Project Modul Kelompok 2 - Studi Terkini Isu Pendidikan Fisika
Project Modul Kelompok 2 - Studi Terkini Isu Pendidikan Fisika
DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia Nya, Penulis dapat menyelesaikan Modul Studi Terkini Isu Pendidikan Fisika ini
dengan baik dan tepat waktu.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Deo Demonta Panggabean, S.Pd.,
M.Pd selaku dosen mata kuliah Studi Terkini Isu Pendidikan Fisika, yang sudah memberikan
bimbingan dan arahan, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Modul ini merupakan wujud partisipasi penulis dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kami juga menyadari bahwa di dalam Modul ini masih banyak terdapat
kekurangan dalam hal penulisan maupun kata-kata yang belum tepat. Oleh karena itu, kami
memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan, dan juga mengharapkan kritik serta saran
yang membangun agar kedepannya didapati Modul yang lebih baik lagi.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih dan semoga Modul ini dapat bermanfaat serta
menambah pengetahuan bagi pembaca maupun penulis sendiri.
Kelompok II
ii
DAFTAR ISI
1.4 Rangkuman.................................................................................................................. 3
2.4 Rangkuman.................................................................................................................. 9
3.7 Rangkuman................................................................................................................ 23
4.7 Rangkuman................................................................................................................ 40
5.4 Rangkuman................................................................................................................ 45
6.6 Rangkuman................................................................................................................ 51
BAB VII Perkembangan Penerapan Aksesibilitas Dalam Pendidikan Fisika Di Indonesia .... 52
7.1 Pengertian Aksesibilitas ............................................................................................ 52
7.6 Rangkuman................................................................................................................ 58
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
1.3.1 Permasalahan I
Transparansi tidak menyentuh hanya segi hukum tetapi juga seringkali
diperbincangkan siswa / mahasiswa ketika merasa kurang puas dengan nilai yang
diperoleh atau merasa melengkapi semua kewajibannya dan menuntut untuk
mengetahui kelengkapan nilai mereka. Menentukan nilai akhir bukanlah perkara
mudah. Profesionalisme seorang pengajar dituntut pada saat ia harus menentukan nilai
akhir seorang mahasiswa. Banyak faktor yang harus diperhatikan dan menjadi bahan
pertimbangan.
Penyelesaian Masalahnya
1
Diperlukan alat yang dapat membantu pengajar menjadi lebih efektif dan efisien
tetapi juga tetap dapat menjaga transparansi. Sebelum mengolah dan menentukan nilai
ada beberapa hal lain yang dapat membantu kita memfasilitasi penentuan standar dan
atau transparansi penilaian.
1.3.2 Permasalahan II
2
Penyelesaian masalah
1.4 Rangkuman
1. Transparansi dalam pendidikan fisika bisa berarti adanya prinsip kepercayaan timbal-
balik antara atasan dan bawahan. Dalam hal ini, atasan bisa berarti guru fisika, dosen
fisika, karyawan yang bekerja dalam departemen fisika. Sedangkan bawahan bisa
berarti murid, mahasiswa, dan karyawan dalam departemen fisika.
2. Hal-hal yang menjadi permasalahan yaitu transparansi seringkali diperbincangkan
siswa / mahasiswa ketika merasa kurang puas dengan nilai yang diperoleh atau
merasa melengkapi semua kewajibannya dan menuntut untuk mengetahui
kelengkapan nilai mereka. Serta penyelesaian masalahnya yaitu diperlukan alat yang
dapat membantu pengajar menjadi lebih efektif dan efisien tetapi juga tetap dapat
menjaga transparansi.Salah satunya dengan cara menggunakan rubrik. Secara umum
rubrik dapat membantu menentukan tingkat kinerja yang diharapkan dalam
menentukan tingkatan kualitas (misal: baik, cukup, kurang, atau secara numeric : 4, 3,
2, 1) yang kemudian dapat dijumlahkan dan menjadi skor total yang dapat dikonversi
menjadi nilai akhir; A, B, C, D, atau E.
3
BAB II
4
dianggap sebagai pembawa masalah bagi kehidupan bangsa, jika dimanfaatkan akan
senantiasa memberikan manfaat bagi kehidupan.
Dalam era otonomi, sebenarnya terbuka peluang besar untuk membangun dunia
pendidikan di daerah menjadi lebih berkualitas. Hal ini terjadi karena Bupati/Walikota
memiliki kewenangan yang penuh dalam menentukan kualitas pendidikan sesuai dengan
konteks daerahnya. Jadi dalam era otonomi, kualitas pendidikan untuk masa yang akan
datang lebih banyak tergantung pada komitmen daerah untuk merumuskan visi dan misi
di daerahnya masing-masing. Jika daerah cukup visioner, pengembangan sektor
pendidikan akan memiliki peluang yang besar untuk dapat memenuhi standar kualitas
sesuai dengan harapan para stakeholders. Manakala pemerintah daerah memiliki political
will yang kuat dan kemudian disertai dengan kebijakan dan sistem perencanaan yang
mengedepankan arti penting pendidikan sebagai upaya human investment di daerah, dapat
dipastikan pendidikan di daerah itu akan memiliki praksis yang baik, dan kualitas
pendidikan akan dapat ditegakkan.
5
Penyelesaian Masalahnya
a) Transparansi
b) Kemandirian
c) Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan bentuk dari kejelasan struktur dan fungsi perguruan tinggi
yang harus dikelola secara benar sesuai kepentingan stakeholders.
d) Pertanggungjawaban
Prinsip kesetaraan menuntut adanya perlakuan yang adil dan wajar dalam memenuhi
hak-hak stakeholders sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
f) Partisipasi
6
Merupakan wujud dari kebersamaan dalam pengelolaan Perguruan tinggi. Saat semua
pihak dapat berpartisipasi dalam pengelolaan Perguruan tinggi sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing, maka akan timbul suasana yang nyaman dan kondusif.
Penggunaan dan pemanfaatan aset harus dilakukan secara berhasil guna (efektif) dan
bergaya guna (efisien). Efektivitas di artikan sebagai pemanfaatan sarana-sarana dan
keuangan yang ada secara efektif dengan perencanaan terlebih dahulu, sehingga
menghasilkan barang atau jasa yang diharapkan (berhasil guna). Efesiensi diartikan
sebagai digunakan sarana-prasarana, sumber daya manusia dan keuangan dengan cara
tepat sehingga memberi manfaat dalam memberi pelayanan pendidikan kepada
masyarakat (berdaya guna).
Kasus II
Penyelesaian masalah
7
Pengelolaan good Governance dalam kurikulum dengan langkah-langkah atau
prinsip yaitu partisipasi, transparansi, akuntabilitas.
a) Partisipasi
Di dalam pelaksanaan pengelolaan kurikulum, salah satu tuntutan penting bagi
pengelolaan kurikulum adalah adanya sebuah prinsip partisipasi dari seluruh stakeholder
kependidikan. Keterlibatan stakeholder bertujuan agar kurikulum yang dirumuskan tepat
sasaran.
b) Transparansi
Transparansi dalam penyelenggaraan pendidikan adalah salah satu hal penting sebagai
usaha merumuskan kebijakan yang melibatkan sebagian sumber daya serta berbagai
stakeholder. Secara konkret, transparansi dalam pengelolaan kurikulum berkaitan dengan
anggaran, sarana-prasarana, kebijakan kurikulum, program, implementasi kurikulum serta
evaluasi kurikulum.
c) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban seseorang dalam sebuah
organisasi sesuai dengan profesinya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
dengan cara melaporkan laporan pertanggungjawaban kinerja secara pendidik. Tanggung
jawab tersebut berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas atau kinerja dalam proses
pelaksanaan kurikulum.
Kasus III
8
3) Metode Pembelajaran
4) Bahan Ajar
5) Alat Bantu Pembelajaran dan
6) Manajemen Sekolah
Guru tetap merupakan faktor determinan dalam menentukan tinggi rendahnya mutu
pendidikan. Jumlah total guru sekitar 2,4 juta orang, sebagian besar berlatar belakang
pendidikan SLTA dan D3 untuk jenjang TK-SD-SMP, dan sebagian kecil tamatan S1 untuk
jenjang SMA. Tentu saja ini berpengaruh pada kemampuan mengajar, yang diukur dengan
penguasaan materi pelajaran dan metodologi pengajaran. Selain itu, banyak guru yang
mengajar di luar bidang keahliannya, yang secara teknis disebut mismatch. Contoh ekstrem,
guru sejarah mengajar matematika dan IPA, yang terutama banyak dijumpai di madrasah
(MI, MTs, MA). Guru mismatch ini jelas tidak mempunyai kompetensi untuk mengajar mata
pelajaran yang bukan bidang keahliannya sehingga dapat menurunkan mutu aktivitas
pembelajaran.
Penyelesaian Masalah
Upaya peningkatan mutu guru mutlak dilakukan yang bisa ditempuh melalui program
sertifikasi dan penyetaraan D3 dan S1 menurut bidang studi yang relevan. Namun, upaya ini
harus disertai pula dengan peningkatan kesejahteraan guru melalui pemberian insentif. Ini
sangat penting agar motivasi guru dalam mengajar makin kuat dan semangat pengabdian
dalam menjalankan tugas mulia sebagai pendidik kian bergelora.
Fokus perhatian bagi para calon pemimpin dalam membangun good governance. Sehingga
adanya peningkatan mutu pendidikan guna melahirkan lulusan yang berkualitas dengan
standar kompetensi tinggi sehingga siap menghadapi kompetisi global.
2.4 Rangkuman
1. Good governance merupakan cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola
berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat.
Penerapan good governance pada perguruan tinggi dengan menggunakan beberapa
prinsip, yaitu : transparansi (transparancy), kemandirian (independence), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kesetaraan dan kewajaran
(fairness).
9
2. Di era otonomi pendidikan dewasa ini merupakan saat yang menentukan membangun
budaya tata kelola pendidikan di daerah melalui pengembangan sistem perencanaan
pendidikan yang efektif, dan Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
10
BAB III
11
3.3 Tujuan Akuntabilitas Pendidikan
Tujuan akuntabilitas pendidikan adalah agar terciptanya kepercayaan publik terhadap
sekolah. Kepercayaan publik yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang
lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah. Sekolah akan dianggap sebagai
agen bahkan sumber perubahan masyarakat. Slamet (2005:6) menyatakan bahwa tujuan
utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah
sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara
sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada
publik.
12
mengukur pencapaian siswa, serta menghubungkan hasil pengukuran itu dengan
tujuan, harapan masyarakat, dengan sumber-sumber yang tersedia, dan dengan
cara-cara keahlian profesional yang telah digunakan.
13
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut
pengelolaan keuangan, dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari
semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-sumber
penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun peruntukkannya dapat
dipertanggungjawabkan oleh pengelola. Pengelola keuangan yang bertanggung jawab akan
mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang
melakukan praktek korupsi tidak akan dipercaya. Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem
tetapi juga menyangkut moral individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh
sistem yang baik akan menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari praktek
korupsi.
Akuntabilitas juga semakin memiliki arti, ketika sekolah mampu
mempertanggungjawabkan mutu outputnya terhadap publik. Sekolah yang mampu
mempertanggungjawabkan kualitas outputnya terhadap publik, mencerminkan sekolah yang
memiliki tingkat efektivitas output tinggi. Dan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas
outputnya tinggi, akan meningkatkan efisiensi eksternal.
Bagaimana sekolah mampu mempertanggungjawabkan kewenangan yang diberikan
kepada publik, tentu menjadi tantangan tanggung jawab sekolah. Fasli Jalal dan Dedi
Supriadi menyatakan di Indonesia banyak instituasi pendidikan yang lemah dan tidak
akuntabel. Ada tiga dimensi yang terkandung dalam akuntabilitas, yaitu moral, hukum, dan
keuangan. Ketiganya menuntut tanggung jawab dari sekolah untuk mewujudkannya, tidak
saja bagi publik tetapi pertamatama harus dimulai bagi warga sekolah itu sendiri, misalnya
akuntabilitas dari guru. Secara moral maupun secara formal (aturan) guru memiliki tanggung
jawab bagi siswa maupun orang tua siswa untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik.
Tidak saja guru tetapi juga badan-badan yang terkait dengan pendidikan.
14
mencoreng akuntabilitas di dunia pendidikan atau dapat disebut dengan tindak pidana
pendidikan. Pelanggaran-pelanggaran yang dapat ditemui sampai saat ini antara lain:
1. Penekanan atau penggencetan yang dilakukan oleh pendidik kepada siswanya, yang
menurut latar belakangnya dibedakan atas:
1. Penekanan yang berlatar komersial yang dalam pelaksanaannya sama dengan
pemerasan tersamar.
2. Penekanan yang berlatar belakang sentimen pribadi.
2. Penekanan tertentu dari pendidik kepada siswanya agar siswanya itu memenuhi
kemauan pengajar, misalnya agar siswa:
Mengikuti les/kursus di luar kelas yang diselenggarakan oleh pendidik itu.
Membeli diktat yang dibuat oleh pendidik itu.
Memberikan sesuatu kepada pendidik sebagai “upeti”
3. Perlakuan-perlakuan tidak wajar dan tidak beralasan yang dilakukan oleh pendidik
mengajar kepada siswanya, baik secara badaniah (melalui tindakan kasar, pelecehan
seksual) maupun secara rohaniah atau mental (misalnya melalui pengejekan,
penghinaan, penggertakan)
4. Pelaksanaan pengajaran dengan memberi isi dan metode yang bermutu rendah yang
sebenarnya hampir tidak ada manfaatnya bagi siswa, bahkan dapat
membahayakannya, antara lain:
Pengajaran yang dilakukan oleh guru yang:
d) Malas, sering tidak menerangkan hal-hal yang penting dan sering tidak mau
menjelaskan kesalahan-kesalahan siswanya hampir tidak ada.
e) Picik atau berpandangan sempit, tidak mau mengakui dan tidak mau
membenarkan pendapat lain yang bukan pendapatnya, dan memaksa siswa
untuk menerima ajarannya itu, meskipun dia tahu bahwa ada pendapat lain
yang lebih baik dari ajarannya itu.
f) Tidak menguasai bahan yang diajarkan sehingga pengajaran dilakukan dengan
asal-asalan tanpa tanggungjawab yang layak.
g) Penyajian bahan-bahan ajaran yang tidak memenuhi syarat yang layak untuk
dipakai mencapai mutu pelajaran yang memadai, serta tidak adanya prakarsa
dan usaha-usaha lain untuk memperbaikinya.
h) Pencurian, pemalsuan, atau pembajakan karya ilmiah orang lain dapalam
bentuk apapun, baik seluruhnya atau sebagian.
15
i) Penipuan atau pengakuan palsu dari seseorang mengenai jabatan dan/atau
hasil karya tertentu (yang sebenarnya tidak ada) dengan maksud agar
dipercaya orang lain sehingga dapat memperoleh sesuatu yang sebenarnya
bukan haknya.
j) Pencemaran nama baik dan wibawa suatu lembaga pendidikan formal melalui
perbuatan tidak layak yang dilakukan dengan melibatkan orang dalam
lembaga itu, baik pengajar, siswa, maupun karyawan.
k) Berbagai macam pembocoran rahasia yang merusak obyektivitas nilai serta
mutu pendidikan dan pengajaran, misalnya pembocoran kunci jawaban Ujian
Nasional.
l) Penyalahgunaan jabatan yang dalam bentuk dan manifestasinya merugikan
kepentingan umum dan merusak kewibawaan lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
m) Penyelewengan dan penyalahgunaan beasiswa, misalnya beasiswa itu
ditujukan pada orang yang tidak berhak dipergunakan secara tidak semestinya.
n) Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari
kebenaran umum tanpa dapat dipertanggungjawabkanoleh pengajar yang
bersangkutan serta berakibat buruknya bagi siswa.
o) Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari nilai-nilai
kesopanan, kesusilaan, hukum, dan ketertiban umum.
p) Berbagai macam tindakan pengacauan terhadap situasi dan kondisi yang
normal untuk penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, misalnya mogok
belajar, mogok mengajar tanpa alasan yang jelas, tawuran pelajar, dan
pengacauan atau ancaman terhadap keamanan diri para penyelenggara
pendidikan dan pengajaran.
q) Tindakan pengancaman, penggeseran, pemojokan, pemfitnahan, penghalang-
halangan dan sejenisnya terhadap pihak yang sungguh-sungguh ingin
mengusut, membongkar, menindak tiap pelaku tindak pidana pendidikan.
16
penyelenggaraan pendidikan sehari-hari. Kode etik kependidikan juga perlu
diperkuat dengan adanya peraturan-peraturan seperti itu.
Selain itu, menurut Slamet (2005:6) bahwa upaya lain yang harus dilakukan
untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dari akuntabilitas pendidikan terutama
yang dilakukan oleh lembaga formal (sekolah) adalah dengan cara sebagai berikut:
1) Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk
mekanisme pertanggungjawaban.
2) Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan
tegas.
3) Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada
public atau stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
4) Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan
disampaikan kepada stakeholders.
5) Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan
menyampaikan hasilnya kepada public atau stakeholders diakhir tahun.
6) Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik.
7) Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan
memperoleh pelayanan pendidikan.
8) Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen
baru.
Kedelapan upaya di atas, semuanya bertumpu pada kemampuan dan kemauan
sekolah untuk mewujudkannya. Jika sekolah mengetahui sumber dayanya, maka
dapat lebih mudah digerakkan untuk mewujudkan dan meningkatkan akuntabilitas.
Sekolah dapat melibatkan stakeholders untuk menyusun dan memperbaharui sistem
yang dianggap tidak dapat menjamin terwujudnya akuntabilitas di sekolah. Komite
sekolah, orang tua siswa, kelompok profesi, dan pemerintah dapat dilibatkan untuk
melaksanakannya. Dengan begitu stakeholders sejak awal tahu dan merasa memiliki
akan sistem yang ada.
Upaya yang harus Dilakukan terhadap Akuntabilitas Pendidikan dan
Permasalahaannya
Nilai akuntabilitas sangat penting diadopsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Hal ini didasarkan pada argumen bahwa eksistensi atau keberadaan sebuah negara,
tergantung pada masyarakatnya. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk
17
memberikan pelayanan dengan baik dan bertanggung jawab. Akuntabilitas itu sendiri
menurut Mardiasmo (2006:3) diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik.
Semakin kompleks dan berkembangnya kebutuhan masyarakat dewasa ini,
menjadikan penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, melainkan juga melibatkan sektor swasta di dalamnya. Dalam konteks
pemerintah, istilah akuntabilitas kinerja sudah tidak asing lagi didengar seiring dengan
disusunnya Road Map Reformasi Birokrasi. Road map tersebut mengamanatkan 3 (tiga)
sasaran utama reformasi birokrasi, yaitu (1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; (2) birokrasi
yang efektif dan efisien; serta (3) birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.
Akuntabilitas kinerja yang merupakan garda depan menuju good
governance berkaitan dengan bagaimana instansi pemerintah mampu mempertanggung
jawabkan penggunaan anggaran negara untuk sebaik-baiknya pelayanan publik.
Perubahan mindset dan culture-set penyelengaraan birokrasi yang semula berorientasi kerja
(output) menjadi berorientasi kinerja (outcome) merupakan titik berat dalam konsep
akuntabilitas kinerja. Dengan kata lain, akuntabilitas kinerja menjawab pertanyaan untuk apa
individu ada, untuk apa organisasi ada, dan untuk apa pemerintah ada?
Sebetulnya, apa perbedaan pemerintahan yang berorientasi kinerja dengan
pemerintahan yang berorientasi kerja? Pemerintahan yang berorientasi kinerja atau hasil
mengawali langkah dengan menentukan tujuan/sasaran, dilanjutkan dengan mengukur
tujuan/sasaran, menentukan target, dan mengaitkan tujuan/sasaran tersebut dengan program
dan kegiatan yang mendukung. Artinya, segala program atau kegiatan yang dilaksanakan
oleh suatu instansi pemerintah harus memiliki hasil dan dampak yang jelas bagi perbaikan
pelayanan publik (program follow result). Ide ini selaras dengan konsep performance-based
budgeting atau biasa kita sebut dengan anggaran berbasis kinerja. Sebaliknya, pemerintahan
yang berorientasi kerja, hanya berfokus pada penyerapan anggaran, dan terlaksananya
program/kegiatan yang telah dilaksanakan.
Dalam rangka menjamin akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, telah
dikembangkan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal
dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP tersebut
kemudian diterapkan melalui pembuatan target kinerja disertai dengan indikator kinerja yang
menggambarkan keberhasilan instansi pemerintah (Wakhyudi, 2007).
18
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu tatanan,
instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai
berikut (Wakhyudi, 2007):
Hasil evaluasi SAKIP tahun 2017 terhadap instansi pemerintah, baik pusat maupun
daerah menunjukkan adanya peningkatan rata-rata nilai akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah yang mendapatkan kategori diatas B. Di level Kementerian/Lembaga misalnya,
persentasi jumlah K/L yang memiliki nilai diatas B tahun 2017 sebesar 67,5%, lebih besar
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 65,9%. Sedangkan di level
pemerintah daerah, persentasi jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki nilai diatas B tahun
2016 – 2017 berturut-turut, yaitu 48,9% dan 51,72% (Kementerian PAN-RB, 2017).
Di tahun 2017, peningkatan nilai SAKIP instansi pemerintah tersebut juga sejalan dengan
berkurangnya potensi inefisiensi APBN/APBD sebesar 41,15 Triliun Rupiah. Hal tersebut
dikarenakan SAKIP menjadi salah satu pengungkit terciptanya manajemen kinerja instansi
pemerintah, yang didalamnya mencakup (1) perumusan sasaran pembangunan lebih
berorientasi hasil dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (2) Refocusing program/kegiatan
sesuai dengan sasaran pembangunan; dan (3) upaya cross cutting program dan kegiatan
sehingga terwujud sinergitas (kolaborasi) antar-instansi
20
Banyak orang memandang citra buruk pendidikan Islam saat ini. Karena pendidikan
islami memiliki kualitas yang kurang baik, rendahnya partisipasi masyarakat dalam
mengembangkan sekolah, dan kurangnya jaringan di dunia. Karena itu, perlu langkah
baru dalam mengelola sekolah yang merupakan akuntabilitas. Akuntabilitas diasumsikan
meningkatkan kualitas pendidikan madrasah.
21
serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan.
3.7 Rangkuman
1. Akuntabilitas ialah suatu peningkatan rasa tanggung jawab karena menuntut adanya
kepuasan dari pihak lain.
2. Akuntabilitas pendidikan menurut Direktoran Jendral Pendidikan Tinggi (1983:78)
dibedakan menjadi tiga, yaitu akuntabilitas keberhasilan, akuntabilitas profesional,
dan akuntabilitas sistem.
3. Akuntabilitas pendidikan adalah kemampuan sekolah mempertanggung jawabkan
kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang telah dilaksanakan.
23
BAB IV
24
Aspek penilaian sikap dan perilaku merupakan aspek penilaian dengan menilai sikap
dan perilaku peserta didik selama proses pembelajaran. Aspek penilaian ini dinilai oleh
guru dalam jurnal harian, teman sejawat dalam sebuah lembaran nilai, dan oleh diri
sendiri.
Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi
yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada
di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah
materi Matematika. Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika) disesuaikan dengan
materi pembelajaran standar Internasional sehingga pemerintah berharap dapat
menyeimbangkan pendidikan di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.
25
individu. Ciri khas tersebut ialah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau
individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak,
bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.
Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan dikemukakan juga
pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “al-akhlaq”
yang merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq” yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti
keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukakan perbuatan dengan tidak
menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Miskawaih.
Sedang Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa
yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan kepada pikiran.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,
sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi
seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan
dirinya, sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkatan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
27
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan
sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan
diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan
nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP) atau Kurikulum 2013
(Kurtilas), Silabus, dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya
dan karakter bangsa.
1. Pendidikan merupakan kiat untuk menerapkan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi manusia.
2. Pendidikan merupakan proses interaksi sesama manusia yang ditandai
keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan
pendidik.
3. Pendidikan pada prinsipnya berlangsung seumur hidup.
4. Pendidikan merupakan upaya mensiapkan peserta didik menghadapi
lingkungan yang mengalami perubahan semakin besar.
5. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
Sementara itu, orang Yunani memberikan prinsip pendidikan sebagai usaha
membantu manusia menjadi manusia. Adapun tujuan pendidikan sesungguhnya
adalah memanusiakan manusia. Maksud memanusiakan manusia adalah menjadikan
manusia sebagai manusia seutuhnya yang memiliki kemampuan mengendalikan diri,
berpengetahuan dan cinta tanah air. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan
penanaman nilai-nilai perilaku berkarakter.
28
didik. Karena itu, maka proses “mengajarkan” tidaklah menolong, melainkan
melibatkan peran peserta didik.
Kedua, Keteladanan. Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat.
Keteladanan memiliki posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu
memiliki karakter yang ingin hendak diajarkan. Guru adalah yang digugu dan ditiru,
peserta didik akan meniru apa yang dilakukan oleh gurunya ketimbang yang
dilaksanakan sang guru. Bahkan, sebuah pepatah kuno memberi peringatan pada para
guru bahwa peserta didik akan meniru karakter negatif secara lebih ekstrem
ketimbang gurunya, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Keteladanan tidak
hanya bersumber dari guru, melainan juga bersumber dari seluruh manusia yang ada
di lembaga pendidikan tersebut. Juga bersumber dari orang tua, karib kerabat, dan
siapapun yang sering berhubungan dengan peserta didik. Pada titik ini, pendidikan
karakter membutuhkan lingkungan yang utuh, saling mengajarkan karakter.
Ketiga, Menentukan prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan
agar proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter dapat menjadi jelas.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan memiliki beberapa kewajiban. Pertama,
menentukan tuntutan standar yang akan ditawarkan kepada peserta didik, kedua,
semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus memahami secara jernih
apa nilai yang ingin ditekankan, ketiga, jika lembaga ingin menetapkan perilaku
standar yang menjadi ciri khas lembaga maka karakter itu harus difahami oleh
peserta didik, orang tua, dan masyarakat.
Keempat, Praksis prioritas. Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan
prioritas karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Lembaga
pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah
ditentukan telah dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui berbagai
unsur yang ada. Kelima, Refleksi. Refleksi berarti dipantulkan ke dalam diri. Apa
yang telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh ia belum
dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaan seseorang. Refleksi dapat juga disebut
sebagai proses bercermin pada peristiwa yang telah terjadi.
Berikut langkah-langkah penerapan pendidikan karakter untuk menjadi budaya
sekolah:
4. Kesepakatan mengenai karakter yang hendak dicapai dan ditargetkan sekolah.
Karena tidak mungkin satu sekolah dapat menerapkan 18 karakter yang ditetapkan
oleh Kemendikbud.
29
5. Membangun pemahaman bahwa sekolah ingin membudayakan karakter positif
untuk seluruh warga sekolah dan ini membutuhkan sebuah proses.
6. Menyusun rencana menyeluruh untuk mengintensifkan pengembangan dan
pembelajaran mengenai karakter yang hendak dicapai atau ditargetkan oleh
sekolah.
7. Mengintegrasikan karakter yang sudah dipilih ke dalam pembelajaran di seluruh
kurikulum secara terus-menerus.
8. Melalui suatu workshop, para guru harus menentukan pendekatan/metode yang
jelas terhadap mata pelajaran yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter
yang sudah disepakati sekolah.
9. Sosialisasikan karakter yang disepakati kepada seluruh warga sekolah.
10. Mengembangkan moto sekolah, yang bertumpu pada karakter yang disepakati.
11. Menentukan indikator terhadap keberhasilan program ini.
12. Melakukan evaluasi terhadap program karakter.
13. Memberikan apresiasi bagi warga sekolah yang menunjukkan perubahan ke arah
karakter yang dibudayakan.
34
diajarkan. Kegiatan berikutnya yang perlu dilakukan guru adalah mengumpulkan
portofolio yang merekam jejak profesionalitas mereka selama mengabdikan diri sebagai
guru. Berkas-berkas portofolio tersebut difotokopi sesuai dengan jumlah yang
dipersyaratkan dan harus dilegalisasi oleh pihak yang berwenang.
Seraya menunggu kesempatan mengikuti uji sertifikasi, para guru hendaknya juga
berupaya secara terus-menerus (berkesinambungan) meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan profesionalitasnya dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan, melakukan berbagai inovasi pembelajaran di sekolah, mengikuti
pendidikan dan pelatihan atau seminar/ lokakarya, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
ilmiah, melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), atau menulis artikel tentang
pendidikan/pembelajaran. Melalui keterlibatan para guru dalam berbagai kegiatan seperti
yang telah dikemukakan tersebut akan dapat menambah nilai atau skor saat penilaian
dokumen portofolio dilakukan oleh assessor.
35
2. Seorang pendidik yang telah memiliki sertifikat, maka secara langsung orang akan
menyimpulkan bahwa ia adalah seorang pendidik yang profesional. Indikasinya,
karena ia telah lulus ujian kompetensi.
3. Belum semua guru memperoleh informasi yang lengkap dan jelas tentang
penyelenggaraan sertifikasi guru, terlebih dengan para guru yang tersebar di berbagai
pelosok tanah air atau daerah yang sulit sarana transportasinya, sulit keadaan
geografisnya, dan terpencil lokasinya.
36
untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
3. Manakala sosialisasi penyelenggaraan sertifikasi guru dilakukan secara intensif, tidak
hanya secara tatap muka tetapi juga melalui pemanfaatan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, tentunya informasi mengenai penyelenggaraan sertifikasi
guru akan tersebar meluas sehingga dapat menjangkau semua guru atau setidak-
tidaknya sebagian besar guru. Mengingat jumlah guru yang besar, perlu
dipertimbangkan atau dikaji upaya inovatif yang dapat membantu mempersiapkan/
membekali para guru yang akan mengikuti kegiatan uji sertifikasi. Misalnya saja
melalui kegiatan pelatihan jarak jauh yang memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
37
membangun kesimpulan. Kita akan menggunakan contoh nyata untuk mengilustrasikan
bagaimana metode ilmiah bekerja.
4.5 ICT
Peran ICT dalam pendidikan sangat mendukung visualisasi ide abstrak, bisa
memudahkan sistem pembelajaran atau pemahaman terhadap materi yang diajarkan guru,
dan memungkinkan interaksi positif antara guru dan murid di dalam kelas pembelajaran.
Setidaknya penyampaian materi tertentu bisa lebih menarik. ICT menjadi sumber
kurikulum dan konten yang memiliki kapasitas tidak terbatas untuk akses ilmu
pengetahuan lebih baik lagi. Menguasai ICT menjadi hal prioritas yang harus dipahami
oleh semua guru sebagai standar kompetensi di era digital. Peran ICT bisa membantu
manajemen administrasi lembaga pendidikan dalam mengelola masalah administrasi.
Dengan fitur ICT, sekolah atau lembaga pendidikan bisa memberikan informasi yang
lebih akurat sehingga pengambilan kebijakan sekolah bisa lebih tepat sasaran.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan ,secara umum sudah banyak dilakukan
secara intensif indikator-indikator peningkatan mutu pendidikan diantaranya peningkatan
kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen
sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan yang dilakukan belum
menunjukkan peningkatan kualitas yang berarti. Gejala umum yang tampak adalah
tidak adanya peningkatan yang berarti nilai Ujian Nasional (UN) dari tingkat SD
sampai tingkat SMA (Diknas, 2010). Masih rendahnya nilai UN terutama dalam
mata pelajaran fisika yang diperoleh siswa disebabkan oleh pemahaman konsep
yang kurang baik.
Untuk mengatasi kendala dalam kegiatan disekolah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya adalah dengan pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK), yang ditunjang dengan penggunaan komputer sebagai perangkat TIK
38
Media berbasis elearning merupakan salah satu media dengan bantuan aplikasi
internet yang dapat menghubungkan antara siswa dan guru dalam pembelajaran di ruang
belajar kelas daring.
C. Penyelesaian Masalah
Seorang pendidik 4.0 perlu merencanakan berbagai macam teknik pembelajaran yang
kreatif dan inovatif berbasis teknologi. E-learning merupakan salah satu wujud
perkembangan teknologi informasi di dunia pendidikan. Pengembangan teknologi ini
dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh peserta didik dalam proses pembelajaran,
terutama dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah. Literasi teknologi saat ini
dapat dilihat dengan munculnya blanded learning sebagai bagian dari proses
pembelajaran. Blanded learningmerupakan penggabungan antara pembelajaran tatap
muka dan pemanfaatan sumber daya jaringan internet sebagai suplemen pembelajaran
(Rahmad, Wirda, & Berutu, 2019). Melalui penggunaan e-learning berbasis virtual
39
class dengan google classroom. Google classroom adalah layanan berbasis internet
yang disediakan oleh Google sebagai sebuah sistem e-learning berbasis virtual
classsebagai bentuk pembelajaran jarak jauh yang dilakukan melalui media internet
secara virtual di dunia maya (Hakim, 2016). Google classroom mampu mengatasi
keterbatasan ruang dan waktu serta memudahkan pendidik untuk mengevaluasi setiap
kegiatan yang telah dilakukan oleh peserta didik. Selain itu, google classroom
juga dapat membantu dalam kegiatan pemantauan untuk memecahkan masalah dan
membuat pembelajaran lebih efektif dan efisien.
4.7 Rangkuman
1. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah untuk
menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
2. Karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka
berhubungan dengan Tuhan, dengan dirinya, sesama manusia, maupun dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkatan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat.
3. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru.
4. Scientific Method atau Metode ilmiah adalah serangkaian langkah yang terorganisasi
dan sistematis yang menjamin objektivitas maksimal dan konsisten dalam meneliti
suatu permasalahan.
5. E-learning adalah singkatan umum dari electronic learning. E-learning secara
sederhana dapat diartikan sebagai pembelajaran elektronik atau pembelajaran yang
memerlukan media elektronik.
40
BAB V
41
Relevansi menurut Burhan Nurgiyantoro (1998:50) diartikan sebagai berikut:“Adanya
kesatuan antara hasil pendidikan (lingkungan sekolah) dengan tuntutan kehidupan yang ada
di masyarakat. Dengan kata lain sistem pendidikan dapat dikatakan relevan jika para lulusan
yang dihasilkan suatu lembaga pendidikan (kompetensi para lulusan) berguna bagi
kehidupan, serta sebaliknya, jika kompetensi para lulusan suatu lembaga pendidikan kurang
fungsional bagi keperluan kehidupan, berarti sistem pendidikan yang dijalankan kurang
relevan dengan tuntutan kehidupan.”
Menurut Nurgiyantoro (1998:51): Relevansi pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi.
1. Pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan peserta didik atau masyarakat
setempat. Diharapkan sistem pendidikan yang dijalankan suatu lembaga pendidikan
dapat memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik untuk dapat bergaul
dengan lingkungannya.
2. Kedua, relevansi pendidikan kaitannya dengan tuntutan pekerjaan. Lembaga
pendidikan bertugas menyiapkan lulusan yang mampu bekerja sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, pihak lembaga pendidikan hendaknya melakukan kerjasama
dengan masyarakat atau pemakai lulusan tersebut.
3. Ketiga, relevansi pendidikan kaitannya dengan perkembangan kehidupan masa kini
dan masa yang akan datang.
Sistem pendidikan disamping menyiapkan peserta didik untuk menghadapi tuntutan
kehidupan masa kini, juga harus dibekali dengan berbagai pengetahuan atau hal-hal lain
untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan perubahan tuntutan kehidupan akibat
perkembangan jaman pada masa yang akan datang.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa relevansi adalah
keterkaitan atau kesesuaian antara kurikulum dalam dunia pendidikan dengan dunia luar yang
telah dirancang dengan teratur guna menghadapi perkembangan atau tuntutan hidup yang ada
di masyarakat.
42
perencanaan dan evaluasi pembelajaran baik untuk mata kuliah ilmu kependidikan
maupun ilmu fisika masih bervariasi secara umum masuk kategori baik. Penerapan
prinsip evaluasi pembelajaran secara umum baik, sedangkan penerapan prinsip
pengembangan SAP (silabus dan RPP) dan media pembelajaran secara umum masih
belum maksimal.
5. Permasalahannya yaitu bagaimana relevansi strategi pembelajaran guru fisika dalam
mengembangkan motivasi dan prestasi belajar siswa?
Penyelesaiannya :
Dengan penerapan strategi pembelajaran yang tepat dapat mengembangkan motivasi
belajar siswa serta prestasi belajar siswa.Indikator-indikator yang ada pada strategi
pembelajaran memfasilitasi guru agar dapat menginisiasi motivasi belajar dan
meningkatkan motivasi belajar siswa.Selain indikator-indikator tersebut.Pemilihan
strategi pembelajaran juga memiliki peran dalam mengembangkan motivasi belajar
dan prestasi belajar siswa.Oleh sebab itu guru mempunyai peran penting dalam
penerapan serta pemaanfaatan strategi pembelajaran.
6. Bagaimana Relevansi Kurikulum 2013 dengan era Revolusi Industri 4.0? Untuk
mencapai tujuan pendidikan, kurikulum dan pembelajaran tidak boleh hanya fokus pada
transfer konten atau materi kepada siswa, namun kurikulum harus dapat memfasilitasi
siswa agar dia bisa menggenerasi atau mengkonstruksi konten kurikulum menjadi
pengetahuan baru siswa.
Solusinya:
Maka sekolah di era modern perlu fokus pada optimalisasi pengembangan potensi tiap
siswa adaptif terhadap perkembangan pengetahuan dan perubahan zaman. Artinya,
untuk menghadapi kehidupan di era informasi, optimalisasi perkembangan potensi
siswa harus merupakan agenda penting kurikulum sebagai bagian tak terpisahkan dari
pendidikan itu sendiri di sekolah. Sebab, melalui potensi yang sudah berkembang,
siswa bisa diberdayakan untuk membelajarkan dirinya masing-masing. Ini berarti
pendidikan akan berlangsung jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan pendidikan
yang melalui pengajaran guru saja.
Dari gambaran landasan pengembangan pendidikan dapat disimpulkan bahwa
kurikulum 2013 masih sangat relevan dapat dipakai pada pendidikan dasar dan
menengah di Indonesia. Mengingat kurikulum 2013 pasca revisi baru diterapkan
secara menyeluruh di Indonesia pada tahun ajaran 2019/2020 jadi sejatinya
bagaimana pengaruh dan dampak kurikulum kepada peserta didik belum bisa
43
mendapatkan hasil evaluasi secara valid. Kurikulum 2013 sebagaimana yang
dipaparkan pada hasil penelitian didapatkan bahwa dalam kurikulum tersebut
Pembelajaran abad 21 yang menjadi Framework dalam kurikulum 2013 dirancang
untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi di era revolusi industri
4.0. Adaptasi yang dimaksud agar peserta didik mampu memanfaatkan sisi positif dari
revolusi industri 4.0 dengan memiliki keterampilan 4C diantaranya critical-thinking
and problem-solving skills, communication and collaboration skills, creativity and
innovation Skills. Memiliki kemampuan Literasi teknologi informasi dan komunikasi.
Pada sisi lain agar peserta didik tidak tercerabut dari kebudayaannya, pembelajaran
Abad-21 juga memberikan arahan untuk penguatan pendidikan karakter melalui
pengembangan karakter (character building) dan nilai spiritual (spiritual value). Jadi
dapat dikatakan kurikulum 2013 masih sangat relevan dengan era Revolusi Industri
4.0.
7. Bagaimana Relevansi Strategi Pembelajaran Guru Fisika dalam Pengembangan
Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar Siswa ?
Solusi :
Strategi pembelajaran dalam upaya pengembangan kecerdasan emosional
siswa dapatdilihat dari beberap hal berikut. (a) Dimensi kegiatan pendahuluan, pada
saat penyampaian apersepsi, guru memberikan cerita menarik. (b) Dimensi
penyampaian informasi, guru melaksanakan tanya jawab yang mampu
mengembangkan dimensi kesadaran diri pada keyakinan tentang kemampuan diri dan
dimensi keterampilan sosial pada menyampaikan pesan yang jelas. (c) Dimensi
partisipasi siswa, guru memberikan latihan soal kepada siswa yang mampu mengem-
bangkan dimensi kesadaran diri pada indikator mengetahui kekuatan dan batas diri,
dimensi empati, dan dimensi keteram pilan sosial pada menyampaikan pesan yang
jelas dan meyakinkan. (d) Dimensi pemberian tes yang guru berikan berupa ulangan
harian. Kegiatan ini mampu mengembangkan kecerdasan emosional di- mensi
kesadaran diri indikator mengetahui batas dan kekuatan diri, keyakinan tentang harga
diri, dan kemampuan diri. Selain itu juga dikembangkan dimensi pengaturan diri
dengan indikator memelihara norma kejujuran dan integritas serta bertanggung jawab.
Berdasarkan deskripsi prestasi belajar siswa, strategi pembelajaran guru yang
mampumengembangkan prestasi ialah pemberian apersepsi yang meningkatkan
motivasi sehingga prestasi belajar meningkat. Selain itu juga penyampaian materi
secara urut, pemberian latihan soal, berkeliling saat siswa mengerjakan latihan soal,
44
menekankan konsep matematika, bertanya kembali ke akhir pembelajaran, dan
memberikan tugas rumah.
Pembahasan Strategi Pembelajaran Guru Fisika
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui guru fisika telah menerapkan dimensi
pada strategi pembelajaran. Dimensi yang dimaksud, yaitu: penyusunan rencana pem-
belajaran, pelaksaan interaksi belajar me- ngajar, dan penilaian prestasi belajar siswa.
Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa muncul pada dimensi berikut. (1) Dimensi
kesadaran diri pada indikator mengetahui kekuatan dan batas diri sendiri dan
keyakinan tentang harga diri. Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan percaya
dengan diri sendiri (Goleman, 2001). Indikator yang tidak mucul ialah mengali emosi
diri dikarenakan siswa tidak diberikan kesempatan untuk bersiap ketika memulai
pelajaran, ketika guru masuk siswa sudah dianggap siap.Relevansi strategi
pembelajaran guru fisika dalam pengembangan kecerdasan emosional dan prestasi
belajar siswa kelas X ditinjau berdasarkan munculnya dimensi-dimensi terkait.
Relevansi antara strategi pembelajaran guru dengan kecerdasan emosional,
terlihat saat guru memberikan apersepsi sehingga muncul dimensi motivasi pada diri
siswa, pada saat guru menyampaikan materi dengan strategi tanya jawab muncul
komponen percaya diri pada dimensi kesadaran diri, pada saat guru mengadakan
diskusi terpimpin muncul indikator komunikasi dengan menyampaikan pesan yang
jelas dan menyakinkan pada dimensi keterampilan sosial.
5.4 Rangkuman
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) relevansi berarti hubungan atau
berkaitan.
2. Relevansi menurut Burhan Nurgiyantoro (1998:50) diartikan sebagai berikut:“Adanya
kesatuan antara hasil pendidikan (lingkungan sekolah) dengan tuntutan kehidupan
yang ada di masyarakat.
3. System pendidikan dapat dikatakan relevan jika para lulusan yang dihasilkan suatu
lembaga pendidikan (kompetensi para lulusan) berguna bagi kehidupan, serta
sebaliknya, jika kompetensi para lulusan suatu lembaga pendidikan kurang fungsional
bagi keperluan kehidupan, berarti sistem pendidikan yang dijalankan kurang relevan
dengan tuntutan kehidupan.
45
BAB VI
46
6.2 Manajemen Sarana Dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah suatu kegiatan yang
dilakukan melalui perencanaan, pengadaan, inventarisasi, pemeliharaan serta
penghapusan terhadap sarana dan prasarana yang ada di sekolah digunakan untuk
menunjang terselenggaranya pendidikan yang bermutu di sekolah. SMA Negeri 8 Kota
Jambi masih kesulitan mengelola sarana dan prasarana pendidikan serta sarana dan
prasarana yang tidak digunakan diabaikan begitu saja. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui penerapan (1) perencanaan (2) pengadaan (3) inventarisasi (4) pemeliharaan
serta (5) penghapusan sarana dan prasarana pendidikan di SMA Negeri 8 Kota Jambi.
Manajemen sebagai suatu proses pemberdayagunaan seluruh sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Werang, 2015:2). Sumber daya organisasi
itu tidak hanya mencakup benda-benda material (dana, gedung, sarana transportasi, dan
barang-barang lainnya) tetapi juga manusia yang menggerakkan dan menggunakan
benda-benda material tersebut. Untuk dapat menggerakkan dan menggunakan benda-
benda material organisasi secara efektif dan efisien, sumber daya manusia organisasi
harus terus ditingkatkan kemampuannya dan diberdayakan. Menurut Kurniadin dan
Machali (2016:11) Manajemen dianggap sebagai salah satu faktor penyebab keterpurukan
pendidikan di Indonesia. Pengelolaan pendidikan selama ini kurang memerhatikan prinsip
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas yang menjadi inti dari manajemen. Oleh karena
itu, pengelolaan pendidikan dengan manajemen yang baik adalah solusi bagi perbaikan
kualitas dan mutu pendidikan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif,
efisien, dan produktif. Agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, maka
sarana dan prasarana pendidikan harus tersedia secara memadai. Walaupun keberadaan
sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran sangat penting, namun kenyataan masih
banyak beberapa sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang kurang memadai.
47
dan prasarana pendidikan akan memperkuat proses belajar siswa dalam memperjelas
informasi dan konsep yang dipelajarinya.
Sarana
Kecukupan dan Kesesuaian Sarana.
PRASARANA
Kecukupan dan Kesesuaian Prasarana Secara keseluruhan, Gedung Ruang
Kuliah, Gedung Perkantoran, Gedung Perpustakaan, Gedung Laboratorium, dan
Fasilitas Kesejahteraan merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung-gedung yang
dimiliki oleh Universitas Surabaya. Kompleks bangunan tersebut berdiri di atas lahan
yang terletak di Kampus II Tenggilis, Jalan Raya Kalirungkut Surabaya.Universitas
Surabaya mempunyai tiga lokasi kampus, Kampus I terletak di Jalan Ngagel Jaya
Selatan 169 sedangkan Kampus III berada di desa Tamiajeng Trawas Pandaan.
48
seperti bangunan kelas tidak layak huni, kursi dan meja yang rusak, kurangnya buku
pelajaran, dan lain sebagainya. Salah satu daerah 3T yang masih kurang memadai
dalam sarana dan prasarana yaitu Bondowoso. Bukan hanya kurang mengenai
fasilitas-fasilitas dalam pendidikan, tetapi kurang meratanya pendidik yang memiliki
kualitas baik. Apabila sarana dan prasarana kurang memadai di daerah 3T, maka
menimbulkan masalah seperti rendahnya pendidikan. Sehingga dalam pendidikan, apa
bila dirancang dan direncanakan dengan baik maka bisa mencapai tujuan yang
diinginkan. Akibat kualitas di daerah 3T kurang memadai maka peserta didik tidak
bisa menikmati fasilitas-fasilitas yang lengkap seperti didaerah kota. Dan sebaliknya
apabila fasilitas dalam pendidikan lengkap dan dikelola dengan baik maka sarana dan
prasarana bisa digunakan secara optimal. Akibat terhambatnya pemerataan sarana dan
prasarana di daerah 3T bisa disebabkan adanya orang-orang yang tidak
bertanggungjawab atas dana yang digunakan sebagai administrasi sekolah.
Solusi :
Apabila bantuan dari pemerintah tersebut mengenai dana untuk administrasi
sekolah disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab maka
alokasi dana terhambat. Sehingga pemerintah harus tegas dalam menangani alokasi
dana tersebut.Solusi dalam melakukan pemerataan sarana dan prasarana agar bisa
49
mempunyai kualitas pendidikan yang baik di Indonesia terutama di daerah 3T yaitu
dengan cara mengadakan suatu organisasi yang bertugas mengawasi pengadaan
sarana dan prasarana di sekolah, memberlakukan komite sekolah yang sesuai dengan
anggaran yang telah ditetapkan, dan melakukan perencanaan terhadap manajemen
sarana dan prasarana dengan melengkapi fasilitas-fasilitas di pendidikan.
2. Permaasalahan :
Sekolah di perkotaan memiliki fasilitas laboratorium komputer yang dapat
digunakan peserta didik dalam proses pembelajaran, sedangkan sekolah di perdesaan
belum memiliki fasilitas tersebut dan bahkan ada yang belum mengetahui cara
mengoperasikan komputer tersebut.
Sedangkan teknologi berbasis komputer sangat penting untuk pendidikan masa
kini. Banyak pembelajaran yang menggunakan teknologi berbasis komputer.
Dalam hal ini sarana dan prasarana sangat mempengaruhi dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan saat ini sarana dan prasarana untuk pendidikan memang kurang memadai,
bahkan banyak sarana dan prasarana yang tidak layak untuk proses belajar mengajar.
Seperti halnya sarana dan prasarana yang tidak memadai yaitu gedung kelas
bocor, bangku sekolah rusak maupun tidak mencukupi, lapangan yang tergenang air,
ketidak lengkapnya buku diperpustakaan, tidak memadainya penggunaan teknologi dan
informasi dan lainnya.
Ketika sarana dan prasarana sekolah tidak memadai maka akan mempengaruhi
proses belajar mengajar yang dilaksanakan. yaitu akan menghambat proses mengajar.
Guru akan kesulitan dalam memberikan serta menjelaskan materi yang akan disampaikan
kepada peserta didik. Begitu juga dengan peserta didik akan kesulitan untuk memahami
apa yang dijelaskan oleh guru. Oleh sebab itu, proses belajar mengajar tidak akan berjalan
secara efektif dan efisien.
Masalah sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai juga dapat
disebabkan oleh ketidakpedulian sekolah terhadap perawatan fasilitas yang ada yang akan
menjadikan buruknya sarana dan prasarana. Sikap acuh tak acuh dan tidak adanya
pengawasan dari pemerintah banyak fasilitas di sekolah yang terbengkalai.
Hal ini akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam menggunakan fasilitas yang
ada karena keadaan sarana dan prasarana yang kurang memadai dan fasilitas yang rusak.
Dengan adanya ketidaknyamanan ini akan mengakibatkan peserta didik enggan
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
50
Solusi :
Maka dari itu diperlukan kesadaran untuk menjaga sarana dan prasarana yang ada
agar dapat tetap digunakan untuk menunjang pendidikan.
Pemerintah juga perlu memberikan bantuan terhadap daerah terpencil tersebut
agar pendidikan dapat berkembang dan tercapai pula tujuan pendidikan tersebut, dan
kurangnya alokasi dana yang terhambat yaitu dalam hal banyak penyalahgunaan dana
administrasi sekolah dan adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam hal
pendanaan sehingga adanya penyalahgunaan dana dan menghambat proses pendidikan.
Dalam hal ini pemerintah kurang tegas dalam menangani oknum-oknum yang
melakukan penyelewengan dana. Seharusnya pendidikan yang ada di Indonesia ini upaya
yang dilakukan adalah pendidikan harus berjalan efektif. Dalam peningkatan
pembelajaran seperti halnya pengajaran yang baik sehingga mutu peserta didik lebih
berkualias dan perlunya kejujuran serta rencana yang strategis terhadap manajemen
keuangan pendidikan, agar pendidikan saat ini teroptimalkan dan dapat meningkatkan
sarana dan prasarana.
Pemerintah juga perlu meningkatkan sarana dan prasarana yang ada di sekolah,
sehingga peserta didik dapat belajar dengan nyaman atas adanya sarana dan prasarana
yang memadai tersebut. Akan tetapi sarana dan prasarana yang baik juga harus disertai
dengan Sumber Daya Manusia yang baik pula, karena sarana dan prasarana yang lengkap
dan memadai tidak akan bermanfaat apabila tidak adanya guru yang berkualitas.
6.6 Rangkuman
1. Sarana prasarana merupakan unsur yang secara langsung menunjang atau digunakan
dalam pelaksanaan suatu kegiatan, dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Unsur
tersebut dapat berbentuk meja, kursi, kapur, papan tulis, alat peraga, dan sebagainya.
2. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan
melalui perencanaan, pengadaan, inventarisasi, pemeliharaan serta penghapusan
terhadap sarana dan prasarana yang ada di sekolah digunakan untuk menunjang
terselenggaranya pendidikan yang bermutu di sekolah.
51
BAB VII
52
Gambar 5 Aksesibilita Untuk Difabel
( Sumber : https://www.solider.id/2015/12/01/difabel-dan-sulitnya-akses-pendidikan )
Aksesibilitas berasal dari bahasa Inggris (accessibility) yang artinya hal yang dapat
masuk/hal yang mudah dicapai. Jadi aksesibilitas dapat kita pahami sebagai kemudahan yang
diberikan. Dalam kamus Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa akses adalah segala hal yang
terkait dengan “jalan masuk”.
53
7.4 Faktor Yang Mempengaruhi Aksesibilitas Dalam Memperoleh Pendidikan
1. Jenis Kelamin Anak
Saat ini perkembangan penduduk di Indonesia menunjukkan kondisi yang hampir
setara antara jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Adanya
peningkatan penduduk berjenis kelamin perempuan perlu diimbangi dengan pemberian
kesempatan kepada perempuan untuk berkembang dan turut serta dalam pembangunan
negara. Upaya memberikan kesempatan tersebut disebut penyetaraan gender. Gender
merupakan konsep yang banyak digunakan di berbagai tempat yang menunjukkan
perbedaan peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan secara
sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Lasfitri (2013) dan Izzaty (2009) menyatakan
bahwa jenis kelamin anak mempengaruhi partisipasi sekolah anak-anak, yang mana
probabilitas bersekolah anak laki-laki untuk bersekolah lebih kecil daripada anak
perempuan. Namun, Ibrahim, Okumu., Alex, dan Isoke (2008) menyatakan bahwa
probabilitas bersekolah anak laki-laki di Uganda lebih besar daripada anak perempuan.
54
lembaga pendidikan yang kodrati, yaitu orang tua bertanggung jawab memelihara,
merawat, melindungi dan endidik anak agar berkembang dengan baik.
4. Jarak ke Sekolah
Aksesibilitas memperoleh pendidikan dapat dipengaruhi oleh keterjangkauan atau
kemudahan untuk menuju sekolah yang dituju dari tempat tinggal. Perbedaan cara untuk
menuju ke sekolah seperti naik sepeda motor, bersepeda, dan jalan kaki secara langsung
dipengaruhi oleh jarak yang di tempuh menuju sekolah. Jarak tempuh ke sekolah secara
langsung berpengaruh terdapat biaya yang harus di keluarkan orang tua dalam hal
pendidikan, selain itu fisik anak untuk melakukan aktivitas setiap hari ke sekolah yang
cukup jauh juga menjadi pertimbangan untuk melanjutkan sekolah. Oleh sebab itu, faktor
jarak menjadi salah satu latar belakang untuk mengambil keputusan menyekolahkan
anaknya hingga jenjang berikutnya. Ibrahim, Nakajo, dan Doreen (2008) menyatakan
bahwa semakin jauh jarak siswa ke sekolah maka semakin besar siswa mengalami putus
sekolah (drop out) dan Puslitjak (2012) menyatakan bahwa jarak ke sekolah bermutu
yang dekat akan merangsang siswa untuk mau bersekolah, sehingga akses mereka
terhadap pendidikan lebih baik daripada jarak ke sekolah yang jauh. Dengan demikian,
dapat disimpulkan semakin jauh jarak ke sekolah maka probabilitas anak untuk
bersekolah akan semakin kecil.
56
Solusi : Dalam upaya mengatasi kemiskinan yang berdampak pada partisipasi
bersekolah anak usia 7-18 tahun, Pemerintah telah memberikan berbagai macam
bantuan dana, namun sering mengalami kendala dalam hal pendataan, penyaluran
bantuan, dan sebagainya. Untuk mempermudah kegiatan pendataan warga miskin,
pengorganisasian penyaluran bantuan, evaluasi pelaksanaan bantuan, pemberdayaan
masyarakat miskin usia produktif dan sebagainya sebaiknya Pemerintah mendirikan
Lembaga Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (LPTPK) pada tingkat
Kabupaten/Kota yang pembentukan dan pertanggung jawabannya langsung kepada
Presiden melalui Bupati/Walikota dan diatur dalam Peraturan Presiden. Dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, saat ini pemerintah meluncurkan
Program Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar (KIP) akan menjamin dan
memastikan seluruh anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu terdaftar sebagai
penerima bantuan tunai pendidikan hingga lulus SMA/SMK/MA. Selain program
KIP, untuk mendukung peningkatan partisipasi anak terhadap pendidikan hingga PT
Pemerintah juga masih menjalankan program bantuan dana pendidikan berupa
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), program Bantuan Siswa Miskin
(BSM), program Dana Alokasi Khusus Pendidikan (DAK-Pendidikan), Bantuan
Khusus Murid (BKM), Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Bantuan
Belajar Mahasiswa (BBM), Bantuan Pendidikan untuk Mahasiswa Miskin Berprestasi
(BIDIKMISI).
Permasalahan 2 :Berdasarkan hambatan yang muncul dalam pengelolaan pembelajaran
IPA, upaya yang dilakukan guru dan sekolah masih sangat minim. Beberapa upaya
sederhana yang dilakukan oleh guru IPA dalam pengelolaan pembelajaran IPA adalah
melakukan diskusi penyusunan perangkat dan penilaian pembelajaran dengan guru
lainnya yang juga memiliki kompetensi belum memadai, penyesuaian strategi atau
metode pembelajaran, pembuatan media pembelajaran sederhana, dan memotivasi
siswa.Belum adanya upaya signifikan yang dilakukan oleh guru IPA disebabkan oleh akar
dari hambatan pengelolaan pembelajaran IPA adalah pihak sekolah dan pengetahuan
guru.Sementara, dilain pihak guru IPA di SMP Negeri Z jarang mendapat kesempatan
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan penyusunan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran IPA.Guru IPA menyampaikan upaya yang dilakukan guntuk
mengatasi hambatan pengelolaan pembelajaran IPA adalah sebagai berikut. IPA sebaga
salah satu mata pelajaran pada jenjang pendidikan SMP/MTs memiliki keunikan
dibanding mata pelajaran lain, baik dari segi karakteristik materinya maupun dari segi
57
proses pembelajarannya. Materi mata pelajaran IPA tidak dapat dipisahkan dari
keterampilan proses sains.
Solusi : Oleh karena itu, inovasi dalam perencanaan proses pembelajaran sangat
dibutuhkan agar pelaksanaan pembelajaran dan penilaian IPA dapat berlangsung secara
bermakna bagi peserta didik. Implikasi penelitian ini adalah pengelolaan pembelajaran
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran seharusnya didesain
dan dilaksanakan dengan optimal. Jika pengelolaan pembelajaran IPA didesain dengan
baik, maka akan memudahkan guru dalam melaksanakan dan menilai pembelajaran.
Dengan pengelolaan pembelajaran yang baik akan memudahkan siswa dalam memahami
materi pelajaran.
7.6 Rangkuman
1. Aksesibilitas pendidikan adalah kemudahan yang diberikan kepada setiap warga
masyarakat untuk menggunakan kesempatannya dalam memasuki suatu program
pendidikan. Akses tersebut dapat berupa sikap sosial yang non diskriminatif,
kebijakan politik dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mendukung dan
mencegah diskriminasi, tersedianya lingkungan fisik pendidikan yang aksesibel,
tersedianya alat bantu belajar / mengajar yang sesuai, dan biaya pendidikan yang
terjangkau, yang memungkinkan setiap warga masyarakat menggunakan
kesempatannya untuk mengikuti proses belajar/mengajar pada program pendidikan
yang dipilihnya.
2. Aksesibilitas ialah kemudahan yang disediakan bagi difabel dalam mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, sebagai suatu
kemudahan bergerak melalui dan menggunakan bangunan gedung dan lingkungan
dengan memperhatikan kelancaran dan kelayakan, yang berkaitan dengan masalah
sirkulasi, visual dan komponen setting.
58
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid (2011) Pendidikan Karakter Persfektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arimbawa, A, P., Santyasa, W, I., Rapi, K, N (2017) Strategi Pembelajaran Guru Fisika :
Relevansinya Dalam Pengembangan Motivasi Belajar Dan Presestasi Belajar Siswa.
Jurnal Matematika, Sains, dan Pembelajarannya. Vol 11. No 1. Hal 43-60.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 1983. Materi Dasar Pendidikan Akta Mengajar V
Buku IIA, Dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Fatchul Mu’in (2011) Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Fernandes, R. (2019) Relevansi Kurikulum 2013 dengan Kebutuhan Peserta Didik di Era
Revolusi 4.0. Jurnal Socius: Journal of Sociology Research and Education. 6 (2) 70-80
Hariyanto, S. (2004) Good Governance Dalam Perspektif Perguruan Tinggi Swasta Untuk
Menghadapi Persaingan. Jurnal Widya Manajemen Dan Akuntansi. 205-217.
https://dpr.go.id/dokpemberitaan/majalah-parlementaria/m-93-2012.pdf
https://eprints.uny.ac.id/63842/4/BAB%20II.pdf
https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/kajian/detail/aksesibilitas-memeroleh-pendidikan-untuk-
anak-anak-di-
indonesia#:~:text=Aksesibilitas%20pendidikan%20adalah%20kemudahan%20yang,kese
mpatannya%20memasuki%20suatu%20program%20pendidikan
59
https://news.detik.com/berita/d-5523349/jam-sekolah-tatap-muka-cuma-sebentar-guru-smkn-
15-jaksel-fokus-praktik
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.pikiran-
rakyat.com%2Fjawa-barat%2Fpr-01323730%2Ftingkatkan-aksesibilitas-pendidikan-
pemprov-jabar-luncurkan-program-gratis-iuran-
bulanan&psig=AOvVaw3B_udrDhbMDtFJFl9RqYbL&ust=1622394107222000&source
=images&cd=vfe&ved=0CAMQjB1qFwoTCOiUl5qv7_ACFQAAAAAdAAAAABAD
https://www.kompasiana.com/ayucantika/5e92e693d541df13b17c76a2/kurangnya-
pemerataan-sarana-dan-prasarana-dalam-pendidikan-di-daerah-3t-terdepan-tertinggal-
dan-terluar
Remaja, I.N.G (2017) Penerapan Good Governance Dalam Tata Kelola Penyelenggaraaan
Dan Pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta Yang Berbasis Pelayanan. Prosiding
Seminar : Revitalisasi Tata Kelola Perguruan Tinggi. 27-40.
60
Siahaan, S., Rr, M. (2008)SEPUTAR SERTIFIKASI GURU. Jurnal Teknodik. XII (1) 90-
106
Supriadi, Dedi dan Fasli Jalal. (2001) Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi
daerah. Yogyakarta: Adicipta.
Wahyuningsih, D., Trustho, R., Radiyono., Delisma, W.A. (2013) EVALUASI PROGRAM
MELALUI E-LEARNING. Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika. 246-256
61