Muhammad Alif Farhan - Laporan Kasus - Katarak
Muhammad Alif Farhan - Laporan Kasus - Katarak
KATARAK SENILIS
Disusun Oleh :
Muhammad Alif Farhan
2310221049
Pembimbing:
LAPORAN KASUS
KATARAK
Disusun oleh:
Muhammad Alif Farhan 2320221049
Pembimbing
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan Klinik bagian Mata di
RSGM Ambarawa.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Organ mata adalah salah satu komponen dari panca indera, memberikan
kemampuan melihat sebagai pemberian Tuhan. Kemampuan untuk mengamati keindahan
dunia dapat dilakukan melalui mata, tetapi saat ini ada banyak penyakit yang dapat
menghambat fungsi penglihatan mata. Katarak, kata yang berasal dari bahasa Yunani
("Katarrhakies") yang berarti seperti air terjun, disebut juga sebagai bular dalam bahasa
Indonesia, mengacu pada kondisi ketika penglihatan terasa seperti tertutup oleh air terjun
karena kekeruhan lensa (Ilyas, 2018).
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1 miliar orang
di seluruh dunia mengalami kebutaan, dengan 94 juta di antaranya disebabkan oleh katarak,
dan sekitar 35 juta orang lainnya mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat.
Oleh karena itu, katarak menempati posisi kedua dalam hal menyebabkan gangguan
penglihatan, setelah gangguan refraksi yang tidak diobati, tetapi menjadi penyebab utama
kebutaan, dengan angka mencapai 51% di seluruh dunia (Ang dan Afshari, 2021).
Di Indonesia, diperkirakan bahwa insiden katarak mencapai 0,1%, yang berarti ada
sekitar 1.000 kasus baru katarak setiap tahunnya. Sekitar 16-22% dari pasien katarak yang
menjalani operasi berusia di bawah 55 tahun (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Tindakan
operasi katarak bahkan menjadi yang paling umum dilakukan oleh para spesialis di seluruh
dunia, dengan jumlah mencapai 20 juta (Srinivasan, 2022). Menurut data Riskesdas tahun
2013, prevalensi katarak di Provinsi Bali adalah sekitar 2,7%, yang termasuk dalam lima
provinsi dengan tingkat katarak tertinggi di Indonesia (Balitbang Kemenkes RI, 2013).
Katarak disebabkan oleh proses degeneratif pada lensa, biasanya terjadi pada usia
lanjut dan berkembang secara bertahap. Namun, katarak juga bisa disebabkan oleh kelainan
kongenital atau kondisi mata kronis. Karena tingginya angka kasus katarak di seluruh dunia
dan tingginya prevalensi kebutaan yang terkait, perhatian lebih harus diberikan untuk
mengurangi peningkatan kasus katarak secara global.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
a. Anatomi lensa
Akomodasi Lensa
• Akomodasi adalah mekanisme perubahan fokus penglihatan mata dari
penglihatan jarak jauh menjadi jarak dekat
• Setelah usia 40 tahun -> nukleus lensa menjadi kaku -> mengurangi
akomodasi
• Ketika kontraksi otot siliaris terjadi -> ketebalan aksial meningkat, penurunan
diameter, dan meningkatkan kekuatan dioptri lensa -> menghasilkan suatu
akomodasi
• Ketika otot siliaris rileks -> ketegangan serat zonular meningkat ->
mengakitbatkan lensa flattens, dan kekuatan dioptri lensa menurun.
• Akomodasi lensa dimediasi oleh serat-serat parasimpatis dari saraf kranial III
(occulomotorius).
5
2.1 Definisi Katarak
Katarak adalah kondisi dimana lensa mata mengalami kekeruhan sebagai
akibat dari peningkatan kadar cairan dalam lensa, perubahan struktur protein lensa,
atau kombinasi keduanya. Biasanya, kondisi ini memengaruhi kedua mata secara
bersamaan dan berkembang secara perlahan (Tamsuri, 2012). Secara umum,
katarak merujuk pada kekeruhan lensa mata yang mengakibatkan gangguan
penglihatan (Nanda, 2013). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa katarak
adalah keadaan dimana lensa mata atau kapsul lensa mata mengalami kekeruhan,
yang berdampak negatif pada kemampuan penglihatan.
2.2 Etiologi Katarak
Etiologi katarak masih merupakan subjek yang belum sepenuhnya
terpecahkan dan katarak diyakini sebagai kondisi yang kompleks, muncul akibat
berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor
instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor risiko yang berasal dari
dalam tubuh manusia, termasuk unsur genetik, usia, dan jenis kelamin. Sementara
itu, faktor ekstrinsik adalah faktor risiko yang berasal dari luar tubuh manusia,
seperti penggunaan obat-obatan tertentu, kondisi gizi yang kurang, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, paparan sinar matahari, trauma pada
mata, serta riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi (Lukas,
Pangkerego, dan Rumende, 2017). Penyebab utama katarak adalah proses alami
yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia, yang mengakibatkan perubahan
pada mata (Tana, Mihardja, dan Rifati, 2007). Oleh karena itu, pemahaman
mengenai faktor-faktor ini memiliki peran penting dalam upaya pencegahan dan
manajemen katarak.
2.3 Epidemiologi
Menurut data dari WHO tahun 2010, katarak dapat menyebabkan kebutaan
pada lebih dari 17 juta orang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sekitar 10%
populasi mengalami katarak, dan prevalensi ini meningkat hingga mencapai sekitar
50% pada kelompok usia antara 65 hingga 74 tahun. Indonesia memiliki jumlah
penderita katarak yang sangat tinggi di wilayah Asia Tenggara, mencapai 1,5-1,8%
dari total populasi atau sekitar 2 juta orang (Siswoyo, Setioputro, dan Albarizi,
2016).
Tingkat insiden katarak diperkirakan sekitar 0,1% per tahun, yang berarti
setiap tahun, sekitar 1 dari 1.000 orang baru mengalami katarak. Prevalensi katarak
di Indonesia mencapai 1,8%, (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan Penyebab:
1. Katarak Kongenital: Katarak jenis ini terjadi pada anak-anak dan biasanya terkait
dengan infeksi virus rubella yang dialami oleh ibu selama kehamilan.
7
2. Katarak Komplikata: Katarak komplikata dapat disebabkan oleh berbagai jenis
infeksi dan penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, hipertensi, glaukoma,
lepasnya retina, atau penyakit umum lainnya.
3. Katarak Trauma: Katarak trauma disebabkan oleh cedera mata, seperti benturan
keras, luka tembus, luka sayatan, eksposur panas tinggi, atau paparan bahan kimia
yang dapat merusak lensa mata. Katarak trauma dapat terjadi pada semua usia.
4. Katarak Senilis: Katarak senilis adalah jenis yang paling umum dan berkaitan
dengan proses penuaan atau faktor usia. Lensa mata menjadi keras dan keruh seiring
bertambahnya usia, dan jenis katarak ini biasanya terjadi pada individu di atas usia
40 tahun (Saputra, Handini, dan Sinaga, 2018).
2.5 Patofisiologi
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.
9
2.7 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Sebelum menjalani operasi, pasien juga perlu menjalani
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi penyakit-penyakit yang mungkin
menyertainya, seperti diabetes melitus, hipertensi, atau masalah jantung
(Pascolini, 2011).
Dalam penilaian pasien katarak, penting untuk melakukan pemeriksaan
visus untuk mengevaluasi kemampuan penglihatan pasien. Pada kasus katarak
subkapsular posterior, visus pasien mungkin dapat membaik setelah dilakukan
dilatasi pupil. Selain itu, pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
membantu dalam mengidentifikasi penyakit dan memprediksi prognosis
penglihatan pasien (Vaughan, 2000)
Pemeriksaan dengan slit lamp tidak hanya berfokus pada evaluasi
kekeruhan lensa, tetapi juga pada struktur okular lainnya, seperti konjungtiva,
kornea, iris, dan bilik mata depan. Pemeriksaan kornea harus dilakukan secara
teliti, dan kondisi lensa harus dicatat dengan seksama sebelum dan setelah
dilakukan dilatasi pupil. Pemeriksaan juga mencakup penilaian posisi lensa dan
integritas serat zonular, yang dapat membantu mengidentifikasi adanya subluksasi
lensa yang mungkin terkait dengan trauma mata sebelumnya, masalah metabolik,
atau katarak yang sangat matang. Selain itu, pemeriksaan shadow test berguna
untuk menentukan stadium katarak senilis. Untuk mengevaluasi bagian belakang
mata, pemeriksaan oftalmoskopi baik secara langsung maupun tidak langsung
juga perlu dilakukan dengan cermat (Pascolini, 2011).
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk katarak melibatkan penyakit atau kondisi mata
lainnya yang memiliki gejala serupa atau dapat disalahartikan sebagai katarak
seperti glaukoma, retinopati diabetik, abrasi kornea, dan keratitis (Rathi,2020).
2.9 Tata Laksana
Penanganan definitif untuk katarak senilis melibatkan ekstraksi lensa
mata. Terdapat dua jenis operasi ekstraksi yang tersedia, yaitu Intra Capsular
Cataract Extraction (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction
(ECCE) (Hanof, 2019).
10
A. Indikasi
Indikasi untuk melakukan operasi katarak mencakup aspek penglihatan, medis, dan
kosmetik.
1. Indikasi Penglihatan: Ini adalah alasan yang paling umum untuk operasi.
Keputusan untuk menjalani operasi dapat bervariasi tergantung pada sejauh
mana katarak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
2. Indikasi Medis: Terkadang, operasi diperlukan meskipun pasien tidak merasa
terganggu secara signifikan oleh kekeruhan lensa. Ini dapat terjadi dalam kasus
seperti glaukoma yang disebabkan oleh lensa mata, endoftalmitis
fakoanafilaktik, atau kelainan pada retina seperti retinopati diabetik atau ablasi
retina.
3. Indikasi Kosmetik: Beberapa pasien dengan katarak matur mungkin meminta
operasi katarak meskipun peluang untuk memulihkan penglihatan mungkin
terbatas. Motivasi utama dalam hal ini adalah untuk mendapatkan pupil yang
tampak normal.
11
C. Anestesi
Terdapat dua jenis anestesi yang digunakan:
1. Anestesi Umum:Digunakan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi,
gangguan pendengaran, atau gangguan mental lainnya. Ini juga bisa digunakan
pada pasien dengan kondisi seperti penyakit Parkinson atau reumatik yang
membuatnya sulit berbaring tanpa merasakan nyeri.
2. Anestesi Lokal: Terdiri dari berbagai teknik, termasuk peribulbar block dan
subtenon block, yang memberikan analgesi dan akinesia pada mata. Ini adalah
pilihan yang lebih umum dan aman.
2.10. Prognosis
Prognosis setelah operasi katarak umumnya baik, dengan lebih dari 90%
pasien mengalami perbaikan penglihatan. Namun, prognosis dapat bervariasi
tergantung pada jenis katarak dan kondisi pasien. Prognosis terbaik biasanya
terlihat pada katarak kongenital bilateral yang progresif. Pasien anak-anak dengan
katarak mungkin memiliki prognosis yang lebih kompleks tergantung pada faktor-
faktor seperti ambliopia dan anomali saraf optikus atau retina (Kanski, 2011)
12
13
BAB III
STATUS PASIEN
III.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun 3 bulan
Rekam Medis : 2*****
Tanggal Pemeriksaan : 18 September
2023
III.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poli Mata RSGM Ambarawa tanggal 18 September
2023.
III.2.1 KELUHAN UTAMA
Mata kanan rabun sejak 1 minggu yang lalu.
III.2.2 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSGM pada 18 September 2023 dengan
keluhan mata kanan rabun sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat trauma dan kontak
dengan benda asing tidak ditemukan pada pasien. Keluhan mata merah, gatal, rasa
mengganjal, pandangan berkabut, titik hitam pada lapang pandang, dan sakit kepala
disangkal oleh pasien.
III.2.3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat asma
maupun alergi obat disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat DM dan
Hipertensi sejak tahun 2017 (6 tahun yang lalu).
III.2.4 RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengonsumsi obat DM dan Hipertensi secara rutin namun tidak
mengingat nama-nama obat yang dikonsumsinya.
III.2.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
III.2.6 RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
III.3 PEMERIKSAAN FISIK
14
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 203/95 mmHg
Nadi : 111 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36.5⁰ C
Status Generalis
Kepala : Normosefali, warna rambut hitam dan putih,
distribusi rambut merata.
Mata : Gerakan bola mata ke segala arah normal,
ikterik (-/-), anemis (-/-), lensa mata
kanan mengalami kekeruhan.
THT : sekret (-), deformitas (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar betah gening
Paru : napas simetris, retraksi (-), taktil fremitus normal
dan simetris, sonor, vesikular, bunyi tambahan (-)
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik,
Pemeriksaan Fisik Khusus
Visus
Keterangan OD OS
15
Light perception Baik
Keterangan OD OS
Super Silia
Keterangan OD OS
Palpebra Superior
Keterangan OD OS
16
Ektoprion Tidak ada Tidak ada
Palpebra Inferior
Keterangan OD OS
17
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Keterangan OD OS
Keterangan OD OS
18
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Keterangan OD OS
19
Sklera
Keterangan OD OS
Keterangan OD OS
Iris
Keterangan OD OS
20
Bentuk Bulat Bulat
Pupil
Keterangan OD OS
Ukuran 4 mm 4 mm
Lensa
Keterangan OD OS
Tonometri
Keterangan OD OS
21
Kejernihan 19,7 18,3
22
III.7 TATALAKSANA
III.7.1 Non – Farmakologi
1. Mengedukasi pasien tentang tatalaksana operasi
2. Mengedukasi pasien untuk menjaga gula darah dan tekanan darah berada
dalam rentang yang aman untuk operasi
3. Melakukan tes laboratorium untuk persiapan operasi
4. Meminta pasien untuk datang keesokan hari untuk melihat hasil
laboratorium dan persiapan operasi
III. 8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. T, 58 tahun datang ke Poliklinik Mata RSGM pada 18 September 2023
mengeluhkan mata rabun sejak 1 minggu yang lalu. Mata rabun dirasakan semakin
memburuk dalam beberapa hari terakhir. Keluhan ini dirasakan pada mata kanan.
Tidak ada yang memperberat atau memperingan keluhan tersebut. Keluhan mata
merah, gatal, rasa mengganjal, titik hitam pada lapang pandang, dan sakit kepala
disangkal oleh pasien. Riwayat trauma dan kontak dengan benda asing tidak
ditemukan pada pasien. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus
sejak 6 tahun yang lalu. Riwayat penyakit jantung dan asma disangkal oleh pasien.
Pasien mengonsumsi obat oral rutin DM dan HT , namun tidak mengingat dengan
jelas nama obat-obatan tersebut. Riwayat alergi obat disangkal oleh pasien. Riwayat
keluhan serupa disangkal oleh keluarga.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat, tanda vital
didapatkan hipertensi dengan tekanan darah 203/95 mmHg. Pasien sadar dengan
status oftamologi pada okuli dekstra visus 1/300, LP (+), PW (+), dan lensa mata
kanan keruh. Pada okuli sinistra didapatkan visus 2/60, LP (+), PW (+).
Diagnosis katarak senilis matur ditegakkan karena usia pasien di atas 40
tahun, kemudian hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan kepustakaan
(Nanda, 2013). Diagnosis banding glaukoma disangkal karena keluhan sakit kepala
dan pegal pada area mata disangkal serta hasil tonometri yang normal. Selain itu,
kelainan refraksi disangkal karena tak membaik dengan penggunaan kacamata
(Ilyas, 2018).
Pasien diminta untuk melakukan cek laboratorium dan kembali esok hari.
Setelah pasien datang pada tanggal 19 September 2023 dan mendapatkan hasil lab,
pasien diminta datang pada tanggal 25 September 2023 untuk pengecekan pre-
operasi, lalu dilakukan operasi EKEK pada mata kanan pasien pada tanggal 26
September 2023 di ruang operasi 6 Instalasi Bedah Sentral pada pukul 10.00-10.45
WIB dan pasien dirawat di ruang Cempaka hingga tanggal 27 September 2023
kemudian dipulangkan.
24
BAB V
KESIMPULAN
Pasien 58 tahun datang ke Poliklinik Mata RSGM pada 18 September
2023. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis didapatkan bahwa terdapat penglihatan yang rabun. Pada
pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien, didapati kekeruhan pada lensa
mata kanan. Hal ini sesuai dengan gambaran dari katarak yaitu kekeruhan pada
lensa. Pasien diminta untuk melakukan cek laboratorium dan kembali esok hari.
Setelah pasien datang pada tanggal 19 September 2023 dan mendapatkan hasil lab,
pasien diminta datang pada tanggal 25 September 2023 untuk pengecekan pre-
operasi, lalu dilakukan operasi EKEK pada mata kanan pasien pada tanggal 26
September 2023 di ruang operasi 6 Instalasi Bedah Sentral pada pukul 10.00-10.45
WIB dan pasien dirawat di ruang Cempaka hingga tanggal 27 September 2023
kemudian dipulangkan. Prognosis quo ad vitam pasien ini ad bonam. Prognosis ad
functionam pasien ini ad bonam. Prognosis ad sanationam pasien ini ad bonam.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. 2018. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke- 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. hlm. 69-70.
2. Ang, M. J. dan Afshari, N. A. 2021. Cataract and Systemic Disease: A
Review. Clinical and Experimental Ophtamology, 49, 118 – 127.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2013. “Riset
Kesehatan Dasar 2013”. Jakarta: Kemenkes RI. Tersedia di:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/i mages/download/laporan/RKD/201
3/Laporan_riskesdas_2013_final.pdf
4. Srinivasan, S. 2022. Nanotechnology and Drug Delivery Systems for
Topical Ocular Therapy: A Promising New Chapter. Wolters Kluwer
Health.
5. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR
J Ophthalmol. 2011.
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
7. Rathi, V. M., & Vyas, S. P. (2020). Corneal Abrasion. In StatPearls
[Internet]
8. Hanof, M. 2019. Indications for Lens Surgery/Indications for Application
of Different Lens Surgery Techniques. Ophtalmology Fifth Edition. 349-
356.e1
9. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th
ed. China: Elsevier : 2011. (e-book)
26