Oleh : IZDIHAR
NPM 201013251009
Dosen Pembimbing :
FAJAR, SKM.,
M.KES NIDN:
1024058503
Pembimbing Lapangan :
UNTUNG SYAHID
ALI NIP: -
PROGRAM STUDI
KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN
(Fikes) UNIVERSITAS IBNU
SINA TAHUN 2023
LAPORAN MAGANG
Oleh : IZDIHAR
NPM 201013251009
Dosen Pembimbing :
FAJAR, SKM.,
M.KES NIDN:
1024.058.503
Pembimbing Lapangan :
UNTUNG SYAHID
ALI NIP: -
PROGRAM STUDI
KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN
(Fikes) UNIVERSITAS IBNU
SINA TAHUN 2023
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN
“Laporan magang ini telah diperiksa, disetujui, dan diseminarkan dihadapan Tim
Penguji Magang Program Studi Kesehatan Lingkungan
Fakultas Ilmu Kesehatan
ii
PERNYATAAN PENGESAHAN
Laporan magang ini telah diperiksa, disetujui, dan diseminarkan dihadapan Tim
Penguji Magang Program Studi Kesehatan Lingkungan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan dan Keselamatan KerjaFakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Ibnu Sina
iii
BIODATA
Pendidikan
Pekerjaan : Mahasiswa
Organisasi :-
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikaum.Wr.Wb
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun laporan magang ini yang
berjudul “GAMBARAN KEPATUHAN PROSEDUR KESEHATAN
LINGKUNGAN SEBELUM AKTIVITAS SANBLASTING DI PT X
TAHUN 2023” dengan tujuan untuk dapat melengkapi tugas laporan magang Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Ibnu Sina dengan program studi Kesehatan Lingkungan.
Pada kesempatan ini penyusun ingin meyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Drg. Andi Tenri Ummu selaku Ketua Yayasan Ibnu Sina Batam.
2. Dr. Haji Mustaqim Syuaib, SE., MM selaku Rektor Universitas Ibnu Sina.
3. Fitri Sari Dewi SKM, M.KKK selaku Dekan FIKes Universitas Ibnu Sina.
4. Fajar, SKM., M.Kes selaku Ketua Prodi Kesehatan Lingkungan dan Dosen
Pembimbing Magang penulis yang telah memberikan bimbingan dalam
pembuatan laporan magang ini
5. Untung Sahid Ali, S.Km selaku pembimbing lapangan penulis yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi selama magang.
6. Suhendi Junianto A. Md. Kep Selaku HSE GAS PRO BATAM yang telah
banyak mengajarkan penulis selama di lapangan.
7. Stefanus Handri selaku senior Hse Inspector lead MEDCO yang memberi
arahan kepada penulis di lapangan.
8. Bepo sartono Hse supervisor Hanocem yang telah memberikan penulis
semangat motivasi selama di lapangan.
9. Pihak PT yang telah memberikan izin kepada kami untuk melaksanakan
magang.
v
10. Seluruh Dosen Fikes UIS yang telah memberikan ilmu dan masukan yang
sangat berguna bagi kami.
11. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta masukan
selama pelaksanaan magang dan pembuatan laporan.
Laporan magang ini disusun dengan sebaik-baiknya namun masih terdapat
kekurangan di dalam penyusunan laporan magang ini, oleh sebab itu saran dan
kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat diharapkan, tidak lupa
harapan kami semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat menambah
wawasan bagi pembaca.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
PERNYATAAN PERSETUJUAN.....................................................................ii
PERNYATAAN PENGESAHAN......................................................................iii
BIODATA............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR..........................................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiii
KATA PENGANTAR............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Tujuan....................................................................................................32
vii
1.2 Manfaat..................................................................................................33
2.1.4 Kepatuhan..............................................................................................37
3.2 Metodologi..............................................................................................56
viii
3.2.2 Data Primer............................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pengelolaan lingkungan hidup, secara sektoral dilakukan oleh
departemen/lembaga non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan
tanggung jawab masing-masing.
Menurut catatan World Health Organization (WHO), 45% penduduk
dunia dan 58% penduduk yang berusia di atas sepuluh tahun tergolong
tenaga kerja. (Suyono and Nawawinetu 2013). Diperkirakan dari jumlah
tenaga kerja di atas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan
bahaya fisik, kimia, biologi, dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan
ergonomi yang melebihi kapasitasnya termasuk pula beban kerja psikologis.
Berdasarkan statistic dari International Labour Office, 120 juta kecelakaan
kerja terjadi setiap tahunnya di tempat kerja di seluruh dunia (Dwijayanti
2018)
Menurut (Notoatmodjo, 2014) pengetahuan sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian persepsi terhadap obyek Pekerja yang memiliki
pengetahuan rendah akan cenderung mengabaikan bahaya apa saja yang
dapat timbul pada saat di bekerja dan tidak melaksanakan prosedur kerja
dengan baik karna pengetahuan mempengaruhi perilaku seseorang dan
factor lingungan ini bisa mempengaruhi factor personal dan kemudian
factor personal mempengaruhi kepatuhan.
Menurut Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 mengatur
upaya kesehatan lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat dari aspek fisik, kimia, biologi, dan social
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 juga menjadi
acuan utama dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan di berbagai
kegiatan di seluruh wilayah Indonesia upaya kesehatan lingkungan
bertujuan untuk mencegah penyakit dan gangguan kesehatan akibat faktor
risiko lingkungan, termasuk faktor risiko kimia Peraturan tersebut juga
menetapkan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan yang harus dipenuhi oleh pengelola, penyelenggara, atau
penanggung jawab lingkungan. Selain itu, pembinaan dan pengawasan
3
terhadap penyelenggaraan kesehatan lingkungan dilakukan oleh pemerintah
dan institusi terkait sesuai denganj kewenangan masing-masing dengan
demikian, ketentuan tentang kesehatan lingkungan akibat bahaya kimia
diatur secara komprehensif dalam peraturan-peraturan kesehatan di
Indonesia, yang mencakup upaya pencegahan penyakit dan gangguan
kesehatan akibat faktor risiko kimia serta standar baku mutu kesehatan
lingkungan yang harus dipatuhi oleh pihak terkait.
menurut ISO 14001 adalah sistem manajemen lingkungan yang telah
diadopsi oleh pemerintah Republik Indonesia ke dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 juga menekankan pentingnya
menentukan aspek lingkungan yang relevan dengan kegiatan perusahaan,
mengevaluasi kriteria lingkungan, dan mengelola aspek lingkungan yang
signifikan. Standar ini membahas kebijakan lingkungan, perencanaan,
implementasi dan operasi, peninjauan manajemen, serta perbaikan
berkelanjutan.
Oleh sebab itu penulis merasa perlu meninjau terhadap kepatuhan
Kesehatan lingkungan sebelum adanya aktivitas blasting karna jika sebelum
aktivitas itu di optimalkan secara baik penulis merasa tidak akan ada efek
atau meminimalisir kejadian yang akan terjadi.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk memberikan
gambaran yang akan digunakan untuk membuat laporan magang berupa
“GAMBARAN KEPATUHAN PROSEDUR KESEHATAN
LINGKUNGAN SEBELUM AKTIVITAS SANBLASTING DI PT X
TAHUN 2023”
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran kepatuhan Kesehatan Lingkungan
sebelum Aktivitas Sanblasting Di PT X Tahun 2023
3
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran prosedur sebelum aktivitas
Sanblasting
2. Untuk mengetahui gambaran tempat proses sanblasting
3. Untuk mengetahui gambaran penggunaan pasir granet pada
aktivitas sanblasting.
1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi tentang sistem penerapan Prosedur Kesehatan
Lingkungan Sebelum Adanya Aktivitas Blasting.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
3
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) daripada
perilaku yang tidak didasarioleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalammembentuk tindakan
seseorang dalam halini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan (Notoadmojo, 2014) .
1. Know (Tahu)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalampengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Comprehension (Memahami)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadapobjek yang dipelajari.
3. Aplication (Aplikasi)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum- hukum,
rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
4. Analysis (Analisis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
3
5. Synthesis (Sintesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan
yang telah ada.
6. Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakankriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.3 Lama Kerja
Menurut Rudiansyah (2014;44) adalah “lamanya seorang
karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu dan
menghasilkan penyerapan dari berbagai aktivitas manusia.” Semakin
berpengalaman seorang karyawan maka akan semakin membantu
perusahaan untuk menghasilkan kinerja atau output yang lebih banyak.
Sedangkan Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (2013) Masa Kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman
individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam perkerjaan dan
jabatan) .
Menurut Melati (2013:47) Masa kerja adalah panjangnya
waktu terhitung mulai pertama kali masuk kerja hingga saat penelitian.
Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu
mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga
berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya
disebabkan oleh suatu sebab tunggalseperti terlalu kerasnya beban 28
kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya
pada suatu masa yang panjang.
3
Kesimpulannya masa kerja merupakan lamanya seorang karyawan
bekerja pada suatu perusahaan yang dimana lama bekerjanya seseorang,
akan lebih berpengalaman dan bisa untuk memajukan perusahaan tersebut
dalam bidang ekonomi ataupun kinerja karyawannya..
2.1.4 Kepatuhan
Menurut Meriam–Webster dalam (Salim, 2006)kepatuhan sebagai
tindakan atau proses untuk menurut atas perintah, keinginan, atau
paksaan terhadap sesuatu aturan. Kepatuhan mengikuti prosedur
keselamatan merupakan salah satu bentuk perilaku keselamatan. Menurut
(Geller, 2001) , perilaku keselamatan secara sederhana dapat dibedakan
bahwa perilaku ditempat kerja meliputi perilaku berisiko (at-risk
behavior) dan perilaku aman (safe behavior). Dalam upaya untuk
meningkatkan keselamatan kerja, maka perilaku berisiko dapat dicegah
dan perilaku aman berkaitan dengan aspek-aspekdalam faktor orang dan
faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut dan faktor perilaku yang saling
terkait. Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku keselamatan.
Kepatuhan dalam mengikuti prosedur operasi atau prosedur kerja
memiliki peran penting dalam menciptakan keselamatan di tempat kerja,
sebagai contoh adanya perilaku (tindakan) tidak aman yang sering
ditemukan di tempat kerja pada dasarnya merupakanperilaku tidak patuh
terhadap prosedur operasi atau kerja.Prosedur.
2.2 Prosedur
2.2.1 Pengertian Prosedur
Prosedur Prosedur tidak hanya melibatkan aspek financial saja,
tetapi aspek manajemen juga memiliki peranan penting. Maka setiap
perusahaan memerlukan suatu prosedur yang utusan yang diambil harus
tepat, efektif dan efisien agar perusahaan tidak mendapat kerugian dan
konsumen tidak dirugikan. Beberapa pengertian prosedur menurut para
ahli, yaitu:
a. Menurut Mulybaik untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitas
3
operasional sehingga kepadi (2010:5) prosedur adalah suatu kegiatan
clerical, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu department atau
lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi
perusahaan yang terjadi berulang-ulang.”.
b. Menurut Zaki Baridwan (2011:30) prosedur merupakan suatu
urutanurutan pekerjaan kerani (clerical), biasanya melibatkan beberapa
orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya
perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang
sedang terjadi.
c. Pengertian prosedur menurut Ida Nuraida (2018:35), yang menyatakan
bahwa “prosedur menunjukkan cara pelaksanaan pekerjaan dari suatu
tugas yang terdiri atas satu atau lebih kegiatan yang bersifat tulis menulis
oleh seorang pegawai sehingga serangkaian metode yang disatukan akan
membentuk suatu prosedur.” Pendapat Ida Nuraida tersebut jika dipahami,
bahwa prosedur adalah suatu cara, dimana pembuatan cara tersebut
dipersiapkan untuk jangka waktu mendatang dan bisa jadi akan digunakan
secara terus menerus jika cara tersebut dapat dipergunakan secara efektif
dan efisien. Suatu cara di atas berisikan aturan atau pedoman untuk
melakukan aktivitas-aktivitas pekerjaan dalam rangka untuk mencapai
suatu tujuan organisasi. Dari keterangan tersebut maka bisa disimpulkan
bahwa Prosedur merupakan serangkaian aksi yang spesifik, tindakan atau
operasi yang harus dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang baku
(sama) agar selalu memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang sama,
semisal prosedur kesehatan dan keselamatan kerja, prosedur masuk
sekolah, dan sebagainya.
3
kerja tidak menderita penyakit akibat kerja dan tidak mengalami
kecelakaan pada saat kerja. Dalam pengendalian bahaya di lingkungan
kerja dapat dilakukan berbagai program intervensi atau kegiatan yang bisa
dipilih berdasarkan 5 tahapan pengendalian sebagai berikut (ILO, 2013):
1. Eliminasi
Yaitu pengendalian bahaya dengan cara menghilangkan sumber bahaya
yang berasal dari berbagai faktor lingkungan kerja sehingga jika sumber
dihilangkan maka dapat ditiadakan potensi bahayanya. Contoh
kegiatannya antara lain berupa penghentian proses kerja yang berbahaya,
menghilangkan bahan kimia berbahaya atau penghentian penggunaan
mesin sumber kebisingan.
2. Substitusi
Yaitu metode pengendalian bahaya melalui penggantian bahan,
peralatan/mesin dan proses produksi. Metode ini merupakan salah satu
cara terbaik untuk mengatasi paparan bahaya kerja yang ada, misalnya
berupa penggantian bahan, alat atau cara kerja yang bahaya dengan kurang
berbahaya. Misalnya mengganti bahan produksi bentuk serbuk dengan
bentuk pasta, proses menyapu diganti vakum, atau pengecatan spray
diganti dengan pencelupan
3. Pengendalian Teknik
Yaitu modifikasi/rekayasa teknik yang diterapkan terhadap lingkungan
kerja maupun sarana/peralatan/mesin di ruang kerja. Beberapa contoh
kegiatan tersebut antara lain:
1. Isolasi, yaitu sumber bahaya dan penerima diisolir menggunakan
penghalang (barrier) sehingga bahaya dapat diisolasi di suatu titik saja
2. Pengaturan ventilasi, misalnya dalam upaya pengendalian bahan
Pemeliharaan mesin dan peralatan kerja yang terencana dan
diimplementasikan dalam program kerja secara rutin Pengembangan
program hygiene dan sanitasi lingkungan yang terintegrasi dengan baik
Pemisahan lokasi pencemar udara ruang kerja yang berbentuk gas, uap
atau debu dilakukan rekayasa ventilasi dengan pemasangan local exhaust
3
ventilation di ruangan untuk menangkap uap kimia berbahaya dari
sumbernya langsung sehingga menghindarkan paparan bahaya terhadap
tenaga kerja.
3. Penggunaan metode basah untuk menghilangkan bahaya paparan debu
terhadap tenaga kerja dengan cara menyiram sumber debu yang terdapat
pada lantai dan dinding di lingkungan kerja. Teknik ini antara lain dapat
diterapkan pada industri pengecoran logam di mana dapat disemprotkan
air bertekanan tinggi pada tempat semburan debu logam untuk
membersihkan cetakan.
4. Pemasangan alat pelindung mesin
5. Pemasangan alat sensor otomatis
4. Pengendalian Administratif
Yaitu pengaturan sistem kerja untuk meminimalkan interaksi pekerja dari
paparan bahaya di tempat kerja. Contoh kegiatannya antara lain:
1. Pengaturan jam kerja, shift kerja dan rotasi kerja
2. Pengembangan SOP/prosedur kerja
3. Penyusunan Contingency Plan sebagai dasar penanggulangan bahaya
dan sistem tanggap darurat terhadap potensi bahaya dan risiko di
lingkungan kerja
4. Edukasi, pelatihan dan sosialisasi cara kerja yang aman
5. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Yaitu penggunaan berbagai alat pelindung diri sesuai target organ tubuh
tenaga kerja yang terpapar bahaya. Upaya ini merupakan alternatif terakhir
dalam pengendalian bahaya apabila tidak dapat diterapkan metode
pengendalian lainnya atau jika dibutuhkan tambahan perlindungan yang
lebih ketat untuk menghindari bahaya di lingkungan kerja. Organ tubuh
yang biasanya rentan memerlukan perlindungan antara lain mata, telinga,
kulit dan saluran pernafasan. Jenis alat pelindung diri (APD) yang
direkomendasikan disesuaikan potensi jenis bahaya di masing-masing
tempat kerja. Penyediaan APD umumnya banyak dipilih karena dapat
dengan segera dilaksanakan sedangkan eliminasi atau alternatif
4
pengendalian bahaya lainnya akan memerlukan waktu yang lebih lama
meskipun memiliki dampak pengendalian yang lebih besar.
Penggunaan APD lebih difokuskan untuk keselamatan pekerja secara
individu sedangkan eliminasi dan substitusi akan menyangkut keselamatan
dan kenyamanan tempat kerja kerja secara menyeluruh dan komprehensif.
APD merupakan kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja untuk
melindungi pekerja dari bahaya/risiko di lingkungan kerja sesuai dengan
Standard Operation Procedure (SOP) yang diterapkan oleh masing-masing
tempat kerja. Syarat APD yang baik yaitu nyaman digunakan, memberikan
perlindungan efektif terhadap bahaya dan tidak mengganggu pelaksanaan
aktivitas kerja oleh pekerja.
Apabila alternatif penggunaan APD ini dipilih sebagai program
pengendalian bahaya di lingkungan kerja oleh perusahaan/tempat kerja,
maka perusahaan wajib menyediakan APD untuk seluruh pekerja yang
menjadi sasaran program tersebut, serta mensosialisasikannya kepada
semua pihak terkait didukung peraturan/kebijakan tertulis tentang
kewajiban penggunaan APD di tempat kerja. Unsur-unsur terkait
penggunaan APD meliputi pekerja, pengusaha dan tempat kerja harus
dapat bersama-sama mendukung keberhasilan implementasi tersebut
(Buntarto, 2015)
Hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja sebagaimana
dijelaskan di atas dapat diringkas dalam ilustrasi gambar 1.1 berikut ini:
4
Gambar 1.1: Hirarki Pengendalian Bahaya di Lingkungan Kerja
1. Kelemahan
4
b. Menimbulkan pencemaran debu jika pengoperasian
sandblasting dilakukan di udara terbuka
2. Kelebihan
4
Gambar 2. Kompresor Listrik
4
Gambar 4. Bak Pasir
Gambar 5. Selang
4
4. Nozel, adalah perangkat terakhir untuk menyemprotkan
pasir bertekanan untuk pengerjaan sandblasting. Diameternya
adalah 0,25 inchi setara dengan 0,635 cm, dengan bahan dasar
alumunium dan cor. Dalam proses sandblasting jarak nozel ke
plat ± 40- 50 cm. Berikut adalah contoh gambar nozel yang
digunakan untuk proses sandblasting.
Gambar 6. Nozzel
4
Gambar 7. Ilustrasi Sanblasting
4
sebelum dan selama di beri tekanan udara. Pasir yang digunakan
untukmembersihkan 1m2 plat adalah 25-35 kg pasir.
4
Gambar 8. Alat Keselamatan Sandblasting
a. Blast helmet atau helm khusus sanblast. Blast helmet dapat
melindungi bagian wajahpekerja.
b. Respirator atau alat bantu penafasan, karena blast helmet
adalah helm full face yang menutupi seluruh bagian muka,
maka harus dilengkapi dengan respirator agar sirlukasi udara
dalam helm juga dapat terjadi dengan baik.
c. Ear protection atau pelindung telinga, berbentuk seperti
headset dengan ujung karet, fungsinya untuk melindungi
indra pendengaran dari suara bising yang dihasilkan oleh
pengerjaan sandblasting.
d. Blast suit atau wearpak. Wearpak biasanya dibuat dari kain
yang berkualitas tinggi. Wearpak digunakan untuk
melundungi bagian tubuh agar tidak terkena pantulan pasir.
Namun jika anda tidak memiliki wearpak gunakanlah baju
panjang dan celana panjang yang memiliki bahan yang tebal
dan tidak mudah ditembus pasir.
e. Glove atau sarung tangan. Penggunaan sarung tangan sangat
4
efektif dalam melindungi tangan agar tidak terkena pantulan
pasir.
5
2.3.1 Sertifikat
Sertifikasi adalah proses penilaian untuk mendapatkan
pengakuan atas komepetensi dan kemampuan dari seseorang, untuk
memenuhi persyaratan perundang-undangan melalui uji kompetensi
(Nursyirwan & Moedjiman, 2007). Sertifikasi merupakan suatu proses
penilaian dimana kompetensi dan kemampuan profesi keahlian dan
keterampilan di bidang jasa konstruksi seperti disiplin keilmuandan atau
keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu.
Kompetensi merupakan salah satu akar permasalahan yang ada dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi. Kompetensi sumber daya manusia yaitu
tenaga ahli dan terampil tentunya memerlukan persyaratan-persyaratan
baku. Tujuan sertifikasi adalah untuk memberikan jaminan terhadap
keterampilan, kualitas dan kemampuan kerja dari tenaga kerja konstruksi,
sehingga mampu menghasilkan produk konstruksi yang memenuhi
standar kualitas yang telah ditetapkan.
2.3.2 Inspeksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan hasil studi
lapangan (wawancara) Inspeksi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap
suatu produk, apakah produk itu baik atau rusak ataupun untuk penentuan
apakah suatu lot dapat diterima atau tidak berdasarkan metode &
standart yang sudah ditentukan
2.3.3 Perbaikan
Dalam pengorganisasian pekerjaan perawatan, perlu diselaraskan secara
tepat antara faktor-faktor keteknikan, geografis dan situasi personil yang
mendukung. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan
departemen perawatan adalah:
a. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan perawatan akan menentukan
karakteristik pengerjaan dan jenis pengawasan. Jenis-jenis
pekerjaan perawatan yang biasanya dilakukan adalah : sipil,
5
permesinan, pemipaan, listrik dan sebagainya.
b. Kesinambungan Pekerjaan Jenis pengaturan pekerjaan yang
dilakukan di suatu perusahaan/industri akan mempengaruhi jumlah
tenaga perawatan dan susnan organisasi perusahaan. Sebagi contoh,
untuk pabrik yang melakukan aktifitas pekerjaan lima hari kerja
seminggu dengan satu shift, maka program perawatan preventif
dapat dilakukantanpa menganggu kegiatan produksi dimana
pekerjaan perawatan bisa dilakukan diluar jam produksi. Berbeda
halnya dengan aktifitas pekerjaan produksi yang kontinyu ( 7 hari
seminggu, 3 shift sehari) maka pekerjaan perawatan harus diatur
ketika mesin sedang berhenti beroperasi.
c. Situasi Geografis Lokasi pabrik yang terpusat akan mempunyai
jenis program perawatan yang berbeda jika dibandingkan dengan
lokasi pabrik yang terpisah-pisah. Sebuah pabrik besar dan
bangunannya tersebar akan lebih baik menerapkan program
perawatan lokal masing-masing (desentralisasi), sedangkan pabrik
kecil atau lokasi bangunannya berdekatan akan lebih baik
menerapkan sistem perawatan terpusat (sentralisasi).
d. Ukuran Pabrik Pabrik yang besar akan membutuhkan tenaga
perawatan yang besar dibandingkan dengan pabrik yang kecil,
demikian pula halnya bagi tenaga pengawas.
e. Ruang lingkup bidang perawatan pabrik Ruang lingkup pekerjaan
perawatan ditentukan menurut kebijaksanaan manajemen.
Departemen perawatan yang dituntut melaksanakan fungsi primer
dan sekunder akan membutuhkan supervisi tambahan, sedangkan
departemen perawatan yang fungsinya tidak terlalu luas akan
membutuhkan organisasi yang lebih sederhana.
f. Keterandalan tenaga kerja yang terlatih Dalam membuat program
pelatihan, dipertimbangkan terhadap tuntutan keahlian dan
keandalan pada masing-masing lokasi yang belum tentu sama
5
2.3 Kesehatan Lingkungan Industy
2.4.1 Lingkungan Industry
Dalam kepustakaan public health, istilah kesehatan lingkungan
disebut environment health. Pada mulanya, dalam perkembangan ilmu
kesehatan, istilah enwronmenf menyangkut environment sanitations,
hyg/ene atau parsonel hygiene yang membatasi terhadap semua usaha
yang bertujuan untuk mengadakan pencegahan ataupun penolakan
terhadap faktor-faktor hidup yang dapat menimbulkan suatu penyakit
secara epidemologis (Surabaya: Karya Anda, 19840) Lingkungan ini
secara garis besar dibagi menjadi lima :
1. Lingkungan fisik sebagai media lingkungan yang mati, atau non
biotis.
2. Lingkungan biologis yang hidup (biotis), seperti dunia fauna dan
flora kita.
3. Lingkungan spsial ekonomi.
4. Lingkungan sosio kultural.
5. Lingkungan sosio politis.
Dalam perkembangan berikutnya, konsep environment health telah
mencakup pengertian dan lingkup yang lebih luas, tidak terbatas pada
materi hygeine saja tetapi terhadap semua sistem-sistem pencegahan,
monitoring, langkah-langkah pengamanan, dan lain sebagainya.
Environment health meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau
setldak-tidaknya menguasai faktor lingkungan yang dapat menimbulkan
penyakit, melalui kegiatan wafersanitation, food sanitation, sewarage and
excrete dis posal, airsanitation, vectorandrodent controle, I'-ygier.e
perumahan dan halaman. Kegiatan kegiatan Itu kemudian dalam
perkembangan environment health digunakan sebagai dasar dasar dan
diperluas untuk memenuhi lapangan atau kesefiatan lingkungan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa environment health
atau kesehatan lingkungan mengandung pengertian kesatuan ruang yang
berkualitas sejahtera jasmani, rohani, dan soslal serta penerapan prinsip-
5
prinsip usaha preventif untuk meniadakan atau setidaktidaknya menguasai
faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit.
Dalam Penjelasan Pasal 22 ayat(1) UUK dijelaskan, kesehatan
lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, yang dapat dilakukan, antara lain, melalui
peningkatan sanitasi lingkungan, baik pada lingkungan tempatnya maupun
terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa fisik, kimiawi, atau
biologis, termasuk perubahan perilaku. Kualitas lingkungan yang sehat
adalah keadaan lingkungan yang bebas dari risiko yang membahayakan
kesehatan dan keselamatan hidup manusia
Dalam Pasal 22 ayat (2) dijelaskan, kesehatan lingkungan
dilaksahakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan
kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya. Lingkungan kerja yang
dimaksud misalnya perkantoran, kawasan industri atau yang sejenisnya.
Kesehatan lingkungan keija diselenggarakan agar setiap pekerja dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan
dengan program perlindungan tenaga kerja. Dengan demikian kesehatan
lingkungan kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kapasitas kerja,
beban kerja, dan lingkungan kerja.
5
lingkungan kerja pada khususnya. Kedua, adapun materinya (sistem
pengendalian kesehatan lingkungan kerja dan pekerja) dapat diiakukan
beberapa langkah altematif sebagai berikut.
a. Pembinaan/penyuluhan terhadap perusahaan/tempat kerja, tenaga
kerja dan pengguna produk jasa teruraama disektor yang rawan
kecelakaan.
b. Penyebar luasan kegiatan dengan 2 cara:
1) langsung (pembentukan badan panitian triparteit yang terdiri
dari perwakilan struktur pemerintah, perusahaan, dan pekerja atau
masyarakat;
2) tidak langsung, melalui media cetak, radio, televisi dll.
c. Evaluasi
5
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.2 Metodologi
kesehetan lingkungan.
5
3.2.2 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan :
a. Mengadakan observasi langsung mengenai
pelaksanaan programkesehatan lingkungan kerja di lapangan.
b. observasi dengan supervisor Sanblasting terhadap dengan
proses kerja.
3.2.3 Data Sekunder
Dilakukan untuk memperoleh pengetahuan secara teoritis dengan
membaca literatur maupun dokumentasi yang berhubungan dengan
obyek yang dimiliki oleh perusahaan.
3.2.4 Teknik Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode checklist
Inspeksi.
5
BAB IV
kurang lebih sekitar 152 Karyawan, yang merupakan karyawan tetap, tidak
dan aman bagi seluruh personel yang terkait dengan proyek dan juga
5
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
5
4.2.3 HSE Patrol
Melakukan kegiatan pengawasan di seluruh kawasan perusahaan
yang dilakukan setiap hari. Melakukan pengecekan dan menilai semua
kegiatan-kegiatan pekerja, apakah sudah sesuai dengan standard
ketentuan Kesehatan keselamatan dan lingkungan yang meliputi
pekerjanya maupun peralatannya yang telah ditetapkan. Kegiatan ini
bertujuan untuk Menjamin dalam kegiatan operasional sehari-hari di
seluruh bagian perusahaan tanpa terkecuali agar berjalan dengan aman
dan lancar. Selain itu kegiatan ini di validasikan dengan permit Hot
work dan Cold work setiap hari nya untuk menentukan apakah terdapat
perubahan permit suatu pekerjaan.
6
4.2.6 Summary HSE Weekly Hazard Observation card
Document control yang dibuat seminggu sekali yaitu bertujuan
untuk dapat mengetahui jumlah hazard indetifikasi yang terjadi selama
seminggu baik itu pekerjaan good condition maupun unsafe condition
dimaan document ini sebagai analisi tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pada lingkugan kerja dan pekerja untuk dapat mengetahui
seberapa besar kesadaran pekerja akan keseamatan dirinya dan
lingkugan tempat dia
6
4.3.2 Menganalisa media lingkungan kerja di PT X
Dalam menganalisa media lingkungan kerja, perusahaan
melakukan kegiatan Inspeksi. sesuai dengan prosedur yang telah di
tetapkan oleh perusahaan. bagaimana dinyatakan dalam konvensi
Kesehatan keselamat kerja ILO (Organisasi Perburuhan Internasional),
sistem inspeksi yang memadai dan tepat diperlukan untuk 2
menegakkan hukum dan peraturan kesehatan keselamat kerja secara
efektif (International Labor Organization, 1981). Inspeksi memicu
koreksi kekurangan, tempat kerja menerima informasi baru tentang
kewajiban hukum, dan inspeksi mengarah pada pengembangan
Kesehatan keselamat yang lebih sistematis mengindikasikan bahwa
tujuannya bisa untuk membuat pihak yang di inspeksi sadar akan tujuan
dan isi peraturan dan regulasi, dan untuk meyakinkan tentang seberapa
banyak yang dapat diperoleh dengan mengikuti aturan. Pada saat yang
sama, para pekerja di tempat kerja juga dibantu untuk memahami
peraturan Kesehatan keselamatan. strategi inspeksi yang dikembangkan
oleh tim HSE,supervisor dan projek menejer.
6
penyebaran penyakit atau paparan penyakit. Pematuhan standar pakaian
yang lengkapan untuk Semua personel karna hal ini dapat membatu
pencegahan Kesehatan dan keselamatan kerja.
Penulis melakukan penilaian dilingkungan kerja Bersama Tim
HSE akan menghilangkan bahaya dengan melakukan metode yang
efektif dalam mengendalikan kontaminan di udara misalnya dengan
pengendalian debu dengan penyiraman area tersebut dan mengurangi
kecepatan kendaraan.
Penulis Bersama Tim HSE melakukan pemeriksaan rutin setiap
hari terhadap keagiatan yang sedang berlangsung namun ada saja yang
masih kurang memenusi standar Perusahaan yang ada hal tersebut
membuat penulis berharap untuk melakukaan pemahan pada pekerja
dari kegiatan yang mungkin berdampak terhadap Kesehatan keselamat
kerja yang bisa terjadi kepada pekerja tersebut.
6
merasa perlu meninjau terhadap aktivitas sebelum ada nya kegiatan
optimalkan secara baik penulis merasa tidak akan ada efek atau
Tabel 4.6.1
6
Berdasarkan hasil pemantauan di atas penulis melihat bagaimana
penyakit yang diperoleh dari lingkungan kerja yang kurang baik dengan
direvisi pada sesi ke-12 tahun 1995 menjelaskan bahwa kesehatan kerja
pekerjaannya.
berikut :
6
2. memiliki HSE tersendiri terhadap kegiatan beresiko agar
selesai.
6
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei pada Industri PT X, maka menarik
kesimpulan bahwa:
1. Pada prosedur sebelum aktivitas Sanblasting tim Sanblasting
harus memahami:
a. Pastikan seluruh anggota paham dan mengerti tentang izin kerja
b. Pastikan permit / izin kerja sesuai dengan pekerjaan jika melakukan
pekerjaan diluar area blasting
c. Pre-start meeting harus dilakukan sebelum memulai pekerjaan serta
Pre-start inspeksi bahaya harus dijalankan sebelum memulai aktifitas
d. Gunakan terpaulin dan dilarang membuang sampah ke aliran open
drain laut
e. Semua sambungan harus dalam posisi aman dengan memperhatikan
whip check, pin dan coupling yang sesuai serta hose yang sesuai
dengan tekanan kerja serta PG dalam kondisi aman
f. Bersihkan access dari potensi kecelakaan & tidak terhalang dan
scaffolding harus dalam kondisi aman-Green
g. Filter udara dan catridge dalam kondisi baik dan bersih serta aman
h. Dead man switch harus tersedia dan aman
i. Terdapat MSDS di lokasi kerja
j. Menggunakan / menyiapkan Catridge
k. Dilarang merokok dan menyiapkan Fire Extinguisher and manifold
dalam keadaan aman. Menjauhkan semua potensi benda mudah
terbakar dari lampu penerangan. Mengamankan dan menjauhkan
sarung tangan, kain pembersih serta material mudah terbakar lainnya
dari penerangan.
l. Menyiapkan spill kit, drip tray dan terpaulin untuk menghidari
tumpahan.
6
Semua yang penulis paparkan tercantum jelas di dalam JSA namun
kita tidak dapat mengelakan jika pekerja tidak menaati atau pun
masih kurang mengenai pelaksanaan yang ada.
6
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, F., Budi Eko, Syihabudhin dan Agus Hermawan. 2012. Analisis Tingkat
Buntarto. 2015. Panduan Praktis Keselamatan & Kesehatan Kerja untuk Industri.
Dwijayanti, Eki, 2018. Pengaruh Disiplin Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Bagian Produksi PT. Indomulti Jaya Steel Surabaya,
Skripsi Universitas Muhammadiyah Gresik.
ILO. (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja: Sarana utuk
Produktivitas Kerja (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: International
Labour Organization
Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta : Jakarta
Inspeksi Toilet
HSE Walk
HSE Patrol
HSE
Pengecekan TPS
Pengecekan Kebocoran Gas
Wekly Inspection