Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PSIKOLOGI ANAK BERBAKAT

“Sejarah dan Konsep Anak Berbakat”

Oleh:

Kelompok 1

Dhindha Thamara Putri (2010322025)

Raisya Kamila Zahri (2010322006)

Silvi Denazla (2010322020)

Selly Luciyanti (2010322030)

Salsa Nabila (2010322017)

Dosen Pengampu :

Amatul Firdausa Nasa, M.Psi., Psikolog

Meria Susanti, M.Psi., Psikolog

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok dengan judul ―Sejarah
dan Konsep Anak Berbakat‖ ini dengan sangat baik. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah
untuk memenuhi tugas dosen pengampu mata kuliah Psikologi Anak Berbakat tepat pada
waktunya, dan memberikan pemahaman kepada pembaca terkait topik yang diangkat.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab
itu saran dan kritik yang membangun tentu akan kami terima dengan senang hati dengan harapan
agar kedepannya kami bisa memperbaiki kesalahannya sehingga tercipta karya tulis yang lebih
baik lagi.

Padang, 5 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3. Tujuan............................................................................................................................... 5

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6

2.1 Sejarah dan Asal Usul Konsep Keberbakatan .................................................................. 6

2.2 Sejarah dan Konsep Keberbakatan di Indonesia .............................................................. 6

2.3 Konsep Keberbakatan ...................................................................................................... 7

2.4 Teori Model Gifted and Talented Children ................................................................... 10

2.5 Gifted, Talented, dan The Able ....................................................................................... 16

2.6 Prevalensi Gifted dan Talented ...................................................................................... 18

2.7 Exceptionally Gifted Children ........................................................................................ 18

2.8 Child Prodigious ............................................................................................................ 19

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................................ 20

3.1. Kesimpulan..................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak berbakat atau gifted dapat diartikan sebagai anak yang memiliki kemampuan
yang berada di atas rata – rata, komitmen dalam menghadapi tugas, dan tingkat kreativitas
yang tinggi (Sukmadita, dalam Sholehah & Putro, 2022). Anak berbakat tentunya memiliki
karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Mereka
mempunyai kelebihan dalam penggunaan kosa kata, cepat dalam menguasai bahan
pelajaran, memahami hubungan antar fakta, mempunyai ketajaman analisis, gemar
membaca, peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, memiliki pemikiran kritis
serta rasa ingin tahu yang sangat besar. Ciri-ciri tersebut akan diikuti dengan munculnya
kebutuhan yang berbeda dari anak lainnya dalam berbagai bidang kehidupan. Kebutuhan
tersebut antara lain ialah kesehatan mental, pengembangan diri, perkembangan kognitif,
prestasi akademik, karir masa depan, dan lain-lain.
Pemenuhan kebutuhan pada anak gifted penting untuk dikaji lebih lanjut. Untuk
dapat melakukan hal tersebut, diperlukan pemahaman pada konsep awal anak berbakat
yang mencakup sejarah dan asal usul konsep keberbakatan, konsep keberbakatan yang
terdiri atas istilah dan klasifikasi anak berbakat, teori model gifted dan talented children,
perbedaan gifted, talented, dan the able, serta prevalensi gifted dan talented. Dengan
adanya materi ini, diharapkan agar pembaca dapat memahami konsep keberbakatan secara
lebih komprehensif.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dan asal usul konsep keberbakatan?
2. Bagaimana konsep keberbakatan secara umum?
3. Apa saja teori model gifted dan talented children?
4. Apakah perbedaan antara gifted, talented, dan the able?
5. Bagaimana prevalensi gifted dan talented?

4
1.3. Tujuan
1. Menjelaskan sejarah dan asal usul konsep keberbakatan
2. Menjelaskan konsep keberbakatan secara umum, mencakup pendekatan, istilah, dan
klasifikasi anak berbakat
3. Memaparkan teori model gifted dan talented children
4. Menjelaskan perbedaan antara gifted, talented, dan the able
5. Memaparkan terkait prevalensi gifted dan talented

5
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Asal Usul Konsep Keberbakatan


Keberbakatan merupakan istilah yang telah dikemukakan Plato sekitar dua ribu
tahun yang lalu dengan sebutan Men of gold. Plato (dalam Suparman, 2016)
menggunakan istilah ini untuk menyebut dan menggambarkan sekelompok orang yang
dikatakan berbakat. Orang – orang yang masuk dalam kelompok ini merupakan mereka
yang dianggap mempunyai taraf intelektual superior. Orang yang disebut dengan manusia
emas dibedakan dengan orang biasa atau mereka yang dikategorikan mempunyai kualitas
intelektual perak, besi, atau tembaga. Tujuan dari klasifikasi tersebut adalah untuk
mencari manusia unggul yang kemudian diberikan pendidikan khusus, sehingga dapat
menjadi pemimpin yang unggul.
Namun, perkembangan selanjutnya dari Men of gold tidak diketahui lagi. Beratus
tahun berikutnya, Sir Francis Galton (dalam Nurjan, 2018), berpendapat bahwa hal yang
telah dilakukan Plato perlu dicermati dan didalami lebih jauh. Menurut Galton (dalam
Nurjan, 2018), setiap manusia dilahirkan dengan bentuk kemampuan yang berbeda,
sehingga pendidikan yang harus diberikan tidak bisa disamakan. Sejak inilah mulai
muncul beragam ahli yang mengemukakan konsep berkaitan dengan keberbakatan ini.

2.2 Sejarah dan Konsep Keberbakatan di Indonesia


Di Indonesia, sekolah untuk anak berbakat pertama kali dibuka pada tahun 1983.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia merintis sekolah ini di dua tempat yaitu
daerah perkotaan (Jakarta) dan daerah perdesaan (Cianjur). Indonesia menggunakan
konsep berbakat menurut Renzulli yaitu The Three Ring Conceptions, dimana setiap anak
diseleksi dengan cara mengukur tingkat IQ (menggunakan skala Weschler dengan skor
harus diatas 120), mengukur kreativitasnya (menggunakan nilai rapor), dan mengukur
kemampuan mengerjakan tugas (nilai rapor harus diatas 80). Pelajaran yang diukur
mencakup pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa inggris, IPA, dan IPS (Ulfa &
Aridhona, 2021).

6
Pada era Menteri Prof. Dr. Fuad Hasan, pembukaan sekolah ini tidak dilanjutkan
dan diganti dengan program percepatan belajar yang dimulai pada tahun 2000 – 2015.
Namun, atas saran dari sekolah – sekolah didaerah, 15 tahun kemudian melalui UU
Sisdiknas tahun 2000, pembukaan sekolah anak berbakat dilakukan kembali dengan
sebutan Layanan Pendidikan Anak Berbakat Istimewa. Sistem pembelajarannya
memungkinkan seorang anak menyelesaikan jenjang SD dalam 5 tahun, SMP 2 tahun,
dan SMA 2 tahun (Ulfa & Aridhona, 2021).

2.3 Konsep Keberbakatan


2.3.1 Konsep Keberbakatan Secara Umum
Istilah keberbakatan diturunkan dari terjemahan bahasa inggris yaitu kata
―gifted‖, atau diartikan sebagai hadiah. Munandar (dalam Fitriana, 2015),
menjelaskan perbedaan antara bakat, kemampuan, dan prestasi. Bakat atau aptitude
mengacu pada kemampuan khusus yang dimiliki individu sejak lahir yang
membutuhkan dukungan dari lingkungan agar dapat berkembang secara optimal.
Kemampuan atau performance mengacu pada daya yang dimiliki individu untuk
melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Sedangkan
prestasi atau achievement mengacu pada perwujudan dari kemampuan dan bakat.
Anak berbakat biasanya dibatasi pada ―mereka yang karena memiliki
kemampuan – kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi‖.
Terdapat berbagai istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut anak berbakat
diantaranya cerdas, cemerlang, superior, supernormal, berbakat, genius, gifted,
talented, dan sebagainya (Amka dkk., 2021). Dahulu individu berbakat hanya
diartikan sebagai orang yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi berdasarkan
hasil skor intelegensi. Namun, seiring perkembangan pengetahuan, anak berbakat
kemudian dilihat dari interaksi tiga sifat dasar manusia, yaitu kemampuan yang
berada di atas rata – rata, komitmen dalam menghadapi tugas, dan tingkat
kreativitas yang tinggi (Sukmadita, dalam Sholehah & Putro, 2022).
Berkembangnya konsep keberbakatan terjadi melalui dua pendekatan yaitu :
a. Pendekatan Unidimensional

7
Pada pendekatan ini, skor IQ menjadi penentu utama keberbakatan
yang dimiliki seorang anak untuk dikategorikan sebagai gifted (Ulfa &
Aridhona, 2021). Terman (dalam Ulfa & Aridhona, 2021), menyebutkan
bahwa anak berbakat memiliki kisaran IQ di atas 140 berdasarkan skala
intelegensi Wechlers.

b. Pendekatan Multidimensional
Pada pendekatan ini digunakan lebih dari satu dimensi untuk
menentukan keberbakatan seorang anak. IQ tidak menjadi penentu satu –
satunya dalam mengetahui keberbakatan seseorang, tetapi dipengaruhi
pula oleh dimensi lain. Misalnya konsep keberbakatan oleh Renzulli
(dalam Ulfa & Aridhona, 2021), yaitu The three rings conception, yang
menjelaskan keberbakatan dilihat dari tiga hal diantaranya kreativitas,
kemampuan individu yang diatas rata – rata, dan keterikatan terhadap
tugas.

2.3.2 Istilah dalam Keberbakatan

Menurut Ulfa dan Aridhona (2021), ada beberapa istilah yang digunakan
dalam memberi arti pada keberbakatan. Yaitu sebagai berikut:
a. Precocity
Precocity mengacu pada perkembangan awal yang luar biasa yang
terjadi pada anak. Anak-anak precocity ini mengembangkan
kemampuannya pada bidang bahasa, musik, ataupun matematika di usia
yang sangat muda.
b. Insight
Insight diartikan sebagai tindakan memisahkan informasi yang tidak
relevan, menemukan hal - hal baru, dan menggunakan suatu cara yang
tepat dalam mengkombinasikan informasi ataupun menghubungkan
informasi yang baru dan lama dengan cara yang kreatif dan baru.
c. Genius

8
Genius sering digunakan sebagai indikator suatu kemampuan
tertentu dalam beberapa bidang. Dimana biasanya digunakan untuk
mengindikasikan kemampuan inteligensi atau kreativitas yang luar biasa.
d. Creativity
Creativity mengacu pada kemampuan dalam mengungkapkan ide-ide
baru, memahami dan mengembangkan hubungan baru, dan
mempertanyakan hal-hal yang sebelumnya tak terpikirkan namun penting
untuk dipertanyakan. Intinya pemikiran yang out of the box.
e. Talent
Talent digunakan untuk mengindikasikan kemampuan (ability),
bakat (aptitude), ataupun prestasi.
f. Giftedness
Giftedness diartikan sebagai kognitif yang superior, kreatif, dan
dorongan mengkombinasikan dan mengatur sesuatu, yang membuatnya
berbeda dari rekan sebayanya sehingga memungkinkannya memberikan
kontribusi pada nilai-nilai tertentu dalam masyarakat.

2.3.3 Klasifikasi Anak Berbakat


Menurut Tirtonegoro (dalam Amka dkk., 2021), anak berbakat atau mempunyai
kecerdasan diatas rata – rata diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu :
a. Genius
Merupakan anak – anak yang memiliki kecerdasan luar biasa,
sehingga dapat menciptakan sesuatu bernilai sangat tinggi. IQ yang
dimiliki berkisar 140 sampai 200. Anak genius memiliki sifat positif
seperti daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat kritis,
sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga
memiliki sifat negatif seperti egois, emosional, tidak mudah bergaul,
senang menyendiri, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain.
b. Gifted
Anak ini biasanya disebut juga sebagai gifted and talented. Mereka
memiliki IQ antara 125 – 140. Selain kecerdasan, mereka dapat pula

9
menunjukkan bakat atau kemampuan tertentu yang menonjol dalam suatu
bidang. Beberapa karakteristik anak gifted antara lain perhatian kuat pada
sains, serba ingin tau, suka berimajinasi, dan senang membaca, atau
mengoleksi sesuatu.
c. Superior
Anak yang dikategorikan superior memiliki IQ berkisar antara 110 –
125. Mereka menunjukkan prestasi belajar yang cukup tinggi jika
dibandingkan dengan teman setingkatnya. Beberapa karakteristik dari anak
superior adalah memiliki kemampuan berbicara lebih dini dan mampu
mengerjakan tugas sekolah dengan mudah.

2.4 Teori Model Gifted and Talented Children


2.4.1 Renzulli’s Three Ring Conception of Giftedness

Model teori ini dikemukakan oleh Renzulli (1986). Model teori ini telah
banyak digunakan di sekolah dan institusi pendidikan lainnya di dunia sejak awal
ditemukan. Model ini didasarkan pada interaksi antara tiga kelompok dasar dari
tiga sifat manusia, yaitu kemampuan di atas rata-rata, komitmen tugas yang tinggi,
dan kreativitas yang tinggi. Model ini dikembangkan dari penelitian yang meneliti
ciri-ciri orang dewasa yang sangat sukses di bidangnya. Dari penelitian tersebut
diketahui bahwa masing-masing orang dewasa memiliki karakteristik tersebut
dalam tingkat yang berbeda-beda (Page, 2006).

Konsep bakat yang dikemukakan Renzulli memungkinkan siswa


diidentifikasi menurut bidangnya dan tidak hanya mengandalkan tes akademis
formal. Model ini juga mendapat dukungan dari kalangan guru yang percaya
bahwa siswa tertentu berbakat, meskipun belum tentu mendapat nilai bagus dalam
tes ataupun penilaian formal. Menurut Renzulli, anak-anak berbakat adalah anak-
anak yang termotivasi secara instrinsik dan dengan minat dan dan kemampuan
khusus yang sangat berkembang dalam bidang tertentu (Page, 2006).

Kelemahan model ini adalah kemampuannya untuk mengidentifikasi siswa


yang memiliki kemampuan dan kreativitas di atas rata-rata, namun belum

10
menemukan konteks atau bidang minat yang mereka kuasai. Tingkat komitmen
tugas mereka mungkin terlihat kurang, namun alasan kekurangan ini mungkin
karena mereka belum mendapatkan motivasi atau ransangan yang diperlukan
untuk mendorong bakat mereka. Oleh karena itu, disarankan agar model Renzulli
digunakan bersama dengan model keterbakatan lainnya untuk mengembangkan
informasi tentang kemampuan anak (Page, 2006).

2.4.2 Gagne’s Model of Giftedness and Talent

Gagne membedakan antara giftedness dan talent dalam diagram.


Menurutnya, giftedness merupakan aptitude (bakat) dan mengidentifikasi empat
domain utama (Macintyre, 2008).

Domain pertama adalah intellectual. Gagne berpendapat bahwa bakat


dalam domain ini dapat terlihat pada kekuatan penalaran logis anak-anak. Anak-
anak yang berbakat dalam bidang ini cenderung mudah memahami bahwa
terdapat lebih dari satu sudut pandang dan dapat memvisualisasikan alternatif lain.
Mereka memahami bahwa orang yang berbeda cenderung memiliki perspektif
yang berbeda pula. Jadi, anak dapat menyaring informasi dalam jumlah yang
banyak dan dengan cepat mempertimbangkan langkah-langkah yang tepat dan
alternatif untuk merespon. Hal ini dapat membantu anak untuk menyelesaikan
permasalahan dengan efektif dan efisien. Selain itu, anak-anak juga harus mampu
menerapkan apa yang telah mereka pelajari sehingga pengetahuan tidak hanya
sekedar diperoleh untuk kepentingan diri sendiri saja, tetapi juga mengarah pada
pemahaman yang memiliki penerapan yang luas. Anak dengan sindrom Asperger
mungkin mampu membangun pengetahuan secara cepat namun mereka tidak
memiliki kemampuan untuk menerapkannya ke dalam kehidupan (Macintyre,
2008).

Domain kedua adalah creative. Anak anak harus mampu menemukan cara-
cara baru unruk menyelesaikan suatu masalah agar dapat memenuhi kriteria ini.
Anak harus memiliki inovasi dan bekerja dengan bahan atau ide untuk
menghasilkan sesuatu yang berbeda. Hasil tersebut harus sesuai dengan harapan

11
mereka. Namun, apabila hasil tersebut tidak sesuai dengan harapan mereka,
praktisi dapat mendengarkan dan memahami maksud dan harapan mereka. Anak-
anak harus memiliki kesempatan tersendiri untuk bereksperimen dan menilai diri
sendiri serta waktu dan sumber daya yang dapat menghasilkan karya yang inovatif
(Macintyre, 2008).

Domain ketiga adalah the socioaffective domain. Domain ini mencakup


pemahaman terhadap perasaan orang lain. Anak-anak yang bersikap baik kepada
orang lain, misalnya dengan meminjamkan mainannya atau merasa sedih ketika
hewan peliharaan temannya mati, menunjukkan bahwa dirinya mengembangkan
perilaku prososial. Perilaku prososial ini dapat berkembang seiring waktu seperti
aspek perkembangan lainnya. Hal ini tergantung pada model yang dijadikan
contoh oleh anak ataupun nasehat dan bimbingan yang diperolehnya (Macintyre,
2008).

Anak-anak dengan spektrum autis biasanya tidak mampu menghargai


perasaan orang lain. Hal ini dapat membuat mereka menjadi dikucilkan karena
tidak dapat memahami perasaan temannya sehingga cenderung dipandang sebagai
pribadi yang tidak peduli. Pada suatu penelitian, seorang anak laki-laki autis yang
melihat adiknya terjatuh di taman bergegas menghampiri ibunya untuk bertanya
ekspresi apakah yang harus digunakan pada situasi tersebut. Dari sini diketahui
bahwa mereka tahu bahwa harus mengeluarkan respons tertentu ketika
dihadapkan pada situasi tersebut, namun mereka tidak tau cara melakukannya.

Domain keempat adalah the sensorimotor domain. Anak-anak berbakat


dalam bidang ini mampu mencapai perkembangan motorik lebih awal
dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Mereka pada umumnya memiliki
kekuatan otot yang kuat dan berani mencoba tantangan yang melibatkan aktivitas
motorik. Aspek penting pada domain ini adalah umpan balik dari suatu upaya
untuk meningkatkan upaya berikutnya. Mereka mampu menganalisis kesalahan
dan menyesuaikan upaya berikutnya agar terhindar dari kesalahan sebelumnya.
Anak yang berbakat pada bidang ini juga cenderung memiliki bentuk tubuh dan
otot yang mendukung keberhasilan karena aktivitas motorik membantu

12
melepaskan endorphin ke aliran darah sehingga membuat anak memiliki perasaan
senang dan mendorong mereka untuk terus mencoba (Macintyre, 2008).

2.4.3 The Three Stratum Theory

Teori ini dikemukakan oleh John Carroll berdasarkan analisisnya terhadap


lebih dari 460 kumpulan data nilai tes yang terdapat dalam literatur psikometri.
Carroll kemudian menggambarkan struktur kecerdasan sebagai sebuah piramida.
Puncak piramida (stratum III) merupakan kecerdasan umum atau kemampuan
mental, yang memiliki tingkat heritabilitas tinggi dan menjadi dasar dari seluruh
tindakan kecerdasan. Bagian tengah piramida (stratum II) mencakup fluid
intelligence, crystallized intelligence, memori umum dan pembelajaran, persepsi
visual yang luas, persepsi pendengaran yang luas, retrieval ability yang luas,
kecepatan kognitif yang luas, dan kecepatan pemrosesan. Sedangkan pada dasar
piramida (stratum I) terdiri dari berbagai kemampuan khusus, seperti kemampuan
mengeja, penalaran kuantitatif, dan pengetahuan leksikal. Setiap kemampuan di
stratum I ini berkaitan dengan satu atau lebih dari delapan kemampuan yang
terbentuk di stratum II (Davidson, 2009).

The three stratum theory ini memberikan gambaran komprehensif tentang


kemampuan umum dan khusus yang dimiliki individu serta keterkaitan antara
keduanya, yang mendasari kinerja luar biasa pada berbagai macam tes mental. Hal
ini dapat menjelaskan perbedaan antara individu berbakat yang dapat dilihat dari
stratum I dan stratum II (Davidson, 2009).

2.4.4 The Theory of Multiple Intelligences

Theory of multiple intelligences atau teori kecerdasan ganda dikemukakan


oleh Howard Gardner. Menurut teori ini, setidaknya terdapat delapan jenis
kecerdasan yang bersifat otonom yang telah berkembang seiring dengan
perkembangan manusia dan budaya. Delapan kecerdasan terdiri atas kecerdasan
linguistik, logika matematika, spasial, kinestetik tubuh, musikal, intrapersonal,
interpersonal, dan naturalis. Kecerdasan-kecerdasan tersebut dikembangkan

13
melalui warisan genetik, pelatihan, peluang lingkungan, dan sosialisasi nilai-nilai
budaya (Davidson, 2009).

Kecerdasan linguistik, logika matematika, dan spasial merupakan


kecerdasan yang dapat diukur dengan tes kecerdasan strandar. Sedangkan
kecerdasan kinestetik tubuh, musikal, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis
tidak dapat diukur dengan tes kecerdasan konvensional. Kecerdasan linguistik
melibatkan kemampuan menggunakan bahasa untuk menjelaskan, mengajak,
mengingat informasi, dan memahami makna. Kecerdasan logika matematika
mencakup kemampuan memanipulasi angka secara efektif, mengoperasikan
hubungan yang melibatkan sistem simbol abstrak, dan mengevaluasi kuantitas dan
gagasan secara logis. Kecerdasan spasial mencakup kemampuan individu dalam
memahami, membayangkan, dan mengubah objek dalam bentuk visual.
Kecerdasan kinestetik jasmani mencakup keterampilan individu dalam
mengendalikan dan menggunakan tubuhnya. Kecerdasan musikal mencakup
kemampuan mengapresiasi, menghasilkan, dan memadukan suara, ritme, dan
nada. Kecerdasan intrapersonal mencakup pemahaman pada emosi, motivasi,
kekuatan, dan kelemahan pada diri sendiri. Kecerdasan interpersonal mencakup
pemahaman dan kepekaan terhadap emosi, motivasi, dan perilaku orang lain.
Sedangkan kecerdasan naturalis mencakup kemampuan mengenali dan
mengelompokkan objek natural (Davidson, 2009).

2.4.5 The Triarchic Theory of Successful Intelligence

Teori yang dikemukakan oleh Robert Sternberg ini berfokus pada proses
mental yang mendasari kecerdasan, bukan pada domain spesifiknya. Menurut
teori Sternberg (1985), terdapat tiga aspek yang saling berkontribusi terhadap
keberhasilan kecerdasan. Aspek pertama terdiri dari keterampilan analitis yang
membantu individu mengevaluasi, menilai, mengkritik, atau menganalisis sebuah
informasi. Aspek kedua mencakup kemampuan praktis yang menciptakan
kesesuaian antara keterampilan individu dengan lingkungan eksternalnya.
Kemampuan ini digunakan untuk menerapkan dan mengimplementasikan ide

14
individu ke dunia nyata. Aspek ketiga adalah kecerdasan kreatif, yang
memaksimalkan pengalaman seseorang untuk menghasilkan produk baru dan
memecahkan permasalahan yang relatif baru (Davidson, 2009).

Menurut Sternberg, di berbagai budaya, kecerdasan yang sukses terjadi


ketika individu mencapai tujuan hidup mereka dengan menggunakan kemampuan
mereka serta memperbaiki atau mengimbangi kelemahan mereka. Selain itu,
individu juga harus mampu beradaptasi, membentuk, serta memilih lingkungan
mereka melalui kombinasi aspek kecerdasan analitik, praktik, dan kreatif. Ketiga
aspek kecerdasan tersebut bersifat relatif. Kesamaan dari ketiga aspek tersebut
adalah bahwa ketiga aspek tersebut bergantung pada serangkaian proses mental
yang saling berkaitan yang memungkinkan individu merencanakan,
melaksanakan, memantau kinerja, melaksanakan instruksi metakomponen, dan
mempelajari keterampilan serta informasi baru. Dengan kata lain, proses mental
ini bersifat umum dan merupakan bagian penting dari semua perilaku kecerdasan
(Davison, 2009).

Teori ini membuat konsep giftedness semakin luas dan mempengaruhi


identifikasi dan pendidikan bagi anak-anak berbakat. Teori ini kemudian
digunakan untuk mengembangkan Sternberg Triarchic Abilities Test (STAT)
yang mengukur aspek kecerdasan analitis, praktis, dan kreatif melalui
permasalahan verbal, kuantitatif, dan figural. Selain itu, beberapa penelitian juga
telah dilakukan untuk memvalidasi teori ini. Misalnya, penelitian yang dilakukan
oleh Sternberg dan rekannya yang menemukan bahwa siswa sekolah menengah
yang berbakat yang diajari kursus tingkat perguruan tinggi dengan menggunakan
cara yang sesuai dengan kemampuan analitis, praktis, atau kreatifnya, akan dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan siswa berbakat yang diberikan
pengajaran yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, anak sekolah
menengah yang berbakat juga secara spontan menerapkan komponen perolehan
pengetahuan dengan cara yang tepat ketika memecahkan masalah yang baru.
Sebaliknya, murid-murid dengan kemampuan intelektual rata-rata perlu secara
jelas diberi tahu informasi apa saja yang harus dikodekan, bagaimana

15
menggabungkan informasi tersebut, serta informasi apa yang harus dibandingkan
(Davidson, 2009).

2.5 Gifted, Talented, dan The Able


2.5.1 Definisi Gifted, Talented, dan The Able
Anak gifted dan talented merupakan mereka yang sudah diidentifikasi oleh
para profesional sebagai anak yang memiliki kemampuan sangat unggul, sehingga
memberikan prestasi yang tinggi, serta membutuhkan program pendidikan dan
pelayanan sekolah yang di luar jangkauan sekolah biasa, untuk mampu
menunjukkan perkembangan diri atau berkontribusi dalam masyarakat (United
States Commissioner of Education, dalam Tunnicliffe, 2010). Selain istilah gifted,
terdapat pula istilah lain dalam bidang pendidikan seperti the able dan talented,
yang umum diberikan pada anak yang memiliki karakteristik sesuai makna dari
istilah tersebut.
a. Gifted
Gifted merupakan sebutan pada anak yang menunjukkan kemampuan
atau intelegensi unggul dalam berbagai bidang akademik, seperti pelajaran
bahasa, matematika, dan sebagainya (Tunnicliffe, 2010). Sebutan ini
mengacu pada kemampuan kognitif individu yang unggul atau superior (tidak
harus setara dengan genius) (Fitriana, 2015).
b. Talented
Talented merupakan sebutan bagi anak yang menunjukkan keunggulan
dalam bidang yang membutuhkan keterampilan visual – spasial atau
kemampuan praktis, seperti dalam olahraga, drama (akting), atau seni
(Macintyre, 2008).
c. The Able
The Able merupakan sebutan lain yang memiliki kesamaan pemahaman
dengan gifted. The Able mengacu pada anak yang memiliki kemampuan
secara akademik dengan menunjukkan usaha keras dalam memperoleh
kemampuan tersebut (Porter, 1970). Karakteristik utama anak kategori the

16
able yaitu mereka yang tidak memiliki bakat bawaan yang menonjol, namun
menunjukkan prestasi yang tinggi sebagai hasil dari kerja keras. Sehingga,
siswa dalam kategori ini disebut pula The Able & Ambitious.

2.5.2 Perbedaan Gifted, Talented, dan The Able

Menurut Gagne (1999) dalam teorinya yaitu Differentiated Model of


Giftedness and Talent (DMGT), ada perbedaan antara gifted dan talented yaitu:
a. Gifted: kepemilikan dan penggunaan kemampuan alami yang tidak terlatih
dan diungkapkan secara spontan (disebut aptitudes atau gifts), setidaknya
dalam satu domain kemampuan dapat menempatkan seseorang setidaknya
di antara 10% teratas dari teman-teman seusianya.
b. Talented: penguasaan yang unggul atas kemampuan (atau skill) dan
pengetahuan yang dikembangkan secara sistematis dalam setidaknya satu
bidang aktivitas yang menempatkan seseorang setidaknya dalam 10%
teratas dari usia rekan-rekannya yang aktif di bidang tersebut.
Selain itu, perbedaan antara gifted, talented, dan able yaitu sebagai berikut:
a. Gifted
1. Memiliki kemampuan luar biasa dalam satu atau lebih mata pelajaran
akademik.
2. Menunjukkan bakat untuk mata pelajaran seperti matematika, sains,
sejarah, geografi. Gifted berarti memiliki bakat luar biasa atau
kemampuan alami.
3. Mengacu pada orang yang berinteligensi tinggi dengan IQ antara 110
hingga 130
b. Talented
1. Memiliki kemampuan luar biasa dalam satu atau lebih mata pelajaran
yang berkaitan dengan skill.
2. Menunjukkan keterampilan di berbagai bidang seperti tari, musik,
seni, dan lainnya.

17
3. Mengacu pada orang yang memiliki aktifitas performance yang
superior
c. Able
1. Memiliki kemampuan luar biasa yang didapatkan dari hasil kerja keras
2. Menunjukkan usaha yang lebih untuk bisa memahami suatu hal

2.6 Prevalensi Gifted dan Talented


Menentukan jumlah sebenarnya siswa yang gifted dan talented merupakan tugas
yang sulit. Di Amerika Serikat, di perkirakan terdapat prevalensi sebesar 3-5% anak gifted
dan talented dari populasi sekolah. Perkiraan National Association for gifted children pada
tahun 2005 memperkirakan bahwa 6%, atau sekitar 3 juta siswa merupakan siswa gifted
dan talented. Tingkat prevalensi sebenarnya dari anak gifted dan talented sulit ditentukan
karena beberapa alasan. Pertama, definisi yang berbeda digunakan. Kedua, tidak semua
sekolah mempunyai program berbakat wajib, dan tidak semua negara bagian dan distrik
sekolah lokal mengumpulkan informasi mengenai jumlah siswa gifted dan talented (Taylor
dkk., 2009).

2.7 Exceptionally Gifted Children


Exceptionally gifted children adalah anak yang mengalami perkembangan lebih cepat
sejak usia dini. Seperti anak-anak berbakat lainnya, mereka mungkin memperoleh
keterampilan berbicara, berjalan, dan membaca sejak dini, namun jika digabungkan,
keterampilan tersebut kemudian berkembang begitu cepat sehingga beberapa tahap
perkembangan hampir tidak terlihat. Mereka mungkin beralih dari berjalan dengan bantuan
menjadi berjalan sendiri dalam satu bulan, bukan seperti biasanya di usia 3,5 bulan, dan
akan menghubungkan kata menjadi frasa dalam beberapa bulan setelah kata pertamanya.
Karakteristik lain dari Exceptionally gifted Children adalah mereka memiliki kemampuan
untuk menguasai konsep secara keseluruhan dan mahir dalam keterampilan verbal
sekuensial dan visual spasial, sehingga mampu menjelaskan suatu konsep yang rumit
menjadi simple.

18
2.8 Child Prodigious
Child Prodigious adalah anak yang menunjukkan kinerja tingkat dewasa diusia yang
masih dini. Keterampilan mereka biasanya ada pada bidang tertentu, seperti catur dan
musik, mungkin karena hal ini tidak memerlukan banyak pembelajaran sebelumnya. Tidak
hanya dapat mempelajari suatu keterampilan dengan waktu yang cepat, child prodigious
dapat mencapai tingkat kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan yang lain.

19
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Keberbakatan dikemukakan oleh Plato sekitar 2000 tahun yang lalu dengan
sebuatan Men of Gold. Di Indonesia sendiri, sekolah untuk anak berbakat pertama kali
dibuka pada tahun 1983 dengan konsep berbakat menurut teori Renzulli. Dimana, teori
anak berbakat terdiri dari teori renzulli’s three ring conception of giftedness, gagne’s
model of giftedness and talent, the three stratum theory, the theory of multiple
intelligences, dan teori the triarchic theory of successful intelligence. Selain itu,
perkembangan konsep keberbakatan terjadi melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan
unidimensional dan pendekatan multidimensional.

Anak berbakat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu genius, gifted, dan
superior. Selain istilah gifted, dalam bidang pendidikan juga terdapat istilah lain yaitu the
able dan talented. Dimana, ketiga istilah ini memiliki perbedaannya masing-masing. Dan
untuk tingkat prevalensi anak gifted dan talented sebenarnya sulit untuk ditentukan
karena berbagai alasan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Amka, A. Mirnawati. Lestari, A., I. Fatimah, S. (2021). Identifikasi Anak Berbakat/Gifted di
Sekolah Inklusi. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Davidson, J. E. (2009). Contemporary Models of Giftedness. In: Shavinina, L. V. (eds)


International Handbook on Giftedness. Springer, Dordrecht.

Fitriana, D. (2015). Individu Berbakat (Giftedness): Tinjauan Psikologi Pendidikan. Al-Qalb:


Jurnal Psikologi Islam, 6(1), 53—61.

Gagné, F. (1999). Gagné’s Differentiated Model of Giftedness and Talent (DMGT). Journal for
the Education of the Gifted, 22(2), 230—234. doi:10.1177/016235329902200209

Macintyre, C. (2008). Gifted and Talented Children 4-11: Understanding ann Supporting their
Development. New York: Routledge.

Nurjan, S. (2018). Analisis Teoritik Keberbakatan Siswa. AL-ASASIYYA: Journal Of Basic


Education, 2(2), 90 – 101.

Page, A. (2006). Three models for understanding gifted education. Kairaranga, 7(2), 11 – 15.

Porter, R. M. (1970). Saturday Seminars for the Able and Ambitious. The bulletin of the National
Association of Secondary School Principals, 54(348), 26—38.

Sholehah, A. M. (2022). Anak Berbakat (Jenius Atau Gifted Children). Indonesian Journal of
Early Childhood: Jurnal Dunia Anak Usia Dini, 4(1), 304—317.

Suparman. (2016). Prosiding konferensi nasional ke-4: asosiasi program pascasarjana perguruan
tinggi muhammadiayah (appptm). Pendidikan dan Pemikiran Islam, 1(0), 65 – 70.

Taylor, R. L., Smiley, L. R. Richards, S. B. (2009). Exceptional Students: Preparing Teachers


for the 21st Century. New-York: McGraw Hill Education.

Tunnicliffe, C. (2010). Teaching Able, Gifted and Talented Children: A Guide for Postgraduates
and Researchers. Teaching Able, Gifted and Talented Children, 1-144.

Ulfa, M., & Aridhona, J. (2021). Psikologi Anak Berbakat. Aceh: Syiah Kuala University Press

21

Anda mungkin juga menyukai