Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL SATUAN ACARA BERMAIN (SAB)

BERMAIN ORIGAMI
DI RUANG (............) RSUD TIDAR MAGELANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH :

Ahmad Riyo A. (071222004)


Andhika Riqki P (071222006)
Aprilia Ayuningtyas (071222009)
M. Bahrul Akmal (071222078)
Maria Pulung A.H (071222027)

PROGRAM STUDI PROFESI


NERS FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI
WALUYO 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah siapa saja yang
belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih di dalam kandungan, yang
berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah
dimulai sejak anak tersebut berada di dalam kandungan hingga berusia 18 tahun
(Priastana & Artikel, 2020).
Anak merupakan individu yang sedang dalam proses tumbuh kembang, yang
mempunyai kebutuhan spesifik (fisik, psikologis, social, dan spiritual) yang
berbedadengan orang dewasa. Kebutuhan fisik/biologis anak mencangkup makan,
minum, udara, eliminasi, tempat berteduh dan kehangatan. Secara psikologis anak
membutuhkan cinta dan kasih sayang, rasa aman atau bebas dari ancaman. Anak
yang sakit dapat menimbulkan suatu stress bagi anak itu sendiri maupun keluarga
(Boyoh & Magdalena, 2018).
Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena alasan berencana
atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani
terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan
masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Imam, 2008).
Hospitalisasi juga dapatdiartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat
menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit. Bermain adalah cara alamiah bagi anak
mengungkapkankonflik dalam dirinya yang tidak disadari. Selama menjalani masa
perawatan di
rumah sakit, seorang anak mempunyai tugas perkembangan yang harus
diselesaikan sesuai dengan usia perkembangannya (Priastana & Artikel, 2020).
Untuk itu, diperlukan suatu intervensi untuk mengatasi permasalahan akibat
hospitalisasi pada anak, salah satunya adalah dengan terapi bermain. Terapi bermain
diharapkan mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stress, frustasi,
merubah tingkah laku pada anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang
diharapkan anak yang telah mengikuti terapi bermain akan mudah diajak kerjasama
selama perawatan. Selain itu juga tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya
adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress.
Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga berhenti pada saat anak
sakit atau anak di rumah sakit (Hartini et al., 2018).
Anak-anak pada usia toddler dapat memainkan sesuatu dengan tangannya
serta senang bermain dengan warna, oleh karena itu dengan bermain origami
menjadi alernatif untuk mengembangkan kreatifias anak dan dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak selama dirawat. Bermain origami dapat menjadi salah
satu media bagi perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak.
Terapi bermain origami cocok digunakan pada anak yang sedang menjalani
perawatan di Rumah Sakit karena bisa dilakukan di atas tempat tidur dan tidak
mengganggu proses penyembuhan anak.
rumah sakit, seorang anak mempunyai tugas perkembangan yang harus
diselesaikan sesuai dengan usia perkembangannya (Priastana & Artikel, 2020).
Untuk itu, diperlukan suatu intervensi untuk mengatasi permasalahan akibat
hospitalisasi pada anak, salah satunya adalah dengan terapi bermain. Terapi bermain
diharapkan mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stress, frustasi,
merubah tingkah laku pada anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang
diharapkan anak yang telah mengikuti terapi bermain akan mudah diajak kerjasama
selama perawatan. Selain itu juga tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya
adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress.
Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga berhenti pada saat anak
sakit atau anak di rumah sakit (Hartini et al., 2018).
Anak-anak pada usia toddler dapat memainkan sesuatu dengan tangannya
serta senang bermain dengan warna, oleh karena itu dengan bermain origami
menjadi alernatif untuk mengembangkan kreatifias anak dan dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak selama dirawat. Bermain origami dapat menjadi salah
satu media bagi perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak.
Terapi bermain origami cocok digunakan pada anak yang sedang menjalani
perawatan di Rumah Sakit karena bisa dilakukan di atas tempat tidur dan tidak
mengganggu proses penyembuhan anak.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
kreativitas dan seni yang dimiliki melalui pengalaman bermain dan
beradaptasi terhadap permasalahan akibat hospitalisasi serta dapat meningkatkan
kemampuan motorik halusnya
b. Tujuan khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak mampu :
1. Mengembangkan seni, kreativitas dan keterampilannya
2. Melatih motorik halus yang dimiliki
3. Mengurangi perasaan cemas, takut dan marah efek hospitalisasi
4. Mempererat hubungan antara anak dengan tenaga kesehatan (khususnya
perawat)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI TERAPI BERMAIN


Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang
berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi
malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli
psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa anak (Priastana & Artikel, 2020).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang secara sukarela
untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa. Jadi
kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh kesenangan agar anak dapat
kreatif dan mengekspresikan pikiran, tanpa mempertimbangkan hasil akhir
(Asmarawanti & Lustyawati, 2018).
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan salah
satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah kecemasan
sebelum dan sesudah tindakan operatif . Dengan demikian dapat dipahami bahwa di
dalam perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan suatu kegiatan di dalam
melakukan asuhan keperawatan yang sangat penting untuk mengurangi efek
hospitalisasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Asmarawanti
& Lustyawati, 2018).
Terapi bermain ini bertujun untuk mempraktekkan keterampilan,
memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif dan merupakan suatu
aktifitas yang memberikan stimulasi dalam kemampuan keterampilan kognitif dan
afektif (Asmarawanti & Lustyawati, 2018

B. KLASIFIKASI BERMAIN
1. Klasifikasi beramain menurut isi :
a. Social affective play
Anak belajar memberi respon terhadap respon yang diberikan oleh
lingkungan dalam bentuk permainan, misalnya orang tua berbicara
memanjakan anak tertawa senang, dengan bermain anak diharapkan
dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
b. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari satu objek yang ada di sekitarnya,
dengan bermain anak dapat merangsang perabaan alat, misalnya bermain
air atau pasir.
c. Skill play
Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh ketrampilan
tertentu dan anak akan melakukan secara berulang-ulang misalnya
mengendarai sepeda.
d. Dramatika play roleplay
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah atau
ibu.
2. Klasifikasi bermain menurut karakteristik sosial
a. Solitary play
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa
orang lain yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita
Toddler.
b. Paralel play
Permaianan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-
masing mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang
lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan
oleh anak pre school.Contoh : bermain balok.
c. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktivitas yang
sama tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas,
anak bermain sesukanya.
d. Kooperatif play
Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang terorganisasi
dan terencana dan ada aturan tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia
sekolah Adolesen.

C. KATEGORI BERMAIN
- Bermain aktif : anak banyak menggunakan energi inisiatif dari anak
sendiri. Contoh: bermain sepak bola.
- Bermain pasif : energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakukan
aktivitas (hanya melihat).
Contoh: memberikan support.

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERMAIN


a.Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi/keterbatasan
b. Status kesehatan, anak sakit menyebabkan perkembangan psikomotor kognitif
terganggu
c.Jenis kelamin
d. Lingkungan meliputi : lokasi, negara, kultur
e.Alat permainan
f. Intelegensia dan status sosial ekonomi

E. TAHAP PERKEMBANGAN BERMAIN


- Tahap eksplorasi, merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain.
- Tahap permainan, setelah tahu cara bermain anak mulai masuk dalam tahap
permainan
- Tahap bermain sungguhan, anak sudah ikut dalam permainan
- Tahap melamun, merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan
berikutnya
BAB III
METODE PERMAINAN

A. KARAKTERISTIK PESERTA
Kegiatan bermain ini diikuti peserta dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
- Anak yang kooperatif
- Anak yang berusia 3-6 tahun
2. Kriteria ekslusi
- Anak yang menolak untuk diajak bermain
- Anak yang tidak diijinkan orang tua
- Anak yang mengalami keterbatasan fisik/bedrest
- Anak yang tidak terpasang alat-alat invasive seperti NGT, kateter dll

B. ANALISIS KASUS
Berdasarkan hasil observasi selama praktik di Ruang Anak (...........) RSUD
Tidar Magelang sebagian besar anak merasa takut, cemas, jenuh dan bosan
selama menjalani perawatan di rumah sakit. Anak yang baru menjalani
perawatan lebih terlihat cemas dan rewel saat dilakukan tindakan keperawatan,
sedangkan anak yang sudah sering menjalani rawat inap mengeluh bosan dan
sangat jenuh berada di rumah sakit. Hal tersebut mengakibatkan anak tidak
kooperatif dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama perawatan. Oleh karena
itu perawat perlu memberikan terapi bermain untuk mengurangi kecemasan dan
kejenuhan pada anak yang mengalami hospilatisasi.

C. JUDUL PERMAINAN
“ Terapi Bemain Dengan Origami “

D. DESKRIPSI PERMAINAN
Kegiatan bermain yang dilakukan adalah bermain origami, perawat akan
menjelaskan kepada pasien teknis bermain origami. Selanjutnya anak dapat
melipat kertas, membentuk origami menjadi bentuk benda, binatang, orang dan
sebagainya sesuai kreasi dan imajinasi anak. Terapi bermain origami dianggap
sesuai untuk diberikan kepada anak usia prasekolah yang menjalani perawatan
dirumah sakit karena tidak membutuhkan energi banyak, singkat, sederhana dan
aman. Origami bermanfaat untuk melatih motorik halus, serta membutuhkan
motivasi, kreativitas, keterampilan serta ketekunan, selain itu latihan origami
dapat membantu anak-anak memahami ukuran yang relatif lebih lengkap dengan
menggunakan strategi yang lebih efektif untuk perbandingan ukuran.
Pada penelitian Hilmansyah and Rofiqoh 2022 didapatkan ada pengaruh
terapi bermain origami terhadap tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
yang mengalami hospitalisasi dengan p-value <0,001.
Pada penelitian ini, kertas origami yang diberikan pada anak berupa kertas
lipat berwarna-warni dengan tujuan anak bisa mengenal berbagai macam warna
dan mengalihkan perhatian anak ketika sedang rewel atau cemas. Selain itu,
supaya anak lebih kooperatif terhadap tindakan yang diberikan. Permainan
origami dilakukan di tempat tidur yang melibatkan orang tua dengan didampingi
peneliti. Proses awal kecemasan sedang dan ringan. mengalami penurunan pada
tingkat kecemasan anak bervariasi dan diberikan terapi bermain origami rata-rata
bahkan berat sekali. Tetapi setelah berada pada tingkat kecemasan berat
kecemasan anak bervariasi dan kebanyakan origami, nilai total skor dari tingkat
bermain. Sebelum diberikan terapi bermain anak sampai anak ada kemauan dan
kesabaran dalam membina trust pada anak yang cukup membutuhkan waktu
(Nengsih 2020).

E. TUJUAN PERMAINAN
Tujuan dilakukan program terapi bermain pada pasien anak adalah :
1. Mengurangi dampak psikologis dari hospitalisasi anak seperti rasa cemas,
takut, marah bosan dan lain sebagainya.
2. Merangsang kreatifitas anak dan meningkatkan kemampuan motorik halus
anak.
3. Meningkatkan koordinasi kerja sama antara otak dan tangan.

F. KETRAMPILAN YANG DIPERLUKAN


1. Konsentrasi
2. Kemampuan motoric halus
3. Kreativitas
4. Keterampilan

G. JENIS PERMAINAN
Kegiatan terapi bermain yang diberikan kepada pasien adalah terapi bermain
dengan bermain origami (kertas lipat)
H. MEDIA
Kertas Lipat Origami
I. WAKTU PELAKSANAAN

J. PROSES BERMAIN
No Waktu Tahap Perawat Pasien
1. 5 menit Pembukaan  Memperkenalkan diri Mendengarkan,
 Melakukan validasi memperhatikan,
nama, tempat tanggal menjawab
lahir dan apakah klien
sudah pernah
diberikan terapi
bermain sebelumnya
2. 20 menit Kegiatan  Membagikan alat Menerima alat
bermain permainan permainan dan
 Menjelaskan cara bertanya tentang
bermain kejelasan cara
 Menjawab bermain
pertanyaan pasien
 Memotivasi peran
aktif
 Memberikan
pujian
3. 5 menit Penutup  Memvalidasi Menjawab
perasaan klien pertanyaan
terhadap
permainan yang
telah dilakukan
 Memvalidasi
respon orang tua

K. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI

1. Anak merasa jenuh dan bosan selama proses bermain.

2. Anak mengeluh lelah.

3. Ruangan yang sempit atau terlalu lebar mempengaruhi keinginan anak untuk
bermain.

4. Efisiensi waktu, waktu bermain harus disesuaikan dengan waktu istirahat anak.
Anak yang sedang sakit cendrung memilih untuk beristirahat daripada
bermain, tingkat konsentrasi anak ketika bermain 10-15 menit.

5. Tetesan infus macet karena akibat gerak tangan yang banyak.

6. Lingkungan yang terlalu ramai atau terlalu hening akan mempengaruhi


konsentrasi anak dalam bermain.

L. ANTISIPASI MINIMALKAN HAMBATAN


Hambatan dapat diantisipasi dengan menjalin komunikasi terapeutik dan
bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan orang tua.
Sebelumnya perawat sudah menyusun jadwal dan kontrak waktu dengan
anak dan orang tua terkait terapi bermain yang akan dilakukan. Mengajak
pasien untuk melakukan permainan disaat yang tepat misalkan tidak mengajak
pasien saat jam tidur siang karena itu akan menganggu pasien untuk beristirahat
ketika memang dipaksakan bermain, begitu juga dalam memberikan
pengetahuan tentang permainan yang akan dilakukan. Saat memberikan
penjelasan kepada anak, dijelaskan secara jelas dan tidak bertele-tele supaya
anak mudah mengerti. Dalam waktu pelaksanaan diharapkan untuk tidak terlalu
lama karena untuk mengurangi resiko gerak tangan yang dilakukan dan
meminimalkan kebosanan pada anak (Priastana & Artikel, 2020).

M. PENGORGANISASIAN
Leader :
Co Leader :
Fasilitator :
Fasilitator :
Observer :
Keterangan

L C.L

F F

N. KRITERIA EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

Melakukan evaluasi terhadap persiapan sebelum pelaksanaan terapi bermain,


meliputi persiapan tempat, persiapan peserta, serta media yang akan digunakan.
Kreteria keberhasilan:

a. Kontrak waktu dengan klien dan orang tua klien telah disepakati sebelum
pelaksanaan kegiatan

b. Persetujuan telah didapatkan dari klien dan orang tua klien sebelum
pelaksanaan kegiatan

c. Tempat dan media yang akan digunakan telah siap sebelum pelaksanaan
kegiatan
2. Evaluasi Proses
Melakukan evaluasi terhadap respond dan feedback klien dan orang tua klien
selama dilakukan kegiatan. Kriteria keberhasilan :
a. Klien di harapkan kooperatif selama pelaksanaan kegiatan
b. Klien diharapkan mampu mengikuti program terapi bermain
c. Klien diharapkan menjadi senang dan tidak bosan
d. Klien diharapkan dapat berinteraksi dengan lingkugan sekitar
e. Diharapakan klien dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar

3. Evaluasi Hasil
Keefektifan pelaksanaan kegiatan terapi bermain di evaluasi dengan metode
observasi dan wawancara terhadap klien :

a. Setelah mengikuti kegiatan terapi bermain selama 30 menit diharapkan anak


mampu mengatasi rasa bosan, cemas, jenuh, marah atau nyeri yang dirasakan

b. Orang tua diharapkan menerapkan terapi bermain saat anaknya mulai bosan
selama menjalani pengobatan di rumah sakit

c. Orang tua diharapkan dapat memodifikasi terapi bermain sesuai dengan kebutuhan
klien

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Asmarawanti, & Lustyawati, S. (2018). Penerapan Terapi Bermain Mewarnai Gambar


Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Hospitalisasi Anak Usia Pra Sekolah (3-6
Tahun). Jurnal Tidak Dipublikasikan, 83–
92. https://jurnal.ummi.ac.id/index.php/lentera/article/view/216/85
Boyoh, D., & Magdalena, E. (2018). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar
Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi Di Ruangan
Anak Di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung. Jurnal Skolastik Keperawatan, Vol. 4(2),
62–69. Hartini, S., Winarsih, B. D., & Sulistyawati, E. (2018). Terapi Bermain Pada
Anak Pra- Sekolah Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Saat Hospitalisasi Di Rsud
Kudus.
Jurnal Pengabdian Kesehatan. https://doi.org/10.31596/jpk.v1i1.7

Muhamad Idris, M. R. (2018). EFEKTIFITAS TERAPI BERMAIN (MEWARNAI)


TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK
USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) DI RUANG MELATI RSUD KOTA BEKASI
Muhamad. 583–592.

Priastana, A., & Artikel, I. (2020). Pengaruh Terapi Bermain Tebak Gambar Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Pasien Anak Usia Toddler Akibat Hospitalisasi Di
Rumah Sakit the Effect of Image Playing Therapy To Reduce Hospitalization Anxiety
in Toddler Age Patients At Hospital. JPP) Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang,
15(2), 2654–3427. https://doi.org/10.36086/jpp.v15i1.564
Wowiling, F., Ismanto, A., & Babakal, A. (2014). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai
Gambar Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah Akibat
Hospitalisasi Di Ruangan Irina E Blu Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal
Keperawatan UNSRAT, 2(2), 105672.
Dewi Permata Dyah Ayu. Darsini. Ita Ni'matuz Zuhroh. (2018). Pengaruh Terapi Bermain
Terhadap Penurunan Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah (3-
6 Tahun) (Di Paviliun Seruni RSUD Jombang)
Hilmansyah, Mohammad Aqsal, and Siti Rofiqoh. 2022. “Literature Review : Terapi Bermain
Origami Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah yang Mengalami
Hospitalisasi.” Prosiding Seminar Nasional Kesehatan 1: 2326–31.
Nengsih, Neneng Aria. 2020. “Origami Sebagai Tindakan Adjuvant Atraumatic Care
Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Yang Menjalani Hospitalisasi Di Rsud 45
Kuningan.” Journal of Nursing Practice and Education 1(1): 11–20.

Anda mungkin juga menyukai