TANTANGAN GLOBAL
OLEH
KUPANG
2023
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN...........................................................................................3
PENUTUP............................................................................................................................37
A. Kesimpulan...............................................................................................................37
B. Saran.........................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................38
ii
A. PENDIDIKAN ILMU TEKNOLOGI DAN PEMBANGUNAN
1. Pengertian pendidikan ilmu teknologi dan pembangunan
Pendidikan, ilmu, teknologi, dan pembangunan saling terkait dan memiliki peran
yang diperoleh melalui studi dan pengamatan. Teknologi merujuk pada penggunaan
pendidikan didasarkan pada pengetahuan teoritis dari berbagai disiplin ilmu seperti
pendidikan, psikologi, sosiologi, kecerdasan buatan, dan ilmu komputer Selain itu,
bahwa teknologi pendidikan memiliki peran integral dalam sistem pendidikan dan
dan kesejahteraan sosial dan ekonomi Dengan demikian, pendidikan, ilmu, teknologi,
secara keseluruhan. Pendidikan ilmu teknologi dan pembangunan adalah bidang yang
iii
Teknologi pendidikan memiliki landasan falsafah dan teori yang dikembangkan dari
juga mengandung cara khusus yang sebelumnya tidak digunakan, yang dikenal
dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM. Oleh sebab
itu, pendidikan juga merupakan alur untuk mengembangkan teknologi baru dan
menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
informal, serta membantu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
teknologi pendidikan juga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas sekolah, serta
dini.
Meningkatnya teknologi di era globalisasi yang serba modern ini bisa kita terapkan
pada dunia pendidikan sebagai fasilitas lebih dan serba canggih untuk memperlancar
iv
proses pembelajaran yang disampaikan. Disini pentingnya teknologi untuk selalu
diikuti perkembangannya.
tampilan yang lebih menarik sehingga akan terhindar dari rasa jenuh selama
aplikasi atau media yang telah dirancang secara modern dan dimanfaatkan sebagai
teori dan praktik dalam pembelajaran, sebagai sumber belajar. Saat ini teknologi
positif bagi para siswa, yaitu mereka bisa lebih mudah dalam mencari informasi
yang diperlukan selama proses pembelajaran. Media yang bisa digunakan adalah
1. MENAMBAH INFORMASI
siswa dan pendidik untuk mencari informasi yang lebih luas, selain menggunakan
Hal ini terjadi karena informasi yang ada di Internet lebih update sehingga para
v
3. MEMUDAHKAN AKSES BELAJAR
pendidikan. Misalkan guru dapat memberikan materi atau tugas belajar melalui
email sehingga peserta didik bisa segera menyelesaikan dan mengumpukan tugas
tersebut.
nyaman dan tidak terkesan jenuh atau monoton. Karena penyampaian informasi
Informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap serta akses yang mudah didapatkan
Pendidikan ilmu, teknologi, dan pembangunan telah menjadi topik yang semakin
relevan dalam konteks global saat ini. Secara tradisional, pendidikan dianggap
vi
dan inovasi sebagai elemen kunci dalam pendidikan modern. Namun, ada juga
tantangan dan peluang yang unik. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah membuka
pintu bagi akses yang lebih luas terhadap pengetahuan dan inovasi. Namun, di sisi
lain, kesenjangan dalam akses terhadap pendidikan dan teknologi juga semakin
Pendekatan ini tidak hanya mencakup pengajaran materi kurikulum yang relevan,
penting dalam konteks global saat ini. Berbagai ahli pendidikan, ilmuwan, dan
pemikir telah memberikan pandangan mereka terkait dengan konsep ini. Dalam
artikel ini, kita akan mengeksplorasi persepsi konsep pendidikan ilmu teknologi dan
vii
memungkinkan siswa untuk menjadi pembuat teknologi, bukan hanya pengguna
untuk memahami dan mengatasi tantangan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang
kelestarian lingkungan
masyarakat, Dr. Paulo Freire, seorang ahli pendidikan kritis, menekankan bahwa
dalam membentuk masa depan yang berkelanjutan. Dalam konteks globalisasi dan
individu untuk menghadapi tantangan dan peluang di era modern. Dalam artikel ini,
viii
kita akan mengulas secara rinci tentang berbagai aspek terkait dengan pendidikan
2. Pendidikan Ilmu Teknologi dan Pembangunan: Definisi dan Tujuan Pendidikan ilmu
dan keterampilan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat
dan pembangunan memiliki manfaat yang luas, tidak hanya bagi individu, tetapi juga
bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan pendidikan ini, individu akan mampu
digital. Selain itu, pendidikan ini juga memberikan landasan pengetahuan yang kuat
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sangat dibutuhkan dalam
manfaat yang besar, pendidikan ilmu teknologi dan pembangunan juga dihadapkan
pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah aksesibilitas pendidikan ini bagi
masyarakat yang kurang mampu. Selain itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya
ix
5. Implikasi dan Signifikasi Pendidikan Ilmu Teknologi dan Pembangunan
yang penting dalam mendorong kemajuan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam
era globalisasi dan inovasi teknologi yang terus berkembang, peran pendidikan dalam
bidang ini menjadi semakin krusial. Artikel ini akan membahas implikasi dan
signifikansi utama dari pendidikan ilmu teknologi dan pembangunan serta dampaknya
peran penting dalam menghasilkan individu yang terampil dan terdidik di bidang
teknologi dan ilmu pengetahuan yang mendorong inovasi. Hal ini mendorong
lingkungan. Individu yang terdidik dalam ilmu teknologi dan pembangunan akan
teknologi, individu yang terdidik dalam bidang ini mampu meningkatkan kualitas
efisien, dan akses informasi yang lebih luas. Hal ini berkontribusi pada
x
B. SISTEM PENDIDIKAN,PEMBANGUNAN INDONESIA DAN
GLOBALISASI
1. Sistem pendidikan
a.Pengertian Sistem
a) Tujuan
b) Fungsi-fungsi
c) Komponen-komponen
f) Proses transformasi
xi
Masukan usaha pendidikan ialah peserta didik dengan berbagai ciri-ciri
yang ada pada diri peserta didik itu (antara lain, bakat, minat,
kemampuan,keadaan jasmani). Dalam proses pendidikan terkait berbagai hal,
seperti pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan lain-
lain, sedangkan hasil pendidikan dapat meliputi hasil belajar setelah selesainya
suatu proses belajar mengajar tertentu.
1. Tujuan
2. Peserta Didik
3. Pendidik
4. Alat Pendidikan
2
3
4
xii
Maksudnya adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang berfungsi untuk mempermudah atau
mempercepat tercapainya tujuan pendidikan.
5. Lingkungan
Menurut Sunarya, Pendidikan nasional adalah sistem pendidikan yang berdiri di atas
landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat
mengabdi kepada kepentingan dan citacita nasional bangsa tersebut.
2. Pembangunan indonesia
xiii
Pembangunan di Indonesia merupakan amanat konstitusi (UUD 1945). Ditegaskan
bahwa tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Jalan satu-satunya untuk
mencapai tujuan itu adalah pembangunan nasional yang meliputi semua aspek
kehidupan baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya bahkan pertahanan-
keamanan.Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia pembangunan
merupakan langkah awal yang dilakukan untuk tercapainya peningkatan kualitas
hidup masyarakat dan tersebarnya hasil-hasil pembangunan secara merata. Seers
menitikberatkan tujuan pembangunan pada tiga hal yaitu untuk mengurangi
kemiskinan, menanggulangi pengangguran, dan mengatasi ketidakadilan dalam
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya (Seers dalam Sudjana, 2004: 178). Data
terakhir menunjukkan bahwa Maret 2010 tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai
angka 31.02 juta jiwa atau 13.33 % (Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli
2010), sedangkan jumlah tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 370 ribu jiwa
pada Februari 2010 (Berita Resmi Statistik No. 33/05/Th. XIII, 10 Mei 2010).
Tingginya angka kemiskinan tersebut khususnya di daerah pedesaan dan terpencil
adalah akibat terjadinya pembangunan yang tidak merata dan berpusat pada kota-kota
besar saja sehingga menimbulkan terjadinya arus urbanisasi yang tinggi dari desa ke
kota. Kemiskinan di pedesaan semakin didukung oleh kondisi masyarakat yang
mengandalkan pertanian saja sebagai sumber perekonomiannya sehingga
menyebabkan angka kemiskinan di pedesaan tidak kunjung menurun. Tingginya
angka kemiskinan juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat
khususnya dalam bidang: 1) ekonomi meliputi pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, papan, kesehatan; 2) sosial meliputi aktualisasi diri, partisipasi sosial,
interaksi sosial dan; 3) budaya meliputi pelestarian kebudayaan, proses pewarisan
kebudayaan, terlaksananya sebuah budaya. Eitzen dan Maxine menyatakan ada tiga
gerakan sosial yang dapat mengubah masyarakat, yaitu: (1) resistance movement,
gerakan penolakan yang mencegah perubahan, (2) gerakan reformasi (reform
movement) yang berusaha mengubah bagian penting dari suatu masyarakat, serta
memperbaiki pendidikan wanita, memperbaiki lingkungan, dan usaha kecil. Ini
dilakukan melalui pendidikan atau perubahan peraturan, kebisaaan dan sikap; (3)
gerakan mahasiswa (revolutionary movement), yang mencari pemecahan dengan
perubahan radikal (Eitzen dan Maxine dalam Saleh Marzuki, 2010: 90). Pemerintah
xiv
bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial masyarakat dan lembaga pendidikan
khususnya pendidikan non formal dalam rangka pemerataan pembangunan,
pengurangan jumlah kemiskinan serta pengangguran dengan melakukan gerakan
reformasi melalui pendidikan dan pelatihan serta mencoba memperluas kesempatan
kerja yang ditekankan pada pembangunan industri baik industri besar, sedang ataupun
industri kecil atau industri rumah tangga. Pembangunan industri yang bersifat padat
tenaga kerja di kawasan pedesaan bermaksud untuk mengurangi atau menghentikan
arus urbanisasi dari desa ke kota karena para tenaga kerja dapat terserap oleh industri-
industri yang ada di pedesaan sehingga pemerataan pembangunan dan pengurangan
jumlah kemiskinan dan pengangguran dapat tercapai, sedangkan pendidikan dan
pelatihan merupakan alat yang digunakan untuk membawa masyarakat menyesuaikan
diri, dan mengembangkan diri dengan tuntutan keterampilan dan kecakapan hidup
yang harus dimiliki sebagai salah satu pemenuhan kualifikasi kerja di bidang
industri.Paulston menjelaskan tentang teori fungsi yang menekankan tentang
pentingnya hubungan pendidikan non formal dengan pengembangan sosial, ekonomi
dan budaya (Paulston dalam Sudjana, 2004: 176). Teori ini memberi makna bahwa
pendidikan adalah upaya sadar untuk menumbuhkan dan mengembangkan
mekanisme keseimbangan antara pelestarian nilai-nilai budaya, kesatuan masyarakat,
kestabilan ideologi, dan perkembangan ekonomi dalam kesatuan wilayah. Pendidikan
non formal dalam pengembangan dan pelaksanaan program memperhatikan beberapa
prinsip yakni didasarkan kebutuhan pendidikan dan kebutuhan belajar yang
berkembang di masyarakat; berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan belajar; disusun bervariasi sesuai dengan keragaman kebutuhan pendidikan
dan belajar; berperan untuk mewujudkan keterkaitan antara perkembangan sosial dan
kemajuan ekonomi serta memberikan pengaruh baik terhadap pelestarian nilai-nilai
agama dan budaya terhadap perkembangan sosial ekonomi sehingga pengembangan
pendidikan yang bersifat pelatihan fungsional akan lebih tepat dibandingkan
pendidikan kelas yang bersifat teoritis dalam mempersiapkan tenaga kerja dalam
bidang industri. Salah satu bidang industri yang banyak dikembangkan oleh
masyarakat pedesaan khususnya di daerah Kabupaten Bantul adalah industri kerajinan
tanga salah satunya adalah tekstil, pakaian jadi dan kulit. Industri ini banyak
dikembangkan karena secara historis masyarakat di daerah Kabupaten Bantul
memiliki keahlian untuk mengolah bahan mentah kain menjadi barang setengah jadi
berupa kain batik baik itu batik tulis maupun batik cap. Daerah yang saat ini sudah
xv
dikenal sebagai sentra kerajinan batik tulis adalah di Desa Wukirsari, Kecamatan
Imogiri, Kabupaten Bantul. Kemampuan masyarakat Desa Wukirsari dalam bidang
membatik berasal dari pengaruh kerajaan Yogyakarta yang saat itu banyak
mempekerjakan masyarakat Desa Wukirsari untuk menciptakan kain batik yang akan
digunakan oleh keluarga kerajaan. Kemampuan membatik yang diajarkan secara
turun temurun ini kemudian dikembangkan menjadi industri rumah tangga oleh
masyarakat Desa Wukirsari terutama oleh kaum perempuan. Pembatik yang
mayoritas perempuan ini melakoni pekerjaan untuk mencari nafkah pada dasarnya
memiliki beberapa faktor yang mendasari kegiatan mereka mencari nafkah, beberapa
diantaranya adalah karena tuntutan ekonomi rumah tangga serta kesadaran untuk
melestarikan kebudayaan membatik. Sejak terjadinya gempa tahun 2006 di Daerah
Istimewa Yogyakarta perhatian pemerintah maupun lembaga sosial seperti Dompet
Dhu’afa, IRE (Institute Research Empowerment) dan JHS (Jogja Heritage Society)
mulai banyak tercurah pada nasib pembatik di Desa Wukirsari yakni dengan merintis
pendirian kelompok-kelompok batik, sehingga memunculkan beberapa jenis pembatik
diantaranya adalah pembatik lepas, pembatik kelompok dan pembatik lembaga.
Pembatik lepas merupakan jenis pembatik yang tidak terdaftar sebagai anggota
kelompok batik dan bekerja secara lepas atau bisaa juga disebut dengan buruh batik.
Pembatik kelompok adalah jenis pembatik yang terdaftar dalam dalam sebuah
kelompok rintisan lembaga masyarakat. Pembatik lembaga adalah jenis pembatik
yang terdaftar dalam sebuah kelompok dimana kelompok tersebut didirikan atas
inisiatif individu atau dengan kata lain ada seorang pengusaha yang mengakomodir
para pembatik. Pembatik jenis ini bisa juga disebut dengan pembatik pekerja karena
memiliki sistem jam kerja dan pengupahan secara pasti.Munculnya beberapa jenis
pembatik ini selanjutnya memberikan dampak yang berbeda-beda pada penghasilan
pembatik serta kualitas pembatik baik pada pembatik lepas, pembatik kelompok, dan
pembatik lembaga. Oleh karena itu dalam penelitian ini dibahas “Tingkat
Kesejahteraan Pembatik Lepas, Pembatik Kelompok dan Pembatik Lembaga Dilihat
dari Penghasilan di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul”.
xvi
3. Pendidikan dan pembangunan
xvii
Uraian di atas menunjukkan “status” pendidikan dan pembangunan masing-masing
dalam esensi pembangunan serta antar keduanya.
c) Aspek Yuridis
Kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru, khususnya kebutuhan
akan penyempurnaan sistem pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan
baru tersebut. Jelasnya sistem pendidikan perlu disempurnakan, dan tugas ini hanya dapat
dilakukan dengan mendasarkan diri pada Undang-Undang Pendidikan.
xix
a) Isi UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) lebih
komprehensif, dalam arti bahwa UU No. 2 Tahun 1989 ini mencakup semua jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan.
b) Sifat UU RI No. 2 Tahun 1989 lebih fleksibel dp. UU No. 4/1950 dan UU No. 22/61.
Fleksibilitas ini terlihat dalam hal-hal seperti :
(1) Masih memberi peluang untuk dilengkapi dengan peraturan-peraturan pemerintah
dan keputusan menteri.
(2) Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional
(3) Adanya tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga dalam
menyelenggarakan pendidikan sehingga pendidikan dapat mengarah kepada keserasian
pemenuhan tujuan negara di satu pihak dan kepentingan rakyat banyak di pihak yang lain
pada masa mendatang.
c) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tidak hanya bersifat mengatur (seperti UU
Pendidikan yang lalu), tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang bersifat memaksa.
d) UU No. 2 Tahun 1989 lebih memperhatikan prospek masa depan.
d) Aspek Struktur
Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan pada upaya pembenahan
struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar dari
jenjang yang satu ke jenjang yang lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan
politik.
e) Aspek Kurikulum
Kurikulum merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan kurikuler berubah, maka
kurikulum berubah pula. Perubahan dimaksud mungkin mengenai materinya, orientasinya,
pendekatannya ataupun metodenya.
D. Pembangunan Nasional
1. Batasan
Pembangunan ekonomi berarti suatu proses perubahan struktur produksi (pendapatan
nasional) struktur penduduk dan mata pencaharian (lapangan kerja) dan struktur lalu lintas
barang, jasa dan modal dalam hubungan internasional.
2. Tujuan (masyarakat masa depan)
xx
Pembangunan nasional Indonesia pada akhirnya harus bertujuan mencapai negara
kesatuan yang berkedaulatan rakyat serta adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
3. Strategi pelaksanaan
Strategi dasar pembangunan nasional Indonesia selama kurang lebih 30 tahun, baik
jangka panjang maupun jangka pendek, bertumpu pada pembangunan ekonomi yang terkait
dengan pembangunan bidang-bidang lainnya.
4. Karakteristik
Pembangunan nasional merupakan :
- Bentuk pengamalan Pancasila
- Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya
- Dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut
- Pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat
- Trilogi pembangunan yaitu : pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan stabilitas sosial
5. Asas :
Terdiri dari
- Kemampuan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Manfaat
- Adil dan merata
- Keseimbangan, keserasian, keselarasan dalam perikehidupan
- Mandiri
- Hukum
- IPTEK
6. Kedudukan Pembangunan Pendidikan
Mencakup 7 bidang yaitu :
- Bidang ekonomi
- Bidan kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan
- Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Bidang IPTEK
- Bidang hukum
- Bidang politik
- Bidang pertahanan dan keagamaan
Peranan pembangunan Nasional
1. Payung pembangunan pendidikan nasional yang berfungsi menjadi salah satu
pembatas lingkungan pembangunan pendidikan nasional, dan parameter atau tolak ukur
xxi
kontribusi keberhasilan fungsi pembangunan pendidikan nasional terhadap pembangunan
nasional.
2. Sumber yang memberikan masukan pada pembangunan pendidikan nasional berupa
hasil-hasil pembangunan seperti informasi, energi (tenaga), bahan-bahan
Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan
membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri suatu bangsa. Hal
ini dipertegas oleh pernyataan yang berbunyi, “Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua
dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan
waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia.” (Sujiyanto, 2007:97).
Untuk itu, Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan
berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Pendidikan di sekolah pada masa lampau berarti guru. Guru sebagai pusat atau sumber utama
dalam pendidikan. Bahkan sayling Wen menuturkan bahwa “guru mampu mempengaruhi pemikiran
seorang siswa, cara pandangnya, dan perilakunya seumur hidup.” (Sayling Wen, 2003:100). Tetapi
sejak globalisasi masuk ke Negara-negara dunia termasuk Indonesia, kedudukan guru bergeser. Guru
tak lagi menjadi pusat dalam pendidikan. Kemajuan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan
hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Di zaman yang berbeda-beda, tuntutan terhadap talenta dan spesialisasi individu juga
berbeda-beda. Zaman agricultural adalah masa bekerja keras dan mencari nafkah lewat kerja fisik.
Zaman industry menuntut standarisasi dan tidak menekankan kualitas dan talenta individual. Tetapi
zaman internet, seperi sekarang ini, merupakan zaman untuk membebaskan kualitas-kualitas individu
yang sering tertindas di zaman industry. Sehingga perlu pendidikan perlu mengadakan system
perubahan. Jika tidak, belajar di sekolah bisa menjadi upaya sia-sia tanpa maksud dan tujuan yang
jelas. Untuk itu, revolusi-revolusi baru telah diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia, termasuk
pengubahan kurikulum dari kurikulum 1994, guru sebagai pusat pembelajaran menjadi kurikulum
xxii
berbasis kompetensi dan kurikulum satuan tingkat pendidikan dengan penerapan CBSA (cara belajar
siswa aktif), yaitu siswa diikutsertakan dalam proses belajar mengajar.
Dalam dunia pendidikan Indonesia , globalisasi membawa banyak dampak dan efek. Dampak
tersebut tak hanya bersifat positif tapi juga berdampak negative.
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada
dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.Apabila dulu, guru menulis dengan
sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan
sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang
sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan
menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah
bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat
mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak
langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi
mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca
kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal
menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-
tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta
dengan konsep.
xxiii
Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi
sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan
pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara
aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan
pada tingkat satuan pendidikan.
Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu,
hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya
mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya
melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu
menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
Kasus kampus UTS tahun 2008 lalu, merupakan bukti nyata kemrosotan nilai-nilai
luhur dalam pendidikan. Gelar dapat diperoleh dengan harga murah. Tanpa harus mengikuti
proses belajar mengajar yang sesuai prosedur. Munculnya sekolah-sekolah swasta elit yang
bersaing menawarkan terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan yang kebanyakan
hanya sebagai media bisnis. Karena mereka menyodorkan terobosan dalam dunia pendidikan
dengan imbalan uang yang tak sedikit jumlahnya
.
3.2.2 Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga
dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran diinternet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme,
kejahatan,kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan sepertipedafolia, dan
pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti
viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkanmelalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu
diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi
menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat
berbahaya pada proses belajar mengajar.
xxiv
3.2.3 Ketergantungan
Pancasila selain sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia, juga berperan sebagai
filter. Pengaruh-pengaruh dari luar Indonesia, disaring. Kemudian dikalasifikasikan kedalam
dua golongan :
d. Golongan pertama adalah golongan yang sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa
Indonesia.Golongan pertama ini merupakan golongan yang diterima dan dikembangkan,
agar benar-benar sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia.
e. Golongan kedua adalah golongan yang tidak sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa
Indonesia. Sehingga perlu ditindak lanjuti untuk mengurangi bahayanya bagi bangsa
Indonesia.
xxv
C. APA YANG BISA DILAKUKAN UNTUK MENYONGSONG TERJADI
GLOBALISASI
1.Pendidikan global
Peristiwa atau proses di atas dinamakan proses globalisasi yang berpengeruh pula terhadap
proses pendidikan. The American Association of Colleges for Teacher Education ( AACTE,
1994 ) Mengemukakan bahwa “ globalization said to necessitate changes in teaching, such as
more attention to diverse and universal human values, global system, global issues,
involvement of different kinds of world actors and global history” Dari pernyataan ini
menunjukan bahwa era globalisasi mengharuskan ada nya perubahan dalam strategi dan
metode mengajar antara lain dengan lebih memperhatikan keragaman dan nilai nilai manusia
universal, sistem dan isu isu global serta keterkaitan dengan masyarakat dunia dan sejarah
global.
xxvi
2. Penguatan global
Perubahan iklim sebagai isu utama dalam penguatan lingkungan global.Tantangan dalam
perlindungan sumber daya alam secara berkelanjutan.Kolaborasi internasional untuk
mengatasi masalah lingkungan global.
3. Penguatan teknologi
Penguatan teknologi merujuk pada proses peningkatan dan pemanfaatan teknologi secara
luas untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kemampuan di berbagai bidang
kehidupan. Ini melibatkan pengembangan, adopsi, dan integrasi teknologi baru atau
perubahan signifikan pada teknologi yang sudah ada. Penguatan teknologi mencakup segala
aspek, mulai dari perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak hingga penerapan
solusi inovatif dalam berbagai sektor.
Dalam konteks ekonomi, penguatan teknologi sering kali mengacu pada adopsi teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi produksi, distribusi, dan
manajemen bisnis. Perusahaan mengintegrasikan sistem otomatisasi dan kecerdasan buatan
untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan, serta mengoptimalkan rantai pasok.
xxvii
Dalam sektor kesehatan, penguatan teknologi mencakup penggunaan perangkat medis
canggih, sistem informasi kesehatan, dan aplikasi telemedicine. Hal ini dapat meningkatkan
diagnosis, perawatan, dan manajemen penyakit dengan memanfaatkan inovasi teknologi
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan terjangkau.
Penguatan teknologi juga terlihat dalam sektor pendidikan, di mana penggunaan platform
pembelajaran daring, e-book, dan aplikasi edukasi mengubah cara siswa belajar dan guru
mengajar. Integrasi teknologi dalam pendidikan dapat meningkatkan aksesibilitas dan
kualitas pendidikan, membawa pembelajaran lebih dekat ke seluruh dunia.
Selain itu, penguatan teknologi berkontribusi pada perubahan sosial melalui media sosial,
platform berbagi konten, dan interaksi daring. Teknologi memainkan peran penting dalam
membentuk budaya digital, memfasilitasi komunikasi global, dan mengubah cara individu
berinteraksi satu sama lain.
Pentingnya penguatan teknologi terletak pada potensinya untuk membuka peluang baru,
mengatasi tantangan, dan menciptakan perubahan positif dalam masyarakat global. Meskipun
demikian, juga perlu diperhatikan aspek-aspek etika dan keamanan untuk memastikan
dampak positif teknologi tersebut.
4. Pemberdayaan masyarakat
1. Konsep Pemberdayaan
Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah
konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan
Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar
belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep empowerment mulai nampak sekitar
dekade 70-an dan terus berkembang hingga 1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Pranarka dan Vidhyandika (Hikmat, 2004) menjelaskan bahwa konsep pemberdayaan
dapat dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh
abad ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran ostmodernisme. Aliran ini menitikberatkan pada
sikap dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, dan
antideterminisme yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan. Pemahaman konsep
pemberdayaan oleh masing-masing individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena
konsep ini mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat. Prijono Dan Pranarka (1996) membagi dua fase penting untuk memahami
akar konsep pemberdayaan, yakni: pertama, lahirnya Eropa modern sebagai akibat dari dan
reaksi terhadap alam pemikiran, tata masyarakat dan tata budaya Abad Pertengahan Eropa
yang ditandai dengan gerakan pemikiran baru yang dikenal sebagai Aufklarung atau
xxviii
Enlightenment, dan kedua, lahirnya aliran aliran pemikiran eksistensialisme, phenomenologi,
personalisme yang lebih dekat dengan gelombang Neo-Marxisme, Freudianisme,
strukturalisme dan sebagainya.
Perlu upaya mengakulturasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan alam
pikiran dan kebudayaan Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan
Barat diawali dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi).
Proses penghilangan harkat dan martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh
kemajuan ekonomi dan teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan
(power).
Power adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan. Bachrach
dan Baratz (1970) membuktikan bahwa power adalah konsep rasional (rational concept).
Dalam pandangan mereka, power yang dilakukan A hanya dilakukan dalam hubungan
individu atau kelompok B untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang
diberikan oleh B yang rela melakukan pilihan atas sanksi yang ada atau akan kehilangan
sesuatu yang lebih tinggi (kekuasaan atau uang). Ironisnya, kekuasaan itu kemudian membuat
bangunanbangunan yang cenderung manipulatif, termasuk sistem pengetahuan, politik,
hukum, ideologi dan religi. Akibat dari proses ini, manusia yang berkuasa menghadapi
manusia yang dikuasai. Dari sinilah muncul keinginan untuk membangun masyarakat yang
lebih manusiawi dan menghasilkan system alternatif yang menemukan proses pemberdayaan.
Sistem alternatif memerlukan proses “empowerwent of the powerless.” Namun empowerment
hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi dari
kebudayaan, yaitu aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan sebaliknya
menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia
(Prijono Dan Pranarka, 1996).
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai
rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, artinya belum ada
definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila dilihat secara lebih luas,
pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap
sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, agar dapat memahami secara
mendalam tentang pengertian pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa pendapat para
ilmuwan yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat.
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan
sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan
bertindak. Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata
xxix
“empowerment,” yang berarti memberi daya, member ”power” (kuasa), kekuatan, kepada
pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu
ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk
membangun dirinya. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat
menekankan kemandirian masyarakat itu sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir
dirinya. Payne (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk
membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan
dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk
mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Paul (1987) menyatakan
bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehuingga meningkatkan
kesadaran politis kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka
terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Rappaport (1987) mengatakan bahwa
pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu
terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya. MacArdle (1989) mengartikan
pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang orang secara konsekuen
melaksanakan keputusan itu. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan
melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui
usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber lainnya dalam
rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian kekauatan
(power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang
dikemukakan Simon (1990) dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment. Simon
menjelaskan bahwa pemberdayaan suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu
diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau
penentuan diri sendiri (selfdetermination). Sementara proses lainnya hanya dengan
memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya
masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian pemberdayaan bukan
merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan
pemrakarsa dari luar, keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja,dan makna-makna lain yang
tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki
masyarakat.
Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan
berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari
xxx
pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari
pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan
beberapa pengertian pemberdayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh
atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah
agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah
yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan
sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan
secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat
yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan.
Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif
dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga
memiliki keberdayaan. Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber
inisiatif untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus
menyadari akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata "pemberian"
menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan
daya, kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan
kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan lainnya .
2. Proses Pemberdayaan
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan pada
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada
masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut
sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua
atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau
memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa
yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”.
Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau
xxxi
masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan
atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran
(awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua,
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering), sehingga
diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan
juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah
menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan masyarakat
menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya dengan indikator
masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:
(1) mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi
perubahan ke depan), (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk
berunding, (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan,
memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative, mampu
mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi
dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan
masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara
berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.
Adi (2003) menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu masyarakat
merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam implementasinya tidak
semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaannya. Tak jarang
ada kelompok-kelompok dalam komunitas yang
melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul. Watson (Adi,
2003) menyatakan beberapa kendala (hambatan) dalam pembangunan masyarakat, baik yang
berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial:
a. Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit), seleksi
Ingatan dan Persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan (Depedence),
Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima
pembaharuan, dan rasa tak percaya diri (self- Distrust)
b. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
yang”mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan dan
xxxii
kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok kepentingan
(vested Interest), hal yang bersifat sacral (The Sacrosanct), dan penolakan terhadap ”Orang
Luar” (Rejection of Outsiders)
xxxiii
kepada anggota masyarakat lain. Sebagai contoh masyarakat mulai diperkenalkan dengan
penyakit-penyakit akibat gaya hidup, misalnya akibat merokok, akibat minum minuman
keras, akibat menyalahgunakan narkotika, dan isu-isu lain.
Dengan demikian, sebenarnya pemberdayaan adalah suatu proses membantu memperkuat
kemampaun masyarakat, sehingga menjembatani jarak komunikasi antara petugas (provider)
dan kelompok sasaran ( target audiences/ communities). Hal ini sangat diperlukan mengingat
sifat dasar dari promosi kesehatan maupun pendidikan kesehatan yang cenderung bersifat
top-down.
xxxiv
mengurangi terjadinya konflik yang muncul antara dua pihak tersebut selama program
berlangsung dan setelah program dievaluasi.Sering terjadi apabila sutu kegiatan berhasil,
banyak pihak bahkan termaksud yang tidak berpartisipasi, berebut saling claim tentang peran
diri maupun kelompoknya. Sebaliknya jika program tidak berhasil, individu maupun
kelompok bahkan yang sebenarnya berkontribusi atas kegagalan tersebut, saling
menyalahkan.
Perencanaan program pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan adanya kelompok
masyarakat yang terpinggirkan (termarginalisasi). Marginalisasi adalah sutu proses sejarah
masyrakat yang kompleks,yang membuat mereka tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi berbagai kebutuhannya, tidak mempunyai akses yang memadai terhadap sumber
daya. Oleh karenanya, untuk menghindari agar ini tidak semakin terpinggirkan, diperlukan
perencanaan yang lebih komprehensif.
2. Menetapkan tujuan. Tujuan promosi kesehatan biasanya dikembangkan pada tahap
perencanaan dan bisanya berpusat pada mencegah penyakit,mengurangi kesakitan dan
kematian dan manajemen gaya hidup melalui upaya perubahan perilaku yang secara spesifik
berkaitan dengan kesehatan. Adapun tujuan pemberdayaan biasanya berpusat bagaimana
masyarakat dapat mengontrol keputusannya yang berpengaruh pada kesehatan dan kehidupan
masyarakatnya.
3. Memilih strategi pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang terdiri
dari lima pendekatan, yaitu: pemberdayaan, pengembangan kelompok kecil, pengembangan
dan penguatan pengorganisasian mayrakat, pengembangan dan penguatan jaringan
antarorganisasi, dan tindakan politik. Strategi pemberdayaan meliputi: pendidikan
masyarakat, mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sebagai pra-syarat pokok
tumbuhnya tanggung jawab sebagai anggota masyarakat (community responsibility),
fasilitasi upaya mengembangkan jejaring antar masyarakat, serta advokasi kepada pengambil
keputusan (decision maker).
4. Implementasi strategi dan manajemen.Implementasi strategi serta manajemen program
pemberdayaan dilakukan dengan cara: a.meningkatkan peran serta pemercaya (stakeholder),
b.menumbuhkan kemampuan pengenalan masalah, c. mengembangkan kepemimpinan local,
d.membangun keberdayaan struktur organisasi, e. meningkatkan mobilisasi sumber daya, f.
memperkuat kemampuan stakeholder untuk “bertanya mengapa?”, g. meningkatkan control
stakeholder atas manajemen program, dan h. membuat hubungan yang sepadan dengan pihak
luar.
xxxv
5. Evaluasi program.Pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung lambat dan lama, bahkan
boleh dikatakan tidak pernah berhenti dengan sempurna. Sering terjadi, hal-hal tertentu yang
menjadi bagian dari pemberdayaan baru tercapai beberapa tahun sesudah kegiatan
selesai.Oleh karenanya, akan lebih tepat jika dievaluasi diarahkan pada proses
pemberdayaannya daripada hasilnya.
xxxvi
Dengan demikian dapat dirumuskan adanya tiga dimensi partisipasi,yaitu:
a. Keterlibatan semua unsure atau keterwakilan kelompok [group representation] dalam proses
pengambilan keputusan. namun mengingat sulitnya membuat peta pengelompokan
masyarakat ,maka cara paling mudah pada tahap ini adalah mengajak semua anggota
masyarakat untuk mengikuti tahap ini.
b. Kontribusi massa sebagai pelaksana /implementor dari keputusan yang diambil, ada tiga
kemungkinan reaksi masyarakatyang muncul, yaitu: a.secara terbuka menerima keputusan
dan bersedia melsaksanakan, b. secara terbuka menolaknya, dan c. tidak secara terbuka
menolak, namun menunggu perkembangan yang terjadi.Meskipun demikian, mengambil
keputusan harus terus menerus mendorong agar semua pihak bersikap realistis,menerima
keputusan secara bertanggung jawab, serta secara bersama sama menanggung risiko dari
keputusan tersebut.Hal ini harus disadari,karena program program yang diputuskan adalah
program yang ditujukan untuk masyarakat, oleh karenanya pelaksanya juga masyarakat.
c. Anggota masyarakat secara bersma sama menikmati hasil dari program yang
dilaksanakan.bagian ini penting,sebab sering terjadi karena merasa berjasa, ada pihak tertentu
menuntut bagian manfaat yang paling besar.Oleh karenanya,pada tahap ini perlu ada
keselarasan antara asas pemerataan dan asas keadilan.
Cary (1970) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi:
a. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota
masyarakat untuk berpartisipasi.
b. Mampu untuk berpartisipasi,adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga
mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program.
c. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program.
Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama-sama.Apabila orang mau dan mampu tetapi
tidak merdeka untuk berpartisipasi,maka orang tidak akan berpartisipasi.
Menurut Ross (1960),terdapat tiga prakondisi tumbuhnya partisipasi,yaitu:
a. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat
mengidentifikasi masalah,prioritas masalah dan melihat permasalahan secara komprehensif.
b. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan,dan belajar untuk
mengambil keputusan.
c. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.
xxxvii
Batasan Ross di atas sebenarnya menuntut prasyarat bahwa orang-orang yang akan
berpartisipasi harus memenuhi persyaratan tertentu,yaitu kompetensi kognisi
tertentu.Pendapat ini mungkin cocok diterapkan pada kelompok masyarakat yang cukup
cerdas, namun mengandung banyak kelemahan apabila diterapkan pada masyarakat yang
“agak terbelakang”.
Menurut Chapin (1939), partisipasi dapat diukur dari yang rendah sampai yang tertinggi,
yaitu:
a. Kehadiran individu dalam pertemuan-pertemuan.
b. Memberikan bantuan dan sumbangan keuangan.
c. Keanggotaan dalam kepanitiaan kegiatan.
d. Posisi kepemimpinan.
Berdasarkan teori Chapin, maka partisipasi yang tertinggi dilakukan oleh
pemimpin.Meskipun terlihat agak kontroversial, namun bisa dapat dipahami,karena dal;am
konteks kepemimpinan,walaupun jumlahnya paling sedikit,pemimpin menentukan
keberhasilanorganisasi.
Apabila dilihat dari subjek partisipasi, Sanders (1958) membedakannya menjadi:
a. Pemimpin-pemimpin lokal,adalah tokoh masyarakat dan pemimpin formal dan non formal
yang mempunyai pengaruh besar dal;am mengambil keputusan dan mendorong anggota
masyarakat untuk melaksanakannya.
b. Penduduk yang profesional, adalah penduduk setempat yang mempunyai kemampuan
tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan.
c. Pihak luar yang profesional, adalah pihak-pihak diluar kelompok masyarakat, yang diminta
maupun tidak, memberikan bantuan untuk kelancaran kegiatan program.
d. Pekerja serbaguna pengembangan masyarakat yang mempunyai komitmen kuat atas
kemajuan masyarakat,serta senantiasa membantu dan melaksanakan berbagai program yang
ada.Keterbukaan (inclusive) akan sangat membantu terutama dalam konteks keterbatasan
diri,maupun implementasi kemitraan (partnership).
Selanjutnya Sutton dan Kolaja (1960), membagi peran-peran dalam partisipasi program
menjadi tiga, yaitu:
1. Pelaku, adalah pihak yang mengambil peran dan tindakan aktif dalam program.
2. Penerima, adalah pihak yang nantinya akan menerima manfaat dari program yang dijalankan.
3. Publik, adalah pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan program,tetapi
dapat membantu pihak pelaku.
xxxviii
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Pendidikan sebagai Fondasi Pembangunan:
Pendidikan memiliki peran krusial dalam membentuk fondasi pembangunan suatu
negara. Indonesia, sebagai negara berkembang, perlu meningkatkan aksesibilitas,
kualitas, dan relevansi pendidikan sebagai langkah awal untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan. Sumber daya manusia yang terdidik dengan baik
menjadi modal utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan
kemajuan sosial.
B. SARAN
Penting bagi Indonesia untuk memprioritaskan investasi dalam pendidikan
berkualitas, dengan fokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21, integrasi
teknologi, dan peningkatan aksesibilitas. Selain itu, pendidikan berkelanjutan dan
kesadaran lingkungan harus menjadi bagian integral dari kurikulum untuk membentuk
generasi yang peduli terhadap tantangan global. Kerjasama internasional dan evaluasi
sistem pendidikan secara terus-menerus juga diperlukan, sementara pemberdayaan
masyarakat dapat menciptakan dukungan yang lebih besar untuk perubahan dan
reformasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan langkah-
langkah ini, Indonesia dapat membangun fondasi pendidikan yang kuat, menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas, dan bersiap menghadapi kompleksitas
tantangan global.S
xxxix
DAFTAR PUSTAKA
Budi Wahyono., “Defenisi dan Dasar Sistem Pendidikan Nasional”,
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/definisi-dan-dasar-sistempendidikan.html
xl