prinsip syariah dapat
dianggap sebagai tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
8. Penting untuk dicatat bahwa struktur mahram (keluarga terdekat yang diharamkan untuk
menikahi) tidak terbentuk melalui hubungan ASI yang diberikan oleh beberapa ibu. Hubungan
persusuan atau hubungan susuan dalam Islam terbentuk berdasarkan pemberian ASI oleh satu ibu
secara eksklusif kepada seorang bayi di bawah usia dua tahun. Jika ASI berasal dari beberapa ibu dan
diberikan kepada berbagai bayi, hubungan persusuan tidak terbentuk antara ibu-ibu tersebut dan bayi-
bayi tersebut.

Dalam konteks pemberian ASI yang melibatkan banyak ibu dan banyak bayi, setiap
ibu yang memberikan ASI tidak menjadi mahram bagi bayi-bayi yang menerima ASI
tersebut, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tidak terdapat hubungan mahram di antara mereka.
Namun, dalam praktek pemberian ASI dari donor-donor yang berbeda, penting untuk
memastikan bahwa ASI tersebut memenuhi standar kebersihan dan kesehatan yang tinggi.
Proses pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi ASI harus dilakukan dengan itikad baik
dan memperhatikan prinsip-prinsip syariah, seperti kehalalan dan kebersihan.
9. Mengembangkan Bank ASI yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dapat
dihadapkan pada sejumlah hambatan dan tantangan, seperti berikut:

a) Pemahaman Syariah:
 Keterbatasan pemahaman dan interpretasi syariah oleh para pelaku bisnis dan
regulator dapat menjadi hambatan. Penting untuk melibatkan ahli syariah yang
kompeten untuk memastikan bahwa setiap aspek operasional Bank ASI sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam.
b) Regulasi dan Kebijakan:
 Kondisi regulasi yang tidak mendukung atau kurang jelas untuk Bank ASI
sesuai syariah dapat menjadi kendala. Diperlukan kebijakan dan regulasi yang
jelas dan mendukung pengembangan lembaga keuangan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
c) Kesadaran Masyarakat:
 Tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan
syariah, termasuk Bank ASI, mungkin rendah. Kampanye edukasi dan
peningkatan kesadaran diperlukan untuk mendukung penerimaan dan
kepercayaan masyarakat terhadap inisiatif ini.
d) Infrastruktur dan Teknologi:
 Infrastruktur dan teknologi yang kurang mendukung dapat menjadi hambatan
dalam mengembangkan sistem dan layanan keuangan syariah. Perlu investasi
dalam teknologi yang memungkinkan operasional yang efisien dan sesuai
syariah.
e) Keuangan dan Pendanaan:
 Mendapatkan dukungan finansial dan pendanaan untuk proyek Bank ASI
syariah dapat menjadi tantangan, terutama jika pasar keuangan syariah belum
berkembang dengan baik di suatu wilayah atau negara.
f) Manajemen Risiko dan Keberlanjutan:
 Manajemen risiko dalam operasional Bank ASI syariah memerlukan keahlian
dan pemahaman yang mendalam terkait dengan prinsip-prinsip syariah. Selain
itu, memastikan keberlanjutan (sustainability) bisnis dalam jangka panjang
merupakan tantangan yang perlu diperhatikan.
g) Kolaborasi dan Kemitraan:
 Memperoleh dukungan dari berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga
pemerintah, lembaga keuangan, dan lembaga kesehatan, dapat menjadi
hambatan jika tidak terjalin kolaborasi yang baik dan kemitraan yang kuat.
h) Pemilihan Donor dan Penerima ASI:
 Menentukan kriteria yang sesuai syariah dalam pemilihan donor dan penerima
ASI, serta memastikan kehalalan dan kebersihan ASI, dapat menjadi tantangan
dalam operasional sehari-hari.
10. Asal usul pembentukan program pemberian ASI dapat bervariasi dan biasanya bermula
sebagai respons terhadap kebutuhan masyarakat, terutama bayi-bayi yang memerlukan ASI. Inisiatif
ini dapat dimotivasi oleh keinginan untuk mempromosikan kesehatan bayi, mendukung ibu yang tidak
dapat menyusui sendiri, atau mengatasi masalah krisis kesehatan tertentu.

Pada dasarnya, bank ASI, dalam arti konsep ini, muncul dari kebutuhan akan sistem
yang terorganisir untuk pengumpulan, penyimpanan, dan distribusi ASI dari ibu-ibu yang
menyumbangkan ASI ke bayi-bayi yang membutuhkan. Inisiatif ini mencoba untuk
menggabungkan nilai-nilai kemanusiaan, kepedulian sosial, dan prinsip-prinsip syariah Islam.
Walaupun istilah "bank ASI" digunakan untuk mendeskripsikan program semacam
ini, penting untuk dicatat bahwa strukturnya mungkin tidak seperti bank konvensional pada
umumnya. Lebih tepatnya, ini adalah istilah yang digunakan untuk menyoroti peran
pengelolaan dan distribusi ASI dengan pendekatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Pada umumnya, asal usul bank ASI ini terkait dengan kesadaran akan pentingnya ASI
untuk kesehatan bayi dan juga sebagai upaya untuk memastikan bahwa bayi-bayi yang
membutuhkan ASI dapat memperolehnya dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.

Anda mungkin juga menyukai