Anda di halaman 1dari 14

Modul 7: Merencanakan dan

Merancang Proses Mediasi

Standar Kompetensi
Peserta dapat membuat rencana dan merancang proses mediasi.

Kompetensi Dasar
Pada akhir sesi, peserta dapat:

1. melakukan penilaian terhadap kelengkapan data awal


2. mengidentifikasi cara pengumpulan data
3. menganalisa data awal yang akan digunakan untuk membuat rencana mediasi
4. membuat rencana mediasi berdasarkan analisa data yang telah dilakukan
5. merancang proses mediasi.

Alat-alat Pendukung Pembelajaran


1. Modul, handout dan slide presentasi

2. Flipchart

3. Kertas metaplan

4. Spidol besar dan kecil warna warni

5. Resume perkara

Alokasi Waktu
2 JPL (90 menit)

Aktifitas Pembelajaran
1. Tugas Perorangan

2. Diskusi Kelompok

3. Ceramah

Langkah-langkah Pembelajaran
Mulailah setiap sesi dengan menampilkan slide presentasi yang menjelaskan Standar Kompetensi dan
letak sesi ini dalam Rumah Mediator. Jelaskan juga apa aktifitas pembelajaran dalam sesi ini.
Di awal sesi ini, pelatih perlu menekankan bahwa Modul 7 (Merencanakan dan Merancang Proses
Mediasi), Modul 13 (Memfasilitasi Para Pihak), Modul 14 (Menjaga Keberlangsungan Mediasi), dan Modul
15 (Mengakhiri Proses Mediasi Secara Efektif dan Efisien) masuk ke dalam Kompetensi Pengelolaan
Mediasi dalam Rumah Mediator. Pelatih perlu kembali menjelaskan secara singkat, apa itu Kompetensi
Pengelolaan Mediasi.
Kegiatan 1: Tugas Perorangan – 30 Menit
1. Bagikan resume perkara dari para pihak dan minta peserta mempelajari resume tersebut.

2. Minta peserta mengidentifikasi apakah data awal yang tersedia dari resume perkara sudah cukup
atau belum. Jika belum, minta peserta menuliskan data apa saja yang belum ada dan bagaimana
cara melengkapinya. Jawaban ditulis di kertas metaplan.

3. Berdasarkan resume perkara, minta peserta menjawab pertanyaan berikut ini:

a. Siapa para pihak?

b. Apa tuntutan para pihak?

c. Apa kira-kira kepentingan para pihak?

d. Apa isu yang ada?

e. Apa masalah yang ada?

f. Apa upaya yang telah dilakukan para pihak sebelumnya (bila ada)?

g. Apa kemungkinan – kemungkinan solusi dari masalah ini?

Kegiatan 2: Diskusi Kelompok – 20 Menit


1. Minta peserta membuat kelompok dan mendiskusikan hasil kerjanya dengan peserta lain dalam
kelompok tersebut.

2. Ketika peserta berdiskusi, berkelilinglah memperhatikan diskusi, mencatat dan memberikan


umpan balik pada peserta jika dirasa perlu. Anda perlu memastikan bahwa analisa yang
dilakukan oleh peserta adalah analisa dari perspektif seorang mediator, bukan analisa dari segi
teknis hukum.

Kegiatan 3: Ceramah – 40 Menit


1. Mulailah dengan menjelaskan pentingnya melakukan persiapan dan perencanaan sebelum
memulai proses mediasi. Setelah mediator ditunjuk, tahap pertama dari perencanaan mediasi
adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Untuk mengumpulkan data, mediator dapat:

a. meminta dokumen-dokumen yang diperlukan;


b. melakukan wawancara terpisah terhadap para pihak (untuk mediasi di pengadilan, hal ini
bisa dilakukan dengan membuat pertemuan terpisah/kaukus setelah pertemuan pertama);
c. mengumpulkan data melalui riset, misal penelusuran di internet, kepustakaan dan lain-lain.
Setelah itu, mediator melakukan analisa terhadap data-data yang ada. Berangkat dari informasi
yang akurat dan analisa terhadap data yang ada, mediator dapat mengembangkan agenda
rencana yang sesuai dengan situasi yang dihadapi dan kebutuhan para pihak.

2. Jelaskan juga bahwa mediator perlu mulai membayangkan susunan agenda seperti apa yang
kira-kira tepat untuk digunakan dalam proses mediasi nantinya berdasarkan data-data awal yang
ada.

3. Jelaskan perancangan proses mediasi, seperti penataan atau setting ruangan, pengaturan
waktu, dan bagaimana memastikan aksesibilitas bagi semua pihak yang berkebutuhan khusus.
Kegiatan 3: Ceramah – 40 Menit

4. Berikan tips apa saja yang perlu disiapkan, bila salah satu pihak berkebutuhan khusus.

5. Jelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh mediator untuk menentukan tone atau nuansa
pertemuan menjadi positif dan harmonis. Apa saja yang perlu disampaikan dalam pernyataan
pembuka dan bagaimana membuat dan menerapkan peraturan dasar dan panduan perilaku
serta mendapatkan komitmen dari para pihak untuk melakukan mediasi.
Bahan Bacaan Modul 7
Sebagaimana telah diamanatkan dalam Perma 1 tahuan 2016 semua jenis sengketa perdata
yang diajukan ke Pengadilan wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi kecuali
beberapa perkara berkaitan dengan Perkara niaga, PHI, KPPU, BPSK, arbitrase, sengketa Parpol dan
putusan Komisi informasi, gugtan sederhana;
Di dalam proses mediasi Para Pihak wajib menghadiri dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa
hukum dan harus dilakukan di Pengadilan (kecuali non hakim) bersifat tertutup kecuali Para Pihak
menghendaki melalui teleconferen, namun dalam Perma ini jika ada alasan yang sah ketidakhadiran
para pihak secara langsung dimungkinkan jika terdapat kondisi Kesehatan yang tidak memungkinkan
hadir berdasar surat dokter, di bawah pengampuan, sang berada diluar negeri atau sedang menjalankan
profesi/pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan;
Sebelum diadakan mediasi para pihak, hakim pemeriksa harus menunjuk seorang mediator
bisa berasal dari mediator non hakim yang telah bersertifikat dan terdaftar di Pengadilan maupun hakim
yang telah bersertifikat mediator, bagi mediator non hakim biaya jasa untuk mediator di tanggung oleh
para pihak sedangkan mediator dari hakim tidak dikenakan biaya namun untuk biaya biaya pemanggilan
dibebankan kepada biaya panjar perkara dimana nantinya pihak yang kalahlah yang dibebankan
membayar biaya mediasi tersebut, kecuali berhasil terjadi perdamaian maka ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan para pihak;
Tempat penyelanggaraan diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau di tempat lain di
luar Pengadilan yang disepakati oleh Para Pihak namun khusus Mediator Hakim dilarang
menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan.
Dalam Modul 7 ini menjelaskan bagaimana mediator membuat rencana mediasi dan merancang
proses mediasi, yaitu:
• mengumpulkan dan menganalisa data awal
• membuat rencana dan agenda mediasi berdasarkan data awal yang telah dianalisa
• merancang proses mediasi, seperti penataan/setting ruangan dan memastikan aksesibilitas bagi
pihak yang berkebutuhan khusus
• menyiapkan pertemuan pertama dan pernyataan pembuka.

Persiapan dan perencanaan mediasi sangatlah penting dalam mensukseskan mediasi. Dengan persiapan
dan perencanaan yang tepat, tingkat keberhasilan mediasi akan meningkat.

Rencana mediasi ialah susunan terencana dari langkah-langkah yang dilakukan oleh mediator yang akan
membantu mediator dalam mengeksplorasi dan mencapai kesepakatan. Susunan rencana sangat
bergantung pada kompleksitas dan jenis sengketa, keluasan pengetahuan mediator mengenai sengketa,
perencanaan waktu yang tersedia dan seberapa besar kendali atas proses negosiasi yang didelegasikan
oleh para pihak kepada mediator.

Dalam merancang rencana mediasi, mediator perlu mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai


berikut:

• siapa yang harus dilibatkan dalam upaya mediasi?

• setting seperti apa yang perlu dibuat?


• prosedur atau pendekatan apa yang akan digunakan?

• isu, kepentingan dan pilihan penyelesaian apa yang penting bagi para pihak?

• bagaimana keadaan kondisi kejiwaan para pihak?

• bagaimana peraturan dasar dan panduan perilaku dapat dibangun?

• apa rencana untuk pertemuan pertama?

• bagaimana agenda masalah-masalah tertentu dapat diidentifikasi dan diatur?

• bagaimana para pihak dapat diberikan pengertian mengenai proses dan bagaimana agar mereka
dapat mencapai kesepakatan untuk melanjutkan negosiasi?

• kemungkinan jalan buntu apa yang dapat terjadi dan bagaimana itu dapat diatasi?

Mengumpulkan dan Menganalisa Data Awal


Segera setelah menerima resume perkara, mediator mulai mengumpulkan dan menganalisa data yang
diperlukan. Apabila resume tidak cukup memberikan data yang diperlukan, mediator dapat mencari dan
mengumpulkan data dengan cara lain, misalnya melalui penelusuran di internet, kepustakaan seperti buku,
koran, majalah atau bahan lainnya. Apabila ada dokumen-dokumen yang diperlukan, mediator meminta
dokumen-dokumen tersebut kepada para pihak. Dalam mediasi di luar Pengadilan, biasanya mediator
melakukan wawancara dengan para pihak sebelum proses mediasi dimulai, dengan tujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi. Untuk mediasi di Pengadilan, mediator dapat melakukan pertemuan
terpisah dengan para pihak, untuk menggali informasi, setelah pertemuan pertama dilakukan.

Setelah data diperoleh, mediator mulai menganalisa data tersebut. Analisa dilakukan terhadap para pihak
dan terhadap penyebab konflik. Pengumpulan data tentang para pihak perlu dilakukan karena penting bagi
mediator untuk mengetahui siapa saja para pihak yang terlibat dan bagaimana latar belakang hubungan
mereka selama ini.

Mengapa mediator perlu mengumpulkan data dan menganalisis data? Karena melalui pengumpulan data
dan analisa terhadap data, mediator diharapkan dapat:

• mengenali latar belakang dan sudut pandang dari masing-masing pihak yang bersengketa

• mengembangkan rencana yang sesuai dengan situasi yang dihadapi dan kebutuhan dari para
pihak

• menghindari masuk ke dalam sengketa dengan resolusi atau prosedur yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan atau intensitas yang terjadi dalam konflik

• menghindari konflik yang tidak perlu akibat miskomunikasi, mispersepsi, atau data yang salah

• mengetahui dengan jelas isu dan kepentingan mana yang paling penting untuk disasar

• mengidentifikasi pihak–pihak lain yang terlibat dan dinamika hubungan mereka

• menghemat waktu mediasi.

Perencanaan Mediasi
Dalam membuat rencana mediasi, mediator perlu:

• mengidentifikasi isu dan kepentingan yang penting bagi para pihak dan pilihan penyelesaian yang
potensial
• memilih prosedur mediasi yang dapat mengurangi dampak negatif dan menambah dampak positif
• menilai kondisi hubungan para pihak yang dapat mempengaruhi dinamika mediasi
• mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi dan rencana untuk mengatasinya.

Dalam membuat rencana mediasi, mediator perlu mulai membayangkan susunan agenda seperti apa yang
kira-kira cocok untuk digunakan dalam proses mediasi nantinya. Beberapa hal yang perlu, diperhatikan
oleh mediator, yaitu:

• pembagian berdasarkan isu yang akan menjadi prioritas utama, prioritas menengah dan prioritas
rendah
• memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam setiap
agenda dan menyusun waktu untuk setiap isu
• menentukan agenda berdasarkan tingkat kesulitan untuk mencapai tujuan, yaitu sulit, sedang dan
mudah.

Perancangan Proses Mediasi


Sehubungan dengan hal-hal yang bersifat persiapan teknis, mediator perlu menyadari pentingnya
perancangan proses mediasi, seperti memastikan aksesibilitas bagi semua pihak yang mempunyai
kebutuhan khusus, pengaturan waktu, penataan atau setting ruangan. Selain itu, mediator perlu
mempersiapkan apa yang akan disampaikan dan dilakukan dalam pertemuan pertama untuk menentukan
tone atau nuansa pertemuan menjadi positif dan harmonis.

Penataan Ruangan
Penataan atau setting ruangan negosiasi dapat memengaruhi dinamika dan hasil negosiasi. Dalam sebuah
negosiasi perdamaian Vietnam yang dilakukan di Paris pada awal 1970-an, sengketa meledak akibat
penataan tempat duduk dan bentuk dari meja yang digunakan dalam negosiasi perdamaian. Kejadian ini
mengindikasikan adanya dampak dari penataan atau setting tempat terhadap sebuah negosiasi.

Penataan ruangan merujuk kepada pola tempat duduk, bentuk meja, alokasi ruang yang disediakan untuk
dan antara para pihak, objek fisik yang menunjukkan adanya otoritas atau perbedaan dalam kekuasaan,
dan ruang untuk interaksi umum maupun pribadi. Penelitian sosial menunjukkan penemuan penting pada
penyusunan tempat duduk dan perilaku konflik. Filley (1975) mengobservasi mereka yang bermusuhan
cenderung menempatkan duduk mereka berlawanan satu sama lain dan bahwa penyusunan fisik ini
menghasilkan lebih banyak perilaku terpolarisasi dibandingkan dengan duduk bersebelahan. Ketika
menyusun setting / penataan ini harap diperhatikan hal-hal yang terkait dengan rasa aman dan nyaman,
terutama untuk konflik keluarga seperti terkait sengketa warisan atau perceraian yang kadang-kadang bisa
sangat emosional.

Yang perlu diperhatikan juga oleh mediator adalah ruang untuk kaukus. Ruangan kaukus adalah fasilitas
di mana para peserta mediasi dapat bertemu secara pribadi selama negosiasi. Ruangan kakukus harus
dekat dengan lokasi negosiasi tapi juga harus diberi jarak cukup jauh dari tempat negosiasi sehingga para
pihak mendapatkan suasana privat. Merupakan hal yang penting saat melakukan kaukus untuk
memastikan para pihak benar-benar terpisah. Sebagai contoh, mediator meminta pihak A untuk
meninggalkan ruang kakukus dan menunggu di ruangan konferensi yang jaraknya cukup jauh saat
mediator akan melakukan pertemuan dengan pihak B, dan pihak A meninggalkan ruang kaukus namun
tidak menuju ruangan konferensi dan malah berdiri di depan ruangan kaukus di mana dia dapat mendengar
apa yang dibicarakan. Itu sebabnya penting untuk memastikan bahwa ruang para pihak terpisah selama
kaukus berlangsung.
Pada penataan ruangan, di samping penataan kursi dan meja seperti yang dijelaskan di atas, perlu juga
untuk menyiapkan materi tertulis. Jika terdapat dokumen penunjang pembahasan, maka harus segera
disiapkan dan diletakan di atas meja para pihak. Minuman biasanya tidak ditawarkan, namun bila
sepertinya pembahasan akan memakan waktu lama, maka perlu ditanyakan juga apakah para pihak perlu
untuk menyertakan hal tersebut ke dalam ruangan. Hal terpenting lainnya ialah mengenai jarak. Pada jarak
duduk antara pihak harus lebih jauh dibandingkan jarak duduk antara pihak dan mediator.

Memastikan Aksesibilitas Bagi Yang Berkebutuhan Khusus


Dalam mempersiapkan proses mediasi, mediator perlu memastikan aksesibilitas apabila para pihak atau
salah satu pihak adalah pihak yang memiliki kebutuhan khusus. Mediator harus memastikan akses mereka
terhadap ruang mediasi maupun terhadap proses mediasi. Ada 3 hal yang perlu dipikirkan oleh mediator
dalam kaitan dengan persiapan mediasi, yaitu :

• terkait tempat mediasi

• terkait proses mediasi

• terkait pengaturan waktu.

Terkait tempat mediasi, mediator harus memikirkan mengenai ruang mediasi dan tempat mediasi secara
keseluruhan. Misalnya, apakah jalan ke ruang mediasi dapat diakses? Apabila salah-satu pihak
menggunakan alat bantu, berupa kursi roda misalnya, maka mediasi harus dilakukan di lantai dasar,
apabila gedung pengadilan bertingkat dan tanpa elevator. Selain ruang mediasi, mediator juga perlu
memperhatikan hal lainnya terkait kenyamanan mereka, misalnya, apakah toilet dapat diakses oleh mereka
yang berkebutuhan khusus? apakah pintu masuk ke ruang mediasi dapat dilewati dengan mudah bagi
yang berkursi roda? Apabila para pihak mempunyai kesulitan mengikuti proses mediasi, apa saja alat bantu
yang perlu disiapkan di ruang mediasi.

Terkait proses, mediator perlu memikirkan apakah ada informasi tambahan atau informasi yang berbeda
terkait proses mediasi yang perlu disediakan kepada pihak yang memiliki kebutuhan khusus, sebelum
proses mediasi dimulai. Setelah proses mediasi berlangsung, mediator perlu mempertimbangkan, apakah
perlu ada beberapa kaukus yang disediakan untuk memberi kesempatan pihak tersebut mereview apa
yang berlangsung selama proses mediasi? Apakah para pihak akan membutuhkan istirahat lebih sering?
Apakah dokumen yang ada perlu dijelaskan secara lisan atau dijelaskan secara mendetail?

Terkait pengaturan waktu, mediator perlu memikirkan apakah waktu mulai dan selesainya sesi mediasi
sesuai dengan kebutuhan para pihak? Apakah panjangnya waktu bisa mengakibatkan kelelahan? Apakah
memperpanjang atau memperpendek periode waktu setiap sesi bisa meningkatkan komunikasi dan
pemahaman para pihak?

Bagi pihak yang memiliki kebutuhan khusus yang mengalami kesulitan bergerak, alat bantu seperti kursi
roda dan tongkat, harus dianggap sebagai perpanjangan dari orang tersebut, sehingga tidak etis untuk
menyentuh atau memindahkan alat bantu tersebut, tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Begitu pula apabila
hendak memberikan bantuan seperti mendorong kursi roda, tanyakan dahulu apakah yang bersangkutan
membutuhkan bantuan tersebut. Alat-alat tersebut juga harus diperbolehkan berada di dekat pemiliknya.
Dalam ruangan, kursi dan perabot harus diatur agar tidak menghalangi gerakan mereka.

Bagi pihak yang memiliki kebutuhan khusus yang bermasalah dengan penglihatan, mediator harus
menyebutkan identitas dirinya dan identitas semua orang yang ada dalam ruangan tersebut. Informasikan
kepada mereka apabila ada yang meninggalkan ruangan atau ada seseorang yang baru tiba. Jelaskan
dan bacakan setiap dokumen yang didiskusikan di dalam proses mediasi. Usahakan dokumen
diterjemahkan dalam huruf braille atau dikirimkan ke komputer yang memiliki sofware membacakan
dokumen. Sebelum memberikan bantuan, seperti menuntun, mintalah izin terlebih dulu. Ulurkan tangan
Anda, jangan menarik tangan mereka. Ketika membantu penyandang tuna netra dalam tempat yang baru,
tuntun tangannya ke pegangan tangga atau area atau ruangan tertentu sehingga mereka bisa
mengenalinya. Biarkan mereka berjalan mengikuti Anda daripada membiarkan mereka berjalan terlebih
dulu ke area yang belum diketahui. Untuk memberikan sebuah benda, sebutkan dahulu bahwa Anda akan
memberikan sebuah benda, baru kemudian benda tersebut diletakkan di tangannya.

Untuk penyandang tuna rungu atau gangguan pendengaran, tanyakan bagaimana cara terbaik untuk
memastikan bahwa Anda dapat didengar. Apabila orang tersebut membaca gerakan bibir, lihat langsung
ke arah mereka dan bicara dengan jelas. Pastikan tangan Anda berada jauh dari mulut dan hindari makan
atau mengunyah permen. Jangan bicara berlebihan atau berteriak, karena akan menyulitkan membaca
bibir. Berbicara dengan jelas dan efektif. Jangan berbicara dengan lambat atau menaikkan nada suara,
kecuali apabila diminta. Apabila terdapat penerjemah bahasa isyarat, bicaralah secara langsung kepada
orang yang Anda tuju.

Untuk penyandang tuna wicara atau gangguan bicara, mediator harus bersikap sabar dan jangan
menyelesaikan kalimat yang diucapkan. Mediator harus bersikap suportif dan mendukung dengan
mempertahankan kontak mata dan menggunakan gesture yang pantas, seperti menganggukkan kepala.
Ajukan pertanyaan yang bisa dijawab dalam beberapa kata. Jangan berpura-pura untuk mengerti, bila
Anda tidak mengerti apa yang dibicarakan. Mintalah klarifikasi. Apabila para pihak menggunakan
penerjemah, bicaralah secara langsung kepada orang yang Anda tuju. Jagalah agar suasana tidak bising
dan banyak gangguan karena hal ini bisa mempengaruhi kemampuan untuk mengemukakan kata-kata.
Mediator sebaiknya mengatur agar ada anggota keluarga atau penerjemah yang hadir. Ulangi komunikasi
untuk memastikan bahwa interpretasi Anda benar. Apabila perlu, gunakan buku tulis untuk berkomunikasi
secara tertulis. Tambahkan waktu-waktu istirahat karena berkomunikasi bagi penyandang gangguan
bicara bisa melelahkan. Gunakan alat-alat yang dapat membantu komunikasi.

Pengaturan Waktu
Menurut Pasal 24 Perma Nomer 1 tahun 2016 hanya 30 hari dan dapat diperpanjang 30 hari, atau dengan
kata lain dalam waktu hanya 2 bulan seorang mediator harus memikirkan bagaimana mengatur dan
membagi waktu dalam setiap tahapan mediasi tersebut; Maka dari itu mediator sebaiknya membuat
jadwal mediasi yang disepakati para pihak dan meminta komitmennya agar tata tertib dan jadwal
mediasi di sepakati dan dilaksanakan oleh para pihak

Persiapan Pertemuan Pertama dan Pernyataan Pembuka


Mediator perlu mempersiapkan diri untuk pertemuan pertama. Dalam pertemuan pertama, mediator akan
melakukan perkenalan dan menyampaikan opening statement (pernyataan pembuka) yang mencakup
poin-poin sebagai berikut:

• menjelaskan tentang mediasi dan peran mediator


• menjelaskan agenda mediasi
• menetapkan peraturan dasar dan panduan perilaku yang perlu dipatuhi para pihak selama proses
mediasi
• mendapatkan komitmen dari para pihak untuk melakukan mediasi.
Mediator harus menyadari pentingnya menciptakan tone/nuansa pertemuan yang harmonis dan positif di
awal pertemuan. Menciptakan tone tersebut bisa dilakukan sejak awal perkenalan, dilanjutkan dengan
pernyataan pembuka dari mediator. Pemilihan kata-kata dan kalimat serta gaya komunikasi adalah penting
ketika membuat pernyataan pembuka. Pernyataan pembuka ini dapat menjadi tolok ukur bagi para pihak
dalam menilai kualitas mediator dan memprediksi arah mediasi ini. Pernyataan pembuka yang efektif akan
membuat para pihak merasa mediator memang memiliki kapasitas dan kemampuan sehingga akan
menimbulkan kepercayaan tidak saja terhadap mediator tapi juga terhadap prosesnya.

Tugas mediator dalam menjalankan funsinya termuat dalam Pasal 14 Perma Nomer 1 Tahun 2016
dimana mediator bertugas:

a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk saling memperkenalkan
diri;
b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para Pihak;
c. menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan;
d. membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para Pihak;
e. menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran
pihak lainnya (kaukus);
f. menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;
g. mengisi formulir jadwal mediasi.
h. memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan
perdamaian;
i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas; j.
memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk:
1. menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak;
2. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak; dan
3. bekerja sama mencapai penyelesaian;
k. membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian;
l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya
Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
m. menyatakan salah satu atau Para Pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada Hakim
Pemeriksa Perkara;
n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya
dengan melihat Pasal 14 Perma 1 tahun 2016 tentang tugas mediator untuk maka proses mediasi
memiliki 2 tahapan yaitu tahap mendefinisikan masalah (problem defining stage) dan tahan pemecahan
masalah (problem solving stage)

TAHAPAN MEDIASI
1. PROBLEM DEFINING STAGE
2. PROBLEM SOLVING STAGE

1. PROBLEM DEFINING STAGE


1) Sambutan mediator,
2) Presentasi para pihak,
3) Kesepahaman awal,
4) Definisi masalah,
5) Pengagendaan masalah,
2. PROBLEM SOLVING STAGE
1) Tawar menawar,
2) Pertemuan terpisah,
3) Pengambilan keputusan akhir,
4) Penyusunan kesepakatan,
5) Penutupan,

PROBLEM DEFINING STAGE


1) Sambutan mediator
Pada tahapan ini seorang mediator mediator harus menyadari pentingnya menciptakan
tone/nuansa pertemuan yang harmonis dan positif di awal pertemuan. Menciptakan tone tersebut
bisa dilakukan sejak awal perkenalan, dilanjutkan dengan pernyataan pembuka dari mediator.
Pemilihan kata-kata dan kalimat serta gaya komunikasi adalah penting ketika membuat pernyataan
pembuka. Pernyataan pembuka ini dapat menjadi tolok ukur bagi para pihak dalam menilai kualitas
mediator dan memprediksi arah mediasi ini.
Mediator dalam memperkenalkan diri dengan menyampaikan CV secara singkat ini penting
dimana pernyataan pembuka yang efektif akan membuat para pihak merasa mediator memang
memiliki kapasitas dan kemampuan sehingga akan menimbulkan kepercayaan tidak saja terhadap
mediator tapi juga terhadap prosesnya;
Kemudian mediator menjelaskan pengertian mediasi seperti yang diatur dalam Perma Nomer 1
tahun 2016 baik mengenai kedudukan dan peran seorang mediator. Dalam pembukaan mediasi ini
dijelaskan kepada para pihak mediator mempunyai kode etik yang harus dijaga dan dipedomani
mediator dalam memediasi sebuah perkara;
Kemudian mediator meminta para pihak memperkenalkan diri yang mengikuti jalannya mediasi
siapa saja yang hadir apa saja kapasitas yang hadir dan otoritasnya dalam mediasi, tidak lupa pula
mediator harus memberi apresiasi kepada para pihak atas kehadiran dan waktunya dalam mengikuti
mediasi;
Mediator diharuskan menjelaskan apa tahapan-tahapan dalam mediasi tersebut Problem
Defining Stage dan Problem Solving Stage serta tata tertibnya, ini sangat penting dikarenakan waktu
yang diberikan dalam mediasi menurut Pasal 24 Perma Nomer 1 tahun 2016 hanya 30 hari dan dapat
diperpanjang 30 hari, atau dengan kata lain dalam waktu hanya 2 bulan seorang mediator harus
memikirkan bagaimana mengatur dan membagi waktu dalam setiap tahapan mediasi tersebut; Maka
dari itu mediator sebaiknya membuat jadwal mediasi yang disepakati para pihak dan meminta
komitmennya agar tata tertib dan jadwal mediasi di sepakati dan dilaksanakan oleh para pihak;
2) Presentasi para pihak
Dalam tahab ini para pihak diberi kesempatan secara bergantian menceritakan atau
memaparkan permasalahan yang di hadapi dengan memperhatikan keseimbangan para pihak
dalam memaparkan permasalahannya, peran seorang mediator dalam memimpin mediasi
diharapkan menghindarkan sikap keberpihakan kepada salah salah satu pihak atau dengan kata
lain menjaga netralitasnya;
Dalam proses presentasi para pihak tersebut dapat menggugankan Teknik “Dengar,
Ulang, Tanya” (DUT) artinya dengarkan apa yang di sampaikan para pihak lalu ulang
pernyataan dari para pihak dengan terlebih dahulu dilakukan refreming kemudian tanyakan
kembali maksut pernyataan tersebut; (untuk Teknik refreming akan dijelaskan dalam
pengajaran selanjutnya);
Point penting dala tahap ini mediator mampu menggali harapan, kekuatiran, kebutuhan
dan keinginan para pihak dalam menyelesaikan perkaranya;
Untuk itu mediator harus mempunyai sebuah catatan tersendiri yang sudah dipersiapan
sebelumnya, hal ini penting agar mediator mampu menggali permasalahan dan dapat
dijadikan panduan dipertemuan berikutnya sehingga proses mediasi dapat berjalan sesuai
dengan jadwal dan urutan yang telah dibuat; Catatan ini di buat dan di klasifikasikan apa harapan,
kekuatiran kebutuhan serta keinginan baik keinginan para pihak, karena perlu disadari mediator
dari Hakim sering lupa bahwa posisi saat di mediasi adalah seorang mediator bukan hakim
pemutus. Didalam mediasi mediator tidak boleh mengatur para pihak tentang solusi sebuah
mediasi, mediator hanya menjadi media bagi para pihak artinya solusi perdamaian adalah hadir
dari pihak itu sendiri;
3) Kesepahaman awal
Dalam tahab ini ketika para pihak telah memaparkan permasalahan tentunya mediator
akan memperoleh sebuah gambaran tentang apa yang dinginkan para pihak meskipun belum
tergambar penyelesaiaan dari para pihak, namun setidaknya mediator dapat memperoleh
kesepahaman awal yang muncul dari para pihak;
Kesepahaman yang dimaksut adalah hal yang harapkan para pihak dimana kedepan
kepahaman inilah yang akan diselesaikan para pihak melalui media mediasi, walaupun ini
belum merupakan sebuah fakta para pihak namun mediator dan para pihak telah memperoleh
gambaran/harapan ideal yang diinginkan para pihak untuk diselesaikan dan dicari jalan
keluarnya;
Contoh dalam kasus perceraian:
“Para pihak sama-sama mengharapkan hubungan keluarga terjalin harmonis dan
masa depan anak terjamin dengan baik”
4) Definisi masalah
Mediotor harus mampu mendefinisi masalah apa yang masih diperdebatkan dan apa
kekuatiran yang di hadapai para pihak, mediator mencatat itu semua dan kemudian
merumuskan dalam sebuah catatan bisa di tuangkan dalam Board atau kertas sehingga para
pihak dapat mengerti permasalahan apa yang harus diselesaikan dalam proses mediasi;
Permasalahan yang muncul dari para pihak di catat/ditulis dan menjadi rumusan
masalah namun harus memfokuskan pada objek permasalahan bukan subjek. Penulisan
menggunakan kalimat tanya sesuai apa yang disampaikan para pihak;
Contoh:
Bagaimanakan menentukan cara pembayaran yang bisa diterima para pihak ?
5) Pengagendaan masalah
Dalam tahap pengagendaan masalah ini didapat dari hasil mendefinisikan masalah
ditahab sebelumnya, dari tahap definisi masalah biasanya cukup banyak permasalah yang
muncul dari para pihak kemudian mediator menentukan urutan dimana dalam mengurutkan
tersebut mediator dapat memulai dari:
1. Urutkan masalah yang segera diselesaikan,
2. Urutkan yang masalah paling berat,
3. Urutkan berdasarkan prioritas,
4. Atau dapat disepakati para pihak;
Urutan tersebut merupakan dasar menentukan langkah selanjutnya karena tahap
pengagendaan masalah adalah tahap akhir dari problem defining stage sebelum masuk tahab
berikutnya yaitu problem solving stage;

PROBLEM SOLVING STAGE


1) Tawar menawar
Tahab ini mediator menjadi media bagi para pihak dalam membantu penyelesaian
permasalahan yang mereka hadapi, diharapkan mediator membuat tabel “T” di board atau
kertas besar dimana sebelumnya mediator telah membuat urutan masalah yang akan para
pihak selesaikan;
Mediator diharap mampu mendorong para pihak untuk menciptakan opsi- opsi atau jalan
keluar dalam menyelesaikan masalahnya tersebut secara kontruktif;
Tahab inilah mediator diuji kesabaran serta kebijaksanaanya dalam memimpin mediasi,
karena para pihak biasanya beradu argument dan ego para pihak naik, mediator diharapkan
mampu meredam dan mengendalikan jalannya mediasi dalam tahab ini, apalagi mediatornya
seorang Hakim yang sebenarnya dalam diri/hatinnya mengetahui menurut hukum bagaimana
jalan keluarnya, namun karena solusi permasalahan harus mucul dari para pihak, mediator
tidak diperbolehkan menawarkan solusi atau jalan keluarnya menurut mediator;
2) Pertemuan terpisah
Dengan perdebatan dalam tahap tawar menawar tersebut dimungkinkan tidak terjadi
kesepakatan dari para pihak dalam mencari solusi atas perkara yang di hadapinya, oleh karena
itu dibutuhkanlah pertemuan terpisah atau sering disebut kaukus
Dalam kaukus tersebut mediator mampu membangun test realitas tentang
permasalahan yang di hadapi, mediator mengekplorasi kembali perdebatan saat proses tawar
menawar, dijelaskan apa untung dan rugi dengan pendapat pihak yang masih dipertahankan
tersebut, apakah efek kedepan jika solusi atau perdamaian dalam mediasi ini tidak terwujud,
misalnya bagaimana nama baik para pihak, hubungan kekeluargaan diantara para pihak,
nama baik perusahaan, kelangsungan bisnisnya, dll…
Mediator diharapkan menumbuhkan rasa empati terhadap permasalah yang di
hadapi para pihak, berikan pandangan jauh kedepan dan yakinkan bahwa perdamaian adalah
jalan yang paling tepat dalam menyelesaikan perkaranya tersebut;
Setelah kaukus selesai maka para pihak dipertemukan Kembali dalam joint
meeting/tawar menawar dan mediator mempersilahkan para pihak menceritakan hasil
kaukus. Dimungkinkan dalam tawar menawar saling berdebat kemabali namun biasanya
emosi ataupunn ego dari para pihak mulai turun disinilah peran mediator dapat membantu
menyelesaikan perkara dan memastikan keputusan akhir para pihak apakah terjadi
perdamaian ataukah pada akhirnya mediasi gagal;
Yang perlu diperhatikan juga oleh mediator adalah ruang untuk kaukus. Ruangan
kaukus adalah fasilitas di mana para peserta mediasi dapat bertemu secara pribadi selama
negosiasi. Ruangan kaukus harus dekat dengan lokasi negosiasi tapi juga harus diberi jarak
cukup jauh dari tempat negosiasi sehingga para pihak mendapatkan suasana privat.
Merupakan hal yang penting saat melakukan kaukus untuk memastikan para pihak benar-
benar terpisah. Sebagai contoh, mediator meminta pihak A untuk meninggalkan ruang
kakukus dan menunggu di ruangan konferensi yang jaraknya cukup jauh saat mediator akan
melakukan pertemuan dengan pihak B, dan pihak A meninggalkan ruang kaukus namun tidak
menuju ruangan konferensi dan malah berdiri di depan ruangan kaukus di mana dia dapat
mendengar apa yang dibicarakan. Itu sebabnya penting untuk memastikan bahwa ruang para
pihak terpisah selama kaukus berlangsung.
3) Pengambilan keputusan akhir
Dalam pengambilan keputusan akhir, mediator menentukan apakah mediasi berhasil
taukah tidak, putusan tidak berhasil atau tidak mediator wajib menyatakan mediasi berhasil atau
tidak secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara
Dalam hal mediasi berhasil para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan
kesepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh para
pihak dan mediator. mediator wajib memastikan kesepakatan perdamaian tidak memuat
ketentuan yang bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
Para pihak melalui mediator dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim
pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam akta perdamaian. jika para pihak tidak menghendaki
kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam akta perdamaian, kesepakatan perdamaian wajib
memuat pencabutan gugatan.
4) Penyusunan kesepakatan
Untuk penyusunan kesepakatan para pihak menuliskan butir-butir kesepakatan, serta
meminta para pihak mengkaji kembali draf kesepakatan lalu para pihak menandatangani
kesepakatan tersebut
5) Penutupan
Baik tercapai atau tidaknya perdamaian, mediator diharapkan mengapresiasi para pihak
jika berhasil terjadi kesepakatan diingatkan Kembali bahwa kesepakatan itu hadir dari para
pihak bukan mediator, jika tidak berhasil juga diingatkan bahwa perdamaian masih
dimungkinkan sebelum putusan dijatuhkan ataupun berkekuatan hukum tetap, namun
mediator dari unsur hakim tidak lagi mempunyai wewenang mendamaikan, perdamaian harus
hadir dari para pihak dan memungkinkan jika para pihak menginginkan mediator dapat mencari
mediator yang non hakim;
Daftar Pustaka
Hisako Kobayasi-Levin. 2011. Mediation Training: Practical Tips on How to Conduct Mediation.
Fukuoka: Nihon Kajo Publishing Co. Ltd.

Christopher W. Moore. 2003. The Mediation Process. 3rd Edition. San Fransisco: Jossey-Bass.

Kimberlee K. Kovach. 1994. Mediation: Principles and Practice. St. Paul, Minnesota: West Publishing
Co.

D.Y. Witanto, S.H. 2011. Hukum Acara Mediasi Dalam Acara Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan
Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Mahkamah Agung. 2016. Peraturan Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA No. 1 Tahun
2016.

Pusat Mediasi Nasional, Modul dalam pelatihan dan sertifikasi mediator, tahun 2019.

British Columbia Mediator Roster Society. Accomodating People with Disabilities. A Reference Guide
for Mediators. 2009. Diunduh pada 1 Mei 2015 melalui tautan:
http://www.mediatebc.com/PDFs/123Resources%28ForMediators%29/AccommodatingHandb
ook-web.aspx

Anda mungkin juga menyukai