Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mita Marisa Nirditaranti

NIM : 52306130014
Tugas : Meresume bab Wacana

Wacana
A. Pengertian Wacana
Banyak dan berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian banyak
definisi dan yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang
lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran,
atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana
itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan
kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang
disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana
tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.

B. Alat Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara
lain, adalah:
1. Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan
paragraf dengan para- graf. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan
akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
2. Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan
menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang,
melainkan diganti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut menjadi
saling berhubungan.
3. Menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kali- mat yang sama yang terdapat kalimat yang
lain. Dengan elipsis, karena tidak diulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih
efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga dibuat dengan
bantuan pelbagai aspek semantik. Caranya, antara lain dengan:
1. Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu.
2. Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik.
3. Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat, atau isi antara dua buah
kalimat dalam satu wacana.
4. Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat, atau isi antara dua buah
kalimat dalam satu wacana.
5. Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
6. Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam
satu wacana.

C. Jenis Wacana
Dalam berbagai kepustakaan ada disebutkan berbagai jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari
mana wacana itu dilihat. Begitulah, pertama-tama dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan
dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan
wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik.
Selanjutnya, wacana prosa ini dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi wacana narasi,
wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceri takan
sesuatu topik atau hal; wacana eksposisi bersifat memaparkan topik atau fakta; wacana persuasi bersifat
mengajak, menganjurkan, atau melarang. dan Wacana Argumentasi bersifat memberi argumen atau
alasan terhadap suatu hal.

D. Subsatuan Wacana
Kalau isi wacana itu berupa masalah keilmuan yang cukup luas, diuraikan berdasarkan persyaratan
suatu karangan ilmiah, maka wacana itu akan menjadi sangat luas, mungkin bisa puluhan atau ratusan
halaman panjangnya. Jika demikian, maka biasanya wacana itu akan dibagi-bagi dalam beberapa bab;
setiap bab akan dibagi lagi atas beberapa subbab; setiap subbab disajikan dalam beberapa paragraf, atau
juga subparagraf. Setiap paragraf biasanya berisi satu gagasan atau pikiran utama, yang disertai dengan
sejumlah pikiran penjelas. Pikiran utama itu berwujud satu kalimat utama; dan setiap pikiran penjelas
berupa kalimat-kalimat penjelas.
Oleh karena itu, dalam hal wacana itu berupa karangan ilmiah, maka dapat dikatakan bahwa wacana
itu dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga
subparagraf. Namun, dalam, wacana-wacana singkat sub-subsatuan wacana itu tentu tidak ada.
Catatan Mengenai Hierarki Satuan
Urutan Hierarki itu adalah urutan normal teoris. Dalam praktek berbahasa banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan. Disamping urutan normal itu bisa dicatat adanya kasus
(1) pelompatan tingkat, (2) pelapisan tingkat, dan (3) penurunan tingkat.
Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya
yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa,
sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat di atasnya.
Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi unsur konstituen pada konstruksi yang
tingkatannya sama. Misalnya, kata dengar pada kata mendengarkan; frase mahasiswa tahun pertama pada
frase seorang mahasiswa tahun pertama; dan klausa sedang makan durian dalam klausa mahasiswa yang
sedang makan durian itu adalah adik saya.
Kasus penurunan tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang
tingkatannya lebih rendah dari tingkatan konstituen asalnya. Umpamanya, frase tidak adil yang men- jadi
konstituen dalam kata ketidakadilan; frase ikut serta yang menjadi unsur pada kata kompleks
mengikutsertakan; dan klausa anak mandi dalam frase anak yang sedang mandi itu.

Anda mungkin juga menyukai