Anda di halaman 1dari 2

Aku marik nafas panjang, mencoba memperbaiki posisiku duduk sebelum akhirnya akan

menyampaikan seluruh kesahku didalam sini. Sudah berapa lama ya kira-kira, aku membiarkan
diriku menarik berbagai kemungkinan untuk memiliki kisah baru dengan oranglain. Aku sampai
tidak ingat juga persisnya. Memulai hubungan baru tentu akan menuai banyak cemooh, sehingga
menghindari cemooh yang membebani itu, aku memutuskan menutup seluruh kemungkinan
yang mengarah kepada hal itu.

Apapun bentuknya, memulai hubungan dengan oranglain adalah sebuah kesalahan fatal
yang nantinya akan selalu aku sesali. Seperti sebuah keputusan yang awalnya terasa sangat baik,
lalu akan menjadi sebuah keputusan yang paling kubenci. Memikirkan membuka diri dengan
banyak kemungkinan adanya kebohongan, kekesaran, amarah, mengenali emosi oranglain, dan
menghadapi sifat yang belum tentu sejalan denganku saja sudah membuatku ingin berlari.

Apakah aku tidak mencoba? Tentu saja aku mencoba! Bukan hanya sekali, mencoba
membuka diri. Membiarkan ada kemungkinan aku harus berbagi cerita dengan oranglain. Lalu
benar bukan? Dua kali saja mencoba aku sudah merasa ah keparat sekali manusia lawan jenisku
ini. Apapun bentuknya, sifatnya, perbedaan umurnya, tak satupun menggugahku. Tidak satupun
meyakinkan aku bahwa perlu sekali untuk memulai hubungan kembali.

Semuanya berawal ketika aku pertama kali menginjak Sekolah Menengah Atas, anak
yang baru saja menyelesaikan masa putih birunya dan merasa sudah bisa untuk memiliki
pasangan. Berkutat dengan berbagai sosial media, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan
organisasi dan ekstrakulikuler. Membiarkan diri ini menemukan harga dan tempatnya. Sampai
ketika salah satu notifikasi di layar laptop yang kupinjam saat itu memberitahuku sebuah akun
mengikutiku di akun twitter.

Aku tidak mengenal nama itu tentu saja, dengan sigap kubuka profilnya dan melihat
fotonya. Tentu saja! Tapi tidak, tidak ada satupun clue bahwa aku mengenal laki-laki ini. Dengan
perasaan penuh ingin tahu pada masa itu, aku mengikutinya kembali dan dengan penuh percaya
diri menghubunginya lebih dahulu bertanya dia siapa. Dan beberapa bulan kemudian berakhir
menjadi pacar pertamaku. Betul sekali, hubungan pertama itu adalah hubungan jarak jauh yang
kuakui sangat menyenangkan. Hubungan anak yang baru saja merasa keren karena sudah SMA
itu terasa lebih dewasa daripada semua hubungan pada umur matang.
Kami menghabiskan waktu dengan kesibukkan masing-masing. Kebetulan yang luar
biasa bukan? Pacar pertamaku itu penuh dengan kualifikasi yang hampir sempurna. Anak cerdas,
akselerasi, pertukaran siswa, melakukan perjalanan keluar negeri untuk Pendidikan, berbagai
kompetisi olimpiade, talenta bernyanyi dan main musik, cita-citanya tinggi. Namun karena
kesibukan itu kami memutuskan hubungan ini harus diakhiri setelah berjalan hampir 5 bulan.
Dikarenakan tidak ada waktu dan jarak yang sangat jauh dengan status beda pulau.

Sejak hari itu aku seperti punya standart yang tinggi untuk seorang laki-laki. Aku
menjadikan sosok yang tidak pernah kutemui itu menjadi patokan aku menemukan pasanganku
berikutnya. Kubiarkan dia berada di posisi itu sampai setahun kemudian ketika aku akhirnya
memulai kisah baru dengan seorang laki-laki yang sebenarnya bukan tipeku sedikitpun, bahkan
dia tidak memenuhi satupun standart yang kutaruh sebagai pasangan yang akan menemaniku.
Hubungan itu terasa cukup menyenangkan, kami berakhir duduk satu meja dikelas.
Menghabiskan hampir setiap hari bersama.

Setahun berlalu hubungan itu mulai memasuki fase tidak bisa dikontrol, dua anak yang
sedang mencoba mencari jati dirinya itu berakhir dengan hubungan yang saling mengekang dan
mulai terasa hambar. Namun, masih terus diusahakan untuk bersama.

Anda mungkin juga menyukai