Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

BELA NEGARA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hakikat Ancaman


Dosen :
AKBP (Purn) Ivone Kartika Permana, S.H., M.H

Oleh :
Kelompok 3
Tedi Rukmantara (2201415071)
Indah Mulyasari (4101415135)
M. Yahya Ghufroni (4101416016)
Ridwan Darmawan (4101416044)
Jeffi Ardiyansya (4101416141)

PROGRAM STUDI D-III KEPOLISIAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
BANDUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat,

taufik, dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan lancar.

Terima kasih kepada Bapak Rudi Salam, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing serta

teman-teman yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang

telah ditentukan.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta

banyak kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada

dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi. Untuk itu

besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan

makalah kami berikutnya.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah memberikan manfaat, baik

untuk pribadi, teman-teman, orang lain yang ingin mengambil serta menyempurnakan lagi atau

mengambil hikmah dari judul ini “Bela Negara" sebagai tambahan dalam menambah referensi

yang telah ada.

Semarang, 19 Maret 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman

KATA PENGANTAR.........................................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................3

B. Rumusan Masalah....................................................................................................4

C. Tujuan......................................................................................................................4

D. Metodologi...............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Bela Negara................................................................................................6

B. Dasar Hukum Bela Negara......................................................................................7

C. Fungsi dan Tujuan Bela Negara...............................................................................8

D. Partisipasi Bela Negara............................................................................................9

E. Hakikat Ancaman.....................................................................................................9

F. Urgensi dan Tantangan Ketahanan Nasional dan Bela negara bagi Indonesia dalam

Membangun Komitmen Kolektif Bangsa..............................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................24

B. Saran......................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era reformasi dan globalisasi sekarang ini begitu tampak bagaimana pola hidup

warga negara Indonesia yang cukup dapat mengimbangi sebuah kemajuan zaman walaupun

masih dikatakan dini untuk hal itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat

seolah-olah merupakan sumber kemakmuran dan kepuasan, baik batin dan lahiriah bagi insan

manusia yang disisi lain juga sebagai warga negara. Namun dibalik ada hal yang masih menjadi

tanda tanya besar yaitu mengenai rasa nasionalisme atau kecintaan terhadap tanah air dari setiap

warga negara Indonesia terhadap pengaruh kebudayaan asing. Contoh pengaruh iptek. Begitu

tergantungnya negara ini terhadap kebutuhan teknologi dari bangsa asing yang seolah-olah

menjerat bangsa ini untuk tunduk terhadap aturan-aturan asing daripada harus menegakkan

ideologi bangsa ini yaitu Pancasila.

Bela negara merupakan landasan sikap yang harus ditumbuh kembangkan pada setiap

warga negara Indonesia guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah bila

kita menafsirkan bahwa bela negara hanya berhubungan dengan masalah angkat senjata melawan

militer negara luar. Perlu adanya eksplorasi pemikiran agar hakikat bela negara ini tidak disalah

artikan. Dalam hal ini warga negara Indonesia dituntut untuk lebih kreatif menerapkan arti bela

negara ini dalam kehidupannya tanpa menghilangkan hakekat bela negara itu sendiri. Kesadaran

bela negara harus diyakini sebagai sebuah kebutuhan dan keharusan bagi warga negara Indonesia

khususnya para pemuda yang diharapkan sebagai generasi penerus bangsa untuk ikut

bertanggung jawab mengemban amanat penting ini. Bila pemuda sudah tidak memiliki kesadaran

mengenai bela negara, maka ini merupakan bahaya besar bagi kehidupan berbangsa dan

3
bernegara, yang mengakibatkan bangsa ini akan jatuh ke-2 dalam kondisi yang sangat parah

bahkan jauh terpuruk dari bangsa-bangsa yang lain yang telah mempersiapkan diri dari gangguan

bangsa lain.

Kondisi bangsa kita sekarang merupakan salah satu indikator bahwa sebagian pemuda

di negeri ini telah mengalami penurunan kesadaran akan pentingnya bela Negara. Contoh di

perkotaan, karena daerah yang sangat cepat dengan pengaruh perkembangan informasi walaupun

desa juga tidak bisa dilepaskan dari konteks ini, hal ini bisa kita lihat semakin minimnya pemuda

di perkotaan yang menghormati nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan lebih bangga dengan

budaya atau simbol-simbol bangsa lain. Semakin banyaknya pemuda yang melakukan perilaku

menyimpang dengan menggunakan narkoba, freesex. Kondisi ini diperparah dengan minimnya

kesadaran sosial dan perhatian kepada sesama yang ditunjukkan dengan semakin individualisnya

pemuda itu sendiri di tengah-tengah masyarakat. Dari sini seharusnya kita sudah bisa membuka

mata dan mulai menyadari hal itu. Janganlah segala ideologi bijak yang terkandung dalam

Pancasila kita nodai dengan segala sepak terjang yang jauh dari harapan bangsa kita tercinta ini.

Inilah sebenarnya harapan dari para pejuang kemerdekaan negeri Indonesia yang telah rela

berjuang mati-matian memerdekakan negara ini dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, ada beberapa permasalahan atau pertanyaan yang

akan dibahas dalam makalah ini. Di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Apa hakikat bela negara?

2. Apa hakikat ancaman?

3. Bagaimana urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara bagi Indonesia

dalam membangun komitmen kolektif bangsa?

4
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil beberapa tujuan disusunnya

makalah ini, yaitu :

1. Memahami hakikat konsep bela negara bagi setiap warga negara Indonesia.

2. Menjaga ideologi bangsa dari pengaruh peradaban asing dengan konsep bela negara.

3. Upaya menjaga persatuan dan kesatuan seluruh warga negara Indonesia.

D. Metodologi

Kami menggunakan beberapa metode untuk pengolahan data mentah menjadi data baku

dalam makalah ini. Metodologi yang kami pakai di antaranya :

1. Telaah dan studi pendidikan kewarganegaraan.

2. Kajian dan diskusi umum.

3. Pencarian data dari media cetak maupun elektronik.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Bela Negara

Pertahanan atau bela negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang

bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran pada hak dan

kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan

kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

Sistem pertahanan negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan

kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan di abdikan oleh

dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Cirri kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh

sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan. Sedangkan ciri kewilayahan

bahwa gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar diseluruh wilayah NKRI,

sesuai dengan kondisi geografi sebagai negara kepulauan.

UUD NRI Tahun 1945 Pasal 27 Ayat 3 mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara

berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Namun, sebelum membahas

lebih jauh mengenai bela negara, sebaiknya kalian memahami terlebih dahulu pengertian bela

negara.

Menurut penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Pasal 9

Ayat 1 tentang Pertahanan Negara, upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara

yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam

menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bukan hanya sebagai kewajiban dasar

6
manusia, tetapi juga merupakan kehormatan warga negara sebagai wujud pengabdian dan

kerelaan berkorban kepada bangsa dan negara.

Bela Negara yang dilakukan oleh warga negara merupakan hak dan kewajiban membela

serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan

keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Pembelaan yang diwujudkan dengan

keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan

setiap warga negara. Oleh karena itu, warga negara mempunyai kewajiban untuk ikut serta

dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan lain dengan undang - undang.

B. Dasar Hukum Bela Negara

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang wajib bela negara.

1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang Konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan

Nasional.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok

Perlawanan Rakyat.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok

Hankam Negara RI, diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1988.

4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.

5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.

6. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 Pasal 30

Ayat (1) dan (2) menyatakan “bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

usaha pertahanan dan keamanan negara yang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan

keamanan rakyat semesta oleh TNI dan kepolisian sebagai komponen utama dan rakyat

7
sebagai kekuatan pendukung”. Ada pula pada Pasal 27 Ayat (3): “Setiap warga negara

berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaaan negara”.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,

Ayat 1: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang

diwujudkan dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara”; Ayat 2: “Keikutsertaan

warganegara dalam upaya bela negara dimaksud Ayat 1 diselenggarakan melalui

kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1) Pendidikan Kewarganegaraan,

2) Pelatihan dasar kemiliteran,

3) Pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib, dan

4) Pengabdian sesuai dengan profesi.

C. Fungsi dan Tujuan Bela Negara


Fungsi bela negara, diantaranya:

 Mempertahankan Negara dari berbagai ancaman;


 Menjaga keutuhan wilayah negara;
 Merupakan kewajiban setiap warga negara.
 Merupakan panggilan sejarah;

Tujuan bela negara, diantaranya:

 Mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara


 Melestarikan budaya
 Menjalankan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945
 Berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
 Menjaga identitas dan integritas bangsa/ negara

8
D. Partisipasi dalam Bela Negara
1. Lingkungan Keluarga
 Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga.
 Membentuk keluarga yang sadar hukum
 Menjaga kebersihan dan kesehatan keluarga Saling mengingatkan kepada sesama
anggota keluarga apabila ada yang akan berbuat kejahatan, misalnya : minum
minuman keras di rumah dan lain sebagainya.
 Memberikan pengertian kepada anak supaya cinta kepada tanah air dan mencintai
produk-produk dalam negeri
2. Lingkungan Sekolah
 Mengembangkan kepedulian sosial di sekolah, misalnya dengan keihklasan
mengumplkan dana sosial, infak, zakat, shodaqoh, untuk menolong warga sekolah
yang membutuhkan.
 Kesadaran untuk menaati tata tertib sekolah
 Menjaga nama baik sekolah dengan tidak melaksanakan perbuatan yang berakibat
negatif untuk sekolah dan sebagainya
 Belajar dengan giat terutama pada materi Pendidikan Kewarganegaraan
 Belajar dengan giat supaya mendapatan prestasi baik
3. Lingkungan Negara
 Mematuhi peraturan hukum yang berlaku
 Mengamalkan nilai-nila yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi dan dasar
negara
 Membayar pajak tepat pada waktunya
 Mendukung program GDN, GNOTA, dan wajib belajar 9 tahun
 Memperkokoh semangat persatuan dan kesatuan bangsa

E. Hakikat Ancaman

Seiring dengan globalisasi yang merembah berbagai aspek kehidupan, ancaman

pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan

bangsa juga semakin berkembang menjadi multi-diminsional. Untuk menghadapi ancaman

9
tersebut tidak hanya bertumpu pada kemampuan pertahanan yang dimensi militer tetapi juga

melibatkan kememampuan pertahanan yang berdimensi nirmiliter.

Berdasarkan sifat ancaman, hakikat ancaman digolongkan menjadi ancaman militer dan

nirmiliter.

1. Ancaman militer

Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan

terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara,

keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.

Beberapa macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara.

a. Dari luar negeri

1) Agresi

2) Pelanggaran wilayah oleh negara lain

3) Spionase (mata-mata)

4) Sabotase

5) Aksi terror dari jaringan internasional

b. Dari dalam negeri

1) Pemberontakan bersenjata

2) Konflik horizontal

3) Aksi terror

4) Sabotase

5) Aksi kekerasan yang berbau SARA

6) Gerakan separatis (upaya pemisahan diri untuk membuat Negara

7) Pengrusakan lingkungan

10
2. Ancaman nirmiliter

Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor nir militer

yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan

wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancama nirmiliter dapat berdimensi

ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi, serta keselamatan

umum.

a. Ancaman berdimensi ideology

Bentuk-bentuk baru dari ancaman ideologi yang bersumber dari dalam maupun dari luar

negeri, yakni metamorphosis dari penganut paham komunis yang telah melebur kedalam

elemen-elemen masyarakat, sewaku waktu dapat mengancam Indonesia. Usaha pihak-

pihak tertentu melalui penulisan buku-buku sejarah dengan tidak mencantumkan

peristiwa G30SPKI dengan dewan revolusi atau gerakan radikalisme yang brutal dan

anarkis, memberikan indikasi bawa anacaman ideologi masih potensial.

b. Ancaman bedimensi politik

Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri.

Dari luar negeri, ancaman berdimensi politk dilakukan oleh suatu negara dengan

melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade

politik adalah bentuk ancaman yang sering kali digunakan oleh pihak lain untuk

menekan negara lain. Dari dalam negeri, pertumbuhan instrumen politik mencerminkan

kadar pertumbuhan demokrasi suatu negara. Ancaman yang berdimensi politik yang

bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi masa

untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan

politik untuk melemahkan kekuasaan pemerinah, ancaman separatisme merupakan

bentuk ancaman politik yang timbul di dalam negeri.

11
c. Ancaman berdimensi ekonomi

Ancaman berdimensi ekonomi berpotensi menghancurkan pertahanan sebuah negara.

Pada dasarnya ancaman berdimensi ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

internal dan eksternal. Internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang tinggi,

infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas,

ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi. Eksternal dapat berupa

indikator kinerja ekonomi yang baik, daya saing, ketidaksiapaan menghadap era

globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi terhadap asing.

d. Ancaman berdimensi sosial budaya

Ancaman berdimensi sosial budaya dibedakan atas ancaman dari dalam maupun luar.

Ancaman dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan,

dan ketidakadilan. Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi

dalam format globalisai dengan penetrasi dan nilai-nilai budaya dari luar negeri sulit

dibendung yang mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia.

e. Ancaman berdimensi teknologi dan informasi.

Seiring dengan kemajuan IPTEK berkembang pula kejahatan yang memanfaatkan

kemajuan IPTEK tersebut, antara lain kejahan cyber dan kejahan perbankan. Kondisi

lain yang menjadi ancaman adalah lambatnya perkembangan kemajuan IPTEK di

Indonesia sehingga ketergantungan terknologi terhadap negara-negara maju semakin

menjadi.

12
f. Ancaman berdimensi keselamatan umum

Ancaman berdimensi keselamatan umum dapat merupakan bencana alam, seperti gempa

bumi, meletusnya gunung berapi, dan tsunami. Bencana alam yang dipicu oleh ulah

manusia, antara lain bencara banjir, tanah longsor, dan bencana lainnya.

F. Urgensi Dan Tantangan Ketahanan Nasional Dan Bela Negara Bagi Indonesia Dalam

Membangun Komitmen Kolektif Kebangsaan

1. Pengertian Ketahanan Nasional

Menurut salah seorang ahli ketahanan nasional Indonesia, GPHS. Suryomataraman,

definisi ketahanan nasional mungkin berbeda-beda karena penyusun definisi melihatnya

dari sudut yang berbeda pula. Menurutnya, ketahanan nasional memiliki lebih dari satu

wajah, dengan perkataan lain ketahanan nasional berwajah ganda, yakni ketahanan

nasional sebagai konsepsi, ketahanan nasional sebagai kondisi dan ketahanan nasional

sebagai strategi (Himpunan Lemhanas, 1980).

Berdasar pendapat di atas, terdapat tiga pengertian ketahanan nasional atau disebut

sebagai wajah ketahanan nasional yakni:

a. Ketahanan nasional sebagai konsepsi atau doktrin

b. Ketahanan nasional sebagai kondisi

c. Ketahanan nasional sebagai strategi, cara, atau pendekatan

Untuk dapat memahami ketahanan nasional sebagai suatu konsepsi, pengertian

pertama, perlu diingat bahwa ketahanan nasional adalah suatu konsepsi khas bangsa

Indonesia yang digunakan untuk dapat menanggulangi segala bentuk dan macam ancaman

yang ada. Konsepsi ini dibuat dengan menggunakan ajaran “Asta Gatra”. Oleh karena itu,

konsepsi ini dapat dinamakan “Ketahanan nasional Indonesia berlandaskan pada ajaran

13
Asta Gatra”. Bahwa kehidupan nasional ini dipengaruhi oleh dua aspek yakni aspek

alamiah yang berjumlah tiga unsur (Tri Gatra) dan aspe ksosial yang berjumlah lima

unsur (Panca Gatra). Tri Gatra dan Panca Gatra digabung menjadi Asta Gatra, yang

berarti delapan aspek atau unsur. Pada naskah GBHN tahun 1998 dikemukakan definisi

ketahanan nasional, sebagai berikut:

a) Untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus

menuju ke tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan dari

hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan yang timbul baik dari luar maupun dari

dalam maka pembangunan nasional diselenggarakan melalui pendekatan Ketahanan

Nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala aspek kehidupan nasional

bangsa secara utuh dan menyeluruh.

b) Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi

tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya ketahanan nasional adalah

kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan

hidup menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan

meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya Ketahanan Nasional yang tangguh

akan mendorong pembangunan nasional.

c) Ketahanan nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan

ekonomi, ketahanan sosial budaya, dan ketahanan pertahanan keamanan.

2. Bela Negara Sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Nasional

Istilah bela negara, dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 27 Ayat 3UUD NRI

1945. Pasal 27 Ayat 3 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta

dalam upaya pembelaan negara”. Dalam buku Pemasyarakatan UUD NRI 1945 oleh MPR

(2012) dijelaskan bahwa Pasal 27Ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh konsep

14
yang dianut bangsa dan negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yakni upaya bela

Negara bukan hanya monopoli TNI tetapi merupakan hak sekaligus kewajiban setiap

warga negara. Oleh karena itu, tidak benar jika ada anggapan bela negara berkaitan

dengan militer atau militerisme, dan seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk

membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia.

Berdasarkan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa

usaha pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap negara Indonesia. Hal ini

berkonsekuensi bahwa setiap warga negara berhak dan wajib untuk turut serta dalam

menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan

sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku termasuk pula aktivitas

bela negara. Selain itu, setiap warga negara dapat turut serta dalam setiap usaha

pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesi masing - masing.

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat 1

disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela

negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Dalam bagian

penjelasan Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tersebut dinyatakan bahwa upaya bela

negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara,

selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga

negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban.

Jika bela negara tidak hanya mencakup perang mempertahankan negara, maka

konsep bela negara memiliki cakupan yang luas. Bela negara dapat dibedakan secara fisik

maupun nonfisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul senjata" menghadapi

15
serangan atau agresi musuh. Bela negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi

ancaman dari luar. Pengertian ini dapat disamakan dengan bela negara dalam arti militer.

Sedangkan bela negara secara nonfisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya

untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan

kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta

berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, termasuk penanggulangan ancaman.

Bela negara demikian dapat dipersamakan dengan bela negara secara nonmiliter.

Bela negara perlu kita pahami dalam arti luas yaitu secara fisik maupun nonfisik

(militer ataupun nonmiliter). Pemahaman demikian diperlukan, olehkarena dimensi

ancaman terhadap bangsa dan negara dewasa ini tidak hanya ancaman yang bersifat

militer tetapi juga ancaman yang sifatnya nonmiliter atau nirmiliter. Yang dimaksud

ancaman adalah ”setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun luar negeri yang

dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan

segenap bangsa”. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan

bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan

kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman

nirmiliter pada hakikatnya adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter,

yang dinilai mempunyai kemampuanyang membahayakan kedaulatan negara keutuhan

wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.

Saat ini terdapat upaya untuk memperkuat Gatra Hankam dengan program bela

negara Kemhan yang telah menghasilkan 1,58 juta kader bela negara yang tersebar di

seluruh propinsi di Indonesia (http://belanegara.kemhan.go.id). Walaupun demikian

penguatan Gatra Hankam ini belum dapat mendukung secara nyata ke 7 Gatra yang ada.

16
Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan sosial (KKN, Narkoba,

Terorisme, Kemiskinan, Pencurian Sumber Kekayaan Alam) yang membutuhkan strategi

yang lebih komprehensif. Sementara itu proses globalisasi dan revolusi informasi

menghasilkan masyarakat informasi Indonesia yang lebih kompleks. Pembahasan dalam

makalah ini bertujuan untuk membantu memperkuat Ketahanan Nasional Indonesia

dengan: pertama, mengidentifikasi ancaman- tantangan bangsa Indonesia; kedua,

menjelaskan kondisi baru masyarakat Indonesia yang mengalami revolusi informasi; dan

ketiga, membangun jejaring strategis dalam ruang nyata dan maya antara negara dan

masyarakat untuk memperkuat Ketahanan Nasional. Makalah ini menghasilkan Model

Penguatan Ketahanan Nasional dengan melakukan sinergi secara nyata dan maya antara

negara dengan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan berbasiskan Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT) atau “E-Co-Governance.”Konsep dan teori dalam

makalah ini didasarkan pada “kekuasaan” (Sosiologi Politik) yang digunakan untuk

menjelaskan hubungan bela negara pertahanan dan masyarakat (Sosiologi Militer) serta

peran TIK dalam transformasi masyarakat informasi (Sosiologi Masyarakat Informasi).

3. Kerangka Teoretik

Untuk membahas jejaring strategis dapat digunakan teori Michael Mann tentang

jejaring kekuasaan dan teori Manuel Castells tentang masyarakat sebagai jejaring dalam

era informasi. Teori Mann (1986, 1993, 2012, 2013) menyatakan bahwa ciri masyarakat

yang utama adalah jejaring yang didasarkan ideologi, militer, ekonomi dan politik

(IMEP). Sementara itu Castells dalam bukunya tentang era informasi (1996,1997, 1998)

dan peran identitas dan masyarakat jejaring. Selain itu dia juga membahas dinamika

kekuasaan dalam era informasi dengan menganalisis Kekuasaan komunikasi (2009).

Dengan adanya Teknologi Informasi Komunikasi maka masyarakat menjadi lebih berdaya

17
dalam berkomunikasi dan berinteraksi, karena dapat lebih ekstensif dan intensif. Dalam

realitanya kedua teori tersebut saling melengkapi dimana Mann lebih menekankan pada

jejaring nyata (real network), sementara Castells menekankan pada jejaring maya (virtual

network). Kedua jejaring di atas dapat membentuk jejaring strategis yang terdiri negara

dan masyarakat baik secara nyata maupun maya.

Dalam buku Castells (2009: 24): “Network society is a society whose social structure

is made around networks activated by microelectronic-based, digitally processed

information and communication technologies.” Selain itu dibahas juga (2009: 418-429)

bahwa networked power merupakan jejaring kelompok yang berkuasa yakni

Programmers dan Switchers dan menghadapi Mass-self Communication atau pengguna

media sosial. Jejaring ini dapat di konstruksi atau rekonstruksi oleh mereka yang berkuasa

atau Programmer, misalnya korporasi atau negara; keempat, jejaring dapat dihubungkan

dengan jejaring lain oleh mereka yang berkuasa atau Switcher.

18
4. Ancaman dan Jejaring Strategis

Berdasarkan teori Castells tentang Pro grammer dan Switcher maka jejaring

kekuasaan dalam masyarakat Indonesia dalam berbagai dimensi (Asta Gatra) dapat dibangun

oleh pemerintah dan berkolaborasi dengan masyarakat (organisasi dan individu). Berikut ini akan

dibahas dua kasus yang terkait dengan Programmer dan Swicther dalam jejaring maya yakni Bela

Negara-Kemhan dan BNPT. Pada kasus Bela negara, pemerintah (Kemhan) telah membangun

jejaring nasional yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun jejaring ini masih merupakan

jejaring nyata dan belum terintegrasi dalam satu jejaring maya. Pembuatan jejaring maya atau

Programmer pada jejaring nyata Bela negara ini dapat menghasilkan sinergi antara jejaring nyata

dengan maya. Mereka ini sebagai pasukan cadangan dalam konflik konvensional dapat berfungsi

sekaligus sebagai cyber troops sebanyak 1,58 juta orang dalam jejaring maya. Selain itu jejaring

bela negara dapat diperluas oleh Kemhan yang berfungsi sebagai Switcher, misalnya

diperbantukan di jejaring maya atau Urun daya (crowdsourcing) untuk mengatasi ancaman non

militer seperti KKN (membantu KPK), mencegah terorisme-radikalisme (membantu BNPT), dan

narkoba (membantu BNN).

Pada kasus BNPT telah terbangun jejaring maya dengan masyarakat

(www.dutadamai.id; gatranews.com) dalam lomba pembuatan video untuk tangkal radikalisme

dengan tema “Kita boleh beda” dimana dapat dijaring sekitar 640 video dari 32 propinsi yang

diunggah di Youtube. Setiap video tersebut ditonton oleh 20,000 penonton atau totalnya telah

mengundang 1,240,800 penonton. Dalam kasus ini terlihat bahwa jejaring maya Pusat Media

Damai BNPT-RI sebagai Programmer telah terkoneksi dengan masyarakat luas dan akan

menjadi lebih luas lagi jika berfungsi sebagai Switcher yang terkoneksi dengan berbagai jejaring

mahasiswa di universitas dan siswa di SMA-SMP. Para mahasiswa dan siswa yang berjumlah

sekitar 18 juta orang dimana 64% memiliki smartphone dan 54% pengguna internet

19
(Kemenkominfo 2015b: 20,16) dapat membantu aparat keamanan dalam melakukan cyber patrol

dan cyber war (Jejaring “Protagonis”) melawan radikalisme dan kelompok radikal (“Jejaring

Antagonis”). Selain itu, para mahasiswa dan siswa dalam jejaring itu dapat pula berfungsi

sebagai cyber police melawan Narkoba dan membantu BNN. Demikian juga mereka dapat

berfungsi sebagai cyber auditor yang melakukan kontrol, misal untuk mencegah KKN dengan

mengawasi e-budgeting dan e-procurement. Hal ini akan dapat terlaksana karena berbagai data

mengenai pembangunan Indonesiasudah digitalisasi sehingga dapat diaksesoleh publik.

5. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentangKetahanan Nasional dan

Bela Negara

Secara historis, gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-

an di kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi,

1997). Masa itu sedang meluasnya pengaruh komunisme yang berasal dari Uni Sovyet dan Cina.

Pengaruh komunisme menjalar sampai kawasan Indo Cina sehingga satu per satu kawasan Indo

Cina menjadi negara komunis seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja. Tahun1960-an terjadi

gerakan komunis di Philipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Bahkan gerakan komunis

Indonesia mengadakan pemberontakan pada 30 September 1965 namun akhirnya dapat diatasi.

Sejarah keberhasilan bangsa Indonesia menangkal ancaman komunis tersebut menginspirasi para

petinggi negara (khususnya para petinggi militer) untuk merumuskan sebuah konsep yang dapat

menjawab, mengapa bangsa Indonesia tetap mampu bertahan menghadapi serbuan ideologi

komunis, padahal negara-negara lain banyak yang berguguran? Jawaban yang dimunculkan

adalah karena bangsa Indonesia memiliki ketahanan nasional khususnya pada aspek ideologi.

Belajar dari pengalaman tersebut, dimulailah pemikiran tentang perlunya ketahanan sebagai

sebuah bangsa.

20
Pengembangan atas pemikiran awal di atas semakin kuat setelah berakhirnya gerakan

Gerakan 30 September/PKI. Pada tahun 1968, pemikiran di lingkungan SSKAD tersebut

dilanjutkan oleh Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional) dengan dimunculkan istilah kekuatan

bangsa. Pemikiran Lemhanas tahun 1968 ini selanjutnya mendapatkan kemajuan konseptual

berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan nasional yang berupa ideologi, politik,

ekonomi, sosial dan militer. Pada tahun 1969 lahirlah istilah Ketahanan Nasional yang intinya

adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa untuk menghadapi segala ancaman. Kesadaran akan

spektrum ancaman ini lalu diperluas pada tahun 1972 menjadi ancaman, tantangan, hambatan,

dan gangguan (ATHG). Akhirnya pada tahun 1972 dimunculkan konsepsi ketahanan nasional

yang telah diperbaharui. Pada tahun 1973 secara resmi konsep ketahanan nasional dimasukkan ke

dalam GBHN yakni Tap MPR No IV/MPR/1978.

6. Esensi dan Urgensi Bela Negara

Terdapat hubungan antara ketahanan nasional dengan pembelaan negara atau bela

negara. Bela negara merupakan perwujudan warga negara dalam upaya mempertahankan dan

meningkatkan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Keikutsertaan warga negara dalam upaya

menghadapi atau menanggulagi ancaman, hakekat ketahanan nasional, dilakukan dalam wujud

upaya bela negara.

a) Bela Negara Secara Fisik

Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,

keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi

anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan

dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih), meskipun konsep

Rakyat Terlatih (Ratih) adalah amanat dari Undang-undang No. 20 Tahun 1982. Rakyat Terlatih

21
(Ratih) terdiri dari berbagai unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat

(Wanra), Pertahanan Sipil (Hansip), Mitra Babinsa, dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda

(OKP) yang telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan lain-lain. Rakyat Terlatih mempunyai

empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat, dan

Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada masa damai atau

pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih

membantu pemerintah daerah dalam menangani keamanan dan ketertiban masyarakat. Sementara

fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih

merupakan unsure bantuan tempur.

Bila keadaan ekonomi dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat pula

dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang

memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah

mengikuti pendidikan dasar militerakan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama

waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau

kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat perang, mereka dapat dimobilisasi dalam

waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-tugas teritorial.

b) Bela Negara Secara Nonfisik

Bela negara tidak selalu harus berarti “memanggul senjata menghadapi

musuh” atau bela negara yang militerisitik.

Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat diselenggarakan melalui

pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi. Pendidikan

kewarganegaraan diberikan dengan maksud menanamkan semangat kebangsaan dan cinta tanah

22
air. Pendidikan kewarganegaraan dapat dilaksanakan melalui jalur formal (sekolah dan perguruan

tinggi) dan jalur nonformal (sosial kemasyarakatan).

Berdasar hal itu maka keterlibatan warga negara dalam bela negara secara

nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa, dan dalam segala situasi,

misalnya dengan cara:

1) Mengikuti pendidikan kewarganegaraan baik melalui jalur formal dan nonformal.

2) Melaksanakan kehidupan berdemokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat

dan tidak memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah bersama.

3) Pengabdian yang tulus kepada lingkungan sekitar dengan menanam ,memelihara,

dan melestarikan.

4) Berkarya nyata untuk kemanusiaan demi memajukan bangsa dan negara.

5) Berperan aktif dalam ikut menanggulangi ancaman terutama ancaman nirmiliter,

misal menjadi sukarelawan bencana banjir.

6) Mengikuti kegiatan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal

pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma

kehidupan bangsa Indonesia.

7) Membayar pajak dan retribusi yang berfungsi sebagai sumber pembiayaan negara

untuk melaksanakan pembangunan.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa semangat

bela negara warga negara RI mengalami penurunan, walaupun persentasinya kurang signifikan.

Hal ini disebabkan kondisi dan situasi bangsa Indonesia yang masih sarat dengan berbagai

permasalahan disegala aspek kehidupan. Mulai dari pengaruh derasnya globalisasi dan berbagai

penjajahan gaya baru atau neoimperialisme.

Lain dari itu dapat disimpulkan pula bahwa kesadaran bela Negara merupakan suatu

kewajiban dari setiap warga Indonesia. Hal ini merupakan sikap paten yang harus ada di dalam

hati guna direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sumbangsih bela negara oleh

warga negara di berbagai bidang merupakan salah satu upaya untuk menjaga persatuan dan

kesatuan bangsa dari berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam bangsa ini.

Nasionalisme yang utuh oleh setiap elemen masyarakat bisa menjadi senjata ampuh dan

sekaligus menjadi subyek dalam penerapan bela negara dibangsa Indonesia tercinta ini. Pemuda

yang bersemangat merupakan ujung tajam dari upaya tersebut karena semua proses itu hanya bisa

terjadi bila semua warga negara Indonesia ini bisa menjadi masyarakat madani yang berwawasan

luas dan yang selalu aktif dalam menjaga kesetabilan bangsa.

Pendidikan bela negara adalah awal mula untuk membentuk kader-kader generasi bangsa

yang terampil, kreatif, militan dan punya semangat juang yang dilumuri nasionalisme tinggi

sehingga ideologi bangsa kita yaitu Pancasila bisa selalu menjadi way of life dalam melakoni

kehidupan ini terutama pada era saat ini dimana globalisasi begitu mencengkram negara ini dari

berbagai sisi kehidupan, entah sosial budaya, hankam, politik, ekonomi dan lain sebagainya.

24
Pendidikan bela negara ini bisa dilakukan lewat pendidikan dini bagi para pelajar

sehingga kesadaran akan menjaga ideologi Pancasila sudah terpatrikuat sejak itu dan tak mungkin

bisa pengaruh-pengaruh asing masuk dalam sendi kehidupan bangsa kita ini. Hal itulah yang

merupakan kondisi awal yang harus diwujudkan dalam pencapaian tujuan nasional sehingga

kecenderungan dan pengaruh terhadap segenap aspek kehidupan nasional dapat diikuti

memadukan secara sinergis antara rasio yang merupakan pengaruh Barat dan rasa yang

menimbulkan keinginan berbuat baik yang merupakan ciri budaya Timur.

B. Saran

Di akhir penulisan makalah ini, penulis berpesan agar pembaca menggunakan penalaran

dan kesesuaiannya dengan konsep, realita dan aplikasi bela negara dalam kehidupan berbangsa

bernegara. Karena kesadaran bela negara merupakan suatu kewajiban bagi seluruh elemen bangsa

Indonesia tanpa terkecuali. Oleh karena itu, mulai sekarang marilah kita bersama-sama

menumbuhkembangkan semangat nasionalisme sejak dini terutama kepada generasi muda bangsa

Indonesia tercinta ini dengan metode yang sederhana dan mudah dimengeti dan dipahami

kemudian dijabarkan dalam suatu aturan pelaksanaan untuk dijadikan pedoman bangsa

Indonesia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Yusnawan. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK


Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurwardani, Paristiyanti, dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Riyanto, Joko, dkk. 2016. Bela Negara dan Kebijakan Pertahanan. Jakarta:Puskom Publik
Kemhan.
Rowland. 2013. Kewarganegaraan. Bandung: Lentera Dipantara.
Tolib, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas X.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

26

Anda mungkin juga menyukai