Anda di halaman 1dari 14

TUNALARAS DAN ANAK BER-IQ TINGGI

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu: Dra. Siti Istiyati, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Sabrina Salma Fida (K7122281)


2. Winda Putri Setyo Rini (K7122337)

KELAS 2E
PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SURAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)
2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“TUNALARAS DAN ANAK BER-IQ TINGGI” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Tidak lupa juga sholawat beserta salam dihaturkan kepada junjungan nabi
besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa tugas ini tidak dapat
terselesaikan dengan baik jika tidak ada bantuan dari pihak lain. Kami menghaturkan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini, yaitu:

1. Ibu Dra. Siti Istiyati, M. Pd., selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusi atas
kesempatan dan bimbingan yang diberikan kepada kami dalam penulisan
makalah ini.
2. Anggota kelompok 4 mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah meluangkan
waktunya dan bekerja sama untuk membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Maka dari itu masukan, saran
dan kritik yang memotivasi kami sangat diharapkan bagi para pembaca agar kami dapat
memperbaiki kesalahan untuk kedepannya. Akhir kata, kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Surakarta, 10 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar belakang masalah............................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ....................................................................................................................... 1
C. Tujuan pembahasan .................................................................................................................... 1
BAB II..................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 2
A. Tunalaras ..................................................................................................................................... 2
1. Pengertian ............................................................................................................................... 2
2. Karakteristik............................................................................................................................ 2
3. Klasifikasi ............................................................................................................................... 4
B. Anak Ber-IQ Tinggi .................................................................................................................... 6
1. Pengertian ............................................................................................................................... 6
2. Karakteristik............................................................................................................................ 6
3. Klasifikasi ............................................................................................................................... 8
BAB III ................................................................................................................................................. 10
PENUTUP ............................................................................................................................................ 10
A. Simpulan ............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang tumbuh dan
berkembang yang memiliki berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya.
Istilah anak-anak dengan kebutuhan khusus tidak mengacu pada sebutan untuk anak-
anak penyandang cacat, tetapi mengacu pada layanan khusus yang dibutuhkan anak-
anak dengan kebutuhan khusus. Dalam konteks pendidikan khusus di Indonesia, anak-
anak dengan kebutuhan khusus dapat di klasifikasikan menjadi anak-anak berkelainan
fisik seperti anak tunanetra, anak tunarungu, dan anak tunadaksa. Anak-anak
berkelainan mental emosional seperti anak tunagrahita dan anak tunalaras, serta anak-
anak berkelainan akademik seperti anak berbakat dan anak yang mengalami kesulitan
belajar khusus. Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik berbeda
dari satu ke yang lain. Selain itu, setiap anak dengan kebutuhan khusus juga
membutuhkan layanan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik
mereka. Melaksanakan kegiatan penilaian untuk mengidentifikasi karakteristik dan
kebutuhan mereka. Hal ini dianggap penting untuk mendapatkan layanan yang tepat
sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan kemampuannya.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian tunalaras ?
2. Bagaimana karakteristik tunalaras ?
3. Bagaimana klasifikasi tunalaras ?
4. Apa pengertian anak ber-IQ tinggi ?
5. Bagaimana karakteristik anak ber-IQ tinggi ?
6. Bagaimana klasifikasi anak ber-IQ tinggi ?

C. Tujuan pembahasan
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa pengertian tunalaras.
2. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana karakteristik tunalaras.
3. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana klasifikasi tunalaras.
4. Mahasiswa mampu mengetahui apa pengertian anak ber-IQ tinggi.
5. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana karakteristik anak ber-IQ tinggi.
6. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana klasifikasi anak ber-IQ tinggi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tunalaras

1. Pengertian
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan perilaku dan
memberikan respon-respon kronis yang jelas tidak dapat diterima secara sosial oleh
lingkungan dan atau perilaku yang secara personal kurang memuaskan, tetapi masih
dapat dididik sehingga dapat berperilaku yang dapat diterima oleh kelompok sosial
dan bertingkah laku yang dapat memuaskan dirinya sendiri.
Anak tunalaras bisa juga dikatakan anak dengan gangguan perilaku yang
menunjukan suatu penentangan yang terus menerus pada masyarakat, merusak diri
sendiri, serta gagal dalam proses belajar di sekolah. Sebutan lain anak tunalaras
yaitu anak tunasosial karena anak tersebut selalu melakukan penentangan terhadap
norma dan aturan sosial di masyarakat seperti mencuri, mengganggu ketertiban,
melukai orang lain, dan lain-lain (Somantri, 2007).
Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata-tertib, norma sosial,
dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan perilaku
sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan,
pelanggaran norma maupun kesopanan (Amin & Dwidjosumarto, 1979).
Mackie (1957) mengemukakan, bahwa anak yang termasuk dalam kategori
kelainan perilaku sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku yang tidak
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat
lingkungannya (dalam Kirk,1970). Hal yang lebih penting dari itu adalah akibat
tindakan atau perbuatan yang dilakukan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Undang-Undang Pokok Pendidikan Nomor 12 Tahun 1952, anak
tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang, tidak
memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma
sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi
terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga
membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain (dalam
Efendi, 2006:143).

2. Karakteristik
Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
a. Karakteristik Umum:

2
1) Mengalami gangguan perilaku, seperti suka berkelahi, memukul,
menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit
konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain,
mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka
mencuri, mengejek, dan sebagainya.
2) Mengalami kecemasan, seperti khawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan,
tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering
menangis, malu, dan sebagainya.
3) Kurang dewasa, seperti suka berfantasi, berangan-angan, mudah
dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya.
4) Agresif, seperti memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya,
loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut
malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
b. Karakteristik Sosial dan Emosional
Secara umum karakteristik sosial dan emosional anak dengan gangguan
emosional dan tingkah laku, adalah:
1) Tingkah laku yang tidak terarah (tidak patuh, perkelahian, perusakan,
pengucapan kata-kata kotor dan tidak senonoh, senang memerintah,
berperilaku kurang ajar)
2) Gangguan kepribadian (merasa rendah diri, cemas, pemalas, depresi,
kesedihan yang mendalam, dan menarik diri dari pergaulan)
3) Tidak matang / tidak dewasa dalam sikap (pasif, kaku dalam bergaul, cepat
bingung, perhatian terbatas, senang melamun, dan berkhayal).
4) Pelanggaran sosial (terlibat dalam aktivitas geng, mencuri, dan membolos).
5) Secara emosional sering merasa rendah diri dan mengalami kecemasan.
c. Karakteristik Inteligensi dan Prestasi
Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata anak dengan gangguan
emosional dan tingkah laku memiliki tingkat inteligensi pada tingkat dull
normal range (skor IQ berkisar pada angka 90), dan hanya sedikit yang
memiliki tingkat inteligensi di atas rata-rata. Dibandingkan dengan distribusi
normal inteligensi, kebanyakan anak dengan gangguan emosional dan tingkah
laku berada pada kategori slow learner dan ketidakmampuan intelektual ringan
(mild intellectual disability). Kebanyakan anak yang memiliki gangguan
emosional dan tingkah laku juga merupakan anak yang tidak berprestasi
(underachiever) disekolahnya. Adapun contohnya yaitu:
1) Hasil belajarnya seringkali jauh di bawah rata-rata.
2) Seringkali tidak naik kelas.
3) Sering membolos sekolah.
4) Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalu lintas.
Efendi (2006) mengemukakan beberapa karakteristik yang tampak
menonjol pada kepribadian anak tunalaras:
1) Kurang percaya diri.
2) Menunjukkan sikap curiga pada orang lain.
3) Selalu dihinggapi perasaan rendah diri atau sebaliknya.
4) Selalu menunjukkan permusuhan dengan orang lain.
5) Suka mengisolasi diri.

3
6) Kecemasan/ketakutan yang berlebihan.
7) Tidak memiliki ketenangan jiwa.
8) Beberapa hyperaktif.
9) Sering melakukan bentrokan atau perkelahian.
Karakteristik anak tunalaras secara umum menunjukkan adanya gangguan
perilaku, seperti suka menyerang (agresive), gagngguan perhatian dan
hiperaktive. Secara akademik anak tunalaras sering ditemui tidak naik kelas hal
ini dikarenakan gangguan perilakunya bukan karena kapasitasv intelektualnya.
Karakteristik emosi-sosial anak tunalaras suka melanggar norma baik yang
berlaku di institusi seperti sekolah maupun masyarakat sehingga anak ini sering
disebut dengan anak maladjusted. Tunalaras sering menunjukkan kepribadian
yang tidak matang (immature) dan menunjukkan adanya kecemasan (anxiety).

3. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang
mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
a. Klasifikasi Dimensional
Klasifikasi dimensional adalah tingkah laku yang akan digunakan untuk
menggambarkan bentuk gangguan merupakan tingkah laku khas yang sering
dilihat dalam situasi kelas. Pendidik biasanya menggunakan tingkah laku
tersebut sebagai bukti adanya masalah. Salah satu alat ukur yang dikembangkan
oleh Spivact adalah The Devereux Elementary School Behavior Rating Scale,
yaitu Swift dan Priwitt mengklasifikasikan berdasarkan pendekatan
dimensional. Dalam klasifikasi tersebut terdapat 140 tingkah laku, yang 47
diantaranya diidentifkasi berkolerasi dengan prestasi dan mengandung
perbedaan antara populasi normal dan populasi khusus (Catwright, 1981).
Terdapat 9 gejala perilaku menyimpang yang dapat muncul di dalam kelas,
yaitu:
1) Mengganggu di kelas.
2) Tidak sabar atau terlalu cepat bereaksi.
3) Tidak menghargai, menentang, dan melawan.
4) Menyalahkan orang lain.
5) Kecemasan terhadap prestasi sekolah.
6) Dependen pada orang lain.
7) Kurang dalam pemahaman.
8) Reaksi yang tidak sesuai.
9) Melamun, tidak ada perhatian, dan menarik diri dari lingkungan sosial.
b. Klasifikasi Berdasarkan Jenis dan Penyimpangannya
Anak tunalaras dibagi dari segi jenis dan derajat penyimpangannya, yaitu:
1) Berdasarkan Jenis
a) Dilihat dari aspek kepribadian
Terdapat anak tunalaras emosi yang mengalami kelainan dalam
perkembangan emosi, dan anak tunalaras sosial yang mengalami
kelainan dalam penyesuaian diri dalam lingkungan.
b) Dilihat dari aspek kesehatan jiwa
Terdapat anak tunalaras psikopat yaitu anak yang memiliki
penyimpangan emosi dan penyesuaian yang dipengaruhi faktor genetik

4
(endogen) yang tidak dapat disembuhkan, dan anak tunalaras sementara
yaitu anak yang mempunyai penyimpangan emosi dan penyesuaian,
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan dapat disembuhkan.
2) Berdasarkan Derajat Penyimpangan
a) Anak tunalaras taraf ringan
Menunjukkan penyimpangan emosi dan penyesuaian masih
dalam taraf permulaan dan ringan, namun ada gangguan dalam
perkembangan dirinya. Pada taraf ini anak masih berada dalam
lingkungan keluarga dan sekolah biasa, anak membutuhkan usaha
bimbingan dan penyuluhan sekolah dasar, menengah, dan keluarga.
Contoh perilakunya adalah membolos sekolah, malas mengerjakan PR,
dan tidak mau mengikuti upacara.
b) Anak tunalaras taraf sedang
Menunjukkan penyimpangan emosi dan penyesuaian terhadap
lingkungan bertaraf sedang. Pada taraf ini anak memerlukan pelayanan
tersendiri dalam belajarnya. Anak ada yang masih dalam lingkungan
keluarga dan ada yang harus masuk asrama untuk keperluan
penyembuhan. Namun dalam kegiatan belajarnya harus dipisah dengan
anak normal. Contoh perilakunya adalah mencuri di sekolah dan di luar
sekolah, merusak fasilitas umum, tergabung dalam gank tertentu.
c) Anak tunalaras taraf berat
Menunjukkan pelanggaran hukum karena mengganggu
ketertiban masyarakat dan disebut delinkuensi. Hal ini mecakup anak
yang sudah terlibat narkotika dan tindakan kriminal. Taraf ini
mengharuskan anak dipisahkan dengan keluarga dan sekolah
umum.dapat dimasukkan dalam asrama atau lembaga
pemasyarakatan/rehabilitasi khusus.
c. Berdasarkan perilakunya
1) Beresiko tinggi
Adapun contohnya, seperti hiperaktif suka berkelahi, memukul,
menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit
konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain,
mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka
mencuri, mengejek, dan sebagainya.
2) Beresiko rendah
Adapun contohnya, seperti autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa
tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang,
sering menangis, malu, dan sebagainya.
3) Kurang dewasa
Adapun contohnya, seperti suka berfantasi, berangan-anagan, mudah
dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
4) Agresif
Adapun contohnya, seperti memiliki gang jahat, suka mencuri dengan
kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering
pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
d. Berdasarkan Kepribadian
1) Kekacauan perilaku

5
2) Menarik diri (withdrawll)
3) Ketidakmatangan (immaturity)
4) Agresi sosial

B. Anak Ber-IQ Tinggi

1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata cerdas memiliki arti
sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti atau memahami
sesuatu), dan bakat adalah dasar (kepandaian, sifat, dan pembawaan) yang dibawa
sejak lahir. Dari definisi tersebut, maka anak berbakat adalah anak yang mempunyai
kemampuan yang unggul dari anak rata-rata atau normal baik dalam kemampuan
intelektual maupun non intelektual sehingga membutuhkan layanan pendidikan
secara khusus.
Keterbakatan ialah keunggulan dalam kemampuan tertentu, Milgram, R.M
berpendapat bahwa anak berbakat ialah anak yang mempunyai IQ tinggi diatas
rata-rata, kisaran 140 lebih yang diukur menggunakan instrumen stanford binnet.
Anak ber-IQ tinggi adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di
atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual ini Cony Semiawan
(1997:24) mengemukakan, bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total
penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia
berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya berkisar 120-
137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut
moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented)
atau keberbakatan intelektual.
Anak berbakat dan kecerdasan istimewa sesuai undang-undang termasuk anak
yang memerlukan layanan khusus, hal tersebut tertuang pada UU Sisdiknas No.2
2003. Menurut Somantri (2007) anak berbakat dan cerdas istimewa memiliki
kebutuhan dan karakteristik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

2. Karakteristik
a. Karakteristik Kognitif
Perkembangan kognitif terletak pada pemahaman sejumlah pengalaman
dan integrasinya dengan lingkungan (proses pembentukan pengertian yang telah
berhubungan dengan faktor lingkungan). Karakteristik kognitifnya antara lain
sebagai berikut:
1) Membutuhkan informasi yang lebih banyak.
2) Daya ingatnya istimewa.
3) Minat dan rasa ingin tahunya kuat.
4) Tingkat perkembangannya tinggi.
5) Kapasitas yang tinggi dalam melihat hubungan yang tak lazim dan berbeda
dengan menggunakan metafor dan analog.
6) Ide-idenya orisinil.
7) Intensitas (maksud/ tujuan) khusus dan terarah (berorientasi pada sasaran).
b. Karakteristik Afektif

6
Level perkembangan kognitif yang tinggi tidak menjamin
perkembangan afektifnya juga tinggi. Maka pendidikan bagi mereka harus
memberikan peluang pemilihan pengetahuan emosional untuk mengembangkan
perkembangan afektifnya. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut:
1) Kepekaan khusus terhadap perasaan orang lain.
2) Rasa humor yang tinggi atau tajam.
3) Kesadaran diri tinggi, disertai dengan perasaan berbeda.
4) Idealisme dan rasa adil tampak pada usia dini.
5) Harapan yang tinggi akan diri sendiri dan orang lain (ingin sempurna).
c. Karakteristik Sosial
Individu berbakat peluang dari masyarakat yang mutlak diperlukan oleh
mereka untuk bisa memenuhi harapan masyarakat dengan tidak mengorbankan
kebutuhan individu berbakat juga tidak mengabaikan peran sosial mereka.
Karakteristiknya antara lain:
1) Termotivasi oleh kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2) Kapasitas lanjutan kognitif dan afektif dalam mengkonseptualisasikan.
3) Memecahkan masalah masyarakat.
4) Kepemimpinan.
5) Keterlibatan dengan kebutuhan masyarakat (kebenaran, keadilan, dan
keindahan) dan sebagainya.
Beberapa karakteristik yang menonjol dari anak-anak berbakat sebagaimana
diungkapkan Kitato dan Kirby, dalam Mulyono (1994), dalam ini adalah sebagai
berikut:
a. Karakteristik Intelektual
1) Proses belajarnya sangat cepat
2) Tekun dan rasa ingin tahu yang besar
3) Rajin membaca
4) Memiliki perhatian yang lama dalam suatu bidang khusus
5) Memiliki pemahaman yang sangat majau terhadap suatu konsep
6) Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik
b. Karakteristik Sosial-emosional
1) Mudah diterima teman-teman sebaya dan orang dewasa
2) Melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, dan memberikan
sumbangan pemikiran yang konstruktif
3) Kecenderungan sebagai pemisah dalam suatu pertengkaran
4) Memiliki kepercayaan tentang persamaan derajat semua orang, dan jujur
5) Perilakunya tidak defensif, dan memiliki tenggang rasa
6) Bebas dari tekanan emosi, dan mampu mengontrol emosinya sesuai situasi,
dan merangsang perilaku produktif bagi oranglain.
7) Memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menanggulangi masalah sosial.
c. Karakteristik Fisik-kesehatan
1) Berpenampilan rapi dan menarik.
2) Kesehatannya berada lebih baik di atas rata-rata

7
Menurut Churnia, Ifdil, and Erwinda (2017) terdapat karakteristik pada anak
berbakat yaitu:
a. Secara intelektual, anak berbakat biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mampu memecahkan masalah.
2) Memiliki tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi atau kritis.
3) Analitis, komprehensif, orisinal, dan perfeksionis.
4) Berorientasi terhadap masalah yang ada.
5) Mempunyai upaya lainnya saat memproses dan memahami informasi.
6) Berpikir fleksibel.
7) Cepat ketika belajar, dll.
Hal tersebut juga diperkuat oleh penelitian menurut Eva (2018) bahwa di
usia anak 2,5-4 tahun dengan kecerdasan khusus menunjukan gejala
perkembangan kognitif yang jauh melebihi gejala teman sebayanya.
b. Secara sosial anak berbakat umumnya memiliki:
1) Kesadaran sosial yang mendalam.
2) Peka terhadap masalah orang lain.
3) Bertanggung jawab.
4) Mudah beradaptasi dan mudah untuk berkomunikasi, seperti bergaul dengan
orang tua.
5) Mudah menjadi pemimpin yang dan lain sebagainya.
Untuk mendukung siswa berbakat dapat dilakukan dengan membimbing
siswa melalui studi sosial perkembangan dan perilaku sosialnya (Kennedy &
Farley, 2018). Sehingga peserta didik dapat lebih mengetahui perkembangan
mereka sendiri, namun semua itu tidak dapat dilakukannya sendiri dan
diperlukan konselor dalam membimbing siswa tersebut.
c. Menurut emosional, anak berbakat biasanya memiliki ciri khas:
Stabilitas emosi yang kuat, humoris, serta konsisten. Namun, tanpa
bimbingan yang tepat, situasi ini dapat dengan mudah menyebabkan konflik,
stres, kepekaan berlebihan, mudah tersinggung, toleransi, dll. Dalam kaitan ini,
kiprah bimbingan sangat diperlukan untuk mengklaim optimalisasi
perkembangan emosi anak.

3. Klasifikasi
a. Genius (IQ lebih dari 180)
Anak dalam kelompok ini memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa.
Bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil, misalnya sejak umur dua
tahun sudah dapat membaca dan umur empat tahun bisa berbahasa asing. Anak
genius memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut: daya abstraksinya baik sekali,
mempunyai banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif dan suka menganalisis.
Anak genius juga memiliki sifat-sifat negatif, diantaranya; cenderung
hanya mementingkan dirinya sendiri (egosentris), temperamental sehingga
mudah menunjukkan emosi marah, tidak mudah bergaul, senang menyendiri
karenasibuk melakukan penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang
lain.
b. Gifted (IQ 140 – 179)

8
Anak dalam kelompok ini bakatnya juga sudah tampak sejak kecil dan
prestasi yang dimiliki biasanya melebihi teman sebayanya. Jika dibandingkan
dengan orang normal, kemampuan adjustment terhadap berbagai problem hidup
lebih baik yaitu suatu proses psikososial yang berlangsung dengan cara
mengelola tuntutan dalam keseharian dengan memodifikasi diri dan lingkungan
disekitarnya. Anak gifted di antaranya memiliki karakteristik: mempunyai
perhatian terhadap sains, serba ingin tahu, imajinasinya kuat, senang membaca,
dan senang akan koleksi.
c. Sangat Superior (IQ 130 – 139)
Anak sangat superior berada pada tingkat tertinggi dalam kelompok
superior. Umumnya tidak ada perbedaan mencolok dengan kelompok superior.
d. Superior (IQ 120 – 129)
Anak dalam kelompok ini memiliki prestasi belajar yang cukup tinggi.
Secara umum anak dalam kelompok ini juga memiliki kemampuan yang tinggi
jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Ciri-cirinya antara lain:
1) Cakap dalam membaca dan berhitung.
2) Perbendaharaan bahasanya luas.
3) Cepat memahami dibandingkan dengan anak-anak yang termasuk
kelompok pandai.
4) Kesehatan dan ketahanan fisiknya pun lebih baik daripada anak-anak
normal.

9
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan perilaku dan
memberikan respon-respon kronis yang jelas tidak dapat diterima secara sosial oleh
lingkungan dan atau perilaku yang secara personal kurang memuaskan, tetapi masih
dapat dididik sehingga dapat berperilaku yang dapat diterima oleh kelompok sosial
dan bertingkah laku yang dapat memuaskan dirinya sendiri, sedangkan anak ber-IQ
tinggi adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata dan
memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya sehingga memerlukan layanan khusus.
Dengan demikian, setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki
karakteristik berbeda dari satu ke yang lain. Selain itu, setiap anak dengan
kebutuhan khusus juga membutuhkan layanan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan karakteristik mereka. Salah satu upaya melaksanakan kegiatan
penilaian untuk mengidentifikasi karakteristik dan kebutuhan mereka dianggap
penting untuk mendapatkan layanan yang tepat sesuai dengan karakteristik,
kebutuhan dan kemampuannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2013). Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra, 25(86), 1.

Desiningrum, D. R. (2017). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.

Mahabbati, A. (2010). Pendidikan Inklusif Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku
(Tunalaras). JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 7(2).

Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik Dan Kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33-40.

Purwanto, H. (2007). Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Modul Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus, 7-8.

Rani, K., & Jauhari, M. N. (2018). Keterlibatan Orangtua Dalam Penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 55-64.

Sunarya, P. B., Irvan, M., & Dewi, D. P. (2018). Kajian Penanganan Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 11-19.

Syafwan, A. L., Anjelina, A., Khairani, D., & Khairani, S. (2020). Teori Dan Konsep Anak
Berbakat. ITTIHAD, 5(1).

11

Anda mungkin juga menyukai