Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Pertama kali , kami atas nama Gapeksindo, menyampaikan hormat setinggi2nya kepada
KADIN Indonesia, khususnya bapaak Wakil Ketua Umum Bidang PUPR & Infrastruktur
atas perhatian dan kepedulian terhadap dinamika2 yang berkembang disektor Jasa
Konstruksi, khususnya pada point2 yang dinilai berpotensi merugikan bertumbuh
kembangnya sektor Jasa Konstruksi Indonesia.
Topik yang di sampaikan dalam Proposal Undangan kali ini , khusus menyoroti perihal “
Tantangan pelaksanaan kontrak harga terendah pada pengadaan Barang /Jasa
konstruksi “, sebuah masalah , sebuah gambar kecil dari masalah dalam kehidupan
sektor Jasa Konstruksi yang menyurut dalam beberapa tahun terakhir ini, setelah gambar
kecil lainnya dalam topik Sertifikasi yang baru baru ini juga ditangani oleh Kadin
Indonesia, walau sampai dengan saat ini belum terselesaikan secara menyeluruh
diranah implementasi.
Jasa konstruksi adalah sebuah Gambar Besar sektor Jasa Konstruksi, mencuplik gambar
gambar kecil tanpa menoleh gambar besar Jasa Konstruksi Indonesia dalam menangani
Masalah di Jasa Konstruksi diyakini tidak akan menyelesaikan setiap dinamika kehidupan
sektor ini menjadi benar dan sehat tanpa kita menyepakati bersama nilai nilai besar
Filosofis perihal peran dan kedudukan Jasa Konstruksi dalam ruang kenegaraan, baik
secara fisik, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai aspek lainnya, yang seyogyanya
dituangkan dalam TOR ( Term of Reference) Sektor Jasa Konstruksi secara benar dan
terarah dalam gambar besarnya, yang senantiasa menjadi acuan baku dalam setiap
implementasi peraturan dan kaidah apapun yang dilahirkan sebagai pendamping
produktif regulasi yang membawahi dan menyertainya.
Sebagai catatan kecil , dalam kesempatan ini, kami hanya ingin
membahas aspek2 baku semata, tanpa menoleh penyimpangan2
bernotasi negative diranah implementasi, karena kami berpendapat
bahwa semua aspek dan masalah yang timbul diranah
implementasi, senantiasa bermuara dari grey area regulasi yang
mengaturnya.
TOR ( Term Of Reference Jasa Konstruksi Indonesia)

1. Apakah kita masih sepakat bahwa Badan Usaha Jasa Konstruksi adalah asset
Nasional, yang layak mendapatkan perlindungan dan kehadiran negara dalam peri
kehidupannya, atau hanya sebuah sub ordinat disektor konstruksi.

2. Apakah Sektor Jasa konstruksi tidak lagi menjadi sektor yang diharapkan memberi
nilai tambah dalam pertumbuhan ekonomi nasional, dimana sebagai catatan
sektor Jasa Kontruksi pernah berkontribusi hingga 8,4 % .

3. Apakah Piramida Badan Usaha Jasa Konstruksi telah berada dalam piramida
ideal/sehat nya antara badan usaha Kecil, menengah dan besar.

4. Apakah heteroginitas Badan Usaha Konstruksi Indonesia yang tersebar di ribuan


pulau , sudah layak diliberalisasi dalam proses pelelangan yang dibawahi dalam
sebuah peraturan yang sama.

5. Apakah 8 juta tenaga kerja Jasa Konstruksi Indonesia, sudah waktunya di


rampingkan dalam bentuk pergeseran nilai Jasa Konstruksi menuju Industrialisasi
Konstruksi.

6. Apakah besarnya anggaran Konstruksi Indonesia yang bersumber dari anggaran


pemerintah masih mengambil peran sebagai Stimulator ekonomi yang
seyogyanya dikelola dengan kaidah2 ekonomi makro.

7. Apakah nilai2 keunggulan jutaan tenaga trampil Jasa konstruksi Indonesia selama
ini, yang berbasis ketrampilan(namun berpendidikan rendah), namun berhasil
menjelajah lapangan kerja diberbagai negara tengah digeser menuju tenaga kerja
berbasis akademis semata dalam proses sertifikasi dan pergeseran nilai2nya
menuju Industrialisasi Konstruksi.

8. Dan lainnya.
Gambar besar dari TOR Jasa Konstruksi ini seyogya nya kita sepakati bersama dan
menjadi acuan dalam implementasi aturan turunan termasuk design konstruksi, metoda
pemilihan pemenang tender, dalam audit menghitung kerugian negara, misalkan dalam
penggunaan material Produk Nasional/non import dan material lokal, tenaga kerja lokal
setempat dalam penjenjangan rasional sehingga azas nonliberalisasi dalam proses
pengadaan Jasa Konstruksi khususnya pengusaha kecil dan menengah sebagaimana
perintah Undang2 perlindungan Usaha mikro, kecil dan menengah serta Otonomi daerah
teraplikasikan.

HAL HAL LAINNYA.


1. Perlu kita sadari, bahwa sampai dengan saat ini Jasa konstruksi masih bertumpu
sepenuhnya pada UNDANG UNDANG JASA KONSTRUKSI No 2 tahun 2017, dan
bukan Industri Konstruksi.

2. Perpres pengadaan Barang dan Jasa , seolah dalam posisi kegamangan , karena
menyatukan regulasi pengadaan Barang dan Jasa , 2 jenis makhluk berbeda
dalam sebuah regulasi yang menjadikan kegamangan dan masalah dimulti aspek
dalam ranah implementasi termasuk masalah Harga terendah yang akan dibahas
dalam Fous Group Discusion ini.

3. DIPA adalah harga layak yang disusun melalui proses Panjang baik di Eksekutif
maupun legislative, dan disahkan melalui Undang Undang APBN seyoygyanya
adalah legitimasi tertinggi perihal kelayakan harga konstruksi.

4. HPS sebagai Nilai akhir yang diproses berdasarkan perintah Perpres pengadaan
barang dan Jasa oleh satuan kerja adalah penajaman akhir perihal akuntabilitas
harga wajar berdasarkan telaah design dan harga unit konstruksi( bahan, Alat,
Upah dsbnya ) terupdate dan akuntable saat proses pengadaan dilaksanakan.

5. Badan Usaha Jasa Konstruksi seyogyanya mengelola/Menyusun anggaran


pelaksanaan berdasarkan kondisi/bench mark yang sama dengan perhitungan
HPS satuan kerja (dengan catatan besar dengan huruf Bold), bukan mengambil
peran sebagai supplier karena perijinan usaha nya adalah Jasa Konstruksi,
sehingga argumentasi dalam perhitungan harga timpang yang mengakibatkan
harga penawaran tidak wajar karena berasumsi memiliki stock barang lama
sebagaimana berlangsung saat ini , seyogyanya sebuah argumentasi yang tidak
dapat diterima oleh Pokja Pengadaan maupun auditor, sekali lagi karena Badan
Usaha Jasa Konstruksi tidak memiliki Ijin sebagai Suplier, sehingga absolut
harus menggunakan dasar harga saat pelelangan berlangsung.

6. Kebohongan2 badan usaha yang menggunakan justifikasi memiliki stock material


secara administrative pada saat proses evaluasi harga timpang saat pelelangan,
pada akhirnya akan merusak kualitas konstruksi dan kegagalan pembangunan
pada banyak kasus sebagaimana yang kita hadapi saat ini, yang mengakibatkan
kerugian semua pihak, baik pemerintah maupun badan usaha yang bila
menggunakan definisi normative, inilah yang dinamakan kerugian negara dalam
tinjauan makro ekonomi.

7. Apakah boleh kita menggunakan harga upah pekerja 2-3 tahun lampau karena
ada pernyataan bahwa pekerja konstruksi bersedia dibayar dengan standart upah
tahun 2000 dalam dokumen lelang, atau menggunakan BBM yang tidak sesuai
dengan harga resmi pemerintah dengan alasan memiliki stok lama, karena
kepanikan badan usaha untuk semata memenangkan proses pelelangan dan hal
ini dilegitimasi oleh pokja pengadaan.

8. Dalam ranah implementasi kegagalan proyek dalam konteks ini(harga tidak wajar)
, punishment semata hanya dipikul oleh Badan Usaha, sementara para pengambil
kebijakan, baik Pokja pemilihan , PPK dan sat kerja yang terlibat dalam proses
Panjang pra kontrak, justru berperan sebagai eksekutor semata.

KESIMPULAN
Alangkah bijak nya bila kita bersama , sebagai bagian dari stake holder Jasa Konstruksi
Indonesia, berkenan merumuskan bersama arah dan nilai2 filosofis kebangsaan kita
dalam melihat, memelihara dan menjaga ranah Jasa Konstruksi Indonesia
Menyusun bersama gambar besar/peta besar Jasa Konstruksi Indonesia, dengan tidak
melakukan langkah2 deregulasi yang ber konotasi seakan situasional.
Tugas masyarakat Jasa konstruksi amatlah berat dan penting, mungkin sesekali kita
menoleh renung, bahwa tidak ada satupun negara akan maju dan berkembang , bila
gagal dalam pembangunan disektor konstruksi.

Terima kasih.
Jakarta 22 Juni 2022
GAPEKSINDO
GABUNGAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI NASIONAL INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai